Rabu, 18 Mei 2011

KONSEP KELUARGA

1. Definisi Keluarga

Definisi keluarga dikemukakan oleh beberapa ahli :

a. Reisner (1980)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang masing-masing mempunyai hubungan kekerabatan yang terdiri dari bapak, ibu, adik, kakak, kakek dan nenek.

b. Logan’s (1979)

Keluarga adalah sebuah sistem sosial dan sebuah kumpulan beberapa komponen yang saling berinteraksi satu sama lain.

c. Gillis (1983)

Keluarga adalah sebagaimana sebuah kesatuan yang kompleks dengan atribut yang dimiliki tetapi terdiri dari beberapa komponen yang masing-masing mempunyai arti sebagaimana unit individu.

d. Duvall

Keluarga merupakan sekumpulan orang yang dihubungkan oleh ikatan perkawinan, adopsi, kelahiran yang bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan budaya yang umum, meningkatkan perkembangan fisik, mental, emosional dan sosial dari tiap anggota.

e. Bailon dan Maglaya

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan, atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berinteraksi satu sama lainnya dalam perannya dan menciptakan dan mempertahankan suatu budaya.

f. Johnson’s (1992)

Keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang mempunyai hubungan darah yang sama atau tidak, yang terlibat dalam kehidupan yang terus menerus, yang tinggal dalam satu atap, yang mempunyai ikatan emosional dan mempunyai kewajiban antara satu orang dengan orang yang lainnya.

g. Lancester dan Stanhope (1992)

Dua atau lebih individu yang berasal dari kelompok keluarga yang sama atau yang berbeda dan saling menikutsertakan dalam kehidupan yang terus menerus, biasanya bertempat tinggal dalam satu rumah, mempunyai ikatan emosional dan adanya pembagian tugas antara satu dengan yang lainnya.

h. Jonasik and Green (1992)

Keluarga adalah sebuah sistem yang saling tergantung, yang mempunyai dua sifat (keanggotaan dalam keluarga dan berinteraksi dengan anggota yang lainnya).

i. Bentler et. Al (1989)

Keluarga adalah sebuah kelompok sosial yang unik yang mempunyai kebersamaan seperti pertalian darah/ikatan keluarga, emosional, memberikan perhatian/asuhan, tujuan orientasi kepentingan dan memberikan asuhan untuk berkembang.

j. National Center for Statistic (1990)

Keluarga adalah sebuah kelompok yang terdiri dari dua orang atau lebih yang berhubungan dengan kelahiran, perkawinan, atau adopsi dan tinggal bersama dalam satu rumah.

k. Spradley dan Allender (1996)

Satu atau lebih individu yang tinggal bersama, sehingga mempunyai ikatan emosional, dan mengembangkan dalam interelasi sosial, peran dan tugas.

l. BKKBN (1992)

Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat yang terdiri dari suami istri, atau suami istri dan anaknya, atau ayah dengan anaknya, atau ibu dengan anaknya.

Istilah-istilah dalam keluarga:

· Keluarga Sejahtera

Keluarga yang dibentuk berdasarkan atas perkawinan yang sah, mampu memenuhi kebutuhan hidup spiritual dan material yang layak, bertakwa kepada TYME, memiliki hubungan serasi, selaras, dan seimbang antar anggota dan antar keluarga dengan masyarakat dan lingkungan.

· Keluarga Berencana

Upaya peningkatan kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan keluarga untuk mewujudkan keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.

· Kualitas keluarga

Kondisi keluarga yang mencakup aspek pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial budaya, kemandirian keluarga, dan mental spiritual serta nilai-nilai agama yang merupakan dasar untuk mencapai keluarga sejahtera.

· Kemandirian keluarga

Sikap mental dalam hal berupaya meningkatkan kepedulian masyarakat dalam pembangunan, mendewasakan usia perkawinanan, membina dan meningkatkan ketahanan keluarga, mengatur kelahiran dan mengembangkan kualitas dan keejahteraan keluarga, berdasarkan kesadaran dan tanggungjawab.

· Ketahanan Keluarga

Kondisi dinamik sebuah keluarga yang memiliki keuletan dan ketangguhan serta mengandung kemampuan fisik-material dan psikis-mental spiritual guna hidup mandiri dan mengembangkan diri dan keluarganya untuk hidup harmonis dalam meningkatkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

· NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia dan Sejahtera)

Suatu nilai yang sesuai dengan nilai-nilai agama dan sosial budaya yang membudaya dalam diri pribadi, keluarga, dan masyarakat, yang berorientasi kepada kehidupan sejahtera dengan jumlah anak ideal untuk mewujudkan kesejahteraan lahir dan kebahagiaan batin.

Menurut Kantor Menteri Negara Kependudukan/BKKBN (1996), tahapan keluarga sejahtera terdiri dari:

· Prasejahtera

Keluarga yang belum dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal atau belum seluruhnya terpenuhi seperti:spiritual, pangan, sandang, papan, kesehatan dan KB

· Sejahtera I

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara minimal, tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan sosial psikologisnya seperti kebutuhan akan pendidikan, KB, interaksi dalam keluarga, interaksi lingkungan tempat tinggal, dan transportasi.

· Sejahtera II

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasarnya dan kebutuhan sosial psikologisnya tetapi belum dapat memenuhi kebutuhan pengembangan, seperti kebutuhan untuk menabung dan memperoleh informasi

· Sejahtera III

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, tetapi belum dapat memberikan sumbangan yang teratur bagi masyarakat atau kepedulian sosialnya belum terpenuhi seperti sumbangan materi, dan berperan aktif dalam kegiatan masyarakat

· Sejahtera III plus

Keluarga yang telah dapat memenuhi kebutuhan dasar, sosial psikologis dan pengembangan, dan telah dapat memberikan sumbangan yang teratur dan berperan aktif dalam kegiatan kemasyarakatan atau memiliki kepedulian sosial yang tinggi.

Dari beberapa pengertian tentang keluarga, maka dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah:

· Terdiri dari dua orang atau lebih yang diikat oleh hubungan darah, perkawinan, adopsi

· Biasanya anggota keluarga tinggal bersama atau jika terpisah tetap memperhatikan satu sama lain

· Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran sendiri-sendiri

· Mempunyai tujuan (menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan perkembangan fisik, psikologis dan sosial anggota)

Ciri-ciri keluarga menurut Stanhope dan Lancaster (1995):

· Diikat dalam suatu tali perkawinan

· Ada hubungan darah

· Ada ikata batin

· Ada tanggung jawab masing-masing anggota

· Ada pengambilan keputusan

· Kerjasama diantara anggota keluarga

· Komunikasi interaksi antar anggota keluarga

· Tinggal dalam satu rumah

2. Tipe/Bentuk Keluarga

Keluarga merupakan salah satu bagian dari bidang garap dunia keperawatan, oleh karena itu supaya perawat bisa memberikan asuhan keperawatan dengan tepat, perawat harus memahami tipe keluarga yang ada..

A. Tradisional

· The Nuclear family (keluarga inti)

Keluarga yang terdiri dari suami, istri dan anak

· The dyad family

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri (tanpa anak) yang hidup bersama dalam satu rumah.

· Keluarga usila

Keluarga yang terdiri dari suami dan istri yang sudah tua dengan anak yang sudah memisahkan diri.

· The childless family

Keluarga tanpa anak karena terlambat menikah dan untuk mendapatkan anak terlambat waktunya yang disebabkan karena mengejar karier/pendidikan yang terjadi pada wanita.

· The extended family

Keluarga yang terdiri dari dari tiga generasi yang hidup bersama dalam satu rumah, seperti nuclear family disertai: paman, tante, orang tua (kakek-nenek), keponakan

· The single parent family

Keluarga yang terdiri dari satu orang tua (ayah atau ibu) dengan anak, hal ini terjadi biasanya melalui proses perceraian, kematian dan ditinggalkan (menyalahi hokum pernikahan)

· Commuter family

Kedua orang tua bekerja di kota yang berbeda, tetapi salah satu kota tersebut sebagai tempat tinggal dan orang tua yang bekerja di luar kota bisa berkumpul pada anggota keluarga pad saat ”weekend”

· Multigenerational family

Keluarga dengan beberapa generasi atau kelompok umur yang tinggal bersama dalam satu rumah.

· Kin-network family

Beberapa keluarga inti yang tinggal dalam satu rumah atau saling berdekatan dan saling menggunakan barang-barang dan pelayanan yang sama (contoh: dapur, kamar mandi, televisi, telepon,dll)

· Blended family

Duda atau janda (karena perceraian) yang menikah kembali dan membesarkan anak dari perkawinan sebelumnya.

· The single adult living alone/single adult family

Keluarga yang terdiri dari orang dewasa yang hidup sendiri karena pilihannya atau perpisahan (perceraian atau ditinggal mati)

B. Non-Tradisional

· The unmarried teenage mother

Keluarga yang terdiri dari orang tua (terutama ibu) dengan anak dari hubungan tanpa nikah

· The stepparent family

Keluarga dengan orang tua tiri

· Commune family

Beberapa pasangan keluarga (dengan anaknya) yang tidak ada hubungan saudara yang hidup bersama dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman yang sama, sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok/membesarkan anak bersama.

· The nonmarital heterosexsual cohabiting family

Keluarga yan ghidup bersamaberganti-ganti pasangan tanpa melalui pernikahan

· Gay and lesbian families

Seseorang yang mempunyai persamaan sex hidup bersama sebagaimana ”marital pathners”

· Cohabitating couple

Orang dewasa yang hidup bersama diluar ikatan pernikahan karena beberapa alasan tertentu

· Group-marriage family

Beberapa orang dewasa yang menggunakan alat-alat rumah tangga bersama, yang saling merasa telah saling menikah satu dengan yang lainnya, berbagi sesuatu termasuk sexsual dan membesarkan anak.

· Group network family

Keluarga inti yang dibatasi oleh set aturan/nilai-nilai, hidup berdekatan satu sama lain dan saling menggunakan barang-barang rumah tangga bersama, pelayanan, dan bertanggung jawab membesarkan anaknya

· Foster family

Keluarga menerima anak yang tidak ada hubungan keluarga/saudara di dalam waktu sementara, pada saat orang tua anak tersebut perlu mendapatkan bantuan untuk menyatukan kembali keluarga yang aslinya.

· Homeless family

Keluarga yang terbentuk dan tidak mempunyai perlindungan yang permanen karena krisis personal yang dihubungkan dengan keadaan ekonomi dan atau problem kesehatan mental.

· Gang

Sebuah bentuk keluarga yang destruktif dari orang-orang muda yang mencari ikatan emosional dan keluarga yang mempunyai perhatian tetapi berkembang dalam kekerasan dan kriminal dalam kehidupannya.

3. Struktur dan Fungsi Keluarga

A. Struktur Keluarga

Struktur dan fungsi merupakan hal yang berhubungan erat dan terus menerus berinteraksi satu sama lain. Struktur didasarkan pada organisasi, yaitu perilaku anggota keluarga dan pola hubungan dalam keluarga. Hubungan yang ada dapat bersifat kompleks, misalnya seorang wanita bisa sebagai istri, sebagai ibu, sebagai menantu, dll yang semua itu mempunyai kebutuhan, peran dan harapan yang berbeda. Pola hubungan itu akan membentuk kekuatan dan struktur peran dalam keluarga. Struktur keluarga dapat diperluas dan dipersempit tergantung dari kemampuan dari keluarga tersebut untuk merespon stressor yang ada dalam keluarga. Struktur keluarga yang sangat kaku atau sangat fleksibel dapat mengganggu atau merusak fungsi keluarga.

Fungsi keluarga yang berhubungan dengan struktur:

a. Struktur egalisasi : masing-masing keluarga mempunyai hak yang sama dalam menyampaikan pendapat (demokrasi)

b. Struktur yang hangat, menerima dan toleransi

c. Struktur yang terbuka, dan anggota yang terbuka : mendorong kejujuran dan kebenaran (honesty and authenticity)

d. Struktur yang kaku : suka melawan dan tergantung pada peraturan

e. Struktur yang bebas : tidak adanya aturan yang memaksakan (permisivenes)

f. Struktur yang kasar : abuse (menyiksa, kejam dan kasar)

g. Suasana emosi yang dingin (isolasi, sukar berteman)

h. Disorganisasi keluarga (disfungsi individu, stress emosional)

Menurut Friedman (1988) struktur keluarga terdiri atas:

a.Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga ada yang berfungsi dan ada yang tidak, hal ini bisa disebabkan oleh beberapa faktor yang ada dalam komponen komunikasi seperti : sender, chanel-media, massage, environtment dan reciever.

Komunikasi dalam keluarga yang berfungsi adalah:

1). Karakteristik pengirim yang berfungsi

· Yakin ketika menyampaikan pendapat

· Jelas dan berkualitas

· Meminta feedback

· Menerima feedback

2). Pengirim yang tidak berfungsi

· Lebih menonjolkan asumsi (perkiraan tanpa menggunakan dasar/data yang obyektif)

· Ekspresi yang tidak jelas (contoh: marah yang tidak diikuti ekspresi wajahnya)

· Jugmental exspressions, yaitu ucapan yang memutuskan/menyatakan sesuatu yang tidak didasari pertimbangan yang matang. Contoh ucapan salah benar, baik/buruk, normal/tidak normal, misal: ”kamu ini bandel…”, ”kamu harus…”

· Tidak mampu mengemukakan kebutuhan

· Komunikasi yang tidak sesuai

3). Karakteristik penerima yang berfungsi

· Mendengar

· Feedback (klarifikasi, menghubungkan dengan pengalaman)

· Memvalidasi

4). Penerima yang tidak berfungsi

· Tidak bisa mendengar dengan jelas/gagal mendengar

· Diskualifikasi, contoh : ”iya dech…..tapi….”

· Offensive (menyerang bersifat negatif)

· Kurang mengeksplorasi (miskomunikasi)

· Kurang memvalidasi

5). Pola komunikasi di dalam keluarga yang berfungsi

· Menggunakan emosional : marah, tersinggung, sedih, gembira

· Komunikasi terbuka dan jujur

· Hirarki kekuatan dan peraturan keluarga

· Konflik keluarga dan penyelesaiannya

6). Pola komunikasi di dalam keluarga yang tidak berfungsi

· Fokus pembicaraan hanya pada sesorang (tertentu)

· Semua menyetujui (total agreement) tanpa adanya diskusi

· Kurang empati

· Selalu mengulang isu dan pendapat sendiri

· Tidak mampu memfokuskan pada satu isu

· Komunikasi tertutup

· Bersifat negatif

· Mengembangkan gosip

b. Struktur peran

Peran adalah serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial yang diberikan. Yang dimaksud dengan posisi atau status adalah posisi individu dalam masyarakat, misalnya status sebagai istri/suami atau anak.

Harapan masyarakat

Model peran Penerima peran





Kepribadian

Kemampuan

Temperamen

Sikap

Kebutuhan

Perilaku peran



Perilaku peran

Peranan ayah : pencari nafkah, pelindung dan pemberi rasa aman, kepala keluarga, sebaagai anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

Peranan ibu : mengurus rumah tangga, pengasuh dan pendidik anak-naknya, pelindung dan sebagai salah satu anggota kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya, serta bisa berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga.

Peranan anak : melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya, baik fisik, mental, sosial dan spiritual

c. Struktur kekuatan

Kekuatan merupakan kemampuan (potensial atau aktual) dari individu untuk mengendalikan atau mempengaruhi untuk merubah perilaku orang lain ke arah positif.

Tipe struktur kekuatan:

· Legitimate power/authority (hak untuk mengontrol, seperti orang tua terhadap anak)

· Referent power (seseorang yang ditiru)

· Resource or expert power (pendapat ahli)

· Reward power (pengaruh kekuatan karena adanya harapan yang akan diterima)

· Coercive power (pengaruh yang dipaksakan sesuai keinginannya)

· Informational power (pengaruh yang dilalui melalui proses persuasi)

· Affective power (pengaruh yang diberikan melalui manipulasi dengan cinta kasih misalnya hubungan seksual)

Hasil dari kekuatan tersebut yang akan mendasari suatu proses dalam pengambilan keputusan dalam keluarga seperti::

· Konsensus

· Tawar menawar atau akomodasi

· Kompromi atau de facto

· Paksaan

d. Nilai-nilai keluarga

Nilai merupakan suatu sistem, sikap dan kepercayaan yang secara sadar atau tidak, mempersatukan anggota keluarga dalam satu budaya. Nilai keluarga juga merupakan suatu pedoman perilaku dan pedoman bagi perkembangan norma dan peraturan. Norma adalah pola perilaku yang baik, menurut masyarakat berdasarkan sistem nilai dalam keluarga. Budaya adalah kumpulan dari pola perilaku yang dapat dipelajari, dibagi dan ditularkan dengan tujuan untuk menyelesaikan masalah.

B. Fungsi Keluarga

Friedman (1992) menggambarkan fungsi sebagai apa yang dilakukan keluarga. Fungsi keluarga berfokus pada proses yang digunakan oleh keluarga untuk mencapai tujuan keluarga tersebut. Proses ini termasuk komunikasi diantara anggota keluarga, penetapan tujuan, resolusi konflik, pemberian makanan, dan penggunaan sumber dari internal maupun eksternal

Tujuan reproduksi, seksual, ekonomi dan pendidikan dalam keluarga memerlukan dukungan secara psikologi antar anggota keluarga, apabila dukungan tersebut tidak didapatkan maka akan menimbulkan konsekuensi emosional seperti marah, depresi dan perilaku yang menyimpang

Tujuan yang ada dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung. Komunikasi tersebut akan mempermudah menyelesaikan konflik dan pemecahan masalah.

Fungsi keluarga menurut Friedman (1992) adalah:

· Fungsi afektif dan koping

Keluarga memberikan kenyamanan emosional anggota, membantu anggota dalam membentuk identitas dan mempertahankan saat terjadi stress.

· Fungsi sosialisasi

Keluarga sebagai guru, menanamkan kepercayaan, nilai, sikap, dan mekanisme koping, memberikan feedback, dan memberikan petunjuk dalam pemecahan masalah.

· Fungsi reproduksi

Keluarga melahirkan anak, menumbuh-kembangkan anak dan meneruskan keturunan.

· Fungsi ekonomi

Keluarga memberikan finansial untuk anggota keluarganya dan kepentingan di masyarakat

· Fungsi fisik

Keluarga memberikan keamanan, kenyamanan lingkungan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan istirahat termasuk untuk penyembuhan dari sakit.

Fungsi keluarga menurut Allender (1998):

· Affection

1). Menciptakan suasana persaudaraan/menjaga perasaan

2). Mengembangkan kehidupan seksual dan kebutuhan seksual

3). Menambah anggota baru

· Security and acceptance

1). Mempertahankan kebutuhan fisik

2). Menerima individu sebagai anggota

· Identity and satisfaction

1). Mempertahankan motivasi

2). Mengembangkan peran dan self image

3). Mengidentifikasi tingkat sosial dan kepuasan aktivitas

· Affiliation and companionship

1). Mengembangkan pola komunikasi

2). Mempertahankan hubungan yang harmonis

· Socialization

1). Mengenal kultur (nilai dan perilaku)

2). Aturan/pedoman hubungan internal dan eksternal

3). Melepas anggota

· Controls

1). Mempertahankan kontrol sosial

2). Adanya pembagian kerja

3). Penempatan dan menggunakan sumber daya yang ada

Fungsi keluarga menurut BKKBN (1992):

· Fungsi keagamaan : memperkenalkan dan mengajak anak dan anggota keluarga yang lain dalam kehidupan beragama, dan tugas kepala keluarga untuk menanamkan bahwa ada kekuatan lain yang mengatur kehidupan ini dan ada kehidupan lain setelah di dunia ini.

· Fungsi sosial budaya : membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak, meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

· Fungsi cinta kasih : memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian diantara anggota keluarga

· Fungsi melindungi : melindungi anak dari tindakan-tindakan yang tidak baik, sehingga anggota keluarga merasa terlindung dan merasa aman

· Fungsi reproduksi : meneruskan keturunan, memelihara dan membesarkan anak, memelihara dan merawat anggota keluarga

· Fungsi sosialisasi dan pendidikan : mendidik anak sesuai dengan tingkat perkembangannya, menyekolahkan anak, bagaimana keluarga mempersiapkan anak menjadi anggota masyarakat yang baik

· Fungsi ekonomi : mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan keluarga, menabung untuk memenuhi kebutuhan keluarga di masa datang

· Fungsi pembinaan lingkungan

Fungsi keluarga dengan usila:

Fungsi keluarga harus dimodifikasi untuk mengetahui kebutuhan yang spesifik pada usila dan memfokuskan pada:

· Memperhatikan kebutuhan fisik secara penuh

· Memberikan kenyamanan dan support

· Mempertahankan hubungan dengan keluarga dan masyarakat

· Menanamkan perasaan pengertian hidup

· Manajemen krisis

4. Sistem Keluarga

Keluarga dipandang sebagai system sosial terbuka yang ada dan berinteraksi dengan sistem yang lebih besar (suprasistem) dari masyarakat (misal: plitik, agama, sekolah dan pemberian pelayanan kesehatan). System keluarga terdiri dari bagian yang saling berhubungan (anggota keluarga) yang membentuk berbagai macam pola interaksi (subsistem). Seperti pada seluruh sistem, sistem keluarga mempunyai dua tujuan baik impisit maupun eksplisit, yang berbeda berdasarkan tahapan dalam siklus hidup keluarga, nilai keluarga dan kepedulian individual anggota keluarga.

Karakteristik dari sistem keluarga (sistem terbuka):

a. Komponen: dalam suatu keluarga masing-masing anggota mempunyai sifat interdependensi, interaktif dan mutual.

b. Batasan : dalam suatu keluarga pasti adanya batasan (filter) yang digunakan untuk menyeleksi informasi yang masuk dan keluar. Batasan masing-masing keluarga akan berbeda tergantung dari beberapa faktor seperti : sosial, budaya, ekonomi,dll.

c. Keberadaan : keluarga merupakan bagian dari sistem yang lebih luas yaitu masyarakat

d. Terbuka (batas yang permeable) dimana di dalam keluarga terjadi pertukaran antar sistem

e. Mempunyai : masing-masing keluarga mempunyai organisasi/struktur yang akan berpengaruh di dalam fungsi yang ada dari anggotanya.

M

K

I



keterangan :

I : individu

K: keluarga

M: masyarakat

5. Tumbuh Kembang Keluarga

Keluarga sebagaimana individu berubah dan berkembang setiap saat. Masing-masing tahap perkembangan mempunyai tantangan, kebutuhan, sumber daya tersendiri, dan meliputi tugas yang harus dipenuhi sebelum keluarga mencapai tahap yang selanjutnya.

Menurut Duval tahap perkembangan keluarga adalah sebagai berikut:

· Tahap pembentukan keluarga

Dimulai dari pernikahan yang dilanjutkan dengan membentuk rumah tangga

· Tahap menjelang kelahiran anak

Tugas utama untuk mendapat kan keturunan sebagai generasi penerus, melahirkan anak merupakan kebanggaan bagi keluarga yang merupakan saat-saat yang sangat dinantikan

· Tahap menghadapi bayi

Keluarga mengasuh, mendidik dan memberikan kasih sayang kepada anak, karena pada tahap ini kehidupan bayi sangat tergantung pada kedua orangtuanya.

· Tahap menghadapi anak prasekolah

Pada tahap ini anak mulai mengenal kehidupan sosialnya, sudah mulai bergaul dengan teman sebayanya, tetapi sangat rawan dengan masalah kesehatan. Anak sensitif terhadap pengaruh lingkungan dan tugas keluarga adalah mulai menanamkan norma-norma kehidupan, norma-norma agama, norma-norma sosial budaya.

· Tahap menghadapi anak sekolah

Tugas keluarga adalah bagaimana mendidik anak, mengajari anak untuk mempersiapkan masa depannya, membiasakan anak belajar secara teratur, mengontrol tugas-tugas sekolah anak, dan meningkatkan pengetahuan umum anak.

· Tahap menghadapi anak remaja

Tahap ini paling rawan, karena pada tahap ini anak akan mencari identitas diri dalam membentuk kepribadiannya, oleh karena itu suri tauladan dari kedua orangtua sangat diperlukan. Komunikasi dan saling pengertian antara kedua orang tua dengan anak perlu dipelihara dan dikembangkan.

· Tahap melepas anak ke masyarakat

Melepas anak ke masyarakat dalam memulai kehidupannya yang sesungguhnya, dalam tahap ini anak akan memulai kehidupan berumah tangga

· Tahap berdua kembali

Setelah anak besar dan menempuh kehidupan keluarga sendiri-sendiri, tinggallah suami istri berdua saja. Dalam tahap ini keluarga akan merasa sepi, dan bila tidak dapat menerima kenyataan akan dapat menimbulkan depresi dan stress.

· Tahap masa tua

Tahap ini masuk ke tahap lansia, dan kedua orang tua mempersiapkan diri untuk meninggalkan dunia fana ini.

Mc Goldrick dan Carter (1985) mengembangkan model tahap kehidupan keluarga yang didasari oleh ekspansi, kontraksi, dan penyusunan kembali (realigment) dari hubungan keluarga yang memberikan support terhadap masuk, keluar dan perkembangan anggota keluarga. Model ini diberikan dengan menggunakan aspek emosional, transisi, perubahan dan tugas yang diperlukan untuk perkembangan keluarga.

Tahap lingkaran kehidupan keluarga

Tahap lingkaran kehidupan keluarga


Proses emosional transisi


Perubahan status keluarga yang dibutuhkan untuk perkembangan

Keluarga dengan anak dewasa yang belum menikah


Menerima pemisahan dengan orang tua


· Mengembangkan hubungan saudara yang intim

· Pemisahan dengan keluarga

· Mampu bekerja sendiri

Keluarga yang baru menikah


Komitmen dengan sistem baru


· Membentuk sistem keluarga

· Menyusun kembali hubungan dengan ekstended family dan teman-teman

Keluarga dengan anak muda/anak yang masih kecil


Menerima generasi baru dari anggota yang ada dalam sistem


· Mengambil peran orangtua

· Menyusun kembali hubungan dengan ekstended family terhadap peran orangtua dan kakek nenek

· Menyediakan tempat untuk anaknya

Keluarga dengan anak remaja


Meningkatkan fleksibilitas keluarga dari ketergantunga anak


· Perubahan hubungan orang tua-anak dari masuk remaja ke arah dewasa

· Memfokuskan kembali pada masa mencari teman dekat dan karir

· Memulai perubahan perhatian untuk generasi yang lebih tua

Keluar dan pindahnya anak-anak


Menerima sistem yang keluar dan masukj dalam jumlah yang banyak ke dalam kelurga


· Membicarakan kembali sistem perkawinan sebagai keluarga dyad

· Mengembangkan hubungan orang dewasa ke orang dewasa diantara anak-anak yang sudah besar dengan orang tua

· Menyesuaikan hubungan termasuk kepada menantu dan cucu

· Menerima ketidakmampuan dan kematian dari orang tua (kakek/nenek)

Keluarga lansia


Menerima perubahan dari peran generasi


· Mempertahankan diri sendiri dan atau pasangan dalam fungsi dan minat dalam menghadapi penurunan fisiologis, eksplorasi terhdap keluarga baru dan pilihan peran sosial

· Mendukung lebih banyak peran sentral untuk generasi pertengahan

· Membuat ruang sistem untuk hal-hal yang bijaksana dan pengalaman pada saat dewasa akhir, mendukung generasi yang lebih tua tanpa memberikan fungsi yang berlebihan kepada mereka

· Menerima kehilangan pasangan, sibling, dan teman sebaya dan mempersiapkan untuk kematian diri sendiri, menerima dengan pandangan dan keutuhan

Tahap perkembangan keluarga menurut Spradley:

a. Pasangan baru (keluarga baru)

· Membina hubungan dan kepuasan bersama

· Menetapkan tujuan bersama

· Mengembangkan keakraban

· Membina hubungan dengan kelaurga lain, teman, kelompok sosial

· Diskusi tentang anak yang diharapkan

b. Child bearing (menanti kelahiran)

· Persiapan untuk bayi

· Role masing-masing dan tanggung jawab

· Persiapan biaya

· Adaptasi dengan pola hubungan seksual

· Pengetahuan tentang kehamilan, persalinan dan menjadi orang tua

c. Keluarga dengan anak pra-remaja

· Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan keluarga

· Merencanakan kelahiran anak kemudian

· Pembagian tanggung jawab dengan anggota keluarga

d. Keluarga dengan anak sekolah

· Menyediakan aktivitas untuk anak

· Biaya yang diperlukan semakin meningkat

· Kerjasama dengan penyelenggara kerja

· Memperhatikan kepuasan anggota kelaurga dan pasangan

· Sistem komunikasi keluarga

e. Keluarga dengan anak remaja

· Menyediakan fasilitas dengan kebutuhan yang berbeda

· Menyertakan remaja untuk tanggung jawab dalam keluarga

· Mencegah adanya gap komunikasi

· Mempertahankan filosuf hidup dalam keluarga

f. Keluarga dengan anak dewasa (pelepasan)

· Penataan kembali fasilitas dan sumber-sumber

· Penataan kembali tanggung jawab antar anak

· Kembali suasana suami istri

· Mempertahankan komunikasi terbuka

· Meluasnya keluarga dengan pelepasan anak dan mendapatkan menantu

g. Keluarga dengan usia pertengahan

· Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan

· Tanggung jawab semua tugas rumah tangga

· Keakraban pasangan

· Mempertahankan kontak dengan anak

· Partisipasi aktivitas sosial

h. Keluarga dengan usia lanjut

· Persiapan dan menghadapi masa pensiun

· Kesadaran untuk saling merawat

· Persiapan suasana kesepian dan perpisahan

· Pertahankan kontak dengan anak cucu

· Menemukan arti hidup

· Mempertahankan kontak dengan masyarakat

6. Keperawatan Kesehatan Keluarga

Health care activities, health beliefs, and health values merupakan bagian yang dipelajari dari sebuah keluarga. Sehat dan sakit merupakan bagian dari kehidupan, perilaku individu menunjukkan sebagaimana anggota keluarga yang harus dipelajari. Friedman (1992) mengidentifikasi dengan jelas kepentingan pelayanan keperawatan yang terpusat pada keluarga (family-centered nursing care), yaitu:

· Keluarga terdiri dari anggota yang saling ketergantungan satu sama lainnya (interdependent) dan berpengaruh dengan yang lainnya. Jika salah satu sakit maka anggota keluarga yang lain juga merupakan bagian yang sakit.

· Adanya hubungan yang kuat diantara keluarga dengan status kesehatan anggotanya, maka anggota keluarga sangat penting peranannya dalam setiap pelayanan keperawatan

· Tingkat kesehatan anggota keluarga sangat signifikant dengan aktivitas di dalam promosi kesehatannya

· Keadaan sakit pada salah satu anggota keluarga dapat sebagai indikasi problem yang sama di dalam anggota yang lainnya

Pada spesialisasi sekarang ini, pelayanan kesehatan, terutama pelayanan pengobatan, pengawasan kesehatan keluarga dan koordinasi macam-macam pelayanan kesehatan oleh tim kesehatan makin menjadi kewajiban perawat. Sehubungan dengan adanya spesialisasi dan superspesialisasi dalam pengobatan, maka orientasi pelayanan kesehatan serta cara-cara penyampaian berubah dari orientasi rumah sakit ke masyarakat, dari orientasi penyakit ke kesehatan dan dari orientasi pengobatan ke pencegahan dan peningkatan kesehatan.

Perawatan kesehatan keluarga (Family Health Nursing) adalah tingkat perawatan kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga sebagai unit atau satu kesatuan yang dirawat, dengan sehat sebagai tujuannya dan melalui perawatan sebagai sarannya. Dalam perawatan kesehatan masyarakat, yang menerima pelayanan perawatan dibagi menjadi 3 tingkat, yaitu: tingkat individu, tingkat family atau keluarga dan tingkat community atau masyarakat.

Tingkat individu

Perawat memberi pelayanan perawatan kepada individu dengan kasus-kasus tertentu, pasien dengan TBC, pasien dengan DM, ibu hamil dan sebagainya yang mereka jumpai di poliklinik. Perawat melihat kasus ini sebagai individu dengan memperhatikan atau tanpa memberi perhatian kepada keluarga atau masyarakat dimana pasien ini adalah anggotanya. Individu yang menjadi sasaran perawatan dan yang menjadi pusat perhatian adalah masalah kesehatan individu itu serta pemecahan masalahnya. Keluarga pasien tidak mutlak diikutsertakan dalam pemecahan masalah.

Tingkat keluarga

Dalam tingkatan ini yang menjadi sasaran pelayanan adalah keluarga. Yang dimaksud keluarga di sini adalah dua atau lebih dari dua individu yang bergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain di dalam peranannya masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan. Dalam tingkatan ini, anggota keluarga yang mempunyai masalah kesehatan akan dirawat sebagai anggota keluarga. Yang menjadi pusat dari perawatan adalah keluarga. Maka perawat akan menghadapi pasien yaitu keluarga dengan ibu hamil, keluarga dengan ayah berpenyakit TBC, keluarga dengan anak retardasi mental, dll.

Tingkat masyarakat

Masyarakat adalah kumpulan dari keluarga-keluarga. Kata masyarakat mengandung arti geografis dan sosio-budaya. Yang menjadi obyek dan subyek perawatan adalah kelompok masyarakat pada daerah tertentu dengan permasalahan kesehatan, misalnya masyarakat dengan kejadian demam berdarah atau cholera

7. Beban kasus keluarga

Beban kasus keluarga (family case load) adalah jumlah macam kasus dalam keluarga yang dipelihara/dibina oleh seorang perawat dalam jangka waktu tertentu. Pada umumnya keluarga yang ditangani oleh perawat adalah keluarga-keluarga yang mempunyai masalah dan kebanyakan keluarga ini adalah keluarga dengan penghasilan yang rendah. Hal ini akan dimengerti karena kebutuhan akan pelayanan dan bimbingan perawatan lebih tinggi pada kalangan masyarakat yang berpenghasilan rendah,.

Penghasilan rendah

Produktivitas berkurang

Tubuh menjadi rentan terhadap penyakit

Kecenderungan terjadi:

· Sanitasi jelek

· Gizi kurang

· Pendidikan rendah

· Kebiasaan kesehatan

Daya tahan tubuh terhadap penyakit berkurang atau menurun



Dalam pemberian perawatan keluarga pengambilan keputusan tetap pada keluarga. Perawat hanya membantu keluarga dalam mendapatkan keterangan dan pandangan yang realistik terhadap masalah keunggulan dan kelemahan tiap tindakan yang mereka hadapi. Sehingga semua penentuan kebijakan dan keputusan adalah hak, kewajiban dan tanggung jawab keluarga, dimana perawat hanya memfasilitasinya.

8. Tugas kesehatan keluarga

Seperti individu, keluargapun mempunyai cara-cara tertentu untuk mengatasi masalah kesehatan. Kegagalan dalam mengatasinya akan mengakibatkan penyakit atau sakit terus menerus dan keberhasilan keluarga untuk berfungsi sebagai satu kesatuan akan berkurang. Dalam perawatan kesehatan keluarga, kata-kata ”mengatasi dengan baik”, diartikan sebagai kesanggupan keluarga untuk melaksanakan tugas pemeliharaan kesehatannya sendiri. Tugas kesehatan keluarga menurut Friedman adalah:

· Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggota keluarga. Ini ada hubungannya dengan kesanggupan keluarga untuk mengenal masalah kesehatan pada setiap anggota keluarga.

· Mengambil keputusan untuk tindakan kesehatan yang tepat

· Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit, yang tidak dapat membantu diri karena cacat atau usianya terlalu muda

· Mempertahankan suasana di rumah yang menguntungkan untuk kesehatan dan perkembangan kepribadian anggota keluarga

· Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan lembaga-lembaga kesehatan. Ini menunjukkan pemanfaatan dengan baik akan fasilitas-fasilitas kesehatan

9. Peran perawat keluarga

Perawatan kesehatan keluarga adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan pada keluarga sebagai unit pelayanan untuk mewujudkan keluarga yang sehat. Fungsi perawat membantu keluarga untuk menyelesaikan masalah kesehatan dengan cara meningkatkan kesanggupan keluarga melakukan fungsi dan tugas perawatan kesehatan keluarga. Peran perawat dalam melakukan perawatan kesehatan keluarga adalah sebagai berikut:

· Pendidik

· Koordinator

· Pelaksana

· Pengawas kesehatan

· Konsultan

· Kolaborasi

· Fasilitator

· Penemu kasus

· Modifikasi lingkungan.

Daftar pustaka

Bailon, S.G. dan Maglaya, A.S.,. 1997. Family health Nursing: The Process. Philiphines: UP College on Nursing Diliman

Potter dan Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik. Jakarta: EGC

Shirley, M. H. H. 1996. Family Health Care Nursing : Theory, Practice, and Research. Philadelphia : F. A Davis Company

Minggu, 17 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis atau radang selaput otak memerlukan pengobatan dini dan penanganan segera untuk menghindari kecacatan dan mencegah kematian. Hal ini penting mengingat 90% kasus terjadi pada anak-anak berusia 1 bulan hingga 6 bulan. Bagi berusia 6-12 bulan merupakan resiko terbesar (Brunner & Suddart, 1987).
Meningitis adalah suatu peradangan araknoid dan piamater (lepto meningens)dari otak dan medulla spinalis. Bakteri dan virus merupakan penyebab yang paling umum dari meningitis, meskipun jamur-jamur dapat juga menyebabkan. Meningitis bakteri paling sering terjadi. Deteksi awal dan pengobatan akan lebih memberikan hasil yang lebih baik (Widagdo Wahyu, dkk, 2008).
Gejala meningitis tersebut disebabkan dari infeksi dan peningkatan TIK, serta organisme yang menyerang biasanya diidentifikasi melalui pemeriksaan kultur cairan serebrospinal dan darah. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal colum yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien meningitis.

2. Tujuan Khusus
a. Agar mampu melakukan pengkajian pada pasien meningitis.
b. Agar mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien meningitis.
c. Agar mampu melakukan perencanaan pada pasien meningitis.
d. Agar mampu melakukan implementasi pada pasien meningitis.
e. Agar mampu melakukan evaluasi pada pasien meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piamater, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piamater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab lain seperti lues, virus, toxoplasma gondhii dan riketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piamater yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebab antara lain : Diplococcus Pneutnaniae (neunokok), Neisseria Meningitidis (meningokok) (Mansjoer, 2000).

B. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme:
1. Haemophillus Influenza.
2. Neisseria meningitis (meningococcus).
3. Diplococcus pneumoniae.
4. Streptococcus Group A.
5. Pseudomonas.
6. Staphylococcus Aureus.
7. Escherichia Coli.
8. Klebsiella.
9. Proteus.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis klien meningitis meliputi : sakit kepala, mual, muntah, demam, sakit dan nyeri secara umum, perubahan tingkat kesadaran, bingung, perubahan pola nafas, ataksia, kaku kuduk, ptechial rash, kejang (lokal, umum), opistotonus, nistagmus, ptosis, dan gangguan pendengaran.

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Punksi Lumbal : Tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.
2. Kultur Darah.
3. Kultur Suap hidung dan Tenggorokan.

E. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Antibiotik spektrum luas (ampisilin).
b. Penisilin 6 digunakan untuk mengobati organisme klebsiella, meningococci, dan streptococcus.
c. Gentamicin digunakan untuk mengobati haemophillus influenza.
d. Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral.
e. Mengontrol kejang : pemberian terapi anti epilepsi.
f. Mempertahankan ventilasi.
g. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial.
h. Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim.
i. Memperbaiki anemia.

F. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif.
b. Meningococcal septikemia.
c. Sindrom water – friderichsen.
d. SLADH (syndrome in appropriate antidieuretic hormone).
e. Efusi subdural.
f. Cerebral palsy.


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah (Shore, 1988).

A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan : Tanda dan gejala, perkembangan gejala, faktor yang memperberat dan mengurangi, riwayat medis yang lalu.
2. Pemeriksaan fisik : Tingkat kesadaran, ukuran pupil, reaksi terhadap sinar, photopobia, nistagmus, ketidaknormalan pergerakan mata, kekuatan motorik, kaku kuduk, disfungsi saraf kranial (N I, III, IV dan VII), mual, muntah, demam, menggigil, sakit dan nyeri secara umum.
3. Psikososial : Usia, peran dalam keluarga, pekerjaan, kepercayaan/agama, interaksi dengan orang lain, orang yang sangat berarti bagi klien, tingkat perkembangan, pola tingkah laku, mekanisme koping, penampilan sebelum sakit/dirawat.
4. Pengetahuan klien dan keluarga : Tingkat pemahaman, pemahaman tentang kondisi, patofisiologi, gejala-gejala, tindak lanjut, perawatan di rumah.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral.
Tujuan : Tingkat kesadaran kembali normal.
Kriteria Hasil : - Daya ingat pasien kembali normal.
- Pasien tidak cemas lagi.
Intervensi:
- Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
- Kaji respon verbal.
Rasional : Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran.
- Pantau TD.
Rasional : Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
- Tinggikan kepala pasien 15-45o sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi atau risiko terjadinya peningkatan TIK.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Pola nafas kembali normal.
Kriteria Hasil : - Pasien tidak sesak.
- Bunyi nafas vesikuler.
Intervensi:
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
- Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru.
- Berikan oksigen.
Rasional : Memaksimalkan oksigen pada daerah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.

3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan : Tidak terjadinya cedera.
Kriteria Hasil : - Tidak kejang.
- Tidak lemah.
- Tidak vertigo.
Intervensi:
- Pantau kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah lain.
Rasional : Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin uuntuk mencegah komplikasi.
- Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan bantalan pada penghalang tempat tidur.
Rasional : Melindungi pasien jika terjadi kejang.
- Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Menurunkan risiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkope, atau ataksia.
- Berikan obat sesuai indikasi, seperti fenotoin, diazepam (Valium), fenobarbital (luminal).
Rasional : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Wahyu, Widagdo, dkk. (2000). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Gangguan Sistem Pernafasan. Trans Info Media. Jakarta.
Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Asculapius. Jakarta.
Barbara, Engram, dkk. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

IRIGASI MATA

Pengertian:
Irigasi mata adalah suatu tindakan membersihkan mata.
Tujuan irigasi adalah untuk membersihkan dan mengeluarkan benda asing dari dalam mata.

Indikasi:
1. Cedera kimiawi pada mata.
2. Benda-benda asing pada mata.
3. Inflamasi mata.

Kontra Indikasi:
1. Luka karena ada tusukan pada mata dapat menyebabkan terkikis pada daerah mata tersebut.

Kemungkinan Komplikasi:
1. Cedera perforasi pada mata bila irigasi dilakukan tidak hati-hati dan lembut.
2. Kontaminasi silang pada mata yang sehat bila terdapat infeksi.
3. Abrasi kornea dan konjungtiva.

Peralatan:
Anastesi topikal (lokal), cairan irigasi steril biasanya digunakan larutan garam fisiologis (NaCl).
1. Retraktor desmares alat mengait mata pada kelopak mata.
2. Plester.
3. Kasa.
4. Basin (bengkok).
5. Handuk/laken untuk menutupi pakaian pasien.
Prosedur:
1. Jelaskan prosedur tindakan.
2. Cuci tangan.
3. Tutupi pasien dengan handuk/laken.
4. Anastesi lokal.
5. Gunakan retraktor desmares untuk membuka kelopak mata bagian atas jika tidak ada alat kelopak mata harus ditahan dengan kasa.
6. Untuk menahan agar kelopak mata tetap terbuka berikan tekanan pada tulang promin pada alis dan pipi tidak pada bola mata.
7. Arahkan jatuhnya irigasi langsung pada bagian yang bulat serta bagian atas dan bawah vornikes (dari kantus dalam ke kantus arah luar).
8. Biasanya digunakan 1 liter air cairan dengan cepat untuk cedera karena asap biasanya digunakan 2 liter cairan untuk cedera asam alkali bersifat basa.
9. Keringkan bagian luar air mata dan daerah sekitarnya setelah melakukan irigasi.

Tindakan Lanjutan:
1. Periksa efektifitas irigasi.
2. Liter pH vornikus konjungtiva dengan pH (kertas lakmus), pH normal mata 7,4 dan bila hasil abnormal lanjutkan irigasinya.
3. Bila pH pengukuran menunjukkan angka yang normal periksa kembali setelah 20 menit untuk memastikan bahwa hal ini normal.
4. Kaji rasa nyaman pasien.

Hindari:
1. Menghindari tersentuh alat-alat pada bola mata.
2. Menghindari penekanan terlalu lama pada bola mata.

Dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu prosedur.
2. Tipe dan jumlah cairan (NaCl).
3. Toleransi pasien terhadap prosedur.
4. Karakter cairan keluar.
5. Penampakan mata.
6. Intruksi yang diberikan pada pasien/keluarga.
Petunjuk Pemberian Irigasi Mata:
1. Tempatkan pasien terlentang miring kearah yang diirigasi untuk mencegah cairan mengalir ke arah mata yang lain.
2. Gunakan botol plastik yang telah ditentukan kecuali kalau cairan diperlukan dalam jumlah besar.
3. Cairan diirigasikan langsung ke konjungtiva dari kantus dalam ke kantus luar.
4. Hindari penekanan terlalu kuat pada bola mata.
5. Hindari menyentuh mata dengan alat-alat irigasi.
6. Bersihkan kelopak mata bila kotoran banyak dengan membungkuskan kasa pada telunjuk.
7. Tempatkan bengkok disamping wajah untuk menampung cairan irigasi.

Bentuk-Bentuk Obat Mata:
a. Obat Mata Cair:
1. Mudah diberikan.
2. Tidak mempengaruhi penglihatan.
3. Sedikit menyebabkan reaksi kulit.
4. Tidak mempengaruhi pelepasan epitel kornea.
5. Kerugian: sisanya tidak bisa digunakan dalam jangka waktu lama.

b. Obat Mata Salep:
1. Bisa digunakan untuk periode lama.
2. Tidak menyebabkan tidak enak saat diberikan.
3. Kurang diabsorpsi ke saluran air mata.
4. Lebih stabil dibanding larutan.
5. Kerugian:
a. Menimbulkan bayangan pada mata dimana dapat mempengaruhi penglihatan.
b. Dapat menyebabkan dermatitis kontak.
c. Dapat menghambat pelepasan epitel kornea.

MENGUKUR VISUS DENGAN MEMAKAI SNELLEN CHART

Pengertian:
Snellen chart adalah sebuah kartu untuk mengukur visus.

Persiapan Alat:
1. Snellen chart.
2. Alat memperjarak atau untuk mengukur alat duduk.
3. Tempat gantungan.

Cara Kerja:
1. Mengucap Basmalah.
2. Pasien diberitahu.
3. Pasien dimintakan untuk berdiri dengan jarak sesuai yang dianjurkan.
4. Perawat menunjukkan huruf pada snellen chart dari huruf yang paling besar sampai ke huruf yang paling kecil.
5. Perawat mencatat hasil dari pengukuran visus.
6. Perawat mengucapkan Alhamdulillah.
7. Tindakan selesai.

Hal-Hal yang Perlu Diperhatikan:
1. Hasil pemeriksaan terpisah antara mata kanan (OD) dan mata kiri (OS).
2. Hasil pemeriksaan visus dinyatakan dalam bentuk pembilang/penyebut.
a. Pembilang merupakan jarak antara kartu snellen dengan pasien.
b. Penyebut menyatakan jarak dimana suatu huruf tertentu secara normal dapat dilihat.

TINDAKAN KEPERAWATAN TRAKHEOSTOMI, FISIOTERAPI DADA

A. Trakheostomi
(1) Pengertian
Trakheostomi adalah tindakan yang dilakukan pada klien/pasien untuk menegakkan jalan nafas yang stabil

(2) Tujuan
Untuk menegakkkan jalan nafas yang stabil

(3) Indikasi
- Obstruksi jalan nafas bagian atas
- Ventilasi mekanik jangka panjang
- Kebutuhan akan higiene Polmuner yang intesif

(4) Komplikasi
- Infeksi
- Luka mukosa trakeal
- Dilatasi trakeal
- Stenosis trakeal
- Trakeomalasia
- Fistula Esofageal
- Hemoragi
- Pnemotoraks
- Kerusakan saraf laring
- Obstruksi jalan nafas (sekresi yang kering, tube menggulung)

(5) Peralatan
Tray trakeostomi :
• Lidokain 2% (dengan atau tanpa epineprin, tergantung pada pandangan dokter)
• Handuk steril
• Peralatan bedah
- Gaun steril
- sarong tangan
- Kap, dan masker
• Spuit 10 ml (2)
• Jarum suntik No. 25
• Satu set gulungan (sheet roll)
• Benang (biasanya kromik 2-0 dan silk 2-0)
• Larutan jodium
• 10 pak kasa busa ukuran 4 x 4
• Satu trakeostomi (2 ukuran yang dianjurkan oleh dokter, satu buah ukuran kecil, satu buah berukuran besar)
• Peralatan penghisap (suction)
• Kiteter penghisap steril dan sarong tangan
• Ujung penghisap Yankauer steril
• Satu set instrumen steril
• Tabung oksigen atau ventilator seperti yang diinstruksikan dokter

(6) Prosedur Kerja
1. Jika pasien sadar, dokter harus menjelaskan prosedurnya dan meminta izin tindakkan operasi.
2. Yakinkan bahwa pasien mendapat terapi intravena yang baik. (Hal ini mungkin diperlukan untuk memberikan narkotik sebagai sedasi atau obat darurat selama prosedur)
3. Siapkan semua peralatan di sisi tempat tidur. Tanyakan dokter jenis dari benang yang disiapkan dan ukuran tube yang digunakan.
4. Periksa untuk menyakinkan peralatan penghisap dan ambu bag sudah tersedia dan berfungsi.
5. Jika pasien tidak dipasang monitor jantung, hubungkan baik ke monitor atau ke mesin EKG.
6. Pindahkan bagian atas dari tempat tidur atau usungan
7. Bantu dokter dalam mengenakan gaun steril, sarung tangan, kap, dan masker.
8. Tempatkan gulungan (sheet roll) diantara bahu pasien.
9. Buka handuk steril dan instrumen steril dan berikan pada dokter yang kemudian menutupi pasien. I
10. Buka 10 pak kasa busa dan berikan pada dokter
11. Buka spuit dan berikan pada dokter dengan teknik steril.
12. Hubungkan jarum No. 25 ke spuit yang ada di tangan dokter. Pertahankan teknik steril.
13. Bersihkan ujung botol lidokain 2% dengan jodium.
14. Balikkan botol lidokain 2% sehingga dokter dapat memasukkan jarum dan mengaspirasi sebanyak 10 ml ke dalam spuit.
15. Buka tray trakeostomi. Tempatkan tray pada meja di sebelah tempat tidur dalam jangkauan dokter.
16. Buka benda-benda sutura dan trakeostomi tube dan tempatkar pada tray trakeostomi.
17. Buatlah suatu kepastian bahwa dokter telah memeriksa kebocoran dan daya kembang manset yang simetris.
18. Jika pasien dalam intubasi dengan endotrakeal tube (ET), dokter dapat meminta perawat untuk mencabut secara perlahan ET tube sebagaimana dokter memasukkan trakeostomi tube. Yakinkan untuk melakukan penghisapan nasofaring dan mulut serta kempeskan manset sebelum tube dicabut.
19. Berikan kenyamanan dan dukungan pada pasien selama prosedur, Pertahankan IV line tetap dalam keadaan baik bilamana diperlukan untuk memberikan obat-obatan dan memonitor adanya disritmia.
20. Sekali tube pada posisinya, dokter tidak atau mungkin akan menjahit tube tersebut ke kulit. Perawat melakukan fiksasi di¬tempatnya dengan pita trakeostomi.
21. Sekali tube pada posisinya, kembangkan manset dengan volume yang minimal (lihat intubasi endotrakea), ventilasi pasien, dam auskultasi bunyi napas untuk mengkaji ventilasi yang adekuat.
22. Lakukan penghisapan pada tube

(7) Tindak lanjut
1. Tempatkan oksigen dam pasang ventilator sebagaimana yang diperintahkan.
2. Pasang pembalut steril mengelilingi tempat insersi. Jangan guna¬kan bahan dari katun dan jangan potong pengisap dari busa yang berukuran 4 x 4. Hal ini dapat menyebabkan serabutnya ter¬sangkut saat dilakukan aspirasi.
3. Perintahkan untuk melakukan rontgen foto dada untuk me¬mastikan posisi tube dan memeriksa adanya pneumotorak. Bersihkan pasien dan berikan rasa nyaman.
4. Catat ukuran dan jenis dari trakeostomi tube pada bagian atas.

B. Fisioterapi dada / Tube Torakostomi
(1) Pengertian
Fisioterapi dada adalah tindakan yang dilakukan pada klien/pasien yang mengalami retensi sekresi dan gangguan oksigenasi yang memerlukan bantuan untuk mengencerkan atau mengeluarkan sekret.

(2) Tujuan
- Untuk memberikan kembali tekanan negatif dalam dada
- Untuk mengembangkan kembali paru-paru
- Untuk mengeluarkan penumpukkan cairan di dada

(3) Indikasi
- Pneumotorak
- Hemotarok
- Propilaksis, dalam, menyeleksi kasus dari tersangka cedera paru-paru yang berat.
- Keterbatasan paru-paru

(4) Komplikasi
- Perdarahan interkostal
- Empisema, (1-16% kasus berkembang menjadi empisema)
- Kerusakan pada saraf interkostal, vena, atau arteri
- Kerusakan pada pembuluh mammae
- Empisema mediastinum
- Pneumotorak kambuhan

(5) Peralatan
- Betadin
- Kasa buss 4 x 4
- Sumber cahaya
- Sedasif jika diperlukan
- Lidokain 1% tanpa epineprin (20 ml)
- Spuit (110 ml), Jarum suntik No. 18 dan No. 23 Tube dada No. 28 atau 36 French (untuk dewasa) Sistem drainase dada, penyedot (pompa emerson)
- Sumber oksigen
Tray torakostomi:
- Tirai Steril
- Mata pisau skalpel dan tangkainya No. 10 dan No. 11
- Pemegang jarum (4)
- Retraktor dada kecil tinochette atau retraktor dada dengan penahan kecil (2)
- Klem mosquito (6)
- Klein kelly bengkok yang besar
- Gunting jaringan (2)
- Gunting jahitan (2)
- Gunting diseksi bengkok metsenbaum (2)
- Forsep jaringan dengan dan tanpa gigi (2)
- Larutan bensin
- Plester
Benang:
- 2-0, 30 silk jarum kulit (cutting needle)
- 2-0, 30 silk dengan jarum jaringan (taper needle)
- 4-0 monofilamen dengan jarum kulit (cutting needle)

(6) Prosedur Kerja
1. Kaji jalan napas pasien, napas, dan sirkulasi (ABC)
2. Tindakan untuk melindungi ABC (udara, pernapasan, sirkulasi)
3. Berikan oksigen seperti yang dibutuhkan
4. Tetapkan aliran intravena dan pastikan penggantian cairan
5. Kaji pasien dan tersangka dari adanya cedera dada jika hal-hal di bawah ini terdapat:
a. Memar pada dada atau abdomen
b. Tanda luka dalam atau luar
c. Asimetri dada
d. Menggunakan otot bantu napas untuk bernapas
e. Retraksi
f. Tidak ads suara napas, biperesonansi
g. Pain
h. Adanya empisema subkutan
6. Ingatkan dokter jika pasien mengalami perkembangan komplikasi pernapasan.
7. Tentukan nilai dasar analisa gas darah.
8. Ingatkan ahli terapi pernapasan jika diperlukan.
9. Jika mungkin, kaji apakah pasien alergi terhadap betadin.
10. Jika waktu memungkinkan, jelaskan prosedur pada pasien dan keluarga.
11. Hubungkan pada monitor jantung.
12. Baringkan pasien pada posisi supinasi dengan menempatkan, gulungan di bawah sejajar bahu. Letakan lengan pasien di alas kepala dan lakukan restrain jika diperlukan.
13. Berikan sedatif pads pasien jika diperlukan. Harus berhati-hati karena mungkin terjadi depresi pernapasan.
14. Bantu dokter dengan menyiapkan area. Pastikan betadin dan kasa busa tersedia.
15. Arahkan cahaya pada sisi dada yang tepat.
16. Bantu dokter dalam menganestesi daerah dada.
17. Bantu dokter dalam menggunakan sarung tangan, masker, dan gaun.
18. Buka baki tube dada.
19. Bantu dokter dalam mempertahankan daerah steril.
20. Buka tube dada yang sesuai ukurannya dan letakkan pada tempat yang steril
21. Buka peralatan jahit/sutura.
22. Buka dan siapkan sistem drainase dada.
23. Siapkan peralatan penyedot sepanjang 20 cm dari penyedot.
24. Bantu dokter dalam menginsersi tube.
25. Kaji ketepatan dari tube dengan melakukan noting fogging tube dada selama ekspirasi dan dengan mendengarkan pergerakan udara.
26. Catat jumlah dan konsistensi dari haluaran tube dada.
27. Hubungkan tube dada ke sistem drainase dada, dan catat baluaran dengan segera
28. Hubungkan sistem drainase dada ke penghisap pada 20 cm air penyedot.
29. Hubungi kamar operasi jika, tindakan pembedahan dibutuhkan kemudian. (Catat: Kehilangan 1500 ml atau 1000 ml cairan pada awal dan diikuti dengan kehilangan 200 ml/jam selama 4 jam menandakan hemotorak masif yang membutuhkan tindakan pembedahan.)
30. Bantu dokter dalam menjahit tube dada pada tempatnya.
31. Bantu dokter dalam memasang balutan.
32. Hubungi petugas X-ray film untuk memeriksa posisi tube dada.
33. Bantu dokter dalam memperbaiki posisi tube bila diperlukan.

(6) Tindak lanjut
1. Kaji adekuat pernapasan dengan melakukan observasi pada perubahan dalam kecepatan atau irama pernapasan, simetri dada penggunaan alat bantu atau otot-otot interkostal, atau retraksi.
2. Lakukan auskultasi untuk mengetahui suara nafas bilateral dan hiperesonansi.
3. Observasi awal gejala adanya peningkatan dalam empisema subkutan. Hal ini dapat ditandai dengan adanya kebocoran udara pada sistem yang membutuhkan evaluasi selanjutnya.
4. Catat setiap perubahan dalam tingkat kesadaran atau warns kulit.
5. Monitor tenda-tenda vital dan haluaran drainase dada dalam 15 menit x 4, 30 menit x 2, kemudian setiap 1 jam sampai stabil.
6. Monitor drainase dada setiap 1 jam.
7. Lanjutkan dengan pemeriksaan dan evaluasi dari ujung kepala sampai ujung kaki.
8. Lakukan suatu tindakkan tertentu bila diperlukan.

DAFTAR PUSTAKA

Abels LF. Mosby's manual of critical care. Saint Louis: CV Mosby 1979:142. Morrison
Morrison ML. Respiratiry intensive care nursing. 2nd ed. Boston: Little, Brown, 1980 : 99.
Person CB. Critical care procedure and protocols. A Nursing proses approach. Approach. Philadelphia : JB Lippincott, 1987:255.
Smith S Duell D. Clinical nursing skills. Los Altos: National Nursing Review. S. Duell 1985 : 674.
Amerian College Of Surgeon Committee on Trauma. Advance Trauma Life Support, Chicago :American College of Suegeons, 1985 : 73
Graham JM, Matlox KL, Deal AC Jr. Penetrating Trauma of Lung. J. Trauma 1979; 19 : 665.

PERTOLONGAN PERSALINAN NORMAL

a
A. Tujuan Pembelajaran
Setelah mempelajari kegiatan ini diharapkan dapat:
1. Melakukan pengkajian kemajuan persalinan.
2. Mengidentifikasi masalah pada klien intranatal.
3. Membuat rencana asuhan keperawatan/kebidanan pada klien intranatal.
4. Melakukan manajemen nyeri pada klien intranatal.
5. Melakukan prosedur pertolongan persalinan normal.
6. Melakukan evaluasi asuhan keperawatan/kebidanan pada klien intranatal.

B. Pokok-Pokok Materi
Untuk mencapai tujuan tersebut, pokok-pokok materi yang harus dipelajari adalah:
1. Anatomi panggul reproduksi wanita.
2. Teori persalinan.
3. Manajemen nyeri persalinan.
4. Tahap-tahap persalinan.
5. Mekanisme persalinan.
6. Tanda-tanda persalinan normal dan proses persalinan.
7. Asuhan keperawatan/kebidanan pada ibu dalam persalinan normal kala I, II, III dan IV.

C. Uraian Materi
Sebelum melaksanakan prosedur tindakan pertolongan persalinan pada ibu intranatal, maka pertama-tama marilah kita pelajari pengkajian dan masalah dalam pertolongan persalinan.

1. Pengkajian
Pada awal kegiatan, peserta diharapkan memahami tentang kegiatan pengkajian yang berguna untuk mengidentifikasi keadaan pasien di saat Anda praktik ke lahan praktik. Lingkup pengkajian meliputi perubahan biofisik, psikologi dan sosial selama intranatal.
a. Kala I : Anamnesa
- Alasan datang.
- Kapan taksiran persalinan.
- Kapan mulai tanda-tanda persalinan.

1). Tanda–tanda persalinan yang benar:
a. Keluarnya darah bercampur sedikit lendir pervagina (bloody show).
b. Timbulnya kontraksi secara teratur mulai dari punggung menyebar ke perut dan meningkat secara intensif dan disertai rasa sakit.
c. Serviks : Terjadi pendataran dan dilatasi.
2). Riwayat tanda-tanda persalinan:
a. Riwayat tentang selaput ketuban.
b. Kontraksi teratur yang semakin lama semakin sering.
c. Bagaimana status emosi.
d. Ada masalah tentang kehamilan.
e. Kapan terakhir makan/minum.
f. Ada alergi terhadap makanan/minuman.
g. Siapa yang menemani selama persalinan.
3). Pemeriksaan fisik kala I:
a. Tanda-tanda vital : TD, nadi, pernafasan dan suhu.
b. Palpasi Leopod I, II, III dan IV.
c. Ukuran panggul.
d. Dilatasi serviks.
e. Kontraksi/his diperiksa selama 10 menit tiap 30-60 menit.
f. Sekret : merah muda sampai dengan cokelat (bloody show).
g. Selaput ketuban +/-.
h. DJJ terdengar jelas di umbilikus.
i. Perilaku : masih terkontrol, optimis, fatigue.
j. Varises, oedema di kaki dan wajah.

b. Kala II
1). Pengkajian
a. Klien mengeluhkan dorong kuat untuk meneran, merasakan tekanan yang semakin tinggi pada daerah rektum.
b. Perineum menonjol.
c. Vulva dan anus membuka.
d. Kaki gemetar saat dorongan mengedan.
e. Lelah.
f. Tidak tahu tehnik relaksasi.
g. Respon emosi takut/khawatir, tidak percaya diri, tidak terkontrol.
h. Kontraksi uterus kuat 4-5 x selama 50-70 detik.
i. Dilatasi 10 cm.
j. Darah keluar sedikit, lendir dari vagina meningkat.
k. Peregangan rektum/vagina.
l. Distensi vesika urinaria.
m. Ketuban (+)/terjadi ruptur.
n. Keringat +++
o. Frekuensi pernafasan meningkat.
p. TD meningkat 5-10 mmHg.
q. Janin : bradikardi selama his.
2). Lingkup masalah
a. Gangguan rasa nyaman, nyeri akut.
b. Pot. Gangguan cardiac output.
c. Gangguan pertukaran O2 (janin).
d. Gangguan integritas kulit.
e. Kurang mampu mengikuti pimpinan persalinan.
f. Potensial infeksi.
g. Potensial trauma pada ibu/janin.
h. Tidak efektif pola nafas.
i. Perubahan konsep diri.
j. Tidak efektif koping individu.

c. Kala III
1). Pengkajian
a. Perilaku gembira dan letih.
b. Tremor kaki menggigil.
c. Perdarahan pervagina.
d. Tali pusat memanjang.
e. Uterus berubah bentuk menjadi bulat dan keras.
f. Kehilangan darah (normal: 250-300 ml.).
g. Jalan lahir : lecet/sobek.
h. Luka episiotomi.
i. Hipotensi pengaruh dari obat/analgesik/anestesi.
j. Nadi lambat.
2). Lingkup masalah
a. Kurang volume cairan.
b. Potensial injury pada ibu.
c. Potensial gangguan proses dalam keluarga.
d. Kurang pengetahuan.
e. Gangguan rasa nyaman, nyeri.

d. Kala IV {Puerperium (setelah kala III s/d 1-2 jam)}
1). Pengkajian
a. Nadi.
b. Uterus.
- Tinggi : antara Symp – umbilikus; 12 jam pertama
c. Lochea : rubra.
e. Perineum : episiotomi, lecet, vulva oedema dan lembut.
f. Rektum : hemorroid.
2). Lingkup masalah
a. Gangguan genito urinaria.
b. Kurang volume cairan.
c. Potensial infeksi.
d. Gangguan rasa nyaman : nyeri.

D. Prosedur Pelaksanaan
Pertolongan persalinan memerlukan persiapan alat secara lengkap dan sistematis untuk agar pelaksanaan pertolongan persalinan tepat dan lancar.

1. Persiapan Alat:
a. Partus set terdiri dari:
- Duk 2 buah.
- Sarung tangan 2 pasang.
- Benang tali pusat/klip.
- ½ kocher 1 buah.
- Klem tali pusat 2 buah.
- Gunting tali pusat 1 buah.
- Gunting episiotomi 1 buah (kalau diperlukan episiotomi).
- Kateter logam/nelaton 1 buah (kalau diperlukan kateterisasi pada kala III)
- Kasa dan deppers 5-6 buah.
- Kapas kering.
- Duk penahan perineum 1 buah.
b. Heachting set terdiri atas steril:
- Nald folder 1 buah.
- Pinset anatomi 1 buah.
- Pinset chirhugie 1 buah.
- Gunting benang 1 buah.
- Jarum, catgut, cromix, ceide.
- Tampon vagina 1 buah.
- Kassa/deppers 4-5 buah.
- Mangkok kecil, 1 buah.
- Sarung tangan 1 buah.
c. Obat emergensi: oxitocyn dan metehergin serta spuilt.
d. Kapas kering steril.
e. Cairan DDT.
f. On steril:
- Betadin 10%, 2 buah kom kecil berisi cairan klorin.
- Ember untuk alat tenun kotor kotoran.
- Bengkok 2 buah.
g. Piring plasenta dan pot.
h. Alat-alat PI (pencegahan infeksi), cairan klorin dan wash lap atau handuk kecil.
i. Untuk bayi:
- Pengisap lendir.
- Peralatan mandi.
- Pembungkus bayi (handuk).
- Obat mata.
- Peneng/tanda identifikasi.
j. Pakaian ibu, pembalut, celana dalam.
k. Alat pelindung diri penolong (APD):
- Tutup kepala.
- Kacamata.
- Masker.
- Celemek.
- Sepatu bot.
l. Alat-alat untuk PI : cairan DDT 2 kom, washlap, tempat sampah medis dan non medis.

2. Langkah-Langkah Pertolongan Persalinan:
KALA I:
- Mempersiapkan alat sesuai kebutuhan.
- Kejelasan dalam menyampaikan tindakan yang akan dilakukan, tujuan, dan hasil tindakan.
- Melakukan penimbangan berat badan ibu hamil.
- Mengukur tanda-tanda vital ibu hamil.
- Melakukan pemeriksaan fisik ibu secara keseluruhan.
- Melakukan pemeriksaan Leopold I.
- Mengukur tinggi fundus uteri ibu hamil dengan menggunakan meteran pita.
- Melakukan pemeriksaan Leopold II.
- Melakukan pemeriksaan Leopold III.
- Melakukan pemeriksaan Leopold IV.
- Menilai denyut jantung janin.
- Memasang pengalas di bawah bokong ibu.
- Melakukan vulva hygiene.
- Melakukan pemeriksaan dalam, menilai kondisi servik dan jalan lahir.
- Merapikan alat-alat dan membuka sarung tangan.
- Melakukan pemeriksaan his/kontraksi.
- Melakukan manajemen nyeri.
- Melakukan pencatatan partograph.
- Melibatkan suami untuk mensupport ibu.
- Melakukan pendkes sesuai masalah ibu.
- Memantau kemajuan persalinan.
KALA II:
- Menjelaskan kondisi ibu, tindakan dan tujuan serta hasil tindakan kepada ibu dan keluarga.
- Melakukan persiapan penolong (cuci tangan, memakai topi kepala, sepatu boot, masker, celemek dan handuk kecil yang diselipkan di pinggang penolong).
- Meminta keluarga membantu menyiapkan posisi meneran.
- Mengajarkan kembali cara meneran, bimbing ibu agar dapat meneran dengan benar dan efektif, perbaiki cara meneran bila salah, anjurkan ibu untuk istirahat diantara waktu his.
- Menyiapkan alat pertolongan persalinan.
- Memasang duk steril.
- Lakukan vulva hygiene dan periksa dalam untuk memastikan pembukaan lengkap, memecahkan selaput ketuban pada saat his bila pembukaan sudah lengkap.
- Cuci tangan dengan larutan klorin 0,5 % lepaskan dan rendam dalam keadaan terbalik, kemudian cuci tangan dengan benar.
- Periksa denyut jantung janin saat relaksasi.
- Menyiapkan posisi ibu yang nyaman dan minta keluarga memberikan bantuan yang sesuai. Seperti membantu dan menyokong ibu pada posisi setengah duduk.
- Memberitahukan bahwa pembukaan sudah lengkap dan keadaan janin baik.
- Laksanakan bimbingan meneran.
- Memasang handuk diatas perut ibu.
- Letakkan kain steril dengan bentuk segitiga di bawah bokong ibu.
- Buka partus set dan periksa kembali kelengkapan alat.
- Pasang sarung tangan steril.
- Membantu melahirkan kepala: setelah tampak kepala bayi dengan diameter 5-6 cm membuka vulva:
a. Lindungi perineum dengan satu tangan dilapisi kain, dengan menggunakan ibu jari tangan kanan direntangkan dengan jari lain di bawah duk steril yang ditekan ke arah kranial.
b. Tangan kiri menahan kepala bayi untuk menahan posisi refleksi dan membantu lahirnya kepala perineum.
c. Menganjurkan ibu untuk meneran perlahan atau bernafas cepat dan dangkal.
- Periksa kemungkinan adanya lilitan tali pusat dan ambil tindakan sesuai kondisi : jika tali pusat melilit secara longgar, lepaskan melalui kepala bayi dan jika tali pusat melilit leher secara kuat, klem tali pusat di dua tempat dan potong di antara dua klem tersebut.
- Tunggu kepala bayi melakukan putaran paksi lurus secara spontan.
- Membersihkan mata, hidung dan mulut, dengan kasa steril.
- Membantu melahirkan bahu:
a. Memegang kepala bayi dengan jari tangan saling merapat secara biparietal. Anjurkan ibu untuk meneran saat kontraksi. Dengan perlahan gerakkan kepala ke arah bawah hingga bahu depan muncul di bawah arkus pubis dan kemudian gerakkan ke arah atas untuk melahirkan bahu belakang.
- Membantu melahirkan badan:
a. Geser tangan bawah ke arah perineum ibu untuk menyangga kepala, lengan dan siku sebelah bawah. Gunakan tangan atas untuk menelusuri dan memegang lengan dan siku atas.
b. Setelah tubuh bayi lahir, penelusuran tangan atas berlanjut ke punggung, bokong, tungkai dan kaki. Pegang mata kaki (masukkan telunjuk diantara kaki dan pegang masing-masing mata kaki).
- Lakukan penilaian APGAR score (bayi menangis kuat, tidak/bernafas tanpa kesulitan, bayi bergerak aktif/tidak, warna kulit, denyut nadi).
- Letakkan bayi depan vagina ibu dan lakukan klem pertama.
- Meletakkan bayi diatas handuk yang berada di perut ibu, kemudian bayi dikeringkan mulai dari kepala, dada dengan sedikit tekanan, punggung dan kaki.
- Selimuti bayi dengan bagian handuk yang kering.
- Memotong tali pusat:
a. Mengurut tali pusat ke arah plasenta.
b. Klem kedua dengan jarak 3-4 cm dari klem pertama.
c. Potong tali pusat, dengan memperhatikan keamanan bagi bayi. Dengan tangan kiri melindung potong diantara kedua klem.
- Melakukan bonding dan attachment:
a. Memberikan bayi ke ibu untuk kontak skin to skin.
b. Memfasilitasi ibu untuk menyusui bayinya.
c. Menginformasikan kondisi bayi secara umum.
KALA III:
- Memeriksa tinggi fundus uteri, kontraksi dan kondisi kandung kemih melakukan rangsangan kontraksi pada fundus.
- Memeriksa kandung kemih (bila perlu lakukan kateterisasi).
- Pindahkan klem pada tali pusat hingga berjarak 5-10 cm dari vagina.
- Letakkan satu tangan di atas perut ibu, ditepi atas simpisis dan posisi seperti menggunting, tangan lainnya meregangkan tali pusat.
- Saat kontraksi tegangkan tali pusat ke arah bawah sambil tangan lainnya mendorong uterus ke arah dorso-kranial secara hati-hati. Jika plasenta tidak lahir, hentikan peregangan tali pusat dan tunggu hingga kontraksi berikutnya muncul dan ulangi prosedur tadi (pelepasan plasenta dapat dibantu dengan rangsangan pada puting payudara ibu).
- Bila tanda-tanda plasenta sudah lepas timbul (plasenta ada di introitus vagina), minta ibu meneran sambil penolong menarik tali pusat dengan sejajar lantai dan kemudian ke arah atas, sambil tetap melakukan dorong dorso-kranial. Jika tali pusat bertambah panjang pindahkan klem ke depan vulva dan tangan kiri menampung plasenta dan dengan gerakan memutar searah jarum jam lahirkan plasenta dan letakkan pada wadah yang telah disiapkan.
- Periksa kelengkapan plasenta: selaput plasenta dan kotiledon dengan membersihkan dengan kasa (bila ditemukan tidak lengkap atau ada robekan lakukan eksplorasi ke dalam uterus dengan menggunakan sarung tangan yang steril untuk mengeluarkan bagian yang tertinggal).
- Melakukan massase uterus dengan meletakkan telapak tangan di fundus dan lakukan masase dengan gerakan melingkar dengan lembut hingga uterus berkontraksi dan teraba keras (lakukan tindakan yang diperlukan bila uterus tidak berkontraksi setelah 15 detik dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanan memeriksa).
- Memeriksa bila ada perdarahan dan cari sumbernya lihat di vagina dan perineum (bila ada robekan lakukan penjahitan), siapkan alat heachting.
- Lanjutkan memeriksa plasenta : ukuran, panjang tali pusat, kotiledon, berat plasenta.
KALA IV:
- Pastikan uterus berkontraksi dengan baik dan tidak terjadi perdarahan pervagina, lakukan pemantauan kontraksi 2-5 per 15 menit pertama, lakukan tiap 15 menit pada 1 jam pertama dan tiap 30 menit pada jam kedua.
- Bayi tetap melakukan kontak dengan ibu melalui menyusui dini. Biarkan bayi tetap berada di payudara ibu selama 1 jam walaupun bayi tidak mengisap putting susu ibu.
- Membersihkan vulva, vagina ibu.
- Ajarkan ibu cara melakukan masase.
- Hitung dan perkirakan jumlah perdarahan.
- Lakukan pengukuran tanda vital : tiap 15 menit untuk nadi dan kandung kemih selama 1 jam pertama, tiap jam untuk suhu dan TD.
- Periksa kembali keadaan bayi untuk memastikan keadaan tanda vital bayi: nadi, pernafasan dan suhu.
- Tempatkan semua peralatan bekas pakai dalam larutan klorin untuk dekontaminasi.
- Buang bahan-bahan yang terkontaminasi ke tempat sampah yang sesuai.
- Bersihkan badan ibu dengan cairan DDT dari sisa ketuban, lendir dan darah, bantu ibu memakai pakaian dalam dan pembalut.
- Pastikan ibu dalam keadaan nyaman, bantu ibu dalam memberikan ASI.
- Bersihkan tempat bersalin dengan larutan klorin selama 10 menit.
- Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir.
- Dokumentasikan semua data selama proses persalinan dalam partograph dan dokumen lainnya.

PERAWATAN KOLOSTOMI

Tujuan Umum:
Setelah mengikuti pelatihan ini diharapkan peserta dapat melakukan perawatan kolostomi dengan benar.
Tujuan Khusus:
Setelah mengikuti pelatihan peserta diharapkan mampu:
1. Menjelaskan tujuan pembuatan kolostomi.
2. Menyebutkan tipe-tipe kolostomi dan menentukan lokasi tiap tipe kolostomi dan konsistensi keluaran.
3. Menjelaskan tujuan manajemen keperawatan kolostomi.
4. Mengimplementasikan tehnik keperawatan kolostomi:
- Observasi stoma dan peristoma.
- Perawatan kulit peristoma.
- Seleksi kantong stoma.
- Cara mengosongkan kantong stoma.

Pendahuluan
A. Kolostomi adalah pembuatan lubang dari kolon ke permukaan abdomen. Feses keluar melalui stoma dengan aksi peristaltik. Berhubung karena stoma tidak mempunyai spincter, maka flatus dan feses keluar tidak terkontrol. Stoma yang normal adalah segar, lembab, merah mengkilap, sama dengan mukosa bibir. Lokasi stoma bisa dimana saja ditentukan oleh lesi kolon seperti : sekum, tranverse, dan sigmoid.
Ada beberapa tipe kolostomi:
1. Permanent Kolostomi (Singgle Bariel), yaitu jika sebagian dari kolon diangkat karena tumor, obstruksi atau karena proses suatu penyakit seperti chron disease atau paraplegi.
2. Temporari Kolostomi (Double Bariel), adalah mengalihkan pengeluaran feses sementara untuk penyembuhan setelah infeksi atau reseksi sebagian kolon, kemudian disambung lagi dengan reanastomose dan pasien dapat buang air besar normal kembali. Lokasi stoma untuk sigmoid umumnya dipertengahan antara lipatan paha dan garis pinggang serta pertengahan garis tengah abdomen sebelah kiri. Lokasi yang sama tapi sebelah kanan umumnya adalah lokasi untuk stoma kolon assenden. Keluaran dari stoma sigmoid maupun stoma assenden dari semi solid sampai solid.

B. Ileostomi adalah pembuatan lubang dari ileum ke permukaan abdomen. Prosedur ini dilakukan apabila seluruh kolon harus diangkat atau bypass karena suatu penyakit seperti kanker, ulserative colitis, atau chron disease. Keluarannya biasanya cairan yang kaya akan enzim pencernaan. Lokasi stoma umumnya bagian kanan, dibawah pinggang.

C. Continent Ileostomi adalah alternatif untuk membuat intussusception yaitu berupa kantong ileum dibawah dinding abdomen dan dibuat klep untuk mencegah drainage effluent dengan cara memasukkan kateter ke dalam stoma untuk mengeluarkan effluent secara teratur. Prosedur ini disebut “Koch Pouch”

Pengkajian:
1. Tentukan tipe kolostomi pasien.
2. Kaji alasan dilakukan kolostomi.
3. Tanyakan apakah pasien mengerti cara perawatan stoma.
4. Observasi respon pasien baik verbal maupun non verbal saat diskusi tentang stoma.
5. Kaji warna, size, kelembaban, dan intact jahitan luka stoma.
6. Inspeksi peristoma apakah ada kemerahan, area yang teriritasi, dan abnormal lainnya.

Diagnosa Keperawatan:
1. Perilaku mencari tenaga kesehatan berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang merawat stoma.
2. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan sering terekspos dengan keluaran dari stoma.
3. Gangguan body image berhubungan dengan perubahan fungsi tubuh.
4. Konstipasi atau diare berhubungan dengan perubahan pola eliminasi.

Perencanaan:
1. Peristoma intact tidak ada kemerahan, iritasi, dan erosi.
2. Tidak ada kebocoran di sekitar stoma.
3. Kantong stoma hanya terisi separuh kantong setiap saat.
4. Kantong stoma terhindar dari bau.
5. Perawat/care giver/pasien dapat mendemonstrasikan cara perawatan kolostomi.

Persiapan Alat:
1. Cairan skin barrier.
2. Pasta barrier.
3. Kantong kolostomi, clear drainable colostomy/ileostomy dengan ukuran yang tepat untuk two-piece dengan klem system atau one piece yang ada skin barrier.
4. Bensin wash.
5. Sarung tangan bersih.
6. Ostomy deodorant (pewangi ruangan).
7. Kapas lembab.
8. Pengalas (under pad).
9. Baskom dengan air hangat.
10. Gunting kolostomi.
11. Plester atau ostomy belt.
12. Kolostomi guide.
13. Powder kolostomi (bagi klien yang iritasi kulit).
14. Kantong sampah.
15. Near beken.
16. Kom.
17. Spidol.

Cara Kerja:
1. Atur posisi pasien supine atau berdiri.
2. Cuci tangan dan pakai sarung tangan bersih.
3. Pasang pengalas (under pad).
4. Angkat kantong kolostomi lama dengan menekan kulit sekitar kolostomi, gunakan bensin wash untuk mempermudah dan letakkan ke kantong sampah.
5. Bersihkan peristoma secara hati-hati dengan menggunakan kapas lembab lalu dikeringkan dengan tissue.
6. Gunting lubang kantong kolostomi baru dengan menggunakan kolostomi guide (1/16-1/8 inc lebih besar dari lubang kolostomi) sebelum membuka plastik penutup perekat kantong/face plate.
7. Pasang skin barrier dan kantong, apabila kulit ada yang tidak rata beri pasta kolostomi dan tunggu sampai kering 1-2 menit sebelum dipasang kantong kolostomi.
8. Tekan pinggir kantong kolostomi dengan telunjuk secara pelan.
9. Jika kantong kolostomi telah terpasang dengan baik letakkan tangan perawat diatas kolostomi selama 2 menit untuk meyakinkan bahwa kantong terpasang dengan benar.
10. Pasang belt kolostomi atau plester non allergic.
11. Rapikan alat-alat dan semprot ruangan dengan deodorant kolostomi (pewangi ruangan).
12. Buka sarung tangan dan cuci tangan.
13. Kantong kolostomi dapat dipertahankan 3-7 hari serta dapat dipakai saat mandi dan setelah mandi dan keringkan dengan baik.
14. Dokumentasikan.

Evaluasi:
1. Tidak ada kemerahan, iritasi, erosi, dan gangguan kulit sekitar peristoma.
2. Sekitar stoma bebas dari kebocoran.
3. Kantong stoma hanya berisi setengah oleh feses dan bebas dari flatus (tidak kembung).
4. Bebas bau dari kantong stoma.
5. Pasien dapat merawat stoma secara mandiri.

Dokumentasi:
1. Penampilan dari stoma, kulit peristoma, karakter keluaran dari stoma.
2. Dokumentasikan respon pasien terhadap stoma.
3. Laporkan proses pembelajaran dalam merawat stoma secara mandiri.

TINDAKAN DEBRIDEMENT PERAWATAN LUKA BAKAR

Pengertian:
Luka bakar adalah luka yang disebabkan oleh api, dan oleh penyebab lain dengan akibat serangan. Dapat juga disebabkan oleh air panas, listrik, bahan kimia dan radiasi.

Tujuan:
1. Untuk menentukan kedalaman luka bakar.
2. Untuk memberikan suportif atau resusitatif awal pada pasien dengan luka bakar.

Indikasi:
Luka bakar akibat listrik, bahan kimia, sengatan atau panas.

Persiapan Alat:
1. Sarung tangan bersih.
2. Sarung tangan steril.
3. Set steril.
- Kain kasa ukuran 4x4.
- Instrumen bak/bengkok.
- Duk steril.
- Kom kecil.
- Gunting.
- Pinset dan arteri klem.
4. Cairan NaCl 0,9%.
5. Spuit steril.
6. Gown bersih/celemek.
7. Pinset bersih.
8. Pengalas atau under pad.
9. Plester.
10. Tempat sampah.
11. Selimut ekstra (bila perlu).

Cara Kerja:
1. Jelaskan kepada klien prosedur dan tujuan mengganti luka.
2. Kaji skala nyeri, berikan obat analgesik 30 menit sebelum melakukan prosedur.
3. Bawa alat ke dekat pasien dan anjurkan kepada klien agar tidak menyentuh alat selama melakukan prosedur.
4. Jaga privasi klien.
5. Atur posisi klien yang nyaman dan tutup klien dengan selimut ekstra.
6. Letakkan alat-alat dekat dengan pasien.
7. Pasang under pad di bawah area yang ada luka.
8. Buka selimut dan baju klien sehingga bagian yang luka kelihatan.
9. Tempatkan bengkok di bawah luka.
10. Cuci tangan selama 1 menit dan pakai sarung tangan bersih.
11. Angkat balutan yang lama bagian luar dengan pinset bersih dan tinggalkan verban bagian dalam.
12. Nilai luka seperti jaringan granulasi, dehiscence, inflamasi serta karakter luka seperti: warna dan bau.
13. Nilai kulit sekitar luka: ekskoreasi, rednes, dan inflamasi.
14. Buka sarung tangan dan cuci tangan selama 3 menit.
15. Siapkan area steril.
16. Buka set balutan dan tuangkan cairan steril ke dalam kom kecil.
17. Buka bungkus spuit 20-50 cc, letakkan di area steril tanpa menyentuh area tersebut.
18. Pakai sarung tangan steril.
19. Peras kain kasa dan tempatkan pada bak instrument.
20. Isi cairan spuit.
21. Pasang duk steril di sekitar luka dan angkat balutan luka bagian dalam dengan pinset steril secara hati-hati lalu buang ke bengkok. Apabila balutan sukar diangkat, katakan kepada klien bahwa kondisi ini akan membuat anda tidak nyaman atau nyeri, jangan dituangkan cairan karena akan merusak jaringan pada saat verban diangkat.
22. Dekatkan spuit yang berisi cairan ke luka dan semprotkan secara hati-hati mulai dari permukaan luka sampai ke bagian yang dalam. Lakukan sampai cairan habis atau cairan yang keluar dari luka menjadi bening. Inspeksi luka, bila ada jaringan nekrose lakukan nekrotomi dengan mengangkat jaringan nekrotik, lalu bersihkan dengan kain kasa yang telah dilembabkan. Bersihkan luka dengan kain kasa 2x2 yang lembab mulai dari daerah tengah ke pinggir luar. Apabila lukanya dalam, ganti ujung spuit dengan kateter yang lembut dan masukkan ke dalam luka, lalu lakukan irigasi sampai air keluar dari luka menjadi bening.
23. Keringkan luka dengan kain kasa steril.
24. Setelah bersih, kompres dengan kain kasa lembab dan tutup dengan kasa kering.
25. Buka sarung tangan.
26. Rekatkan dengan plester, kembalikan posisi yang nyaman.
27. Rapikan alat-alat dan kembalikan ke tempatnya.
28. Cuci tangan.

IRIGASI TELINGA

Pengertian:
Irigasi telinga adalah suatu usaha untuk memasukkan cairan dalam telinga.
Tujuan: Untuk membersihkan atau mengeluarkan benda asing dari dalam telinga.

Indikasi:
1. Sumbatan serumen.
2. Adanya benda asing dalam telinga.

Kontra Indikasi:
1. Gangguan pada membran tympani.

Kemungkinan Komplikasi:
Ruptur (pecah) pada membran tympani.

Peralatan:
1. Alat irigasi telinga dengan penghisap (peralatan dapat bervariasi dari sprit balon sampai water pik) bila tersisa.
2. Sediakan forset telinga.
3. Air (sama dengan suhu tubuh)
4. Basin (bengkok) untuk menampung cairan.
5. Handuk/laken untuk menutupi pakaian pasien.

Prosedur Kerja:
1. Kumpulkan semua peralatan.
2. Identifikasi pasien.
3. Jelaskan prosedur tindakan pada pasien.
4. Cuci tangan.
5. Tutupi pasien dengan handuk/laken.
6. Berikan pasien posisi duduk.
7. Tarik aurikel (daun telinga) ke atas dan ke belakang.
8. Arahkan aliran cairan dari bagian atas liang telinga menggunakan spuit balon/water pik.
9. Keringkan bagian luar telinga setelah irigasi telinga dilakukan.

Tindak Lanjut:
1. Kaji keberhasilan irigasi telinga.
2. Kaji rasa nyaman pasien.
3. Bersihkan peralatan.

Dokumentasi:
1. Tanggal dan waktu prosedur.
2. Tipe dan jumlah cairan.
3. Toleransi pasien terhadap prosedur.
4. Karakter cairan yang keluar.
5. Intruksi-intruksi yang diperlukan oleh pasien atau keluarga.

Pemberian Obat Tetes Telinga:
Petunjuk cara menggunakan beter telinga yaitu:
1. Hangatkan larutan sepanas suhu badan (tidak lebih 38 °C) dapat timbul vertigo (pusing) bila cairan kepanasan atau kedinginan (obat tetesnya boleh genggam di dalam tangan beberapa saat atau rendam dalam cairan hangat).
2. Usahakan agar telinga pasien ke atas.
3. Luruskan lubang telinga dengan menarik daun telinga ke atas dan ke belakang (pada orang dewasa).
4. Teteskan obat pada dinding saluran.
Tujuan: Supaya cairan mudah mengalir melalui dinding telinga kalau ditetes ke tengah dapat menghalang gelembung udara.
5. Pertahankan kepala pasien pada posisi tadi selama 2-3 menit.
6. Keringkan telinga luar dari obat untuk mencegah iritasi.
7. Tutup telinga dengan kapas bila perlu.

Sabtu, 19 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN KEJANG DEMAM



DEFINISI KEJANG DEMAM
Kejang demam adalah kebangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rektal diatas 380C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium. Kejang demam merupakan kelainan neurologis yang paling sering dijumpai pada anak, terutama pada golongan umur 6 bulan sampai 4 tahun. Hampir 3% daripada anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah menderitanya (Millichap, 1968) (Staf pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2002).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Kejang demam adalah kejang yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa kejang demam adalah 380C atau lebih (Soetomenggolo, 1989; Lumbantobing, 1995). Kejang terjadi akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak (Freeman, 1980).
ETIOLOGI
Semua jenis infeksi yang bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang demam), pneumonia(Setengah dari kejadian pneumonia diperkirakan disebabkan oleh virus. Saat ini makin banyak saja virus yang berhasil diidentifikasi. Meski virus-virus ini kebanyakan menyerang saluran pernapasan bagian atas-terutama pada anak-anak- gangguan ini bisa memicu pneumonia. Untunglah, sebagian besar pneumonia jenis ini tidak berat dan sembuh dalam waktu singkat. Namun bila infeksi terjadi bersamaan dengan virus influensa, gangguan bisa berat dan kadang menyebabkan kematian, Virus yang menginfeksi paru akan berkembang biak walau tidak terlihat jaringan paru yang dipenuhi cairan. Gejala Pneumonia oleh virus sama saja dengan influensa, yaitu demam, batuk kering sakit kepala, ngilu diseluruh tubuh. Dan letih lesu, selama 12 ? 136 jam, napas menjadi sesak, batuk makin hebat dan menghasilkan sejumlah lendir. Demam tinggi kadang membuat bibir menjadi biru), gastroenteritis akut, exantema subitum (Penyakit eksantema virus yang sering menyerang bayi (infants) dan anak-anak (young children). Ditandai dengan demam tinggi yang mendadak dan sakit tenggorokan ringan. Beberapa hari kemudian terdapat suatu faint pinkish rash yng berlangsung selama beberapa jam hingga beberapa hari.
) salah satu komplikasinya adalah kejang demam, bronchitis, dan infeksi saluran kemih (Goodridge, 1987; Soetomenggolo, 1989). Selain itu juga infeksi diluar susunan syaraf pusat seperti tonsillitis, faringitis, forunkulosis serta pasca imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) dapat menyebabkan kejang demam.
Faktor lain yang mungkin berperan terhadap terjadinya kejang demam adalah :
  1. Produk toksik mikroorganisme terhadap otak (shigellosis, salmonellosis)
  2. Respon alergi atau keadaan imun yang abnormal oleh karena infeksi.
  3. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
  4. Gabungan dari faktor-faktor diatas.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara lain:
  1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama
  2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
  3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah relatif normal
  4. Riwayat demam yang sering
  5. Kejang pertama adalah complex febrile seizure
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai demam. Epilepsi merupakan faktor bawaan yang disebabkan karena gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang tajam.
PATOFISIOLOGI
  1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraseluler
  2. Rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi, atau aliran listrik dari sekitarnya
  3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan



Pada keadaan demam, kenaikan suhu 10C akan menyebabkan kenaikan metabolisme basal (jumlah minimal energi yang dibutuhkan untuk mempertahankan fungsi vital tubuh) sebanyak 10-15% dan kebutuhan oksigen meningkat 20%. Pada anak balita aliran darah ke otak mencapai 65% dari aliran darah ke seluruh tubuh, sedangkan pada orang dewasa aliran darah ke otak hanya 15%. Jadi, pada balita dengan kenaikan suhu tubuh tertentu dapat terjadi perubahan keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun natrium melalui membran sel neuron tadi, sehingga mengakibatkan terjadinya pelepasan muatan listrik. Besarnya muatan listrik yang terlepas sehingga dapat meluas/menyebar ke seluruh sel maupun ke membran sel lainnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter. Akibatnya terjadi kekakuan otot sehingga terjadi kejang.
Tiap anak mempunyai ambang kejang yang berbeda dan tergantung dari tinggi rendahnya ambang kejang seorang anak. Ada anak yang ambang kejangnya rendah, kejang telah terjadi pada suhu 380C, sedangkan pada anak dengan ambang kejang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 400C.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
  1. Pemeriksaan laboratorium
Perlu diadakan pemeriksaan laboratorium segera, berupa pemeriksaan gula dengan cara dextrosfrx dan fungsi lumbal. Hal ini berguna untuk menentukan sikap terhadap pengobatan hipoglikemia dan meningitis bakterilisasi. Selain itu pemeriksaan laboratorium lainnya yaitu:
  1. Pemeriksaan darah rutin ; Hb, Ht dan Trombosit. Pemeriksaan darah rutin secara berkala penting untuk memantau pendarahan intraventikuler.
  2. Pemeriksaan gula darah, kalsium, magnesium, kalium, urea, nitrogen, amonia dan analisis gas darah.
  3. Fungsi lumbal, untuk menentukan perdarahan, peradangan, pemeriksaan kimia. Bila cairan serebro spinal berdarah, sebagian cairan harus diputar, dan bila cairan supranatan berwarna kuning menandakan adanya xantrokromia. Untuk mengatasi terjadinya trauma pada fungsi lumbal dapat di kerjakan hitung butir darah merah pada ketiga tabung yang diisi cairan serebro spinal
  4. Pemeriksaan EKG dapat mendekteksi adanya hipokalsemia
  5. Pemeriksaan EEG penting untuk menegakkan diagnosa kejang. EEG juga diperlukan untuk menentukan pragnosis pada bayi cukup bulan. Bayi yang menunjukkan EEG latar belakang abnormal dan terdapat gelombang tajam multifokal atau dengan brust supresion atau bentuk isoelektrik. Mempunyai prognosis yang tidak baik dan hanya 12 % diantaranya mempunyai / menunjukkan perkembangan normal. Pemeriksaan EEG dapat juga digunakan untuk menentukan lamanya pengobatan. EEG pada bayi prematur dengan kejang tidak dapat meramalkan prognosis.
  6. Bila terdapat indikasi, pemeriksaan lab, dilanjutkan untuk mendapatkan diagnosis yang pasti yaitu mencakup :
MANIFESTASI KLINIK
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya kelainan neurologik.
Gejala yang mungkin timbul saat anak mengalami Kejang Demam antara lain : anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam).
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
  1. Anak hilang kesadaran
  2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
  3. Sulit bernapas
  4. Busa di mulut
  5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
  6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
Livingston membuat kriteria dan membagi kejang demam atas 2 golongan, yaitu:
  1. Kejang demam sederhana (simple febrile confulsion)
  2. Epilepsi yang di provokasi oleh demam (epilepsy triggered of by fever)
Kriteria livingston tersebut setelah dimodifikasi dipakai sebagai sebuah pedoman untuk membuat diagnosa kejang demam sederhana yaitu:
  1. Umur anak ketika kejang antara 6 bulan dan 4 tahun
  2. Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tidak lebih dari 15 menit
  3. Kejang bersifat umum
  4. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
  5. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang demam normal
  6. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan
  7. Frekuensi bangkitan kejang di dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
Kejang demam yang tidak memenuhi salah satu atau lebih dari ketujuh kriteria modifikasi Livingston di atas digolongkan pada epilepsi yang diprovokasi oleh demam, kejang ini mempunyai suatu dasar kelainan yang menyebabkan timbulnya kejang, sedangkan demam hanya merupakan faktor pencetus saja.
  1. PENATALAKSANAAN MEDIS DAN KEPERAWATAN
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
  1. Mengatasi kejang secepat mungkin
  2. Pengobatan penunjang
  3. Memberikan pengobatan rumat
  4. Mencari dan mengobati penyebab
  5. Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
  6. Pengobatan akut
  7. Mengatasi kejang secepat mungkin
Sebagai orang tua jika mengetahui seorang kejang demam, tindakan yang perlu kita lakukan secepat mungkin adalah semua pakaian yang ketat dibuka. Kepala sebaiknya miring untuk mencegah aspirasi isi lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi terjamin. Dan bisa juga diberikan sesuatu benda yang bisa digigit seperti kain, sendok balut kain yang berguna mencegah tergigitnya lidah atau tertutupnya jalan nafas. Bila suhu penderita meninggi, dapat dilakukan kompres dengan es/alkohol atau dapat juga diberi obat penurun panas/antipiretik
ASUHAN KEPERAWATAN
  1. 1. Pengkajian
    1. Aktivitas / istirahat : keletihan, kelemahan umum, perubahan tonus / kekuatan otot. Gerakan involunter
    2. Sirkulasi : peningkatan nadi, sianosis, tanda vital tidak normal atau depresi dengan penurunan nadi dan pernafasan
    3. Integritas ego : stressor eksternal / internal yang berhubungan dengan keadaan dan atau penanganan, peka rangsangan.
    4. Eliminasi : inkontinensia episodik, peningkatan tekanan kandung kemih dan tonus spinkter
    5. Makanan / cairan : sensitivitas terhadap makanan, mual dan muntah yang berhubungan dengan aktivitas kejang, kerusakan jaringan lunak / gigi
    6. Neurosensor : aktivitas kejang berulang, riwayat truma kepala dan infeksi serebra
    7. g. Riwayat jatuh / trauma
  1. 2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul
1)      Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot.
2)      Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neoromuskular
3)      Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Intervensi
Diagnosa 1
Resiko tinggi trauma / cidera b/d kelemahan, perubahan kesadaran, kehilangan koordinasi otot
Tujuan:Cidera/trauma tidak terjadi
Kriteria hasil:Faktor penyebab diketahui, mempertahankan aturan pengobatan, meningkatkan keamanan lingkungan
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
1.      Kaji dengan keluarga berbagai stimulus pencetus kejang.
2.      Observasi keadaan umum, sebelum, selama, dan sesudah kejang.
3.      Catat tipe dari aktivitas kejang dan beberapa kali terjadi.
4.      Lakukan penilaian neurology, tanda-tanda vital setelah kejang.
5.      Lindungi klien dari trauma atau kejang.
6.      Berikan kenyamanan bagi klien.
Kolaborasi
7.      Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi anti compulsan
1.      Demam, berbagai obat dan stimulasi lain (spt kurang tidur, lampu yang terlalu terang) dapat meningkatkan aktivitas otak, yang selanjutnya meningkatkan risiko terjadinya kejang.
2.      membedakan tanda dan gejala kejang sebelum, selama, dan sesudah kejang untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan pada klien
3.      membantu untuk melokalisasi daerah otak yang terkena
4.      mencatat keadaan posiktal dan waktu penyembuhan pada keadaan normal
5.      mencegah terjadinya cedera pasca kejang
6.      dengan adanya rasa nyaman klien akan merasa lebih tenang dan dengan adanya rasa nyaman ini akan membantu dalam proses penyembuhan.
7.      untuk mencegah terjadinya kejang berulang
Evaluasi
Trauma tidak terjadi
Diagnosa 2
Resiko tinggi terhadap inefektifnya bersihan jalan nafas b/d kerusakan neuromuskular
Tujuan:Inefektifitasnya bersihan jalan napas
Kriteria hasil :Jalan napas bersih dari sumbatan, suara napas vesikuler, sekresi mukosa tidak ada, RR dalam batas normal
INTERVENSI
RASIONAL
Mandiri
  1. Observasi tanda-tanda vital, atur posisi tidur klien fowler atau semi fowler.
2.       Lakukan penghisapan lendir,
3.      hindari hiperekstensi leher
Kolaborasi
4.      kolaborasi dengan dokter dalam pemberian therapi  O2
1..      tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien, posisi fowler/semifowler dapat meningkatkan ekspansi dada maksimal, membuat mudah bernapas sehingga meningkatkan kenyamanan.
2.      mencegah terjadinya penumpukan lendir, dan mempermudah jalan napas.
3.      dapat menghambat jalan napas
4.      pemberian terapi bertujuan untuk mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.
Evaluasi
Inefektifnya bersihan jalan napas tidak terjadi
Diagnosa 3
Resiko kejang berulang b/d peningkatan suhu tubuh
Tujuan:Aktivitas kejang tidak berulang
Kriteria hasil:Kejang dapat dikontrol, suhu tubuh kembali normal
INTERVENSI
RASIONAL
1.      Kaji factor pencetus kejang.
2.      Libatkan keluarga dalam pemberian tindakan pada klien.
3.      Observasi tanda-tanda vital.
4.      Lindungi anak dari trauma.
5.      Berikan kompres dingin pada daerah dahi dan ketiak.
1.      mencegah terjadinya peningkatan aktifitas otak yang selanjutnya dapat meningkatkan risiko terjadinya kejang.
2. keterlibatan keluarga sangat berarti dalam proses penyembuhan pasien anak dan mempererat hubungan psikologis anak dengan orang tua 3.tanda-tanda vital merupakan acuan untuk mengetahui keadaan umum pasien.
4.mencegah terjadinya cedera pasca kejang 5kompres dingin dapat atau akan
menurunkan suhu tubuh


Evaluasi:Aktivitas kejang tidak berulang