Jumat, 29 Maret 2013

NUTRISI PADA USIA LANJUT

Pendahuluan
Prevalensi gangguan gizi pada usia lanjut di Indonesia memang belum diketahui, namun laporan beberapa peneliti menunjukkan bahwa paling tidak asupan nutrisi kelompok rentan gizi ini memang belum memuaskan. Azis (tahun 1988) melaporkan bahwa tidak sampai 70 persen dari usia lanjut yang diteliti mengkonsumsi energi sebesar lebih kurang 80 persen dari yang dianjurkan. Sementara Husaini (tahun 1989) mengemukakan hasil survenya, dimana prevalensi gizi kurang di dua kabupaten yang diteliti (di Daerah Istimewa Yogyakarta) mencapai 75,8 persen serta rata-rata konsumsi energi hanya 70 persen dari yang dianjurkan. Penulis mendapatkan (tahun 1996) bahwa prevalensi gizi kurang di tiga buah panti werdha di Jakarta Pusat ialah 38,4 persen; dan terdapat 45,2 persen usia lanjut dengan asupan energi kurang dari 75% RDA serta 37 persen usia lanjut dengan asupan protein kurang dari 0,8 gram/kgBB/hari.
Bahwa status gizi berpengaruh terhadap kesehatan umum, daya tahan tubuh serta proses penyembuhan penyakit tentu sudah dimaklumi. Namun bagi usia lanjut yang rentan terhadap penyakit, maka masalahnya menjadi lebih perlu diwaspadai. Usia lanjut mempunyai kemampuan adaptasi yang lebih rendah serta memerlukan waktu penyembuhan lebih lama dibandingkan dengan orang dewasa muda. Hal tersebut perlu dibantu dengan nutrisi yang baik, maka perhatian terhadap asupan nutrient yang baik menjadi persoalan yang esensial bagi warga usia lanjut.

Teori Proses Menua
Teori yang mencoba menerangkan proses menua tidak sedikit, namun harus diakui bahwa tidak satupun yang dapat secara mendasar menjelaskan mekanisme utama terjadinya proses menua.
Teori radikal bebas adalah salah satu teori yang saat ini paling banyak dianut. Sebagaimana diterangkan oleh Harman, teori ini mencoba menerangkan proses menua berdasarkan timbulnya kerusakan jaringan yang disebabkan oleh radikal bebas. Radikal bebas adalah atom atau molekul dengan susunan elektron tak lengkap; terbentuk dari reaksi transfer electron tunggal dan merupakan molekul yang sangat reaktif.
Radikal bebas dapat dirusak oleh enzim-enzim protektif, yaitu superoksid-dismutase, katalase dan glutasi-peroksidase. Bila terdapat radikal bebas yang tidak terdestruksi, maka radikal bebas tersebut akan merusak membran organel subselular seperti membran mitokondria dan membran mikrosom. Keadaan tersebut akan mengakibatkan terjadinya kerusakan sel. Bentuk kerusakan yang tampak misalnya munculnya proses degeneratif.
Teori radikal bebas ini lebih dapat memberikan gambaran proses menua di tingkat selular secara lebih fundamental, yang dapat terjadi pada tiap jenis sel.

Sistem Pencernaan pada Usia Lanjut
Ada beberapa keadaan yang berpengaruh terhadap masukan makanan pada usia lanjut, yaitu xerostomia (dry mouth), disfagia, intoleransi makanan dan dyspepsia.
Selain itu perubahan anatomi dan fisiologi juga perlu diperhatikan. Perubahan anatomi usus halus sudah diteliti sejak awal tahun enampuluhan, namun hasilnya tidak konsisten. Penyebab antara lain karena kondisi hewan-hewan percobaan tidak sama, baik makanan yang dimakan maupun ada tidaknya penyakit, hal mana tentu berpengaruh terhadap arsitektur mukosa usus halus.
Holt, seperti dikutip oleh Nelson dan Castell, melakukan penelitian dimana hewan-hewan percobaan ditangkar dan diberi makan dengan makanan yang sama kemudian dilakukan pemeriksaan arsitektur usus halus. Ternyata tidak terdapat perubahan pada kripti dan tinggi villus usus halus bagian proksimal dengan bertambahnya usia, sedangkan tinggi villus di ileum bertambah.
Pada tahun 1975 Webster dan Leeming melaporkan hasil penelitian mereka terhadap tinggi villus usus halus pada dewasa muda dibandingkan dengan usia lanjut (biopsi post mortem), ternyata tidak berbeda dengan bertambahnya usia.
Holt kemudian mengemukakan bahwa sebenarnya memang sulit menentukan hubungan antara perubahan struktur mukosa dengan fungsi fisiologis, sebab walaupun dalam penelitiannya tidak didapatkan perbedaan atau perubahan pada mukosa, namun terlihat adanya penurunan sekresi beberapa enzim pencernaan.
Xerostomia sebagai akibat penurunan sekresi air liur ialah salah satu contohnya. Efek penuaan terhadap sekresi yang paling jelas terlihat pada gaster. Sel-sel mukosa gaster menghasilkan antara lain HCL yang berperan penting dalam absorpsi beberapa nutrient serta mengontrol jumlah populasi bakteri mikroflora; selain itu juga faktor intrinsik yang penting dalam penyerapan vitamin B12.
Kerusakan sel mukosa biasanya selalu diikuti dengan regenerasi, namun bila proses tersebut  terhambat misalnya karena penuaan maka akan terjadi berbagai gangguan, seperti atrofi dan berkurangnya sekresi cairan lambung.
Penurunan kemampuan regenerasi mukosa lambung adalah sebagai akibat berkurangnya suplai darah ke gaster serta menurunnya metabolisme energi sel mukosa tersebut.
Berkurangnya sekresi asam lambung juga menyebabkan pertumbuhan mukroflora secara berlebihan di usus halus proksimal. Hal tersebut mengakibatkan gangguan berupa kompetisi dalam penyerapan vitamin B dan gangguan absorpsi lemak.
Penurunan sekresi enzim laktase usus halus juga terjadi sesuai dengan penambahan usia; tetapi tidak dengan sekresi disakaridase yang lain seperti sukrase dan maltase. Amylase, lipase, protease dan bikarbonat yang disekresi oleh pankreas juga mengalami penurunan sampai 40 persen.
Penting pula untuk diperhatikan ialah bahwa gangguan fungsi saluran pencernaan tak lepas dari pengaruh faktor hormonal, otot dan inervasi serta susunan saraf pusat yang pada usia lanjut dapat mengalami perubahan.
Secara umum sebenarnya fungsi saluran pencernaan pada kebanyakan usia lanjut rata-rata normal, bila terdapat perubahan maka terjadi secara bertahap atau berangsur-angsur sesuai dengan penambahan usia, bergradasi atau bervariasi untuk tiap individu. Namun adaptasi atau kemampuan kompensasi terhadap penyakit, masuknya patogen dan perubahan jumlah maupun bentuk makanan yang ekstrim akan berkurang.

Penentuan Kebutuhan Nutrisi pada Usia Lanjut
Penentuan kebutuhan nutrisi pada usia lanjut harus merujuk kepada pengertian angka kecukupan gizi yang dianjurkan. Angka tersebut biasanya dikenal dengan istilah recommended dietary allowances atau yang lazim disingkat RDA.
Angka kecukupan gizi yang dianjurkan ialah suatu kecukupan rata-rata zat gizi bagi hampir semua orang menurut golongan umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan aktivitas untuk mencapai derajat kesehatan optimal. Dalam penentuan kecukupan gizi yang dianjurkan pada umumnya sudah diperhitungkan faktor variasi kebutuhan individual, sehingga angka kecukupan gizi yang dianjurkan setingkat dengan kebutuhan rata-rata ditambah dua kali simpang baku. Dengan demikian kecukupan yang dianjurkan sudah mencakup lebih dari 97,5% populasi. Angka tersebut adalah untuk tingkat fisiologis dengan aktivitas sedang.

1.      Energi
Kebutuhan energi pada usia lanjut mengalami penurunan sesuai dengan pertambahan umur. Untuk Basal Metabolic Rate saja terjadi penurunan per tahun sebesar 5,23 kalori/hari, sedangkan untuk keperluan lain termasuk latihan fisik terjadi penurunan per tahun sebesar 7,6 kalori/hari. Asupan energipun menurun setiap tahun sebesar 12,4 kalori/hari semenjak usia dewasa muda. Sementara kemampuan tubuh untuk menghasilkan energi juga menurun setiap tahun sebesar 12 kalori/m2/jam.
Penurunan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti aktivitas fisik berkurang, perubahan komposisi tubuh, dimana biasanya terjadi penurunan lean body mass, serta penurunan pemakaian otot dan menurunnya metabolisme jaringan. Hal-hal tersebut terutama tampak lebih jelas pada usia 70 tahun atau lebih.
Persentase energi yang berasal dari karbohidrat sebaiknya sekitar 60-65% dari total kalori, dan sebaiknya dari karbohidrat kompleks.
Menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi terakhir (ke-5, tahun 1993), RDA untuk usia lanjut pria adalah 2200 kalori, sedangkan untuk wanita 1850 kalori. Asupan sebesar 75% hingga 100% dari RDA dianggap mencukupi.

2.      Serat
Konsumsi serat amat penting bagi usia lanjut karena dapat meningkatkan peristaltik usus sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya konstipasi (suatu keadaan yang acapkali mengganggu warga usia lanjut). Selain itu diit tinggi serat juga dapat memperbaiki profil lipid darah serta mengurangi risiko kanker kolon.
Namun perlu diingat bahwa konsumsi makanan tinggi serat ternyata kurang baik bagi usia lanjut yang berbaring terus di tempat tidur, karena hal tersebut malah akan menimbulkan mega kolon dan bahkan volvulus.
Jumlah serat 5 gram/hari sampai 7,5 gram/hari sudah cukup untuk usia lanjut. Sedangkan jumlah yang mendekati 20 gram/hari (jumlah untuk dewasa muda) tidak dianjurkan karena dapat meningkatkan risiko gangguan absorpsi unsur-unsur runut (serat tinggi mempunyai afinitas kuat untuk mengikat mineral).

3.      Lemak
Pada usia lanjut, lemak tetap diperlukan dalam jumlah secukupnya, dan terutama dianjurkan yang kaya lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated Fatty Acids= PUFA). Asam lemak essensial seperti asam linoleat dan asam linolenat merupakan asam lemak tak jenuh ganda. Asam linoleat dapat dikonversi oleh tubuh menjadi asam arakidonat dan keduanya terdapat dalam fosfolipid yang merupakan komponen penting dalam struktur membran sel. Asam linolenat (merupakan asam omega-3) adalah substrat yang penting untuk sintesis asam eikosapentanoat dan asam dokosaheksanoat. Kedua zat ini dapat mempengaruhi agregasi trombosit, sehingga dikatakan bahwa omega-3 merupakan faktor protektif terhadap penyakit jantung koroner.
Untuk usia lanjut dianjurkan mengkonsumsi susu dan produk susu yang rendah lemak, lebih banyak mengkonsumsi ikan, unggas dan protein nabati, serta mengurangi konsumsi daging yang mengandung banyak lemak. Asupan satu sendok makan minyak nabarti mengandung kira-kira enam gram asam linoleat; jumlah tersebut mencukupi kebutuhan sehari-hari.

4.      Protein
Dengan bertambahnya usia, maka lean body mass akan berkurang; seiring dengan hal tersebut maka kemampuan sintesis protein dan protein degradation rate juga sedikit mengalami penurunan. Berdasarkan hal tersebut maka RDA protein untuk usia lanjut adalah kurang dari RDA untuk dewasa muda, yaitu sebesar 0,8 gram/kgBB/hari. Jumlah tersebut cukup untuk mempertahankan keseimbangan nitrogen. Jumlah asupan protein yang terlalu besar dapat mempercepat penurunan fungsi ginjal.
Sebenarnya kadar albumin dalam darah cukup stabil pada usia lanjut, namun keadaan sakit yang ringan saja acapkali dapat menurunkan kadar albumin serum.

5.      Vitamin dan Mineral
Berbagai tulisan telah mengulas tentang perlu tidaknya usia lanjut mengkonsumsi preparat vitamin dan mineral. Untuk mengetahui konklusinya maka tentu perlu terlebih dahulu dipahami berapa kebutuhannya (RDA). Sampai saat ini belum semua vitamin dan mineral mempunyai angka RDA untuk Indonesia; hal tersebut disebabkan oleh terbatasnya penelitian serta sebagian karena zat itu dibutuhkan hanya dalam jumlah yang amat kecil.
Penentuan RDA untuk vitamin dan mineral sebagian besar berdasarkan asupan rata-rata sehari yang dihubungkan dengan fungsi-fungsi normal tubuh yang diketahui dipengaruhi oleh kecukupan nutrient yang bersangkutan. Sebagian lagi dihubungkan dengan muncul atau tidaknya gejala maupun tanda defisiensi nutrient dimaksud. RDA untuk masing-masing vitamin dan mineral dapat dilihat pada lampiran.

Beberapa Keadaan yang Berpengaruh Terhadap Nutrisi pada Usia Lanjut
1.      Faktor Budaya
Pada usia lanjut tetap terdapat kecenderungan terhadap atau lebih menyukai suatu makanan tertentu. Hal tersebut dipengaruhi oleh tradisi, suku, agama atau kepercayaan serta kebiasaan sejak muda. Makanan yang sudah terbiasa dikonsumsi sejak muda biasanya lebih disukai. Dengan bertambahnya usia maka biasanya mereka memiliki kecenderungan yang lebih besar untuk memilih makanan yang sudah terbiasa dikonsumsi sejak muda.

2.      Faktor Sosial
Pilihan makanan juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan pengalaman. Mereka yang berada pada status sosial tertentu hanya pernah mengkonsumsi beberapa jenis makanan tertentu saja, pilihan makanan mereka biasanya juga terbatas. Sementara mereka dengan taraf pendidikan atau sosial lebih tinggi mempunyai kesempatan mengenal beraneka ragam makanan yang lain (lebih bervariasi). Pilihan makanan kelompok yang terakhir ini biasanya lebih banyak.

3.      Faktor Situasional
Keadaan finansial, tinggal sendirian, jauh dari pasar/tempat penjualan bahan makanan, kemudahan penyiapan makanan, keadaan gigi geligi, suasana sekitar serta bebagai penyakit atau hendaya juga dapat mempengaruhi asupan makanan para usia lanjut.

Lampiran 1.
Kecukupan Gizi Rata-rata yang Dianjurkan Sehari Bagi Golongan Usia 60 Tahun ke Atas

Satuan
Pria
Wanita
Energi
Protein
Vitamin A

Vitamin B1
Vitamin B2
Vitamin B3
Vitamin B5
Vitamin B6
Vitamin B9
Vitamin B12
Vitamin C
Vitamin D
Vitamin E
Vitamin K
Kalsium
Fosfor
Magnesium
Besi
Selenium
Seng
Tembaga
Mangan
Kromiun
Iodium
kkal
g/kgBB
µg/RE
IU
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
mg
µg
α TE
µg
mg
mg
mg
mg
µg
mg
mg
mg
µg
µg
2200
0,8
600
1800
1,0
1,0
10
7,0
2,0
190
1,0
60
5-10
10
80
500
500
280
13
60
15
1,5-3,0
2,0-5,0
50-200
150
1850
0,8
500
1500
1,0
1,0
8
5,0
2,0
150
1,0
60
5-10
8
65
500
450
250
14
50
15
1,5-3,0
2,0-5,0
50-200
150

Sumber: Kepustakaan No.13 dan 15.


Lampiran 2.
Perbandingan Komposis Lean Body Mass, Lemak dan Mineral Tubuh pada Usia Dewasa Muda dan Usia Lanjut
Komposisi Tubuh
(Persen)
Usia
20-29 tahun
70-79 tahun
Lean body mass
Lemak
Mineral
61
14
6
52
24
5

Sumber: Dikutip dari Schlenker ED, Nutrition in Aging, 2nd ed, 1993:57

Lampiran 3.
Perubahan Berat Lemak dan Protein Tubuh Sesuai Pertambahan Umur
Umur
(tahun)
Protein Otot
(kg)
Protein Bukan Otot
(kg)
Lemak
(kg)
Pria:
20-29
49-49
70-79

4,54
3,80
2,50

8,32
8,20
8,60

15,3
19,3
24,6
Wanita:
20-29
40-49
70-79

1,85
1,94
1,11

7,23
6,53
6,10

16,0
21,2
23,0

Sumber: i.d.:58



DAFTAR PUSTAKA
Azis MK. Konsumsi Energi dan Zat-zat Gizi pada Usia Lanjut di Panti Werdha Pasar Rebo, Jakarta Timur. Skripsi. Jakarta: Akademi Gizi Depkes RI, 1988:30.
Husaini MA dkk. Penelitian Keadaan Gizi dan Faktor-faktor Biomedik Sosio-Kultural dan Psikologik yang Mempengaruhi Usia Lanjut. Puslitbang Gizi, Badan Litbangkes. Depkes RI. Bogor, 1990:13
Soejono CH. Status Gizi Warga Usia Lanjut di Panti Werdha di Jakarta Pusat dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya. Laporan Penelitian Akhir. Jakarta. Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI, 1995: 33.
Hazzard WR. The Biology of Aging. Dalam: Harrison’s Principles of Internal Medicine. 11th Edition. New York. McGraw-Hill Book Company. 1978:447-50.
Roe DA. The Physiology and Pathology of Aging. Dalam: Geriatric Nutrition. 2nd Edition. New Jersey. Prentice-Hall Inc. 1987: 9-14.
Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Ditjen Binkesmas, Depkes RI. Petunjuk Menyusun Menu Bagi Usia Lanjut. Jakarta, Depkes RI, 1991.
Podrasky MRD. Theories of Aging. Dalam: Frause’s Food, Nutrition and Diet Therapy. 8th Edition. Philadelphia. WB Saunders Co. 1992:245-50.
Rumawas JSP. Peranan Gizi pada Peningkatan Kualitas Hidup Warga Usia Lanjut di Indonesia. Pidato Pengukuran Guru Besar. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 1993:4-6.
Kane RL, Ouslander JG, Abrass IB. Clinical Implications of The Aging Process. Dalam: Essentials of Clinical Geriatrics. 2nd Edition. Singapore. McGraw-Hill International Edition. 1989:8-10.
Hijmans W. Biology of Aging. Dalam: Gerontology-Aging of Man. Cours on Gerontology-Geriatrics. Jakarta: Kelompok Kerja Gerontologi CME, FKUI-Deucth Foundation, 9-11 November 1992:5-6.
Nelson JB, Castell DO. Aging and Small Intestine Function. Dalam: Principles of Geriatric Medicine and Gerontology. 2nd Edition. Caledonia USA. McGraw-Hill Inc. 1990:598.
Broklehurst JC, Allen SC. Alimentary Disorder. Dalam: Geriatric Medicine for Students. 3td Edition. Edinburgh. Churchill Livingstone. 1987:148.
Caird FI. Medicine in Old Age. Dalam: Oxford Textbook of Medicine. Vol.II. 2nd Edition. London, 1987:27.
Schlenker ED. Nutrient Digestion and Absorption. Dalam: Nutrition in Aging. 2nd Edition. Missouri. Mosby-Year Book Inc. 1993:77-87.
Muhilal, Jus’at I, Husaini, Jalal F, Tarwotjo IG. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan. Dalam: Widyakrya Nasional Pangan dan Gizi Ke-5, Jakarta, 1993:26.
Morley JE. Nutrition and Aging. Dalam: Principles of Geriatric Medicie and Gerontology. 2nd Edition. Caledonia USA. McGraw-Hill Inc. 1990:53.
Soejono CH. Suplementasi Vitamin dan Mineral Bagi Usia Lanjut, Manfaat dan Kerugiannya. Saripustaka, Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1995:21-45.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar