Selasa, 05 Maret 2013

KEMAJUAN DI BIDANG GASTROENTERO-HEPATOLOGI


Latar Belakang
Dewasa ini telah banyak kemajuan yang dicapai di bidang Gastroentero-Hepatologi baik dalam bidang yang berkaitan dengan biologi molekular, seperti penetapan mutasi pada virus hepatitis B, genotip dari virus hepatitis C, munculnya hepatitis G dan tes yang berkaitan untuk Helicobacter Pylori.
Demikian pula pemeriksaan ultrasonografi (USG) dalam klinik yang telah dimulai sejak tahun 1950 telah menempatkan diri sebagai penunjang diagnostik yang penting baik untuk kelainan parenkim hati kronis yang difus, seperti sirosis hati maupun kelainan fokal yang jinak dan yang ganas pada hati.
Ultrasonografi juga digunakan sebagai penyaring pada pasien dengan dugaan obstruksi bilier. Dalam perkembangan selanjutnya USG juga telah dipakai untuk diagnostik dan pada waktu bersamaan untuk sarana intervensional pada kelainan hati serta obstruksi bilier.
Pada kesempatan ini akan disampaikan kemajuan dan pengalaman mengenai prosedur intervensional serta tindakan alternative dalam bidang gastroentero-hepatologi seperti yang berikut ini.

Abses Hati
Abses hati umumnya memberikan gambaran ultrasonografi yang cukup mudah yaitu suatu area atau nodul dengan gambaran kompleks dapat berupa campuran antara eko yang hipo, hiper dan isoekoik, kadang-kadang dengan bentuk yang kasar di dalamnya. Memberikan gambaran dinding-dinding yang tebal, dapat irregular dan adakalanya dengan septa.
Tergantung pada letak dan ukurannya mungkin perlu diaspirasi. Abses dengan ukuran lebih dari 2 cm dan terletak subkapsular biasanya perlu aspirasi. Walaupun terdapat septa tidak menghalangi aspirasi karena pada umumnya septa tersebut tidak lengkap.
Aspirasi dilakukan dengan menggunakan jarum halus dan mengarahkan jarum langsung masuk ke dalam abses dengan bimbingan USG, dengan menggunakan puncture transducer.
Mengeluarkan pus dari abses gunanya untuk melihat jenis abses yaitu piogenik atau abses amuba, di samping untuk pemeriksaan kultur dan sitologi. Pada abses piogenik sekaligus berguna untuk memasukkan antibiotika ke dalam rongga abses. Kemudian dalam periode yang berkala dilakukan tindak lanjut untuk melihat kemungkinan abses rekuren atau terjadi resorpsi yang lengkap. Mikroorganisme dapat mencapai hati melalui saluran empedu, vena porta, arteri hepatica, saluran limfe atau penyebaran langsung.
Abses dapat timbul sekunder dari trauma bedah atau non-bedah. Selain itu dapat pula terjadi infeksi pada kista atau tumor yang nekrosis. Pada kirap-kira 20% abses piogenik tidak dapat dijelaskan kausanya.
Dari kepustakaan Negara maju, abses yang ditemukan umumnya abses piogenik tetapi di dalam lingkungan yang masih ada enteritis karena amuba, kemungkinan abses karena amuba perlu dipikirkan.

Karsinoma Hepatoselular
Bila ditemukannya tonjolan pada hati dengan pemeriksaan USG perlu diperhatikan berbagai kemungkinan seperti hemangioma, adenoma, abses, metastasis tumor dan karsinoma hepatoselular. Untuk Negara barat dengan kemungkinan keganasan primer yang sedikit, umumnya mereka memikirkan metastasis.
Gambaran USG pada metastasis bervariasi dan tidak ada hubungan yang tetap antara pola gambaran metastasis dengan tumor primernya, bentuknya dapat hipoekoik, hiperekoik atau fokus yang isoekoik. Dapat pula merupakan pola campuran dan apabila terjadi nekrosis, maka bagian tengahnya akan member gambaran anekoik.
Tetapi di Asia dan Afrika, bila mencurigai suatu keganasan maka sebagian besar adalah keganasan primer. Pada ukuran kecil kurang dari 2 cm dapat memberikan gambaran hipoekoik. Tumor yang besar, yang telah mengandung perdarahan, nekrosis dan fibrosis akan lebih menjadi hiperekoik.

Perkembangan yang Terjadi Dengan Menggunakan USG
Pertama adalah aspirasi dengan jarum halus. Sejak 10 tahun terakhir telah dapat dilakukan aspirasi dengan menggunakan jarum halus no.22 G dengan bimbingan USG ke dalam tumor. Beberapa tetes darah yang didapat akan dibuat sediaan apus pada kaca sediaan lalu difiksasi dengan alcohol 95% selama 30 menit. Setelah dilakukan pewarnaan khusus diperiksa secara sitologi. Dengan teknik yang lebih baik angka ketepatan diagnosis akan mencapai lebih 90%.
Perkembangan lain adalah suntikan alcohol absolute intra tumor. Pada tumor dengan ukuran diameter kurang dari 3 cm dapat diberikan suntikan sebanyak 1-2 cc alcohol absolute diikuti dengan 1 cc xylocain 2%. Bila alcohol masuk ke dalam jaringan tumor akan memberi gambaran yang hiperekoik. Penyuntikan dapat dilakukan setiap 1-2 minggu sekali.
Perkembangan baru di Jepang adalah memberikan suntikan pada tumor yang lebih besar dengan menggunakan beberapa jarum suntikan sekaligus, di samping juga memberikan suntikan pada tumor yang multiple. Salah satu klinik memperlihatkan keberhasilan yang tinggi, sehingga jarang sekali diperlukan operasi reseksi tumor.

Kista Hati
Kista hati seringkali tidak memberikan keluhan dan ditemukan secara tidak sengaja, terutama pada orang dengan usia yang lebih tua. Jumlahnya umumnya tidak banyak. Gambaran USG kista hati adalah bagian dalam yang anekoik dengan dinding posterior yang jelas dan terdapat akustik posterior. Dindingnya kadang-kadang dapat irregular. Sebagian besar kita adalah tunggal.
Pada kista yang besar atau cenderung membesar dapat terjadi keluhan akibat tekanan pada dinding kista. Dapat dilakukan aspirasi cairan kista tetapi hampir selamanya cairan akan rekuren.
Perkembangan sekarang adalah melakukan aspirasi pada kista dengan mengeluarkan seluruh isinya, untuk ini dapat digunakan jarum yang sedikit besar atau kateter pig-tail. Setelah seluruh isi kista dikeluarkan, maka melalui jarum atau kateter tersebut dimasukkan alcohol absolute sebanyak 20-30% dari cairan yang dikeluarkan. Kemudian pasien digulingkan ke beberapa posisi selama 20 menit. Setelah itu alkohol absolut dikeluarkan seluruhnya dari rongga kista.
Pada lebih dari 70% kasus yang ditindaklanjuti tidak ditemukan residif, bahkan pada satu kasus telah diikuti selama lebih dari 10 tahun.

Obstruksi Bilier
Salah satu upaya untuk mendapatkan informasi dari obstruksi bilier dan kista saluran empedu adalah dengan Kolangiografi Transhepatik Perkutan atau Pecutaneous Transhepatic Cholangiography (PTC), yang akan lebih berhasil bila terdapat saluran empedu yang melebar. Pada prosedur ini dapat terjadi komplikasi yaitu kebocoran empedu, perdarahan intraperitoneal, pneumotoraks dan septicemia. PTC dengan bimbingan USG telah menjadikan teknik pemeriksaan ini selain diagnostik, juga sebagai terapi serta mengurangi jumlah tusukan dan dapat mengurangi kemungkinan komplikasi perdarahan dan pneumotoraks. Tetapi yang dimaksud disini adalah untuk drainase dari saluran empedu yang terbendung.
Dengan bimbingan USG dipilih saluran empedu yang jelas melebar yang tidak terlalu dekat dengan diafragma, kandung empedu dan hilus hati. Kemudian jarum dimasukkan melalui daerah interkostal lateral kanan. Setelah mengeluarkan 20-30 cc cairan empedu untuk mengurangi tekanan, disuntikkan kontras yang telah dicampur dengan antibiotika gentamicin, sehingga mendapatkan anatomi sistem bilier yang jelas. Tingkat diagnostik ini kemudian dilanjutkan dengan terapeutik yaitu dengan melalui guide-wire untuk memasukkan kateter drainase ukuran 7 Fr.
Pada obstruksi di daerah hilus dan sepertiga proksimal duktus koledoks umumnya terdapat sumbatan yang hampir total. Pada kasus dengan kontras yang sampai di duodenum, guide-wire dapat di coba untuk terus masuk sampai melewati papilla Vateri. Kemudian kateter dijahitkan pada kulit. Dengan teknik ini dapat dilakukan drainase internal dan eksternal atau hanya drainase eksternal saja tergantung kepada seberapa jauh kateter dapat didorong ke dalam saluran empedu.

Transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent Shunt (TIPS)
Dalam penatalaksanaan penyulit penyakit hati menahun, seperti hipertensi portal dan asites refrakter telah dikembangkan teknik untuk membuat jalan pintas (shunt) non-operatif di dalam hati yaitu Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt (TIPS). Perdarahan varises esophagus merupakan salah satu penyebab utama kematian pada sirosis hati dengan hipertensi portal. Terapi non-operatif yang telah dilaksanakan selama ini adalah sebagai berikut: tamponade balon, skleroterapi-endoskopi dan ligasi karet pada varises yang telah pecah atau yang potensial berdarah. Tujuan utama semua prosedur ini hanya menghentikan perdarahan, tetapi tidak menurunkan tekanan vena porta.
Dengan menggunakan expandable vascular stent, kegagalan TIPS yang berupa perdarahan ulang dapat diatasi. Pada dasarnya dengan TIPS dibuat hubungan antara vena hepatica kanan dengan cabang utama vena porta kiri atau kanan secara transhepatic dengan menggunakan 1 sampai 3 expandable stent. Diameter yang dipertahankan adalah 8-10 mm.
Indikasi TIPS adalah pada perdarahan variseal berulang tanpa memandang usia, pasca skleroterapi atau derajat Child. Keberhasilan dapat mencapai 90%. Kegagalan terutama dikaitkan dengan ketidakmampuan untuk menusuk sampai vena porta. TIPS tidak dianjurkan bila dalam vena porta didapatkan thrombus. Perdarahan ulang dapat terjadi karena thrombosis pada shunt atau stenosis vena hepatica.
Pada kira-kira 10% pasien dapat timbul ensefalopati ringan yang dapat diatasi dengan pengobatan medis. Dengan diameter 8-10 mm tekanan vena porta dapat diturunkan sampai 50% disbanding sebelumnya yakni dapat sampai di bawah 12 mmHg.
Di samping itu TIPS juga dapat memperbaiki control asites pada sebagian besar kasus dengan asites refrakter, meningkatkan natriuresis dan produksi urin serta menurunkan secara bermakna aktivitas plasma rennin dan konsentrasi aldosteron dalam plasma.
Salah satu akibat lain dari TIPS yang ditemukan akhir-akhir ini adalah timbulnya hipertensi pulmonal dengan akibat edema pada kedua tungkai.



DAFTAR PUSTAKA

Bunyamin A, Lesmana LA, Nurman A, Pridady FX, Pang RTL. Gambaran Klinik dan Penatalaksanaan Abses Hati di RS Husada (Abstrak) KONAS V PGI-PEGI, Medan, 1991.
Lesmana LA, Sidharta H, Marwoto W, Akbar N, Sulaiman A, Noer HMS. Nilai Diagnostik Aspirasi Jarum Halus Terpimpin Ultrasonografi. Naskah Lengkap KOPAPDI VI, Jakarta 1984.
Bunyamin A, Lesmana LA, Tjokrosetio N, Nurman A, Pridady FX, Pang RTL. Terapi Etanol Absolut pada Kista Hati (Abstrak). KONAS V PGI-PEGI, Medan, 1991.
Lesmana LA. Percutaneous Transhepatic Cholangiography dan Drainase dengan Bimbingan Ultrasound pada Obstruksi Bilier. Lokakarya PUSKI, Semarang, 1992.
Sauerbrei EE, Nguyen KT and Nolan RL. Abdominal Sonography. New York, Raven Press, 1992.
Haag K, Roessle M. transjugular Intrahepatic Portosystemic Stent-Shunt (TIPS): A New Technique in The Treatment of Portal Hypertension. Update of Gastrointestinal and Hepato-Biliary Disorders. Postgraduate Course 9th Asian Pacific Congress of Gastroenterology and 6th Asian Pacific Congress of Digestive Endoscopy. Bangkok 1992.
Sombery K, Tahe J, Tomlenovich SJ, et al. Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunts for Refractory Ascites: Assessment of Clinical and Humoral and Renal Function. Hepatology. 1995; 21:709-16.
Quirago J, Songro B, Nunez M, et al. Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunt in The Treatment of Refractory Ascites: Effect on Clinical, Renal, Humoral, and Hemodynamic Parameters. Hepatology. 1995; 21.
Van Der Linden P, Le Moine O, Ghysels M, Ortinez M, and Deviere J. Pulmonary Hypertension After Transjugular Intrahepatic Portosystemic Shunting: Effects on Right Ventricular Function. Hepatology. 1996; 23(5): 982-7.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar