Sabtu, 02 Maret 2013

PERKEMBANGAN GASTROENTEROLOGI INTERVENSIONAL


Pendahuluan
Bidang gastroenterology merupakan salah satu bidang subspesialis di Bagian Ilmu Penyakit Dalam, yang dalam perkembangannya banyak ditunjang oleh perkembangan teknologi intervensional kedokteran. Dimulai oleh Bozzini pada tahun 1795, dengan menggunakan endoskop berupa pipa logam yang diberi penyinaran lilin untuk memeriksa rectum, dan dilanjutkan oleh Kussmaul pada tahun 1808, yang memelopori penggunaan gastroskop kaku yang terbuat dari logam yang dilengkapi lampu dan kaca pemantul cahaya. Dengan berkembangnya teknologi, secara bertahap gastroskop berubah dari kaku menjadi semi lentur (tahun 1932) dan lentur (tahun 1958), sehingga toleransi pasien pada pemeriksaan ini dan jangkauan penilaian diagnostik lebih baik. Semakin lenturnya endoskop dimungkinkan oleh berkembangnya teknik serat optic. Pada tahun 1984 mulai berkembang teknologi mikroelektronik yang dapat menghasilkan gambar video dan dapat ditayangkan melalui monitor televisi sehingga dapat didokumentasi secara akurat. Peran pemeriksaan endoskopi juga berkembang dari sekedar penunjang diagnostik menjadi sarana terapeutik yang handal.
Endoskop semilentur pertama kali digunakan di Indonesia pada tahun 1976 berupa gastroskop semilentur oleh Simadibrata di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sedangkan kolonoskop lentur pada tahun 1973 oleh Hilmy juga di RS Cipto Mangunkusumo Jakarta. Sejak itu secara bertahap dipakai alat endoskopi sesuai dengan perkembangan yang ada.

Gastroenterologi Intervensional
Perkembangan teknik endoskopi membuka kesempatan untuk mengeksplorasi keadaan fisiologis gastrointestinal maupun keadaan patologisnya, dimana sebelum era ini tidak jarang memerlukan suatu tindakan intervensi surgikal.
Secara kronologis sesuai organ gastrointestinal, akan dikemukakan secara ringkas gambaran perkembangan di bidang gastroenterologi intervensional.

Esofagus
Kelainan esofagus berupa esofagitis refluks, esofagus Barrets, varises esofagus dan tumor dapat dengan mudah dideteksi dengan menggunakan esofagogastroduodenoskop lentur disertai toleransi pasien yang baik. Tersedianya kanul injektor yang dapat dimasukkan lewat endoskop memungkinkan untuk dilakukan penyuntikan zat sklerosan (skleroterapi) pada varises esofagus. Dan dengan menambah alat ligator pada ujung skop, kita dapat melakukan ligasi pada varises esofagus yang merupakan salah satu alternatif pengobatan pada perdarahan dari varises esofagus. Polip jinak pada esofagus dapat dengan mudah diangkat dengan teknik polipektomi perendoskopik. Tumor esofagus merupakan contoh yang menarik untuk mengikuti perkembangan teknologi endoskopi. Mulai dari diagnosis endoskopik dan histologik, dilanjutkan dengan pentahapan dengan menggunakan endoskop yang dilengkapi alat ultrasonografi di ujungnya (endosonografi), bila kanker masih tahap dini (mukosa) dapat dilakukan reseksi tumor per endoskopik dengan cara stripping. Dan bila masa tumor obstruksi total, dapat dilakukan pemasangan endoprostetes perendoskopik pada daerah penyempitan tersebut. Striktur dan akalasia saat ini dapat diatasi dengan alat dilatator baik dilator savary yang terbuat dari polietilen ataupun dilatator balon.

Gaster dan Duodenum
Sebagian besar kelainan organ ini berasal dari mukosa, sehingga endoskopi merupakan standar baku dalam hal diagnosis ditambah lagi akurasi penilaian biopsi. Di beberapa Negara yang mempunyai kekerapan tinggi keganasan gaster, pemeriksaan endoskopi merupakan prosedur pemeriksaan skrining berkala pada populasi yang luas. Endoskopi dapat merupakan pemeriksaan awal yang akurat untuk kasus dyspepsia yang menduduki peringkat teratas dari kasus dalam bidang gastroenterologi.
Perkembangan teknik endoskopi hemostatik, baik injeksi obat, elektrokoagulasi maupun laser memungkinkan penanganan perdarahan saluran cerna bagian atas lebih adekuat. Polipektomi merupakan hal yang sudah rutin dilakukan. Pada kasus dengan gangguan asupan nutrisi oral karena paralisis otot menelan atau keganasan dimana masih memungkinkan dilakukan endoskopi, dapat dilakukan gastrostomi per endoskopik atau meletakkan kanul naso-duodenal dengan bimbingan endoskopi sehingga dapat mempertahankan asupan nutrisi enteral yang adekuat. Peran lain adalah pengangkatan benda asing dari saluran cerna bagian atas (SCBA), evaluasi pasca operasi SCBA, dan memungkinkan teknik kromografi (pewarnaan mukosa) untuk mendeteksi keganasan dini.

Saluran Bilier dan Pankreas
Pemeriksaan endoskopi dengan alat duodenoskop memungkinkan kita melihat dengan baik muara papilla Vateri. Dengan teknik kanulasi melalui muara tersebut, dapat dimasukkan zat kontras sehingga memungkinkan visualisasi saluran bilier dan pankreas lewat layar monitor fluoroskopi. Pemeriksaan Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography (ERCP) ini dapat mendeteksi mulai dari batu, tumor, stenosis di sistim bilier, kelainan saluran pankreas akibat pankreatitis atau keganasan. Dengan menggunakan alat papillotomi yang dihubungkan dengan unit elektrosurgikal dapat dilakukan sfingterotomi (pemotongan sfingter papilla Vateri) sehingga muaranya menjadi lebar yang memungkinkan kita melakukan ekstraksi batu bilier, drainase cairan empedu baik karena pelebaran muara papilla Vateri tersebut ataupun dengan cara pemasangan pipa naso-bilier ataupun pemasangan stent. Adanya stents (plastic bilioduodenal endoprosthese) yang dibuat oleh Soehendra memungkinkan drainase bilier dalam jangka waktu yang lama pada kasus tumor, batu ataupun striktur bilier. Teknik diagnosis dan terapi tersebut merupakan tindakan yang rutin dikerjakan untuk mengatasi ikterus obstruksi baik karena batu ataupun keganasan. Perkembangan teknologi kedokteran selain meningkatkan kelenturan alat endoskopi, juga memungkinkan pembuatan alat dengan dilihat langsung dengan menggunakan alat kolangioskop yang dimasukkan lewat duodenoskop. Ditambah lagi dengan diaplikasikannya teknologi sinar laser untuk memecahkan batu bilier per kolangioskop, meningkatkan peran endoskopi dalam penanganan batu bilier.

Kolon dan Ileum Terminal
Sejak diperkenalkan kolonoskopi dan ileuskopi pada tahun 1970, pemeriksaan ini berkembang menjadi pemeriksaan diagnostik awal untuk kelainan kolon. Didukung sarana alat polipektomi dan hemostatik serta laser, pemeriksaan ini berkembang menjadi sarana terapeutik yang optimal untuk pengangkatan polip kolon, destruksi massa tumor ataupun perdarahan yang terlokalisir.

Usus Kecil
Telah dikembangkan (terutama di Jepang) teknik pemeriksaan endoskopi usus halus (enteroskopi). Teknik ini masih sulit dan hanya dapat dikerjakan di beberapa pusat pendidikan/penelitian.



DAFTAR PUSTAKA

Classen C, Fruhmorgen P. Endoskopy of The GI Tract. In: Buschenfelde KHM (ed). Perspectives in Gastroenterology. Current Facts and Future Trends. Munich: Urban & Schwarzenberg, 1995:9-16.
Demling L. Gastroenterology 2000. In: Buschenfelde KHM (ed). Perspectives in Gastroenterology. Current Facts and Future Trends. Munich: Urban & Schwarzenberg, 1995:3-8.
Tytgat GNJ. Upper Gastrointestinal endoscopy. In: Yamada T (ed). Texbook of Gastroenterology. Philadelphia: JB Lippincott, 1995:2544-2570.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar