Selasa, 12 Maret 2013

DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING OSTEOPOROSIS


Pendahuluan
Hilangnya sejumlah massa tulang akibat berbagai keadaan dan obat-obatan disebut sebagai osteoporosis. Osteoporosis merupakan osteopenia yang telah melewati ambang batas untuk terjadi fraktur (fracture threshold). Keadaan ini karakteristik dengan menurunnya massa tulang dimana jumlah jaringan tulang yang mengisi tulang berkurang, tetapi struktur tulang sendiri masih normal.
Osteoporosis dapat dibagi dalam 2 golongan besar menurut penyebabnya yaitu disebut primer, bila penyebabnya tidak diketahui, dan sekunder bila osteoporosis itu diakibatkan oleh berbagai kondisi klinik.
Deteksi pasien yang mempunyai risiko fraktur osteoporosis adalah sangat penting, karena tidak semua wanita pasca-menopause usia antara 50-60 tahun yang menderita nyeri pinggang disebabkan oleh osteoporosis. Studi epidemiologik dan pengalaman klinik pada wanita kulit putih menunjukkan bahwa hanya sekitar 25% yang berusia 60 tahun ke atas menderita fraktur kompresi vertebrata dan hanya 25% yang mengalami fraktur coxae sebelum usia 90 tahun.
Anggapan bahwa semua wanita pasca-menopause dengan keluhan nyeri pinggang disebabkan oleh osteoporosis akan menimbulkan terjadinya diagnosis berlebihan. Diagnosis berlebihan tentunya sangat merugikan karena perlu dihitung berapa besar biaya yang harus dikeluarkan oleh pasien untuk membeli obat dalam rangka pencegahan dan pengobatan osteoporosis tersebut. Sebaliknya under-diagnosis perlu pula dihindari untuk mencegah osteoporosis jangan sampai terdiagnosis sangat lambat, sehingga baru diketahui setelah adanya fraktur spinal, coxae dan pergelangan tangan.
Pada makalah ini secara garis besar berbagai keluhan dan keadaan yang menyerupai osteoporosis dibagi dalam 2 kelompok besar, yaitu:
1.      Keadaan dan keluhan yang berhubungan dengan bekurangnya sejumlah massa tulang (Penyakit tulang osteopenik= Osteopenic bone diseases).
2.      Keadaan dan keluhan yang tidak berhubungan dengan berkurangnya massa tulang.

Penyakit Tulang Osteopenik
Beberapa tanda dan gejala yang perlu diwaspadai oleh seseorang dokter akan kemungkinan adanya penyakit tulang osteopenik adalah:
-          Patah tulang akibat trauma ringan.
-          Bila tidak ada trauma, gejala yang perlu diperhatikan ialah: tubuh makin pendek, kifosis dorsal bertambah dan nyeri tulang.
-          Beberapa pasien osteomalasia dan hiperparatiroidisme mengeluh gangguan otot, seperti kaku dan lemah.
-         Sejumlah pasien tanpa gejala, tetapi dicurigai menderita osteopenia dari hasil pemeriksaan radiologik untuk alasan lain.
Dalam tabel 1. Dapat dilihat diagnosis banding osteopenia pada orang dewasa. Gangguan tersebut meliputi osteoporosis, osteopenia akibat glukokortikoid, osteomalasia, osteitis fibrosa dan penyakit lainnya seperti hiperparatiroidisme, keganasan yang melibatkan tulang dan osteogenesis imperfecta tarda.
Diperlukan evaluasi lengkap untuk menentukan dan mencari penyebab dari osteopenia yang meliputi riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologis rutin tulang yang terserang, pengukuran massa tulang dan beberapa pemeriksaan laboratorik yang meliputi kadar serum (puasa) kalsium (Ca), fosfat (PO4) dan fosfatase alkali. Dianjurkan pula untuk melakukan pemeriksaan fungsi (rutin) tiroid, hati dan ginjal.
Pengukuran ekskresi kalsium urin 24 jam berguna untuk menentukan pasien malabsorpsi kalsium (total ekskresi 24 jam kurang dari 100 mg) serta untuk pasien yang jumlah ekskresi kalsium sangat tinggi (lebih dari 250 mg/24 jam) yang bila diberi suplemen kalsium atau vitamin D/metabolitnya mungkin berbahaya. Bila dari hasil klinis, darah dan urin diduga adanya hiperparatiroidisme, maka perlu diperiksa kadar hormone paratiroid (PTH). Bila ada dugaan ke arah malabsorpsi maka perlu diperiksa kadar 25 OH D.

Tabel 1. Diagnosis Banding Osteopenia pada Orang Dewasa
Gangguan
Kemungkinan Penyebab dan Karakteristik
Osteoporosis:
Bentuk senil/involusi


Bentuk pasca menopause


Bentuk hipogonadal

Bentuk idiopatik
Bentuk imobilisasi

Berhubungan dengan usia, genetik, kurus, asupan kalsium rendah sepanjang hidup. Fraktur panggul dominan dan terjadi setelah usia 70 tahun.
Berhubungan dengan menopause, khususnya sebelum usia 45. Fraktur vertebra, iga, dan radius (tulang yang mengandung lebih banyak trabekular), pada wanita decade 6 dan 7.
Berhubungan dengan kadar hormon luteinizing dan androgen pada pria.
Tidak ditemukan faktor predisposisi.
Osteoporosis yang diinduksi glukokortikoid:
Bentuk Iatrogenik
Bentuk spontan (sindrom cushing)


Osteomalasia
Defisiensi vitamin D

Phosphate-wasting syndrome
Penyakit tulang
Alumunium

Asupan inadekuat, malabsorpsi intestinal, drug-induced accelerated catabolism of vitamin D.
Defect renal tubular didapat dengan kehilangan fosfat, renal tubular acidosis, penyalahgunaan antasid.
Dialisis, nutrisi parenteral total.
Hipofosfatasia.
Osteitis fibrosa (hiperparatiroidisme):
Hiperparatiroidisme primer (adenoma)
Hiperparatiroidisme sekunder




Keadaan defisiensi vit-D, penurunan absorpsi kalsium di usus akibat usia, gagal ginjal kronik.
Hipertiroidisme keganasan defek genetik:
Osteoporosis high turnover
Tulang diganti tumor
Osteogenesis imperfecta, penyakit cycle sel dan lipid storage disorder
Dikutip dari: Hahn BH, 1993.


Bila diagnosis osteopenia telah ditegakkan maka sebagai langkah awal untuk menentukan penyebab osteopenia diperiksa kadar Ca, PO4 dan fosfatase alkali serum (puasa). Pada high turnover osteoporosis kadar Ca dan PO4 normal sedangkan alkali fosfatase sangat meningkat, sedangkan pada low turnover osteoporosis dan akibat glukokortikoid kadar ketiganya turun, P turun dan alkali fosfatase sedikit meningkat sedangkan yang akibat deplesi fosfat maka Ca normal, P turun dan alkali fosfatase sedikit meningkat. Untuk penyakit lainnya dapat dilihat pada tabel 2.
Pemeriksaan serum PTH yang didukung dengan data lainnya dapat menegakkan diagnosis hiperparatiroidisme. Keadaan lain yang dapat meningkatkan PTH ialah osteoporosis akibat glukokortikoid, defisiensi vitamin D, osteodistrofi ginjal dan metastase.
Pemeriksaan kadar 25 OH D sangat sensitif untuk menilai keadaan vitamin D, kadar normalnya berbeda pada musim dingin dengan musim panas (di Negara 4 musim), pada defisiensi vitamin D kadarnya sangat rendah.
Untuk menentukan turnover dari tulang maka beberapa ahli memeriksa kadar osteokalsin serum yang kadarnya sangat meningkat pada osteoporosis high turnover. Osteocalcin hanya dibuat oleh osteoblas sehingga pada keadaan sintesis tulang yang meningkat kadarnya akan naik pula.
Pemeriksaan ekskresi kalsium urin 24 jam mudah dan sangat berguna, walaupun tidak langsung mendeteksi kelainan metabolisme tulang. Pada orang dengan diet kalsium sekitar 600-800 mg, maka nilai ekskresi kalsium tersebut  100-250 mg/24 jam. Nilai di bawah 100 mg/24 jam menunjukkan kemungkinan malabsorpsi atau akibat peningkatan PTH sekunder yang merangsang retensi kalsium oleh tubulus ginjal. Peningkatan ekskresi kalsium urin disertai asidosis hiperkloremik menunjukkan adanya renal tubular acidosis.
Hidroksiprolin hanya ditemukan dalam kolagen, sehingga peningkatan ekskresi dalam urin 24 jam diakibatkan oleh resorpsi tulang. Uji ini dipengaruhi oleh diet mengandung banyak protein, sehingga agar pemeriksaan ini dapat digunakan di klinik, maka sebelumnya pasien harus diet ketat selama 3-5 hari.


Tabel 2. Kadar Serum Kalsium, Fosfat dan Fosfatase Alkali pada Osteopenia
Gangguan
Kalsium (Ca)
Fosfat (PO4)
Fosfatase Alkali
Osteoporosis-idiopatik
High turnover
Low turnover

Normal
Normal

Normal
Normal

Sangat baik
Normal
Osteoporosis
Akibat glukokortikoid

Normal

Normal

Normal
Osteomalasia
Defisiensi vitamin D
Deplesi fosfat

Sangat turun
Normal

Sangat turun
Sangat turun

Sedikit naik
Sedikit naik
Hiperparatiroidisme primer
Sedikit naik
Sangat turun
Normal
Osteodistrofi ginjal
Normal, sangat turun, sedikit naik
Normal
Normal
Penyakit tulang metastatik
Normal, sedikit naik
Normal
Sedikit naik, normal
Hipertiroidisme
Normal
Normal
Normal, sedikit naik

Tabel 3. Kadar Serum Osteocalcin, PTH dan 25 OH D pada Osteopenia
Gangguan
Osteocalcin
PTH
25 OH D
Osteoporosis-idopatik
High turnover
Low turnover

Sangat baik
Normal

Normal
Normal

Normal
Normal
Osteoporosis
Akibat glukokortikoid

Sangat turun

Sedikit naik

Normal
Osteomalasia
Defisiensi vitamin D
Deplesi fosfat

Normal
Normal

Sedikit naik
Normal

Sangat turun
Normal
Hiperparatiroidisme primer
Sedikit naik
Naik
Normal
Osteodistrofi ginjal
Sedikit naik
Sedikit naik
Normal
Penyakit tulang metastatik
Sedikit naik, normal, sangat turun
Normal, sangat naik
Normal
Hipertiroidisme
Sedikit naik
Normal
Normal

Tabel 4. Kadar Kalsium, Fosfat dan Hidroksiprolin dalam Urin 24 jam pada Osteopenia
Gangguan
Kalsium (Ca)
Fosfat (PO4)
Hidroksiprolin
Osteoporosis-idiopatik
High turnover
Low turnover

Sangat baik
Normal

Normal
Normal

Sangat baik
Normal
Osteoporosis
Akibat glukokortikoid

Normal

Normal

Sangat turun, normal, sedikit naik
Osteomalasia
Defisiensi vitamin D
Deplesi fosfat

Sangat turun
Sedikit naik

Sangat turun
Sedikit naik, normal

Normal
Hiperparatiroidisme primer
Sedikit naik
Sedikit turun
Sedikit naik
Osteodistrofi ginjal
Sedikit turun
Sedikit turun
Sedikit naik
Penyakit tulang metastatik
Normal, sedikit naik
Normal
Sedikit naik
Hipertiroidisme
Normal
Normal
Sedikit naik

Osteoporosis Primer
Osteoporosis primer dapat dibedakan atas tipe 1/osteoporosis pasca menopause yang terjadi pada wanita pasca-menopause, tipe 2/osteoporosis senil/ageing-associated osteoporosis yang terjadi pada usia lanjut dan wanita pra-menopause.
Osteoporosis idiopatik pada remaja/osteoporosis juvenile, jarang dijumpai, dapat menyerang seluruh tulang disertai dengan hambatan pertumbuhan, biasanya self-limiting dan berlangsung tidak lebih dari 4 tahun. Osteoporosis idiopatik pada wanita pra-menopause dan usia pertengahan relatif lebih sering dijumpai, yang gejalanya berupa fraktur biasa, fraktur kompresi vertebrata multiple disertai nyeri pinggang yang hebat. Penyebab osteoporosis idiopatik tidak jelas. Pada wanita pra-menopause diduga disebabkan oleh turunnya kadar estrogen sebelum terjadi menopause yang nyata. Pada pria diduga erat hubungannya dengan penyalahgunaan alkohol, merokok dan imobilitas.
Pasien osteoporosis senil biasanya berusia 70 tahun atau lebih, pria dan wanita mempunyai kemungkinan yang sama terserang, fraktur biasanya pada tulang paha. Pasien osteoporosis pasca-menopause biasanya wanita, berusia 50 sampai 65 tahun, fraktur biasanya pada vertebra, iga atau tulang radius.
Selain fraktur maka gejala yang perlu diwaspadai ialah kifosis dorsalis bertambah, makin pendek dan nyeri tulang kronik. Adanya osteopenia gigi, ditandai dengan gejala gigi mudah tanggal yang disertai resorpsi gusi atau banyak gigi yang goyah, dapat digunakan sebagai patokan kemungkinan adanya osteopenia tulang.
Patogenesis dari osteoporosis primer mempunyai faktor etiologi multiple sebagai akibat bertambahnya usia, yang merupakan perpaduan antara turunnya pembentukan tulang dan peningkatan resorpsi tulang yang hasil akhirnya ialah hilangnya massa tulang. Beberapa hipotesis yang diajukan antara lain: kegagalan relatif osteoblas; defisiensi Vitamin D dan kalsium akibat perubahan diet, penurunan efisiensi absorpsi kalsium di usus dan retensi kalsium di ginjal; penurunan kadar kalsitonin dan estrogen dan kenaikan kadar PTH.
Pada riwayat penyakit perlu dicari adanya faktor predisposisi untuk terjadinya osteoporosis yang dapat dilihat pada tabel 5.
Untuk kepentingan perlu tidaknya tindakan pencegahan pada wanita pasca-menopause dengan menggunakan terapi pengganti hormon (hormon replacement therapy), perlu diperhatikan pula akan kemungkinan adanya sindrom defisiensi estrogen (lihat tabel 6).
Pemeriksaan radiologik baik secara rutin maupun yang lebih sensitif dengan menggunakan berbagai teknik canggih seperti SPA, DPA, QCT dan DEXA dapat memastikan adanya osteopenia.
Pemeriksaan serum menunjukkan kadar kalsium, fosfat, fosfatase alkali, PTH dan 25 OH D normal. Kalsium urin mungkin rendah, tetapi biasanya normal.
Penyebab lain dari osteopenia seperti hipertiroidisme, keganasan, hiperkortisolisme, hiperparatiroidisme dan osteomalasia harus disingkirkan. Biopsi tulang dari Krista ilaka dilakukan untuk menyingkirkan osteoporosis sekunder. Selain itu dapat membedakan antara high turnover dengan low turnover, hal ini kadang-kadang perlu dilakukan respons terhadap pengobatan berbeda.

Tabel 5. Faktor Predisposisi Osteoporosis Primer
Faktor Umum
Faktor Spesifik
Usia
Penurunan absorpsi kalsium
Peningkatan hormon paratiroid
Penurunan kalsitonin
Senescence tulang
Genetik
Meningkatnya kerentanan pada sekelompok populasi
Puncak massa tulang rendah
Bentuk badan kecil (kurus)
Kembar monozigot
Hubungan ibu-anak
Ras
Insiden Osteoporosis:
Putih > Asia-Hispanik > hitam
Menopause
Penurunan kadar estrogen dan progestin, terutama seketika: seperti pada ooforektomi
Obat
Glukokortikoid, metotreksat
Imobilisasi
Inaktifitas
Kurang beban
Kebiasaan
Asupan kalsium rendah
Kurang kena sinar matahari
Merokok
Penyalahgunaan alkohol
Kurang aktifitas fisik

Tabel 6. Sindrom Defisiensi Estrogen
Rasa panas, keringat malam, insomnia, palpitasi, sakit kepala, serangan panik.
Perubahan mood, anksietas, mudah marah, ingatan buruk, konsentrasi buruk, hilang percaya diri, bimbang, depresi, kelelahan, hilang daya.
Atrofi genital, dispareunia, hilang libido, sering kencing, nokturia, disuria.
Kulit kering tipis, rambut kering, sakit dan nyeri sendi.

Osteopenia Akibat Glukokortikoid
Hilangnya massa tulang yang diakibatkan glukokortikoid merupakan keadaan lain dimana kecepatan resorpsi tulang lebih besar dari pembentukan tulang. Pada keadaan ini mekanisme utamanya ialah supresi pembentukan tulang dan peningkatan resorpsi tulang. Pada tabel 7 dapat dilihat mekanisme lebih rinci pengaruh glukokortikoid pada tulang.
Faktor risiko terjadinya osteoporosis akibat glukokortikoid meliputi faktor jenis kelamin, umur, ras, habitus tubuh, dosis glukokortikoid, lama pengobatan, obat tambahan yang diberikan bersama, tingkat aktivitas fisik, status nutrisi (khususnya asupan vitamin D dan kalsium) dan seringnya  terpajan sinar matahari. Pada tabel 8 dapat dilihat ringkasan dari faktor risiko tersebut.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan cara sederhana dan mudah. Dokter dapat mencurigai keadaan ini pada pasien yang mendapat terpai glukokortikoid harian atau yang selang-seling (alternate), bila pada pemeriksaan radiologis vertebra menunjukkan adanya osteopenia maka pasien berisiko tinggi mengalami fraktur. Secara praktis diagnosis osteopenia akibat glukokortikoid berbulan-bulan, yang pada gambaran radiologik menunjukkan massa tulangnya lebih rendah bila dibandingkan dengan massa tulang individu yang setara dalam umur, jenis kelamin dan ras.
Pemeriksaan sederhana lainnya dapat dilakukan untuk membedakan dengan keadaan lain seperti hiperparatiroidisme, hipertiroidisme, osteomalasia dan keganasan. Kadar kalsium dan fosfat serum biasanya normal, fosfatase alkali dapat meningkat bila baru saja terjadi fraktur.

Tabel 7. Mekanisme Osteopenia Akibat Glukokortikoid
Supresi pembentukan tulang:
Penurunan konversi dari sel prekursor ke osteoblast
Penurunan sintesis osteoid oleh osteoblas matang
Supresi faktor lokal pertumbuhan tulang
Peningkatan resorpsi tulang
Penurunan absorpsi kalsium di usus
Penurunan resorpsi kalsium oleh tubulus ginjal dan
Peningkatan ekskresi lewat urin
Hiperparatiroidisme sekunder akibat malabsorpsi
Kalsium dan pengeluaran lewat urin
Aktivasi osteoblast sekunder terhadap hiperparatiroid
Hasil akhir
Kecepatan resorpsi > kecepatan formasi 


Tabel 8. Faktor Risiko Osteopenia Akibat Glukokortikoid
Faktor risiko pasti
Glukokortikoid dosis tinggi kumulatif
Dosis total (g)                Fraktur (%)
< 10                                     22
   10-30                                33
> 30                                     53
Peningkatan usia
Individu di atas 50 tahun, pria atau wanita
Kemungkinan faktor risiko
Bertambah lamanya terapi glukokortikoid
Dosis glukokortikoid harian yang tinggi
Umur < 15 tahun
Ukuran tubuh kecil (langsing)
Kulit putih
Jenis kelamin wanita (sebelum menopause)

Osteomalasia
Osteomalasia ialah perubahan patologik berupa hilangnya mineralisasi tulang yang disebabkan berkurangnya kadar kalsium fosfat sampai tingkat di bawah kadar yang diperlukan untuk mineralisasi matriks tulang normal, hasil akhirnya ialah rasio antara mineral tulang dengan matriks tulang berkurang. Penyebab utama osteomalasia yang terjadi setelah masa anak-anak ialah:
-          Menurunnya penyerapan vitamin D akibat penyakit bilier, penyakit mukosa usus halus proksimal dan penyakit ileum.
-          Peningkatan katabolisme vitamin D akibat drug-induced yang menyebabkan peningkatan kerja enzim-enzim oksidase hati.
-          Gangguan pada tubulus renalis yang disertai terbuangnya fosfat (acquired), antara lain pada sindrom Fanconi, renal tubular acidosis yang disertai disproteinemia kronik (misalnya pada sindrom Sjogren, SLE, gamopati monoklonal, keracunan logam berat).
-          Jarang sekali: pada pasien tukak peptic yang mengalami deplesi fosfat akibat penggunaan kronik antasida magnesium-alumunium gel.

Gambaran kliniknya berupa keluhan yang menyerupai penyakit reumatik, seperti nyeri menyeluruh dan kelemahan, miopati proksimal, nyeri periartikuler, polineuropati sensorik.
Gambaran radiologis menunjukkan demineralisasi generalisata ringan atau patah tulang iga multiple dengan pembentukan kallus yang buruk atau pseudofraktur (looser’s zone).
Gambaran laboratorik pada osteomalasia akibat defisiensi vitamin D ialah kadar serum kalsium rendah, hipofosfatemia, alkali fosfatase meningkat, PTH sedikit meningkat, kadar 25 OH D rendah, ekskresi kalsium urin/24 jam turun.
Pada osteomalasia akibat kebocoran fosfat ginjal, maka kadar kalsium dan 25 OH D normal, tetapi kadar fosfat serum sangat rendah, ekskresi kalsium urin/24 jam normal.
Pada kedua jenis osteomalasia reabsorpsi fosfat oleh tubulus ginjal sangat turun. Biopsi tulang pada osteomalasia akibat defisiensi vitamin D menunjukkan gambaran campuran osteomalasia dan osteitis fibrosa, sedangkan yang akibat defisiensi fosfat terutama osteomalasia.

Osteitis Fibrosa
Osteitis fibrosa adalah diagnosis histopatologis yang berdasarkan ditemukannya peningkatan jumlah osteoklast disertai dengan resorpsi tulang yang diganti dengan jaringan ikat. Dasar dari kelainan ini ialah meningkatnya sekresi dari hormon paratiroid, baik sebagai proses primer maupun sekunder terhadap adanya stimulus hipokalsemia berkepanjangan, misalnya malabsorpsi kalsium.
Hiperparatiroidisme primer gejala kliniknya ialah osteopenia generalisata disertai dengan fraktur kompresi vertebra atau tulang panjang. Gejala lainnya ialah kelemahan, mudah lelah, berat badan menurun, nyeri otot dan kelemahan otot proksimal, artralgia, kaku pagi, pseudogout, nyeri epigastrik dan kolik ginjal. Kadang-kadang ditemukan hipertensi. Pemeriksaan radiologis menunjukkan resorpsi tulang subperiosteal terutama di falang. Sering penyakit ini secara tidak sengaja terdiagnosis pada individu dengan hiperkalsemia asimtomatik. Diagnosis pasti ditegakkan dengan ditemukannya peningkatan kadar PTH dan kalsium serum. Kadar alkali fosfatase serum (fraksi tulang) meningkat. Ekskresi kalsium dalam urin sedikit meningkat oleh karena kalsium yang difiltrasi ginjal meningkat.
Hiperparatiroidisme sekunder terjadi akibat gangguan yang menyebabkan penurunan absorpsi kalsium oleh usus. Penyebab tersering ialah defisiensi vitamin D atau penurunan absorpsi kalsium idiopatik pada usia lanjut. Pada keadaan defisiensi vitamin D sering ditemukan gejala kelelahan dan miopati. Diagnosis ditegakkan dengan adanya kadar kalsium serum normal-rendah, fosfat serum turun, kadar PTH serum sedikit naik dan ekskresi kalsium urin turun.

Hipertiroidisme
Penyakit tulang pada hipertiroidisme ialah osteoporosis high turnover. Mekanismenya diduga adanya stimulasi langsung resorpsi tulang akibat kadar hormon tiroid yang tinggi dalam darah. Pasien mengeluh nyeri tulang sampai fraktur di samping gejala hipertiroidisme lainnya. Gambaran radiologik menunjukkan osteopenia difus atau garis-garis abnormal pada tulang kortikal. Gambaran biokimia berupa peningkatan ringan kadar kalsium, serta peningkatan kadar alkali fosfatase serum.

Keadaan yang Tidak Berhubungan dengan Berkurangnya Massa Tulang
Sebagian besar populasi penderita usia 50 tahun ke atas yang mengeluh nyeri sendi dan nyeri pinggang, bukan disebabkan oleh osteoporosis, tetapi disebabkan osteoarthritis, perubahan degeneratif pada diskus, spondilosis, keluhan akibat postur yang salah, hiperlordosis dan obesitas. Semua keadaan ini harus dipikirkan lebih dahulu sebelum mendiagnosis osteoporosis.
Dari berbagai penelitian klinik telah terbukti bahwa osteoporosis jarang ditemukan bersama dengan osteoartrosis atau penyakit sendi degeratif, agaknya kedua hal tersebut merupakan dua kondisi yang sangat berbeda walaupun ditemukan pada usia yang sama tua. Pada tabel 9, dapat dilihat faktor risiko pada osteoartrosis yang banyak berbeda dengan osteoporosis.

Tabel 9. Faktor Risiko Osteoartrosis
Kriteria Klinik
Osteoartrosis
        1.      Sex
        2.      Umur
        3.      Ras
        4.      Bentuk badan
        5.      Densitas massa tulang yang tebal
        6.      Gaya hidup/pekerjaan
        7.      Perokok berat
        8.      Faktor sistemik lain (a.l. diabetes)
Wanita > Pria
50 tahun +
Hitam > Putih
Besar, gemuk
Meningkat
Sangat aktif
Menurunkan risiko
Meningkatkan risiko

Karena nyeri pinggang akut maupun kronik merupakan keluhan yang sering dijumpai baik pada osteoporosis maupun pada osteoartrosis maka langkah-langkah diagnosis di bawah ini dapat digunakan sebagai patokan untuk membedakan keduanya.

Kesimpulan
Deteksi pasien yang mempunyai risiko fraktur osteoporosis adalah sangat penting, karena tidak semua wanita pasca-menopause usia antara 50-60 tahun yang menderita nyeri pinggang disebabkan oleh osteoporosis.
Untuk mencegah terjadinya diagnosis berlebihan atau under-diagnosis diperlukan pengetahuan yang cukup untuk membedakan berbagai jenis osteopenia dan keadaan lain yang memberikan keluhan yang mirip dengan keluhan osteoporosis.
Osteoporosis dapat dibagi dalam bentuk primer dan bentuk sekunder. Osteoporosis perlu dicurigai pada pasien dengan fraktur tulang akibat trauma ringan, tubuh makin pendek, lordosis dorsal bertambah dan nyeri tulang (terutama nyeri pinggang).
Untuk membedakan berbagai jenis osteopenia perlu dilakukan pemeriksaan biokimia, radiologis termasuk densitometri tulang dan bila perlu dilakukan biopsi.
Keluhan yang mirip osteoporosis terutama nyeri pinggang dapat diakibatkan oleh penyakit sendi degeneratif, gangguan diskus inter-vertebralis dan perubahan postur. Diagnosis yang tepat akan memberikan pula hasil pengobatan yang adekuat.



DAFTAR PUSTAKA 
Ang-Sy S. Menopausal Hormone Replacement Therapy: Current Developments. Medicine Digest. Special Issue, January 1994: 2-7.
Chesnut III CH. Osteoporosis. In Hazzard WR et al ed: Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. 2nd ed. Mc.Graw-Hill Inc. 1990: 813-825.
Chesnut III CH. Diagnosis of Osteoporosis. In Chesnut III CH ed. First Asian Simposium on Osteoporosis. Proceedings. Excerpta Medica Asia Pacific Congress Series No 84. 1988: 38-42.
Dequeker J, Rosh JS, Mardjuadi A, Jiang Y, Zhao J. Clinical Aspect and Diagnosis of Osteoporosis: Western and Oriental Experience. Rheumatology Aplar. 1992: 45-9.
Francis RM. Osteoporosis. Pathogenesis and Management. Kluwe Academic Publisher. 1990.
Hahn BH. Osteopenic Bone Diseases. Dalam: Mc.Carty et al (ed). Arthritis and Allied Condition. A Textbook of Rheumatology. 12th ed. Philadelphia, London. Lea & Fibiger. 1993: 1927-54.
Jennings J, Baylink D. Osteoporosis. In: Calkins E et al ed: The Practice of Geriatrics. First Edition. Philadelphia. Saunders Company. 1986: 466-76.
Peck WA. Trend and Prespective in The Diagnosis and Management of Osteoporosis. The Parthenon Publishing Group, 1988.
Peck WA. Epidemiology and Clinical Presentation of Osteoporosis. In: Chesnut III CH ed. First Asian Simposium on Osteoporosis. Proceedings. Excerpta Medica Asia Pacific Congress Series No 84. 1988: 1-5.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar