Minggu, 17 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis atau radang selaput otak memerlukan pengobatan dini dan penanganan segera untuk menghindari kecacatan dan mencegah kematian. Hal ini penting mengingat 90% kasus terjadi pada anak-anak berusia 1 bulan hingga 6 bulan. Bagi berusia 6-12 bulan merupakan resiko terbesar (Brunner & Suddart, 1987).
Meningitis adalah suatu peradangan araknoid dan piamater (lepto meningens)dari otak dan medulla spinalis. Bakteri dan virus merupakan penyebab yang paling umum dari meningitis, meskipun jamur-jamur dapat juga menyebabkan. Meningitis bakteri paling sering terjadi. Deteksi awal dan pengobatan akan lebih memberikan hasil yang lebih baik (Widagdo Wahyu, dkk, 2008).
Gejala meningitis tersebut disebabkan dari infeksi dan peningkatan TIK, serta organisme yang menyerang biasanya diidentifikasi melalui pemeriksaan kultur cairan serebrospinal dan darah. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal colum yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien meningitis.

2. Tujuan Khusus
a. Agar mampu melakukan pengkajian pada pasien meningitis.
b. Agar mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien meningitis.
c. Agar mampu melakukan perencanaan pada pasien meningitis.
d. Agar mampu melakukan implementasi pada pasien meningitis.
e. Agar mampu melakukan evaluasi pada pasien meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piamater, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piamater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab lain seperti lues, virus, toxoplasma gondhii dan riketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piamater yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebab antara lain : Diplococcus Pneutnaniae (neunokok), Neisseria Meningitidis (meningokok) (Mansjoer, 2000).

B. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme:
1. Haemophillus Influenza.
2. Neisseria meningitis (meningococcus).
3. Diplococcus pneumoniae.
4. Streptococcus Group A.
5. Pseudomonas.
6. Staphylococcus Aureus.
7. Escherichia Coli.
8. Klebsiella.
9. Proteus.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis klien meningitis meliputi : sakit kepala, mual, muntah, demam, sakit dan nyeri secara umum, perubahan tingkat kesadaran, bingung, perubahan pola nafas, ataksia, kaku kuduk, ptechial rash, kejang (lokal, umum), opistotonus, nistagmus, ptosis, dan gangguan pendengaran.

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Punksi Lumbal : Tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.
2. Kultur Darah.
3. Kultur Suap hidung dan Tenggorokan.

E. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Antibiotik spektrum luas (ampisilin).
b. Penisilin 6 digunakan untuk mengobati organisme klebsiella, meningococci, dan streptococcus.
c. Gentamicin digunakan untuk mengobati haemophillus influenza.
d. Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral.
e. Mengontrol kejang : pemberian terapi anti epilepsi.
f. Mempertahankan ventilasi.
g. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial.
h. Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim.
i. Memperbaiki anemia.

F. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif.
b. Meningococcal septikemia.
c. Sindrom water – friderichsen.
d. SLADH (syndrome in appropriate antidieuretic hormone).
e. Efusi subdural.
f. Cerebral palsy.


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah (Shore, 1988).

A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan : Tanda dan gejala, perkembangan gejala, faktor yang memperberat dan mengurangi, riwayat medis yang lalu.
2. Pemeriksaan fisik : Tingkat kesadaran, ukuran pupil, reaksi terhadap sinar, photopobia, nistagmus, ketidaknormalan pergerakan mata, kekuatan motorik, kaku kuduk, disfungsi saraf kranial (N I, III, IV dan VII), mual, muntah, demam, menggigil, sakit dan nyeri secara umum.
3. Psikososial : Usia, peran dalam keluarga, pekerjaan, kepercayaan/agama, interaksi dengan orang lain, orang yang sangat berarti bagi klien, tingkat perkembangan, pola tingkah laku, mekanisme koping, penampilan sebelum sakit/dirawat.
4. Pengetahuan klien dan keluarga : Tingkat pemahaman, pemahaman tentang kondisi, patofisiologi, gejala-gejala, tindak lanjut, perawatan di rumah.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral.
Tujuan : Tingkat kesadaran kembali normal.
Kriteria Hasil : - Daya ingat pasien kembali normal.
- Pasien tidak cemas lagi.
Intervensi:
- Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
- Kaji respon verbal.
Rasional : Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran.
- Pantau TD.
Rasional : Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
- Tinggikan kepala pasien 15-45o sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi atau risiko terjadinya peningkatan TIK.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Pola nafas kembali normal.
Kriteria Hasil : - Pasien tidak sesak.
- Bunyi nafas vesikuler.
Intervensi:
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
- Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru.
- Berikan oksigen.
Rasional : Memaksimalkan oksigen pada daerah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.

3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan : Tidak terjadinya cedera.
Kriteria Hasil : - Tidak kejang.
- Tidak lemah.
- Tidak vertigo.
Intervensi:
- Pantau kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah lain.
Rasional : Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin uuntuk mencegah komplikasi.
- Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan bantalan pada penghalang tempat tidur.
Rasional : Melindungi pasien jika terjadi kejang.
- Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Menurunkan risiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkope, atau ataksia.
- Berikan obat sesuai indikasi, seperti fenotoin, diazepam (Valium), fenobarbital (luminal).
Rasional : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Wahyu, Widagdo, dkk. (2000). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Gangguan Sistem Pernafasan. Trans Info Media. Jakarta.
Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Asculapius. Jakarta.
Barbara, Engram, dkk. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

IRIGASI MATA

Pengertian:
Irigasi mata adalah suatu tindakan membersihkan mata.
Tujuan irigasi adalah untuk membersihkan dan mengeluarkan benda asing dari dalam mata.

Indikasi:
1. Cedera kimiawi pada mata.
2. Benda-benda asing pada mata.
3. Inflamasi mata.

Kontra Indikasi:
1. Luka karena ada tusukan pada mata dapat menyebabkan terkikis pada daerah mata tersebut.

Kemungkinan Komplikasi:
1. Cedera perforasi pada mata bila irigasi dilakukan tidak hati-hati dan lembut.
2. Kontaminasi silang pada mata yang sehat bila terdapat infeksi.
3. Abrasi kornea dan konjungtiva.

Peralatan:
Anastesi topikal (lokal), cairan irigasi steril biasanya digunakan larutan garam fisiologis (NaCl).
1. Retraktor desmares alat mengait mata pada kelopak mata.
2. Plester.
3. Kasa.
4. Basin (bengkok).
5. Handuk/laken untuk menutupi pakaian pasien.
Prosedur:
1. Jelaskan prosedur tindakan.
2. Cuci tangan.
3. Tutupi pasien dengan handuk/laken.
4. Anastesi lokal.
5. Gunakan retraktor desmares untuk membuka kelopak mata bagian atas jika tidak ada alat kelopak mata harus ditahan dengan kasa.
6. Untuk menahan agar kelopak mata tetap terbuka berikan tekanan pada tulang promin pada alis dan pipi tidak pada bola mata.
7. Arahkan jatuhnya irigasi langsung pada bagian yang bulat serta bagian atas dan bawah vornikes (dari kantus dalam ke kantus arah luar).
8. Biasanya digunakan 1 liter air cairan dengan cepat untuk cedera karena asap biasanya digunakan 2 liter cairan untuk cedera asam alkali bersifat basa.
9. Keringkan bagian luar air mata dan daerah sekitarnya setelah melakukan irigasi.

Tindakan Lanjutan:
1. Periksa efektifitas irigasi.
2. Liter pH vornikus konjungtiva dengan pH (kertas lakmus), pH normal mata 7,4 dan bila hasil abnormal lanjutkan irigasinya.
3. Bila pH pengukuran menunjukkan angka yang normal periksa kembali setelah 20 menit untuk memastikan bahwa hal ini normal.
4. Kaji rasa nyaman pasien.

Hindari:
1. Menghindari tersentuh alat-alat pada bola mata.
2. Menghindari penekanan terlalu lama pada bola mata.

Dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu prosedur.
2. Tipe dan jumlah cairan (NaCl).
3. Toleransi pasien terhadap prosedur.
4. Karakter cairan keluar.
5. Penampakan mata.
6. Intruksi yang diberikan pada pasien/keluarga.
Petunjuk Pemberian Irigasi Mata:
1. Tempatkan pasien terlentang miring kearah yang diirigasi untuk mencegah cairan mengalir ke arah mata yang lain.
2. Gunakan botol plastik yang telah ditentukan kecuali kalau cairan diperlukan dalam jumlah besar.
3. Cairan diirigasikan langsung ke konjungtiva dari kantus dalam ke kantus luar.
4. Hindari penekanan terlalu kuat pada bola mata.
5. Hindari menyentuh mata dengan alat-alat irigasi.
6. Bersihkan kelopak mata bila kotoran banyak dengan membungkuskan kasa pada telunjuk.
7. Tempatkan bengkok disamping wajah untuk menampung cairan irigasi.

Bentuk-Bentuk Obat Mata:
a. Obat Mata Cair:
1. Mudah diberikan.
2. Tidak mempengaruhi penglihatan.
3. Sedikit menyebabkan reaksi kulit.
4. Tidak mempengaruhi pelepasan epitel kornea.
5. Kerugian: sisanya tidak bisa digunakan dalam jangka waktu lama.

b. Obat Mata Salep:
1. Bisa digunakan untuk periode lama.
2. Tidak menyebabkan tidak enak saat diberikan.
3. Kurang diabsorpsi ke saluran air mata.
4. Lebih stabil dibanding larutan.
5. Kerugian:
a. Menimbulkan bayangan pada mata dimana dapat mempengaruhi penglihatan.
b. Dapat menyebabkan dermatitis kontak.
c. Dapat menghambat pelepasan epitel kornea.

MENGUKUR VISUS DENGAN MEMAKAI SNELLEN CHART

Pengertian:
Snellen chart adalah sebuah kartu untuk mengukur visus.

Persiapan Alat:
1. Snellen chart.
2. Alat memperjarak atau untuk mengukur alat duduk.
3. Tempat gantungan.

Cara Kerja:
1. Mengucap Basmalah.
2. Pasien diberitahu.
3. Pasien dimintakan untuk berdiri dengan jarak sesuai yang dianjurkan.
4. Perawat menunjukkan huruf pada snellen chart dari huruf yang paling besar sampai ke huruf yang paling kecil.
5. Perawat mencatat hasil dari pengukuran visus.
6. Perawat mengucapkan Alhamdulillah.
7. Tindakan selesai.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Hasil pemeriksaan terpisah antara mata kanan (OD) dan mata kiri (OS).
2. Hasil pemeriksaan visus dinyatakan dalam bentuk pembilang/penyebut.
a. Pembilang merupakan jarak antara kartu snellen dengan pasien.
b. Penyebut menyatakan jarak dimana suatu huruf tertentu secara normal dapat dilihat.

TINDAKAN KEPERAWATAN TRAKHEOSTOMI, FISIOTERAPI DADA

A. Trakheostomi
(1) Pengertian
Trakheostomi adalah tindakan yang dilakukan pada klien/pasien untuk menegakkan jalan nafas yang stabil

(2) Tujuan
Untuk menegakkkan jalan nafas yang stabil

(3) Indikasi
- Obstruksi jalan nafas bagian atas
- Ventilasi mekanik jangka panjang
- Kebutuhan akan higiene Polmuner yang intesif

(4) Komplikasi
- Infeksi
- Luka mukosa trakeal
- Dilatasi trakeal
- Stenosis trakeal
- Trakeomalasia
- Fistula Esofageal
- Hemoragi
- Pnemotoraks
- Kerusakan saraf laring
- Obstruksi jalan nafas (sekresi yang kering, tube menggulung)

(5) Peralatan
Tray trakeostomi :
• Lidokain 2% (dengan atau tanpa epineprin, tergantung pada pandangan dokter)
• Handuk steril
• Peralatan bedah
- Gaun steril
- sarong tangan
- Kap, dan masker
• Spuit 10 ml (2)
• Jarum suntik No. 25
• Satu set gulungan (sheet roll)
• Benang (biasanya kromik 2-0 dan silk 2-0)
• Larutan jodium
• 10 pak kasa busa ukuran 4 x 4
• Satu trakeostomi (2 ukuran yang dianjurkan oleh dokter, satu buah ukuran kecil, satu buah berukuran besar)
• Peralatan penghisap (suction)
• Kiteter penghisap steril dan sarong tangan
• Ujung penghisap Yankauer steril
• Satu set instrumen steril
• Tabung oksigen atau ventilator seperti yang diinstruksikan dokter

(6) Prosedur Kerja
1. Jika pasien sadar, dokter harus menjelaskan prosedurnya dan meminta izin tindakkan operasi.
2. Yakinkan bahwa pasien mendapat terapi intravena yang baik. (Hal ini mungkin diperlukan untuk memberikan narkotik sebagai sedasi atau obat darurat selama prosedur)
3. Siapkan semua peralatan di sisi tempat tidur. Tanyakan dokter jenis dari benang yang disiapkan dan ukuran tube yang digunakan.
4. Periksa untuk menyakinkan peralatan penghisap dan ambu bag sudah tersedia dan berfungsi.
5. Jika pasien tidak dipasang monitor jantung, hubungkan baik ke monitor atau ke mesin EKG.
6. Pindahkan bagian atas dari tempat tidur atau usungan
7. Bantu dokter dalam mengenakan gaun steril, sarung tangan, kap, dan masker.
8. Tempatkan gulungan (sheet roll) diantara bahu pasien.
9. Buka handuk steril dan instrumen steril dan berikan pada dokter yang kemudian menutupi pasien. I
10. Buka 10 pak kasa busa dan berikan pada dokter
11. Buka spuit dan berikan pada dokter dengan teknik steril.
12. Hubungkan jarum No. 25 ke spuit yang ada di tangan dokter. Pertahankan teknik steril.
13. Bersihkan ujung botol lidokain 2% dengan jodium.
14. Balikkan botol lidokain 2% sehingga dokter dapat memasukkan jarum dan mengaspirasi sebanyak 10 ml ke dalam spuit.
15. Buka tray trakeostomi. Tempatkan tray pada meja di sebelah tempat tidur dalam jangkauan dokter.
16. Buka benda-benda sutura dan trakeostomi tube dan tempatkar pada tray trakeostomi.
17. Buatlah suatu kepastian bahwa dokter telah memeriksa kebocoran dan daya kembang manset yang simetris.
18. Jika pasien dalam intubasi dengan endotrakeal tube (ET), dokter dapat meminta perawat untuk mencabut secara perlahan ET tube sebagaimana dokter memasukkan trakeostomi tube. Yakinkan untuk melakukan penghisapan nasofaring dan mulut serta kempeskan manset sebelum tube dicabut.
19. Berikan kenyamanan dan dukungan pada pasien selama prosedur, Pertahankan IV line tetap dalam keadaan baik bilamana diperlukan untuk memberikan obat-obatan dan memonitor adanya disritmia.
20. Sekali tube pada posisinya, dokter tidak atau mungkin akan menjahit tube tersebut ke kulit. Perawat melakukan fiksasi di¬tempatnya dengan pita trakeostomi.
21. Sekali tube pada posisinya, kembangkan manset dengan volume yang minimal (lihat intubasi endotrakea), ventilasi pasien, dam auskultasi bunyi napas untuk mengkaji ventilasi yang adekuat.
22. Lakukan penghisapan pada tube

(7) Tindak lanjut
1. Tempatkan oksigen dam pasang ventilator sebagaimana yang diperintahkan.
2. Pasang pembalut steril mengelilingi tempat insersi. Jangan guna¬kan bahan dari katun dan jangan potong pengisap dari busa yang berukuran 4 x 4. Hal ini dapat menyebabkan serabutnya ter¬sangkut saat dilakukan aspirasi.
3. Perintahkan untuk melakukan rontgen foto dada untuk me¬mastikan posisi tube dan memeriksa adanya pneumotorak. Bersihkan pasien dan berikan rasa nyaman.
4. Catat ukuran dan jenis dari trakeostomi tube pada bagian atas.

B. Fisioterapi dada / Tube Torakostomi
(1) Pengertian
Fisioterapi dada adalah tindakan yang dilakukan pada klien/pasien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekret.

(2) Tujuan
- Untuk memberikan kembali tekanan negatif dalam dada
- Untuk mengembangkan kembali paru-paru
- Untuk mengeluarkan penumpukkan cairan di dada

(3) Indikasi
- Pneumotorak
- Hemotarok
- Propilaksis, dalam, menyeleksi kasus dari tersangka cedera paru-paru yang berat.
- Keterbatasan paru-paru

(4) Komplikasi
- Perdarahan interkostal
- Empisema, (1-16% kasus berkembang menjadi empisema)
- Kerusakan pada saraf interkostal, vena, atau arteri
- Kerusakan pada pembuluh mammae
- Empisema mediastinum
- Pneumotorak kambuhan

(5) Peralatan
- Betadin
- Kasa buss 4 x 4
- Sumber cahaya
- Sedasif jika diperlukan
- Lidokain 1% tanpa epineprin (20 ml)
- Spuit (110 ml), Jarum suntik No. 18 dan No. 23 Tube dada No. 28 atau 36 French (untuk dewasa) Sistem drainase dada, penyedot (pompa emerson)
- Sumber oksigen
Tray torakostomi:
- Tirai Steril
- Mata pisau skalpel dan tangkainya No. 10 dan No. 11
- Pemegang jarum (4)
- Retraktor dada kecil tinochette atau retraktor dada dengan penahan kecil (2)
- Klem mosquito (6)
- Klein kelly bengkok yang besar
- Gunting jaringan (2)
- Gunting jahitan (2)
- Gunting diseksi bengkok metsenbaum (2)
- Forsep jaringan dengan dan tanpa gigi (2)
- Larutan bensin
- Plester
Benang:
- 2-0, 30 silk jarum kulit (cutting needle)
- 2-0, 30 silk dengan jarum jaringan (taper needle)
- 4-0 monofilamen dengan jarum kulit (cutting needle)

(6) Prosedur Kerja
1. Kaji jalan napas pasien, napas, dan sirkulasi (ABC)
2. Tindakan untuk melindungi ABC (udara, pernapasan, sirkulasi)
3. Berikan oksigen seperti yang dibutuhkan
4. Tetapkan aliran intravena dan pastikan penggantian cairan
5. Kaji pasien dan tersangka dari adanya cedera dada jika hal-hal di bawah ini terdapat:
a. Memar pada dada atau abdomen
b. Tanda luka dalam atau luar
c. Asimetri dada
d. Menggunakan otot bantu napas untuk bernapas
e. Retraksi
f. Tidak ads suara napas, biperesonansi
g. Pain
h. Adanya empisema subkutan
6. Ingatkan dokter jika pasien mengalami perkembangan komplikasi pernapasan.
7. Tentukan nilai dasar analisa gas darah.
8. Ingatkan ahli terapi pernapasan jika diperlukan.
9. Jika mungkin, kaji apakah pasien alergi terhadap betadin.
10. Jika waktu memungkinkan, jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga.
11. Hubungkan pada monitor jantung.
12. Baringkan pasien pada posisi supinasi dengan menempatkan, gulungan di bawah sejajar bahu. Letakan lengan pasien di alas kepala dan lakukan restrain jika diperlukan.
13. Berikan sedatif pads pasien jika diperlukan. Harus berhati-hati karena mungkin terjadi depresi pernapasan.
14. Bantu dokter dengan menyiapkan area. Pastikan betadin dan kasa busa tersedia.
15. Arahkan cahaya pada sisi dada yang tepat.
16. Bantu dokter dalam menganestesi daerah dada.
17. Bantu dokter dalam menggunakan sarung tangan, masker, dan gaun.
18. Buka baki tube dada.
19. Bantu dokter dalam mempertahankan daerah steril.
20. Buka tube dada yang sesuai ukurannya dan letakkan pada tempat yang steril
21. Buka peralatan jahit/sutura.
22. Buka dan siapkan sistem drainase dada.
23. Siapkan peralatan penyedot sepanjang 20 cm dari penyedot.
24. Bantu dokter dalam menginsersi tube.
25. Kaji ketepatan dari tube dengan melakukan noting fogging tube dada selama ekspirasi dan dengan mendengarkan pergerakan udara.
26. Catat jumlah dan konsistensi dari haluaran tube dada.
27. Hubungkan tube dada ke sistem drainase dada, dan catat baluaran dengan segera
28. Hubungkan sistem drainase dada ke penghisap pada 20 cm air penyedot.
29. Hubungi kamar operasi jika, tindakan pembedahan dibutuhkan kemudian. (Catat: Kehilangan 1500 ml atau 1000 ml cairan pada awal dan diikuti dengan kehilangan 200 ml/jam selama 4 jam menandakan hemotorak masif yang membutuhkan tindakan pembedahan.)
30. Bantu dokter dalam menjahit tube dada pada tempatnya.
31. Bantu dokter dalam memasang balutan.
32. Hubungi petugas X-ray film untuk memeriksa posisi tube dada.
33. Bantu dokter dalam memperbaiki posisi tube bila diperlukan.

(6) Tindak lanjut
1. Kaji adekuat pernapasan dengan melakukan observasi pada perubahan dalam kecepatan atau irama pernapasan, simetri dada penggunaan alat bantu atau otot-otot interkostal, atau retraksi.
2. Lakukan auskultasi untuk mengetahui suara nafas bilateral dan hiperesonansi.
3. Observasi awal gejala adanya peningkatan dalam empisema subkutan. Hal ini dapat ditandai dengan adanya kebocoran udara pada sistem yang membutuhkan evaluasi selanjutnya.
4. Catat setiap perubahan dalam tingkat kesadaran atau warns kulit.
5. Monitor tenda-tenda vital dan haluaran drainase dada dalam 15 menit x 4, 30 menit x 2, kemudian setiap 1 jam sampai stabil.
6. Monitor drainase dada setiap 1 jam.
7. Lanjutkan dengan pemeriksaan dan evaluasi dari ujung kepala sampai ujung kaki.
8. Lakukan suatu tindakkan tertentu bila diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abels LF. Mosby's manual of critical care. Saint Louis: CV Mosby 1979:142. Morrison
Morrison ML. Respiratiry intensive care nursing. 2nd ed. Boston: Little, Brown, 1980 : 99.
Person CB. Critical care procedure and protocols. A Nursing proses approach. Approach. Philadelphia : JB Lippincott, 1987:255.
Smith S Duell D. Clinical nursing skills. Los Altos: National Nursing Review. S. Duell 1985 : 674.
Amerian College Of Surgeon Committee on Trauma. Advance Trauma Life Support, Chicago :American College of Suegeons, 1985 : 73
Graham JM, Matlox KL, Deal AC Jr. Penetrating Trauma of Lung. J. Trauma 1979; 19 : 665.

PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL

a
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan ini diharapkan dapat:
1. Melakukan pengkajian kemajuan persalinan.
2. Mengidentifikasi masalah pada klien intranatal.
3. Membuat rencana asuhan keperawatan/kebidanan pada klien intranatal.
4. Melakukan manajemen nyeri pada klien intranatal.
5. Melakukan prosedur pertolongan persalinan normal.
6. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan/kebidanan pada klien intranatal.

B. Pokok-Pokok Materi
Untuk mencapai tujuan tersebut, pokok-pokok materi yang harus dipelajari adalah:
1. Anatomi panggul reproduksi wanita.
2. Teori persalinan.
3. Manajemen nyeri persalinan.
4. Tahap-tahap persalinan.
5. Mekanisme persalinan.
6. Tanda-tanda persalinan normal dan proses persalinan.
7. Asuhan keperawatan/kebidanan pada ibu dalam persalinan normal kala I, II, III dan IV.

C. Uraian Materi
Sebelum melaksanakan prosedur tindakan pertolongan persalinan pada ibu intranatal, maka pertama-tama marilah kita pelajari pengkajian dan masalah dalam pertolongan persalinan.

1. Pengkajian
Pada awal kegiatan, peserta diharapkan memahami tentang kegiatan pengkajian yang berguna untuk mengidentifikasi keadaan pasien di saat Anda praktik ke lahan praktik. Lingkup pengkajian meliputi perubahan biofisik, psikologi dan sosial selama intranatal.
a. Kala I : Anamnesa
- Alasan datang.
- Kapan taksiran persalinan.
- Kapan mulai tanda-tanda persalinan.

1). Tanda–tanda persalinan yang benar:
a. Keluarnya darah bercampur sedikit lendir pervagina (bloody show).
b. Timbulnya kontraksi secara teratur mulai dari punggung menyebar ke perut dan meningkat secara intensif dan disertai rasa sakit.
c. Serviks : Terjadi pendataran dan dilatasi.
2). Riwayat tanda-tanda persalinan:
a. Riwayat tentang selaput ketuban.
b. Kontraksi teratur yang semakin lama semakin sering.
c. Bagaimana status emosi.
d. Ada masalah tentang kehamilan.
e. Kapan terakhir makan/minum.
f. Ada alergi terhadap makanan/minuman.
g. Siapa yang menemani selama persalinan.
3). Pemeriksaan fisik kala I:
a. Tanda-tanda vital : TD, nadi, pernafasan dan suhu.
b. Palpasi Leopod I, II, III dan IV.
c. Ukuran panggul.
d. Dilatasi serviks.
e. Kontraksi/his diperiksa selama 10 menit tiap 30-60 menit.
f. Sekret : merah muda sampai dengan cokelat (bloody show).
g. Selaput ketuban +/-.
h. DJJ terdengar jelas di umbilikus.
i. Perilaku : masih terkontrol, optimis, fatigue.
j. Varises, oedema di kaki dan wajah.

b. Kala II
1). Pengkajian
a. Klien mengeluhkan dorong kuat untuk meneran, merasakan tekanan yang semakin tinggi pada daerah rektum.
b. Perineum menonjol.
c. Vulva dan anus membuka.
d. Kaki gemetar saat dorongan mengedan.
e. Lelah.
f. Tidak tahu tehnik relaksasi.
g. Respon emosi takut/khawatir, tidak percaya diri, tidak terkontrol.
h. Kontraksi uterus kuat 4-5 x selama 50-70 detik.
i. Dilatasi 10 cm.
j. Darah keluar sedikit, lendir dari vagina meningkat.
k. Peregangan rektum/vagina.
l. Distensi vesika urinaria.
m. Ketuban (+)/terjadi ruptur.
n. Keringat +++
o. Frekuensi pernafasan meningkat.
p. TD meningkat 5-10 mmHg.
q. Janin : bradikardi selama his.
2). Lingkup masalah
a. Gangguan rasa nyaman, nyeri akut.
b. Pot. Gangguan cardiac output.
c. Gangguan pertukaran O2 (janin).
d. Gangguan integritas kulit.
e. Kurang mampu mengikuti pimpinan persalinan.
f. Potensial infeksi.
g. Potensial trauma pada ibu/janin.
h. Tidak efektif pola nafas.
i. Perubahan konsep diri.
j. Tidak efektif koping individu.

c. Kala III
1). Pengkajian
a. Perilaku gembira dan letih.
b. Tremor kaki menggigil.
c. Perdarahan pervagina.
d. Tali pusat memanjang.
e. Uterus berubah bentuk menjadi bulat dan keras.
f. Kehilangan darah (normal: 250-300 ml.).
g. Jalan lahir : lecet/sobek.
h. Luka episiotomi.
i. Hipotensi pengaruh dari obat/analgesik/anestesi.
j. Nadi lambat.
2). Lingkup masalah
a. Kurang volume cairan.
b. Potensial injury pada ibu.
c. Potensial gangguan proses dalam keluarga.
d. Kurang pengetahuan.
e. Gangguan rasa nyaman, nyeri.

d. Kala IV {Puerperium (setelah kala III s/d 1-2 jam)}
1). Pengkajian
a. Nadi.
b. Uterus.
- Tinggi : antara Symp – umbilikus; 12 jam pertama
c. Lochea : rubra.
e. Perineum : episiotomi, lecet, vulva oedema dan lembut.
f. Rektum : hemorroid.
2). Lingkup masalah
a. Gangguan genito urinaria.
b. Kurang volume cairan.
c. Potensial infeksi.
d. Gangguan rasa nyaman : nyeri.

D. Prosedur Pelaksanaan
Pertolongan persalinan memerlukan persiapan alat secara lengkap dan sistematis untuk agar pelaksanaan pertolongan persalinan tepat dan lancar.

1. Persiapan Alat:
a. Partus set terdiri dari:
- Duk 2 buah.
- Sarung tangan 2 pasang.
- Benang tali pusat/klip.
- ½ kocher 1 buah.
- Klem tali pusat 2 buah.
- Gunting tali pusat 1 buah.
- Gunting episiotomi 1 buah (kalau diperlukan episiotomi).
- Kateter logam/nelaton 1 buah (kalau diperlukan kateterisasi pada kala III)
- Kasa dan deppers 5-6 buah.
- Kapas kering.
- Duk penahan perineum 1 buah.
b. Heachting set terdiri atas steril:
- Nald folder 1 buah.
- Pinset anatomi 1 buah.
- Pinset chirhugie 1 buah.
- Gunting benang 1 buah.
- Jarum, catgut, cromix, ceide.
- Tampon vagina 1 buah.
- Kassa/deppers 4-5 buah.
- Mangkok kecil, 1 buah.
- Sarung tangan 1 buah.
c. Obat emergensi: oxitocyn dan metehergin serta spuilt.
d. Kapas kering steril.
e. Cairan DDT.
f. On steril:
- Betadin 10%, 2 buah kom kecil berisi cairan klorin.
- Ember untuk alat tenun kotor kotoran.
- Bengkok 2 buah.
g. Piring plasenta dan pot.
h. Alat-alat PI (pencegahan infeksi), cairan klorin dan wash lap atau handuk kecil.
i. Untuk bayi:
- Pengisap lendir.
- Peralatan mandi.
- Pembungkus bayi (handuk).
- Obat mata.
- Peneng/tanda identifikasi.
j. Pakaian ibu, pembalut, celana dalam.
k. Alat pelindung diri penolong (APD):
- Tutup kepala.
- Kacamata.
- Masker.
- Celemek.
- Sepatu bot.
l. Alat-alat untuk PI : cairan DDT 2 kom, washlap, tempat sampah medis dan non medis.

2. Langkah-Langkah Pertolongan Persalinan:
KALA I:
- Mempersiapkan alat sesuai kebutuhan.
- Kejelasan dalam menyampaikan tindakan yang akan dilakukan, tujuan, dan hasil tindakan.
- Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil.
- Mengukur tanda-tanda vital ibu hamil.
- Melakukan pemeriksaan fisik ibu secara keseluruhan.
- Melakukan pemeriksaan Leopold I.
- Mengukur tinggi fundus uteri ibu hamil dengan menggunakan meteran pita.
- Melakukan pemeriksaan Leopold II.
- Melakukan pemeriksaan Leopold III.
- Melakukan pemeriksaan Leopold IV.
- Menilai denyut jantung janin.
- Memasang pengalas di bawah bokong ibu.
- Melakukan vulva hygiene.
- Melakukan pemeriksaan dalam, menilai kondisi servik dan jalan lahir.
- Merapikan alat-alat dan membuka sarung tangan.
- Melakukan pemeriksaan his/kontraksi.
- Melakukan manajemen nyeri.
- Melakukan pencatatan partograph.
- Melibatkan suami untuk mensupport ibu.
- Melakukan pendkes sesuai masalah ibu.
- Memantau kemajuan persalinan.
KALA II:
- Menjelaskan kondisi ibu, tindakan dan tujuan serta hasil tindakan kepada ibu dan keluarga.
- Melakukan persiapan penolong (cuci tangan, memakai topi kepala, sepatu boot, masker, celemek dan handuk kecil yang diselipkan di pinggang penolong).
- Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran.
- Mengajarkan kembali cara meneran, bimbing ibu agar dapat meneran dengan benar dan efektif, perbaiki cara meneran bila salah, anjurkan ibu untuk istirahat diantara waktu his.
- Menyiapkan alat pertolongan persalinan.
- Memasang duk steril.
- Lakukan vulva hygiene dan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap, memecahkan selaput ketuban pada saat his bila pembukaan sudah lengkap.
- Cuci tangan dengan larutan klorin 0,5 % lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik, kemudian cuci tangan dengan benar.
- Periksa denyut jantung janin saat relaksasi.
- Menyiapkan posisi ibu yang nyaman dan minta keluarga memberikan bantuan yang sesuai. Seperti membantu dan menyokong ibu pada posisi setengah duduk.
- Memberitahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
- Laksanakan bimbingan meneran.
- Memasang handuk diatas perut ibu.
- Letakkan kain steril dengan bentuk segitiga di bawah bokong ibu.
- Buka partus set dan periksa kembali kelengkapan alat.
- Pasang sarung tangan steril.
- Membantu melahirkan kepala: setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva:
a. Lindungi perineum dengan satu tangan dilapisi kain, dengan menggunakan ibu jari tangan kanan direntangkan dengan jari lain di bawah duk steril yang ditekan ke arah kranial.
b. Tangan kiri menahan kepala bayi untuk menahan posisi refleksi dan membantu lahirnya kepala perineum.
c. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
- Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan sesuai kondisi : jika tali pusat melilit secara longgar, lepaskan melalui kepala bayi dan jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara dua klem tersebut.
- Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi lurus secara spontan.
- Membersihkan mata, hidung dan mulut, dengan kasa steril.
- Membantu melahirkan bahu:
a. Memegang kepala bayi dengan jari tangan saling merapat secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan perlahan gerakkan kepala ke arah bawah hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan ke arah atas untuk melahirkan bahu belakang.
- Membantu melahirkan badan:
a. Geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku atas.
b. Setelah tubuh bayi lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki).
- Lakukan penilaian APGAR score (bayi menangis kuat, tidak/bernafas tanpa kesulitan, bayi bergerak aktif/tidak, warna kulit, denyut nadi).
- Letakkan bayi depan vagina ibu dan lakukan klem pertama.
- Meletakkan bayi diatas handuk yang berada di perut ibu, kemudian bayi dikeringkan mulai dari kepala, dada dengan sedikit tekanan, punggung dan kaki.
- Selimuti bayi dengan bagian handuk yang kering.
- Memotong tali pusat:
a. Mengurut tali pusat ke arah plasenta.
b. Klem kedua dengan jarak 3-4 cm dari klem pertama.
c. Potong tali pusat, dengan memperhatikan keamanan bagi bayi. Dengan tangan kiri melindung potong diantara kedua klem.
- Melakukan bonding dan attachment:
a. Memberikan bayi ke ibu untuk kontak skin to skin.
b. Memfasilitasi ibu untuk menyusui bayinya.
c. Menginformasikan kondisi bayi secara umum.
KALA III:
- Memeriksa tinggi fundus uteri, kontraksi dan kondisi kandung kemih melakukan rangsangan kontraksi pada fundus.
- Memeriksa kandung kemih (bila perlu lakukan kateterisasi).
- Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vagina.
- Letakkan satu tangan di atas perut ibu, ditepi atas simpisis dan posisi seperti menggunting, tangan lainnya meregangkan tali pusat.
- Saat kontraksi tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan lainnya mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati. Jika plasenta tidak lahir, hentikan peregangan tali pusat dan tunggu hingga kontraksi berikutnya muncul dan ulangi prosedur tadi (pelepasan plasenta dapat dibantu dengan rangsangan pada puting payudara ibu).
- Bila tanda-tanda plasenta sudah lepas timbul (plasenta ada di introitus vagina), minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, sambil tetap melakukan dorong dorso-kranial. Jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem ke depan vulva dan tangan kiri menampung plasenta dan dengan gerakan memutar searah jarum jam lahirkan plasenta dan letakkan pada wadah yang telah disiapkan.
- Periksa kelengkapan plasenta: selaput plasenta dan kotiledon dengan membersihkan dengan kasa (bila ditemukan tidak lengkap atau ada robekan lakukan eksplorasi ke dalam uterus dengan menggunakan sarung tangan yang steril untuk mengeluarkan bagian yang tertinggal).
- Melakukan massase uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi dan teraba keras (lakukan tindakan yang diperlukan bila uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan memeriksa).
- Memeriksa bila ada perdarahan dan cari sumbernya lihat di vagina dan perineum (bila ada robekan lakukan penjahitan), siapkan alat heachting.
- Lanjutkan memeriksa plasenta : ukuran, panjang tali pusat, kotiledon, berat plasenta.
KALA IV:
- Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervagina, lakukan pemantauan kontraksi 2-5 per 15 menit pertama, lakukan tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua.
- Bayi tetap melakukan kontak dengan ibu melalui menyusui dini. Biarkan bayi tetap berada di payudara ibu selama 1 jam walaupun bayi tidak mengisap putting susu ibu.
- Membersihkan vulva, vagina ibu.
- Ajarkan ibu cara melakukan masase.
- Hitung dan perkirakan jumlah perdarahan.
- Lakukan pengukuran tanda vital : tiap 15 menit untuk nadi dan kandung kemih selama 1 jam pertama, tiap jam untuk suhu dan TD.
- Periksa kembali keadaan bayi untuk memastikan keadaan tanda vital bayi: nadi, pernafasan dan suhu.
- Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin untuk dekontaminasi.
- Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
- Bersihkan badan ibu dengan cairan DDT dari sisa ketuban, lendir dan darah, bantu ibu memakai pakaian dalam dan pembalut.
- Pastikan ibu dalam keadaan nyaman, bantu ibu dalam memberikan ASI.
- Bersihkan tempat bersalin dengan larutan klorin selama 10 menit.
- Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
- Dokumentasikan semua data selama proses persalinan dalam partograph dan dokumen lainnya.

PERAWATAN KOLOSTOMI

Tujuan Umum:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta dapat melakukan perawatan kolostomi dengan benar.
Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan tujuan pembuatan kolostomi.
2. Menyebutkan tipe-tipe kolostomi dan menentukan lokasi tiap tipe kolostomi dan konsistensi keluaran.
3. Menjelaskan tujuan manajemen keperawatan kolostomi.
4. Mengimplementasikan tehnik keperawatan kolostomi:
- Observasi stoma dan peristoma.
- Perawatan kulit peristoma.
- Seleksi kantong stoma.
- Cara mengosongkan kantong stoma.

Pendahuluan
A. Kolostomi adalah pembuatan lubang dari kolon ke permukaan abdomen. Feses keluar melalui stoma dengan aksi peristaltik. Berhubung karena stoma tidak mempunyai spincter, maka flatus dan feses keluar tidak terkontrol. Stoma yang normal adalah segar, lembab, merah mengkilap, sama dengan mukosa bibir. Lokasi stoma bisa dimana saja ditentukan oleh lesi kolon seperti : sekum, tranverse, dan sigmoid.
Ada beberapa tipe kolostomi:
1. Permanent Kolostomi (Singgle Bariel), yaitu jika sebagian dari kolon diangkat karena tumor, obstruksi atau karena proses suatu penyakit seperti chron disease atau paraplegi.
2. Temporari Kolostomi (Double Bariel), adalah mengalihkan pengeluaran feses sementara untuk penyembuhan setelah infeksi atau reseksi sebagian kolon, kemudian disambung lagi dengan reanastomose dan pasien dapat buang air besar normal kembali. Lokasi stoma untuk sigmoid umumnya dipertengahan antara lipatan paha dan garis pinggang serta pertengahan garis tengah abdomen sebelah kiri. Lokasi yang sama tapi sebelah kanan umumnya adalah lokasi untuk stoma kolon assenden. Keluaran dari stoma sigmoid maupun stoma assenden dari semi solid sampai solid.

B. Ileostomi adalah pembuatan lubang dari ileum ke permukaan abdomen. Prosedur ini dilakukan apabila seluruh kolon harus diangkat atau bypass karena suatu penyakit seperti kanker, ulserative colitis, atau chron disease. Keluarannya biasanya cairan yang kaya akan enzim pencernaan. Lokasi stoma umumnya bagian kanan, dibawah pinggang.

C. Continent Ileostomi adalah alternatif untuk membuat intussusception yaitu berupa kantong ileum dibawah dinding abdomen dan dibuat klep untuk mencegah drainage effluent dengan cara memasukkan kateter ke dalam stoma untuk mengeluarkan effluent secara teratur. Prosedur ini disebut “Koch Pouch”

Pengkajian:
1. Tentukan tipe kolostomi pasien.
2. Kaji alasan dilakukan kolostomi.
3. Tanyakan apakah pasien mengerti cara perawatan stoma.
4. Observasi respon pasien baik verbal maupun non verbal saat diskusi tentang stoma.
5. Kaji warna, size, kelembaban, dan intact jahitan luka stoma.
6. Inspeksi peristoma apakah ada kemerahan, area yang teriritasi, dan abnormal lainnya.

Diagnosa Keperawatan:
1. Perilaku mencari tenaga kesehatan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang merawat stoma.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sering terekspos dengan keluaran dari stoma.
3. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
4. Konstipasi atau diare berhubungan dengan perubahan pola eliminasi.

Perencanaan:
1. Peristoma intact tidak ada kemerahan, iritasi, dan erosi.
2. Tidak ada kebocoran di sekitar stoma.
3. Kantong stoma hanya terisi separuh kantong setiap saat.
4. Kantong stoma terhindar dari bau.
5. Perawat/care giver/pasien dapat mendemonstrasikan cara perawatan kolostomi.

Persiapan Alat:
1. Cairan skin barrier.
2. Pasta barrier.
3. Kantong kolostomi, clear drainable colostomy/ileostomy dengan ukuran yang tepat untuk two-piece dengan klem system atau one piece yang ada skin barrier.
4. Bensin wash.
5. Sarung tangan bersih.
6. Ostomy deodorant (pewangi ruangan).
7. Kapas lembab.
8. Pengalas (under pad).
9. Baskom dengan air hangat.
10. Gunting kolostomi.
11. Plester atau ostomy belt.
12. Kolostomi guide.
13. Powder kolostomi (bagi klien yang iritasi kulit).
14. Kantong sampah.
15. Near beken.
16. Kom.
17. Spidol.

Cara Kerja:
1. Atur posisi pasien supine atau berdiri.
2. Cuci tangan dan pakai sarung tangan bersih.
3. Pasang pengalas (under pad).
4. Angkat kantong kolostomi lama dengan menekan kulit sekitar kolostomi, gunakan bensin wash untuk mempermudah dan letakkan ke kantong sampah.
5. Bersihkan peristoma secara hati-hati dengan menggunakan kapas lembab lalu dikeringkan dengan tissue.
6. Gunting lubang kantong kolostomi baru dengan menggunakan kolostomi guide (1/16-1/8 inc lebih besar dari lubang kolostomi) sebelum membuka plastik penutup perekat kantong/face plate.
7. Pasang skin barrier dan kantong, apabila kulit ada yang tidak rata beri pasta kolostomi dan tunggu sampai kering 1-2 menit sebelum dipasang kantong kolostomi.
8. Tekan pinggir kantong kolostomi dengan telunjuk secara pelan.
9. Jika kantong kolostomi telah terpasang dengan baik letakkan tangan perawat diatas kolostomi selama 2 menit untuk meyakinkan bahwa kantong terpasang dengan benar.
10. Pasang belt kolostomi atau plester non allergic.
11. Rapikan alat-alat dan semprot ruangan dengan deodorant kolostomi (pewangi ruangan).
12. Buka sarung tangan dan cuci tangan.
13. Kantong kolostomi dapat dipertahankan 3-7 hari serta dapat dipakai saat mandi dan setelah mandi dan keringkan dengan baik.
14. Dokumentasikan.

Evaluasi:
1. Tidak ada kemerahan, iritasi, erosi, dan gangguan kulit sekitar peristoma.
2. Sekitar stoma bebas dari kebocoran.
3. Kantong stoma hanya berisi setengah oleh feses dan bebas dari flatus (tidak kembung).
4. Bebas bau dari kantong stoma.
5. Pasien dapat merawat stoma secara mandiri.

Dokumentasi:
1. Penampilan dari stoma, kulit peristoma, karakter keluaran dari stoma.
2. Dokumentasikan respon pasien terhadap stoma.
3. Laporkan proses pembelajaran dalam merawat stoma secara mandiri.

TINDAKAN DEBRIDEMENT PERAWATAN LUKA BAKAR

Pengertian:
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh penyebab lain dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.

Tujuan:
1. Untuk menentukan kedalaman luka bakar.
2. Untuk memberikan suportif atau resusitatif awal pada pasien dengan luka bakar.

Indikasi:
Luka bakar akibat listrik, bahan kimia, sengatan atau panas.

Persiapan Alat:
1. Sarung tangan bersih.
2. Sarung tangan steril.
3. Set steril.
- Kain kasa ukuran 4x4.
- Instrumen bak/bengkok.
- Duk steril.
- Kom kecil.
- Gunting.
- Pinset dan arteri klem.
4. Cairan NaCl 0,9%.
5. Spuit steril.
6. Gown bersih/celemek.
7. Pinset bersih.
8. Pengalas atau under pad.
9. Plester.
10. Tempat sampah.
11. Selimut ekstra (bila perlu).

Cara Kerja:
1. Jelaskan kepada klien prosedur dan tujuan mengganti luka.
2. Kaji skala nyeri, berikan obat analgesik 30 menit sebelum melakukan prosedur.
3. Bawa alat ke dekat pasien dan anjurkan kepada klien agar tidak menyentuh alat selama melakukan prosedur.
4. Jaga privasi klien.
5. Atur posisi klien yang nyaman dan tutup klien dengan selimut ekstra.
6. Letakkan alat-alat dekat dengan pasien.
7. Pasang under pad di bawah area yang ada luka.
8. Buka selimut dan baju klien sehingga bagian yang luka kelihatan.
9. Tempatkan bengkok di bawah luka.
10. Cuci tangan selama 1 menit dan pakai sarung tangan bersih.
11. Angkat balutan yang lama bagian luar dengan pinset bersih dan tinggalkan verban bagian dalam.
12. Nilai luka seperti jaringan granulasi, dehiscence, inflamasi serta karakter luka seperti: warna dan bau.
13. Nilai kulit sekitar luka: ekskoreasi, rednes, dan inflamasi.
14. Buka sarung tangan dan cuci tangan selama 3 menit.
15. Siapkan area steril.
16. Buka set balutan dan tuangkan cairan steril ke dalam kom kecil.
17. Buka bungkus spuit 20-50 cc, letakkan di area steril tanpa menyentuh area tersebut.
18. Pakai sarung tangan steril.
19. Peras kain kasa dan tempatkan pada bak instrument.
20. Isi cairan spuit.
21. Pasang duk steril di sekitar luka dan angkat balutan luka bagian dalam dengan pinset steril secara hati-hati lalu buang ke bengkok. Apabila balutan sukar diangkat, katakan kepada klien bahwa kondisi ini akan membuat anda tidak nyaman atau nyeri, jangan dituangkan cairan karena akan merusak jaringan pada saat verban diangkat.
22. Dekatkan spuit yang berisi cairan ke luka dan semprotkan secara hati-hati mulai dari permukaan luka sampai ke bagian yang dalam. Lakukan sampai cairan habis atau cairan yang keluar dari luka menjadi bening. Inspeksi luka, bila ada jaringan nekrose lakukan nekrotomi dengan mengangkat jaringan nekrotik, lalu bersihkan dengan kain kasa yang telah dilembabkan. Bersihkan luka dengan kain kasa 2x2 yang lembab mulai dari daerah tengah ke pinggir luar. Apabila lukanya dalam, ganti ujung spuit dengan kateter yang lembut dan masukkan ke dalam luka, lalu lakukan irigasi sampai air keluar dari luka menjadi bening.
23. Keringkan luka dengan kain kasa steril.
24. Setelah bersih, kompres dengan kain kasa lembab dan tutup dengan kasa kering.
25. Buka sarung tangan.
26. Rekatkan dengan plester, kembalikan posisi yang nyaman.
27. Rapikan alat-alat dan kembalikan ke tempatnya.
28. Cuci tangan.

IRIGASI TELINGA

Pengertian:
Irigasi telinga adalah suatu usaha untuk memasukkan cairan dalam telinga.
Tujuan: Untuk membersihkan atau mengeluarkan benda asing dari dalam telinga.

Indikasi:
1. Sumbatan serumen.
2. Adanya benda asing dalam telinga.

Kontra Indikasi:
1. Gangguan pada membran tympani.

Kemungkinan Komplikasi:
Ruptur (pecah) pada membran tympani.

Peralatan:
1. Alat irigasi telinga dengan penghisap (peralatan dapat bervariasi dari sprit balon sampai water pik) bila tersisa.
2. Sediakan forset telinga.
3. Air (sama dengan suhu tubuh)
4. Basin (bengkok) untuk menampung cairan.
5. Handuk/laken untuk menutupi pakaian pasien.

Prosedur Kerja:
1. Kumpulkan semua peralatan.
2. Identifikasi pasien.
3. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien.
4. Cuci tangan.
5. Tutupi pasien dengan handuk/laken.
6. Berikan pasien posisi duduk.
7. Tarik aurikel (daun telinga) ke atas dan ke belakang.
8. Arahkan aliran cairan dari bagian atas liang telinga menggunakan spuit balon/water pik.
9. Keringkan bagian luar telinga setelah irigasi telinga dilakukan.

Tindak Lanjut:
1. Kaji keberhasilan irigasi telinga.
2. Kaji rasa nyaman pasien.
3. Bersihkan peralatan.

Dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu prosedur.
2. Tipe dan jumlah cairan.
3. Toleransi pasien terhadap prosedur.
4. Karakter cairan yang keluar.
5. Intruksi-intruksi yang diperlukan oleh pasien atau keluarga.

Pemberian Obat Tetes Telinga:
Petunjuk cara menggunakan beter telinga yaitu:
1. Hangatkan larutan sepanas suhu badan (tidak lebih 38 °C) dapat timbul vertigo (pusing) bila cairan kepanasan atau kedinginan (obat tetesnya boleh genggam di dalam tangan beberapa saat atau rendam dalam cairan hangat).
2. Usahakan agar telinga pasien ke atas.
3. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang (pada orang dewasa).
4. Teteskan obat pada dinding saluran.
Tujuan: Supaya cairan mudah mengalir melalui dinding telinga kalau ditetes ke tengah dapat menghalang gelembung udara.
5. Pertahankan kepala pasien pada posisi tadi selama 2-3 menit.
6. Keringkan telinga luar dari obat untuk mencegah iritasi.
7. Tutup telinga dengan kapas bila perlu.