Minggu, 17 Februari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN POST APENDIKTOMY

BAB    I
PENDAHULUAN 

A.    Latar Belakang

Apendisitis atau usus buntu bagian dari usus besar yang muncul secara corong dari sekum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Juga sebagai suatu organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan hiper aktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen (Syaifuddin, 1997).
Apendisitis adalah salah satu penyebab umum dari akut abdomen, di negara berkembang dengan sekitar satu di antara enam orang yang menjalani apendiktomi. Jarang ditemukan di bawah usia dua tahun, tapi menyerang semua kelompok usia lain terutama anak-anak dan dewasa muda.
(Jones D.J. 1997)
Apendisitis kronis adalah penyebab tersering operasi pada pasien dengan nyeri abdomen. Insiden tertinggi pada orang dewasa tetapi segala usia mungkin dapat terkena juga. Apendisitis disebabkan karena tersumbatnya lumen oleh benda asing, fekalik, tumor atau parasit, mukosa sering mengskresi cairan di bawah penyumbatan intra luminal meningkat, mukosa mengalami hipoksia dan penimbunan tukak, dan bakteri menyerang dinding
(Darma Adji, 1992).
Tanda dan gejala apendiks secara umum biasanya bermula dari nyeri di daerah umbilicus dan berhubungan dengan muntah. Dalam 2 – 12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk selain itu juga terdapat tanda-tanda anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Salah satu pengobatan pada apendisitis kronis adalah apendiktomy yaitu tindakan pembedahan untuk memotong apendiks yang mengalami peradangan. Apendiktomy harus dilakukan segera sesudah kondisi pasien memungkinkan, untuk merawat post operasi apendiktomy perawat harus mampu memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara komprehensif dan paripurna. Masalah-masalah yang timbul akibat luka insisi setelah dilakukan apendiktomy dapat berupa pendarahan, shock, gangguan pernafasan, infeksi dan nyeri biasanya akan timbul akibat luka insisi yang dapat mempengaruhi mobilisasi, nafsu makan yang menurun, gangguan istirahat dan merasa kurang nyaman.
Sementara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam apendisitis merupakan penyebab radang usus buntu terbanyak pada laki-laki dan ada juga pada wanita terutama di usia 10 – 30 tahun diperkirakan 15 – 20% dari penduduk Aceh.
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari buku Register di Ruang Bedah Wanita Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan Maret 2003 sampai bulan Maret 2004 didapatkan jumlah pasien yang rawat inap 868 pasien dan yang menderita apendisitis 86 kasus (9%).
Berdasarkan gambaran di atas penulis tertarik untuk menerapkan pelayanan asuhan keperawatan yang dituangkan dalam suatu laporan studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Nn. M. dengan Post Apendiktomy di Ruang Rawat Bedah Wanita Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin banda Aceh”.

B.     Tujuan Penulisan

1.      Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman yang nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan post apendiktomy melalui proses keperawatan di Ruang Bedah Wanita Badan Pelayanan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2.      Tujuan Khusus
a.       Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien post apendiktomy secara komprehensif
b.      Dapat menentukan diagnosa keperawatan yang tepat dengan masalah yang timbul pada post operasi dengan kasus apendisitis kronis.
c.       Dapat merumuskan perencanaan asuhan keperawatan pasien post operasi dengan kasus apendiktomy.
d.      Dapat melaksanakan tindakan keperawatan dengan benar.
e.       Dapat mengevaluasi keberhasilan tindakan keperawatan sesuai dengan yang diharapkan
f.       Dapat membuat dokumentasi asuhan keperawatan pasien post operasi dengan kasus apendiktomy.

C.    Metode Penulisan

Untuk mempermudah penulisan Laporan Kasus ini penulis mengguna-kan metode deskriptif yaitu suatu metode yang menggambarkan karakteristik permasalahan yang bersifat aktual dan potensial serta diupayakan untuk diatasi dirubah sesuai dengan kebutuhan saat ini dan di masa yang akan datang yang pelaksanaannya bersifat studi kasus. 
1.      Tinjauan Kepustakaan
Yaitu membaca, memahami dan mempelajari teori-teori dari buku-buku ilmiah, majalah dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan Laporan Kasus ini.
2.      Tinjauan Kasus
Yaitu penulis langsung mengamati dan mempelajari serta melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien apendiktomy dengan menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :
a.       Wawancara pada pasien dan keluarganya untuk mendapatkan data subjektif dan perkembangan pasien
b.      Observasi, pengamatan secara langsung untuk mengetahui keadaan umum pasien dan tindakan keperawatan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien apendisitis kronis
c.       Pemeriksaan fisik pada pasien apendiktomy yang meliputi inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
d.      Pemeriksaan penunjang, meliputi pemeriksaan leukosit dan urine
e.       Dokumentasi meliputi catatan yang ada di Rumah Sakit seperti status pasien, buku laporan dan lain-lain.

                                                                               BAB    II

KONSEP DASAR TEORITIS

A.    Konsep Dasar Teoritis Medis

1.      Pengertian
Apendiktomy ialah suatu tindakan pengangkatan apendiks yang ter imflamasi dengan menggunakan pendekatan endoskopi (Jones DJ 1997).
Apendiksitis ialah suatu peradangan usus buntu yang umumnya disebabkan oleh sumbatan, sumbatan tersebut disebabkan oleh hiperflasia kelenjar getah bening, fekalit (feses yang menjadi keras) benda asing, tumor. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung panjangnya kira-kiira 10cm (berjarak 3-15cm) dan pangkal sekum, lumennya sempit dibagian proksimal dan melebar dibagian distal, namun pada bayi apendiks berbentuk kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujung nya, keadaan ini mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendiksitis pada usia itu
Fungsi apendiks tidak diketahui, kadang-kadang apendiks disebut “tonsil abdomen”karena ditemukan banyak jaringan limfoid sejak intra uteri akhir kehamilan dan mencapai puncaknya kira-kira 15 tahun,yang kemudian mengalami atrofi serta praktis menghalang pada usia 60 tahun.diperkirakan apendiks mempunyai peranan dalam mekanisme imunologi. dengan kekurangan jaringan limfoid terjadi fibrosit dan pada kebanyakan kasus timbul kontriksi lumen atau obriteri (Sueparman 1990)

2.      Etiologi dan Patofisiologi
a.       Etiologi
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti,para ahli menduga timbulnya apendiksitis ada hubungannya dengan cara hidup seseorang, biasanya makan dan hidup yang takteratur dengan kerja badaniah yang keras, orang kota lebih banyak terserang apendiksitis daripada oranng desa dan orang barat lebih banyak daripada orang asia,kuman yang sering ditemukan dalam apendiks yang meradang adalah Escherichia coli dan Streptococcus (Oswari E 1993)             
b.      Patofisiologi
Apendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipatnya atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces)tumor, benda asing proses imflamasi meningkat tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam terlokalisasi dikuadran kanan bawah dari abdomen akhirnya apendik yang terimplamasi berisi pus
(Suzanne C Smeitzer, 2000)
3.      Gejala Klinis
Gejala prodromal (tanda penyakit akan timbul) berupa lemas mual dan muntah, gelisah, perut terasa tak enak kadang-kadang terasa sakit di sekitar pusat lalu pidah ke perut kanan bawah.
Pasien sering tidur dengan paha kanan ditekuk bila pahanya diluruskan apendiks akan terangsang sehingga akan menimbulkan perasaan sakit.bila perut kanan ditekan terasa sakit,pada wanita bila ditemukan nyeri tekan dada perut kanan bawah harus dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal taucher) untuk membedakan dengan peradangan tuba atau ovarium. Demam biasanya tidak terlalu tinggi 39 ºC – 40 ºC biasanya bukan disebabkan oleh apendiks,bila suhu meningkat dengan tiba-tiba perlu dipikirkan terjadinya perforasi apendiks. Penderita mengeluh tidak dapat buang air besar dalam beberapa hari (konstipasi) dan pada anak-anak sering ditemukan mencret (Oswari E 1993). 
4.      Pengobatan dan Diagnosa
a.       Pengobatan
Bila ditentukan apendiksitis kronis satu-satunya penggobatan adalah operasi membuang usus buntu (Apendiktomy) karena bila ditunda ada kemungkinan terjadinya ganggren atau perforasi. Pada abses apendiks dilakukan drainase (mengeluarkan nanah). Bila keadaan memungkinkan apendiks dibuang sekaligus, bila tidak mungkin harus di tunggu 2-3 bulan kemudian baru apendiks diangkat melalui operasi kedua, perawatan paska operasi sama dengan perawatan operasi abdomen lainya yaitu puasa sampai terdengar bising usus dan platus baru boleh diberikan bubur saring, antibiotik dan analgetik diberikan sesuai dengan perintah ahli bedanya (Oswari E 1993).  
b.             Apendik yang mendapat pengobatan yang baik sering berubah abses, perforasi, atau peritonitis, kadang-kadang pasien datang dengan keluhan nyeri pada perut kanan bawah, bila diraba dan ditekan terasa suatu benjolan yang besarnya sebesar telor ayam dan biasanya disebabkan oleh perforasi apendisitis, perforasi menyebabkan abses terbatas yang kemu-dian tersumbat oleh omentum dan caecum yang menebal (Oswari E 1993)
5.      Perawatan Dan Pencegahan
Perawatan untuk menghilangkan nyeri mencegah kehilangan volume cairan, mengurangi ansietas, mengilangkan infeksi karena potensial atau ganguan aktual saluran gastrointestinal, mempertahakan integritas kulit dan mendapatkan nutrisi-nutrisi yang optimal (Suzanne C. Smeltzer,  2000) 
6.      Laporan Operasi : Apendiktomy
-          Operasi dimulai jam 11.58 WIB
-          Pasien dalam Posisi Supine (telentang) di bawah anastesi umum
-          Lapangan operasi didesinfeksi dengan panidolodin dan alcohol 70% dan ditutup dengan dues steril
-          Dilakukan insisi abdomen sepenjang 5 cm dan diperdalam
-          Dilakukan apendiktomy dan luka dicuci dengan NaCl  0,5%
-          Luka operasi dijahit lapis demi lapis
-          Operasi selesai jam 12.30 WIB
-          Penanggung jawab dr. Sutomo Marsismi. Sp.B.
B.     Konsep Dasar Teoritis Keperawatan
1.      Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk mengumpulkan data atau informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui kebutuhan penderita tersebut.
Analisa riwayat keperawatan / kesehatan.
a.      Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, alamat, pekerjaan, status perkawinan, tanggal masuk dan penangung jawab. Biasanya dari 7 % dari populasi akan mengalami apendisitis pada watku ynag bersamaan dalam hidup mereka. Pria lebih sering terjadi dari pada wanita dan remaja lebih sering terjadi dari pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi antara usia 10 sampai 30 Tahun (Suzanne C. Semeitzer, 2000). 
b.      Riwayat kesehatan
a.       Keluhan utama
o   Pre operasi
Nyeri perut yang hebat, sehingga pasien merintih kesakitan, terjadinya mual dan muntah kehilangan nafsu makan, perut gembung berisi angin dinding perut terasa keras seperti papan yang disebabkan oleh reaksi dinding perut untuk melindungi bagian yang sakit (Oswari E. 1993) 
o   Post operasi
Umumnya nyeri perut pada bekas insisi, terjadinya konstipasi, tidak ada nafsu makan, pasien sesak dan ansietas.
(Darma Adji, 1992)
b.      Riwayat Penyakit Sekarang
       Pre operasi
Mereka mengalami nyeri abdomen kolik, sentral dan kostan yang berhubungan dengan anoreksia mual dan muntah, setelah beberapa hari nyeri berpindah ke fosa iliaka kanan. Terjadinya kemerah-merahan, tadikardia, demam sampai 38 0C. (Jones DJ., 1997). 
       Post operasi
Umumnya pasien mengeluh nyeri tekan di daerah apendik, badan terasa panas tidak ada nafsu makan, lemas dan pasien merasa sesak karena pengaruh anastesi. (Cameron, 1997)
c.       Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya pesien mengalami konstipasi, nyeri dangkal dan kram pada kuadran kiri bawah dari abdomen dan disertai demam ringan dan sering terjadinya mual dan muntah. (Cameron, 1997)
d.      Riwayat Kesehatan Keluarga
Beberapa masalah pada sistem pencernaan apendisitis merupakan penyakit yang terjadi akibat makan makanan yang tidak mengandung serat dan banyak mengandung biji-bijian dan dapat mempengaruh apendik dan tidak menular baik pada keluarga maupun pada orang lain. (Sueparman, 1990)
c.       Pola Kebiasaan
1.   Pola Nutrisi
a.      Pola makan
       Pre operasi
Umumnya pasien mengkunsumsi makanan yang rendah serat  dan juga makanan yang banyak mengandung biji-bijian.
(Sueparman, 1990)
§  Post operasi
Biasanya pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya nyeri di daerah abdomen yang disertai pengaruh anastesi. (Cameron, 1997)
b.      Pola minum
§  Pre operasi
Umumnya pola minum pasien tidak mengalami gangguan.
(Barbara C. Long, 1996)
§  Post operasi
Biasanya pola minum pasien tidak mengalami gangguan
(Barbara C. Long, 1996)
2.      Pola Istirahat
o   Pre operasi
Pada umunya pola istirahat pasien tidak terganggu
(Robert Priharjo, 1993)
o   Post operasi
Pada umumnya pola istirahat pasien mengalami gangguan disebabkan nyeri pada luka insisi. (Robert Priharjo, 1993)
3.      Pola Aktivitas
       Pre operasi
Sebelum dioperasi pasien bisa melakukan aktivitas sehari-hari
(Linda Juall Carpenito, 1996)
       Post operasi
Umumnya pada pasien operasi apendiktomy pola aktivitas mengalami gangguan karena disebabkan nyeri pada daerah bekas insisi. (Linda Juall Carpenito, 1996)
4.      Pola Eliminasi
       Pre operasi
Umumnya BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
       Post operasi
Biasanya pada pasien post apendiktomy pola BAB dan BAK mengalami gangguan karena pengaruh anastesi. (Cameron, 1997)
5.      Pola sosial
       Pre operasi
Umumnya pasien dengan apendiktomy psikologisnya tidak mengalami gangguan.
       Post operasi
Biasanya pada pasien apendiktomy psikologisnya mengalami gangguan karena merasa cemas. (Darma Adji, 1992)
6.      Keadaan sosial
       Pre operasi
Pada pasien dengan apendiktomy biasanya keadaan sosial tidak mengalami gangguan
       Post operasi
Pada pasien apendiktomy keadaan sosialnya tidak mengalami gangguan. (Darma Adji, 1992)
7.      Keadaan Spiritual
       Pre operasi
Biasanya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnnya tidak mengalami gangguan
       Post operasi
Umumnya pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnya mengalami gangguan karena terjadinya proses pembedahan abdomen kanan bawah. (Darma Adji, 1992) 
8.      Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dikaji keadaan seluruh tubuh dimulai dari kepala dan leher, thorak, addominalis, anus, genetalia, ekstremitas dan intergumen.
       Data pre operasi
a.       Inspeksi
Pada pasien apendisitis biasanya keadaan umum lemah, ekspresi wajah cemas (Darma Adji, 1992)
b.      Palpasi
Pada pasien apendisitis biasanya terdapat nyeri tekan pada perut kanan bawah. (Cameron, 1997)
c.       Perkusi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri ketok, pekak hati.
(Sueparman, 1990)
d.      Auskultasi
Pada pasien apendisitis biasanya bising usus tidak ada, pergerakan peristaltik usus, detak jantung serta bunyi nafas normal. (Jones DJ., 1997)
       Data post operasi
a.       Inspeksi
Pada pasien apendisitis biasanya keadaan umum lemah, disebabkan nyeri pada luka operasi dan juga terlihat perut kembung. (Oswari E., 1993)
b.      Palpasi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri tekan pada abdomen kanan bawah dimulai dari sisi yang tidak sakit untuk menyesuaikan tangan pemeriksa pada perut penderita. (Cameron, 1997)
c.       Perkusi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri ketok, pekak hati (jika terjadi peritonitas, pekak ini hilang oleh karena bocoran usus, maka udara bocor)
d.      Auskultasi
Pada pasien apendisitis biasanya bising usus tidak ada, (oleh karena peritonitis) sedangkan jika nyeri ketok tersebut di satu tempat (titik Mc. Burney) maka tidak ada peritonitis lokal, jika nyeri di seluruh abdomen, maka terjadi peritonitis umum (bila terjadi perforasi apendik). (Jones DJ., 1997)
9.      Pemeriksaan penunjang
       Pemeriksaan laboratorium
a.       Pemeriksaan leokosit : urine
Terdapat peningkatan leukosit di atas 12000/mm2, netrofil meningkat sampai 75 %
b.      Pemeriksaan darah (HB)
Sel darah putih total meningkat di atas 10000/m2 pada 85% pasien dan tiga perempat mempunyai hitung deferensial sel darah putih yang abnormal.
       Foto abdomen
Dapat dinyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalik) ileus terlokalisasi. (Jones DJ., 1997)
2.      Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian keperawatan yang telah diuraikan di atas maka selanjutnya data dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yang terdiri dari data pre operasi dan post operasi yang meliputi data subjektif dan data objektif.
a.   Data Subjektif dan Data objektif pada Pre Operasi
       Data subjektif pre operasi
-          Pasien mengeluh nyeri perut atau abdomen
-          Terjadinya mual dan muntah
-          Pasien mengeluh tidak ada nafsu makan
-          Pasien mengeluh tidak bisa istirahat
       Data objektif pada post operasi
-          Perut kembung berisi angin
-          Perut keras seperti papan
-          Terjadi kemerah-merahan pada pasien
-          Suhu tubuh meningkat 38,3 OC
-          Ekpresi wajah cemas
-          Nyeri tekan pada perut kanan bawah
-          Terjadi pekak hati
b.      Data subjektif dan objektif pada post operasi
       Data subjektif post operasi
-          Pasien mengeluh nyeri perut pada daerah insisi
-          Pasien mengeluh sukar BAB
-          Pasien mengeluh tidak bisa istirahat
-          Pasien mengeluh kurang nafsu makan
-          Pasien merasa cemas dan gelisah
       Data objektif post operasi
-          Ekspresi wajah cemas dan gelisah
-          Porsi makan yang disediakan tidak habis
-          Perut kembung
-          Peningkatan suhu tubuh
-          Ditemukan tanda-tanda infeksi
-          Nyeri tekan epigastrium
-          Ketergantungan pada orang lain
-          Peristaltik usus tidak ada
Berdasarkan analisa yang diperoleh dari pengkajian di atas maka ditemukan beberapa masalah yang dihadapi oleh pasien yang membutuhkan intervensi keperawatan, diagnosa keperawatan yang timbul pada post operasi apendiktomy sebagai berikut :
1.      Risiko terhadap perubahan fungsi pernafasan yang berhubungan dengan imobilitas skunder terhadap status pasca anestesi dan nyeri
2.      Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentanan terhadap bakteri skunder terhadap luka
3.      Nyeri yang berhubungan dengan interupsi bedah struktur tubuh flatus dan imobilitas
4.      Risiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan skunder terhadap nyeri, mual, muntah dan pembatasan diet.
5.      Risiko terhadap konstipasi kolon yang berhubungan dengan peningkatan peristaltik skunder terhadap imobilitas dan efek anastesi dan narkotika.
6.      Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dan keletihan skunder terhadap anastesi, hipoksia jaringan dan ketidak cukupan masukan cairan dan nutrisi.
7.      Risiko terhadap infeksi penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dngan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan letak operasi, pembatasan (diet, aktivitas) obat-obatan, tanda dan gejala komplikasi dan perawatan lanjutan. 
3.      Perencanaan Keperawatan
Menurut Linda Juall Carpenito (1999), Rencana keperawatan yang mungkin ditegakkan pada pasien post apendiktomy adalah sebagai berikut :
a.       Risiko terhadap perubahan fungsi pernafasan yang berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap status pasca anastesi dan nyeri.
Kriteria hasil
-          Pasien akan menunjukkan lapang paru bersih
Intervensi
-          Auskultasi lapang paru terhadap penurunan dan bunyi nafas abnormal
-          Lakukan tindakan untuk mencegah aspirasi
-          Kurangi resiko obstruksi lidah
-          Pertegas penyuluhan pra operasi tentang pentingnya mengubah posisi
-          Bila terdapat sekresi anjurkan batuk penghisapan bila hanya diindikasi dengan auskultasi
Rasionalisasi
-          Atelektasi disebabkan oleh retensi sekresi atau penurunan volume paru pasca operasi
-          Pada periode pasca operasi, penurunan sensori dan hipo ventilasi menambah risiko aspirasi
-          Perubahan posisi posterior lidah dapat menyumbat faring
-          Nyeri pasca operasi dapat menghambat kepatuhan penegasan pentingnya tindakan ini supaya dapat meningkatkan kepatuhan
-          Statis sekresi dapat mencetuskan infeksi dan atelektatif.
b.      Risiko terhadap infeksi yang berhubungan peningkatan kerentanan terhadap bakteri sekunder terhadap luka.
Kriteria
-          Pasien dapat menunjukkan penyebuhan dengan bukti tepi luka utuh
Intervensi
-          Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi
-          Lakukan langkah-langkah untuk mencegah infeksi
-          Pertahankan balutan peli utera satu lapis untuk 24 sampai 48 jam
-          Konsultasikan dengan perawat ahli untuk tindakan lebih spesifik.
Rasionalisasi
-          Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan peningkatan darah dalam aliran limfe
-          Tindakan ini membantu mencegah masuknya mikro organisme ke dalam luka dan juga mengurangi resiko tranmisi infeksi pada orang lain.
-          Balutan ini mempertahankan lingkungan lembab yang meningkatkan imigrasi epitel terbaik dan melindungi luka dari masuknya mikro organisme.
-          Penatalaksanaan luka komplek atau kerusakan penyembuhan memerlukan konsultasi keperawatan ahli 
c.       Nyeri yang berhubungan dengan interupsi struktur tubuh, flatus, dan imobilitas.
Kriteria hasil
-          Pasien melaporkan penurunan progresif dari nyeri dan peningkatan aktivitas
Intervensi
-          Kolaborasikan dengan pasien untuk menentukan intervensi pereda nyeri yang efektif
-          Kurangi rasa takut pasien dan luruskan setiap misinformasi
-          Berikan pereda nyeri yang optimal dengan analgesik
-          Berikan latihan
-          Tingkatkan pasien ke ambulasi tanpa bantuan bila mungkin
Rasionalisasi
-          Pasien yang mengalami nyeri dapat merasa kehilangan kontrol terhadap tubuh dan hidupnya
-          Pasien yang disiapkan untuk prosedur yang menimbulkan nyeri dengan penjelasan detil tentang sensori yang akan dirasakan biasanya mengalami sedikit stress dan nyeri dari pada menerima penjelasan.
-          Narkotika dapat menekan pusat pernafasan pada otak
-          Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan konsumsi oksigen.
-          Berjalan akan meningkatkan aliran balik vena, mencegah stasil vena, mengembangkan jaringan paru. 
d.      Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh, yeng berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah, pemembatasan diet..
Kriteria hasil
Pasien akan melanjutkan pencernaan kebutuhan nutrisi harian yang diperlukan, yang mencakup :
-          Pemilihan dari empat kelompok makanan
-          2000 sampai 3000 ml cairan
-          Serat, vitamin, dan mineral adekuat
Intervensi
-          Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian optimal
-          Pantau status hiper metabolisme
-          Diskusikan kebutuhan nutrisi dan sumber diet
-          Ambil tindakan untuk menghilangkan nyeri
-          Lakukan tindakan untuk mengurangi mual
-          Pertahankan hygiene oral yang baik setiap waktu
-          Berikan agen antiemetik sebelum makan bila diindikasikan
Rasionalisasi
-          Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein, karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan fibroblas
-          Hiper metabolisme diperkirakan 3 sampai 4 hari pertama pasca operasi.
-          Komplikasi utama trauma dan sepsis meningkatkan laju metabolisme dari 10% sampai 50%
-          Nyeri menyebabkan keletihan dan mual yang dapat menurunkan nafsu makan
-          Anjurkan cepat merangsang pusat muntah dengan pembangkit eferen
-          Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu makan
-          Antiemetik, mencegah mual dan muntah
e.       Risiko terhadap konstipasi kolonik yang berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder terhadap mobilitas serta efek anestesi dan narkotika.
Kriteria hasil
Pasien dapat memiliki fungsi usus efektif pra operasi
Intervensi
-          Kaji bising usus untuk menentukan kapan memberikan cairan
-          Jelaskan efek aktivitas harian pada eliminasi
-          Beri tahu dokter bila bisingnya tidak terdengar dalam 6 – 10 jam.
Rasionalisasi
-          Adanya bising usus menunjukkan kembalinya peristaltik
-          Aktivitas mempengaruhi eliminasi usus dengan memperbaiki tonus otot abdomen, dan merangsang nafsu makan
-          Tidak adanya bising usus dapat menandakan paralitik ileus. 
f.       Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan keterbatasan mobilitas dan kecemasan sekunder terhadap anastasi, hipoksia jaringan dan ketidak cukupan cairan nutrisi
Kriteria hasil
-          Pasien dapat meningkatkan toleransi terhadap ambulansi progresif
Intervensi
-          Dorong kemajuan tingkat aktivitas pasien
-          Tingkatkan aktivitas perawatan diri pasien dan perawatan diri parsial
-          Rencanakan periode istirahat teratur sesuai jadwal harian pasien
Rasionalisasi
-          Peningkatan aktivitas secara bertahap memungkinkan system kardio pulmonal pasien untuk kembali pada status pra operasinya.
-          Partisipasi pasien dengan perawatan diri memperbaiki fungsi fisiologisnya dan mengurangi kelelahan.
-          Periode istirahat teratur memungkinkan tubuh untuk menghemat dan memulihkan energi.
g.      Risiko inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang perawatan sisi operasi, pembatasan (diet aktivitas obat) tanda dan gejala komplikasi dan perawatan lanjut.
Kriteria hasil
Kesiapan dan kemampuan untuk belajar serta dan menyerap informasi
Intervensi
-          Pertegas pembatasan aktivitas sesuai indikasi
-          Tinjau ulang dengan pasien dan keluarga tujuan dosis, pemberian dan efek
-          Bila mana memungkinkan beri intruksi tertulis atau video tambahan
-          Evaluasi pemahaman pasien dan keluarga tentang informasi yang diberikan.
Rasionalisasi
-          Menghindari aktivitas tertentu, menurunkan resiko dehisens luka sebelum pembentukan jaringan parut
-          Pengetian yang menyeluruh dapat membantu mencegah kesalahan pemberian obat.
-          Vidio dan intruksi tertulis dapat memberikan sumber informasi untuk dipergunakan di rumah.
-          Pasien dan keluarga meminta untuk bertanggung jawab terhadap perawatan bila mereka cemas, nyeri dan sebagainya. 
4        Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan pengelolaan dan perwujudan serta rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari kriteria hasil intervensi dan rasionalisasi. Pelaksanaan dari asuhan keperawatan meliputi rencana-rencana tindakan oleh perawat, anjuran dokter dan ketentuan-ketentuan di rumah sakit. Bagi seseorang perawat yang profesional dituntut untuk mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang luas dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dapat sehingga dapat memperoleh hasil yang diharapkan.
 5. Evaluasi  Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan perawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien. Dalam hal ini di evaluasi setiap tahap proses pasien dan perawat, mulai dari diagnosa sampai tindakan evaluasi merupakan bagian terakhir dari asuhan keperawatan.
Pengukuran keberhasilan dari rencana keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien, pada pasien post apendiktomy didasarkan reaksi pasien seperti :
a.       Rasa nyaman terpenuhi
b.      Nyeri insisi hilang dan berkurang
c.       Infeksi tidak terjadi
d.      Intake dan output cairan dan elektrolit seimbang
e.       Konstipasi tidak terjadi
f.       Kebutuhan aktivitas sehari-hari  (ADL) terpenuhi
Dari evaluiasi diperoleh 4 (empat) kesimpulan
-          Masalah dapat teratasi
-          Masalah sebagian dapat teratasi
-          Masalah sama sekali tidak teratasi
-          Timbul masalah baru
Apabila masalah pasien teratasi maka dilakukan tindakan lanjutan, tetapi bila masalah pasien sama sekali tidak teratasi atau timbul masalah baru maka perawat harus tetap berusaha untuk mengawasi masalah yang dihadapi pasien dan meninjau kembali rencana keperawatan yang telah dilaksanakan dan menyesuaikan dengan masalah yang baru timbul.

                                                                           BAB    III
PEMBAHASAN KASUS


Dalam bab ini penulis membahas hasil penyajian yang telah diuraikan dalam lampiran kasus. Pembahasan ini meliputi persamaan dan kesenjangan yang didapatkan setelah dilihat perbandingan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus yang telah penulis peroleh dari lahan praktek.
Masalah yang dibahas tentang asuhan keperawatan pasien post operasi apendiktomy melalui pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. 

A.    Pengkajian

Berdasarkan pengkajian yang penulis lakukan pada tanggal 17 Maret 2004 didapatkan data sebagai berikut : Nama Nn. M. umur 23 tahun, pendidikan sekarang mahasiswi FKIP, jenis kelamin perempuan, agama Islam, suku Aceh, tempat tinggal di Banda Aceh, dirawat di kamar Kakap di Ruang Rawat Bedah Wanita dengan diagnosa medis Apendiktomy.
Biasanya apendiksitis sering menyerang kaum laki-laki dari pada kaum wanita, karena laki-laki cenderung hidup tidak teratur dengan kerja badaniah yang keras dan sering menyerang pada umur 10 sampai 30 tahun dan mungkin saja wanita terkena karena pada umumnya mereka hidup yang tidak teratur (Oswati E., 1993)
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien maka didapatkan data-data sebagai beikut ; nyeri pada luka operasi di daerah kuadran kanan bawah, nyeri bila melakukan aktivitas, kurang tau tentang perawatan luka dan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien berupa pemeriksaan inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi didapatkan data sebagai berikut : nyeri tekan pada daerah operasi, wajah tampak meringis, nyeri tekan pada daerah kuadran kanan bawah abdomen, terdapat luka insisi di kuadran kanan abdomen dengan panjang + 5 cm, luka tertutup perban.
Menurut teori didapatkan nyeri pada daerah kuadran kanan bawah abdomen disebabkan karena adanya peningkatan tekanan intra lumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan obstruksi vena, oedema bertamabah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri di dasar perut kanan bawah (Arief Mansjoer, dkk., 2002).
Berdasarkan tinjauan kasus yang dilakukan berdasarakan pengkajian 3 generasi baik dari pihak ayah atau ibu tidak ditemukan adanya riwayat kesehatan keluarga dengan apendisitis. Kemungkinan penyebab apendisitis pada pasien karena gaya hidupnya yang tidak teratur, pasien tinggal bukan dengan orang tuanya sehingga pola makan dan pola kerja yang tidak teratur (Oswari E., 1993)
Pada pola nutrisi sebelum dirawat pasien sering mengkonsumsi makanan secara tidak teratur dengan pola pengkonsumsiannya nasi, ikan, sayur dan kadang-kadang buah. Dan dengan pola minum + 8 gelas sehari. Selama dirawat pasien makan 3 kali sehari dengan diit M II, pasien tidak mampu mengkonsumsi diit yang diberikan di rumah sakit sehingga keluarga membawa nasi yang dimasak di rumah dengan pola diit tetap sama yaitu M II, sebagai satu alternatif agar pasien tetap terpenuhi pola nutrisinya. Walaupun secara teoritis dikatakan bahwa pasien dengan post op. apendisitis akan mengalami gangguan pemenuhan nutrisi yang disebabkan karena adanya luka yang disertai dengan pengaruh anestesi. Tapi pada kondisi pasien pengaruh anestesi sudah hilang dan pasien mempunyai motifasi yang sangat besar untuk sembuh.
Pola istirahat pasien selama dirawat menjadi terganggu, ini diakibatkan oleh sering terbangunnya dari tidur karena terasa nyeri pada luka sehingga pasien hanya dapat tidur kira-kira 5 – 6 jam/hari. Berdasarkan tinjauan teoriti didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tidur adalah penyakit serta rasa nyeri, keadaan lingkungan yang tidak nyaman dan tenang, kelelahan, emosi yang tidak stabil, beberapa jenis obat-obatan dan penggunaan alkohol (Robert Prihardjo, 1993).
Pada pola aktivitas didapatkan adanya kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari yang disebabkan oleh manifestasi klinis yang timbul dari penyakitnya berupa badan lemah, cepat lelah dan adanya luka Post Op. Berdasarkan tinjauan teoritis rasa lemah dan mudah lelah selama mengerjakan kegiatan fisik adalah hipoksia jaringan dan adanya nyeri karena bekas Post Op. (Linda Juall Carpenito, 1996).
Dalam pemeriksaan fisik dapat dikaji data post operasi didapatkan data sebagai berikut ; keadaan umum lemah disebabkan nyeri pada luka operasi dan terlihat perut kembung, nyeri tekan pada abdomen kanan bawah, nyeri ketok, pekak hati jika terjadi peristonitis, bising usus tidak ada (oleh karena peritonitis) sedangkan nyeri ketok tersebut di satu tempat maka tidak ada peritonitis lokal, jika terjadi di seluruh abdomen maka terjadi peritonitis umum.
Dari data tersebut terdapat kesenjangan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus didapatkan : nyeri bila melakukan aktivitas, kurang mengerti tentang perawatan luka, sedangkan pada tinjauan teoritis didapatkan data sebagai berikut : Terjadinya konstipasi tidak ada nafsu makan, sesak dan cemas.
Dari hasil pemeriksaan penunjang tidak terdapat kesenjangan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus hasil pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan yaitu didapatkan jumlah leukosit 13000, dan pada tinjauan teoritis juga didapatkan peningkatan leukosit di atas 12000/ui.

B.     Diagnosa Keperawatan

Menurut Carpenito L.J. (1999) ada 7 diagnosa keperawatan yang sering muncul pada kasus post apendiktomy, yaitu :
1.      Risiko terhadap penurunan fungsi pernafasan yang berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap status pasca anastesi dan nyeri.
2.      Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan peningkatan kerentangan terhadap bakteri sekunder terhadap luka.
3.      Nyeri yang berhubungan dengan interupsi bedah, struktur tubuh, platus, dan imobilitas.
4.      Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah, dan pembatasan diet.
5.      Risiko terhadap konstipasi kolon yang berhubungan dengan peningkatan peristaltik sekunder terhadap imobilitas dan efek anastesi dan narkotika.
6.      intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dan keletihan sekunder terhadap anastesi, hipoksia jaringan dan ketidak cukupan masukan cairan dan nutrisi.
7.      Risiko terhadap penatalaksanaan regimen terapeutik yang berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan letak operasi, pembatalan diet aktivitas, obat-obatan tanda dan gejala komplikasi dan perawatan lanjutan.
Sedangkan diagnosa keperawatan pada tinjauan kasus sebagai berikut :
  1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan.
  2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
  3. Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas insisi.
Risiko tehadap perubahan fungsi pernafasan yang berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap status pasca anastesi dan nyeri, masalah ini tidak ditegakkan karena tidak ditemukan pada data penunjang seperti tanda-tanda serak, pernafasan lancar.
Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan skunder terhadap nyeri, mual dan muntah masalah ini tidak ditegakkan karena pada saat mual dan muntah masalah ini tidak ditegakkan karena pada saat asuhan keperawatan pola makan pasien teratur, dan berat badan pasien tidak turun  tapi masih bertahan pada berat badan normal.
Risiko terhadap konstipasi kolon yang berhubungan dengan penurunan peristaltik sekunder terhadap imobilitas dan efek anastesi masalah ini tidak dinaikkan karena tidak muncul data-data  penunjang bahwa pasien susah BAB, nampaknya pasien BAB biasa saja. 

C.    Perencanaan

Dari hasil perencanaan pada pasien apendiktomy pada tinjauan kasus sebagai berikut, kaji intesitas nyeri lokasi dan durasi nyeri, kaji pernyataan verbal dan non verbal, berikan tindakan kenyamanan, ganti perban, ganti laken anjurkan pasien untuk melakukan  aktivitas fisik sesuai dengan kemampuannya, rencananakan periode istirahat teratur sesuai jadwal harian pasien, jelaskan pada pasien  tentang penyakitnya. Awasi tanda-tanda vital pasien, lakukan langkah-langkah mencegah infeksi dengan mencuci tangan sebelum menggantikan balutan pantau terhadap tanda-tanda infeksi seperti pembengkakan dan kemerah-merahan.
Sedangkan pada tinjauan teoritis perencanaannya sebagai berikut, auskultasi lapang paru terhadap penurunan dan bunyi nafas norma, lakukan tindakan untuk mencegah aspirasi kurangi, risiko obstruksi lidah, beri penyuluhan tentang pentingnya mengubah posisi bila terdapat selesai anjurkan batuk. Pantau terhadap tanda-tanda infeksi, lakukan langkah-langkah untuk mencegah infeksi, pertahankan balutan poli ureta satu lapis  untuk 24 sampai 48 jam. Konsultasi dengan perawat ahli untuk tindakan perawatan kulit, kalaborasi dengan pasien untuk menentukan intervensi pereda nyeri yang efektif, kurangi rasa takut pasien dan luruskan misinformasi, berikan pereda nyeri optimal dengan analgesik yang di resepkan, berikan latihan pernafasan, tingkatkan ke ambulansi tanpa bantuan, jelaskan tentang pentingnya masukan nutrisi pantau status hiper metabolisme. Lakukan tindakan untuk mengurangi  mual dan muntah, kaji bising usus untuk menentukan respon pemberian cairan, jelaskan efek aktivitas harian pada eliminasi Bantu dalam ambulansi bila mungkin, beri tau dokter bila bising usus tidak terdengar, dorong kemajuan tingkat aktivitas pasien setiap shift sesuai indikasi, tingkatkan aktivitas perawatan diri dari perawatan diri parsial sampai lengkap sesuai indikasi rencanakan periode istirahat pasien sesuai jadwal harian pasien pertegas pembatasan aktivitas sesuai indikasi, tinjau ulang dengan pasien dan keluarga tujuan pemberian dosis dan efek samping obat.

D.    Pelaksanaan

Pelaksanaan keperawatan untuk diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan, Menurut Carpenito (1999) mengkaji intensitas nyeri  lokasi dan durasi, mengkaji pernyataan verbal dengan menanyakan tentang nyeri dan nonverbal dengan memperlihatkan ekspresi wajah, memberikan kenyamanan dengan mengatur posisi yang nyaman seperti posisi semi fowler dan mengajarkan tehnik relaksasi serta melakukan tehnik distraksi untuk menghilangkan nyeri dengan mengalihkan perhatian

Sedangkan diagnosa keperawatan intoleransi aktivitas  berhubungan dengan keterbatasan gerak, menurut Carpenito LJ. dan Donges  (1999)  tindakan yang bisa dilakukan adalah mengajarkan serta melatih pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, duduk dan menggantikan baju sendiri memberi dorongan apa yang dilakukan adalah yang terbaik menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya.
Selanjutnya diagnosa keperawatan yang terakhir risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas insisi tindakan yang dilakukan menurut (Carpenito LJ 1999) adalah mengawasi tanda-tanda vital pasien, jelaskan pada pasien tanda-tanda infeksi seperti dolor, rubor, color, tumor, menggantikan balutan dan membersihkan luka dengan alkohol dan tutup luka dengan kasa steril serta mencuci tangan sebelum dan sesudah.

E.     Evaluasi

 Langkah terakhir yang dapat dilakukan dalam pendekatan proses keperawatan adalah evaluasi, pada tinjauan teoritis dengan  pasien apendiktony didapatkan langkah terakhir yang baik adalah mencegah terjadinya infeksi pada luka bekas insisi dan menjaga immobilitas pasien yang selanjutnya menjelaskan tentang cara perawatan luka, supaya tidak terdapat tanda-tanda infeksi seperti : luka tidak adanya pus, luka tidak ada kemerah-merahan pada luka.
Keberhasilan tanpa evaluasi pada prinsipnya hampir semua masalah dapat diatasi dengan baik sesuai dengan tujuan dan kriteria,, hal ini ditunjang oleh kerja sama yang baik antara keluarga dan tenaga kesehatan, tersedinya fasilitas dan sarana rumah sakit yang diperlukan dalam perawatan tersebut.

                                                       BAB IV
                                                    PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan, maka dapat diambil kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan perawatan pada pasien kasus apendiksitis yang berdasarkan kesimpulan dan saran tersebut. Penulis mengharapkan adanya suatu perubahan dan peningktaan dalam pelayanan asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan Apendisitis kronis di ruang Rawat  Bedah Wanita Rumah Sakit Umum dr. Zainole Abidin Banda Aceh.

A.    Kesimpulan

1.      Apendiktomy adalah suatu tindakan pengangkatan apendiks yang terimflamasi dengan menggunakan pendekatan endoskopi.
2.      Dalam melakukan pengkajian  keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis apendiktomy dijumpai adanya nyeri, aktivitas dibantu, luka insisi + 5 cm, nyeri tekan
3.      Analisa data yang didapat dari pasien mengeluh nyeri pada daerah post operasi, pasien mengatakan nyeri ketika melakukan aktivitas, pasien juga mengatakan kurang mengerti tentang perawatan luka. Adanya nyeri tekan pada daerah kuadran kanan bawah abdomen luka tertutup perban. Pasien sangat berhati-hati dalam melakukan aktivitas pasien selalu dibantu oleh keluarga dalam pemenuhan ADL  seperti makan, minum, serta BAB dan BAK, luka terperban steril, bedrest, panjang luka insisi + 5 cm terdapat tanda-tanda dolor, rubor, adapun masalah  yang muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan, intoleransi nyeri berhubungan dengan tindakan operasi, intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan gerak, resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas insisi.
4.      Rencana keperawatan yang dilaksanakan dalam Asuhan Keperawatan pada pasien apendiktomy adalah kaji intensitas nyeri, kaji pernyataan verbal dan non verbal, berikan kenyamanan dengan mengubah posisi, ganti perban, bantu aktivitas, pendidikan kesehatan  mengawasi tanda-tanda vital, pantau gejala infeksi, gunakan desinfektan.
5.      Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan rencana keperawatan antaranya penggunaan skala rentang nyeri dalam mengkaji tingkat nyeri, ketidak sesuaian antara petunjuk verbal dan non verbal, memberikan kenyamanan dengan mengubah posisi, untuk mempercepat penyembuhan dan mencegah infeksi, membantu aktivitas, memberikan pendidikan kesehatan, mengatasi tanda-tanda vital, memantau gejala infeksi dan menggunakan desinfektan.
6.      Pada tahap evaluasi dilakukan pengamatan terhadap perubahan yang terjadi pada pasien selama 3 hari pengamatan. Secara umum tujuan yang diharapkan sebagian telah berhasil dilaksanakan, nyeri berkurang pada tingkat ringan yaitu skala 2 dengan durasi 1 menit, pasien terlihat duduk dan berjalan di sekitar kamar, pasien menyatakan kondisi luka membaik, dan adanya nyeri tekan.
7.      Pendokumentasian asuhan keperawatan sangat diperlukan setiap melakukan tindakan keperawatan. Hal ini menunjukkan sistem kerja perawat yang sistematis didasarkan bukti dan keakuratan data yang diperoleh selama pelaksanaan asuhan keperawatan.
B.     Saran
Adapun saran-saran yang penulis kemukakan antara lain
1.      Dalam melakukan pengkajian dan memberikan asuhan keperawatan serta menangani pasien apendiktomy hendaknya perawat mengerti betul perawatan  post apendiktomy, memperhatikan benar gejala dan tanda infeksi sehingga dapat menentukan tindakan perawatan yang sesuai.
2.      Untuk pasien atau keluarga perlu mmeperhatikan nasehat atau anjuran-anjuran selama perawatan terutama pengetahuan tentang perawatan luka, karena itu dapat mencegah terjadinya infeksi
3.      Keberhasilan perawatan dan pengobatan apendiktomy sangat diharapkan adanya kerja sama antar pasien,. perawat, maupun tim medis sehingga tercapainya derajat kesehatan yang optimal.
Dalam penyelesaian laporan studi kasus ini penulis mempunyai banyak kekuarangan dan untuk kesempurnaan laporan ini penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dan pembaca khusunya.


                                                             DAFTAR PUSTAKA
 
Barbara C, Long. (1996), Perawatan Medical Bedah, Yayasan Ikatan Alumni Keperawatan Pejajaran, Bandung.

Carpenito, L.J. (1996), Rencanan Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Cameron, (1997), Ilmu Bedah Muthakhir, EGC, Jakarta, Penerbit Buku kedokteran.

Doenges Marilym E, (1996), Asuhan Keperawatan Dalam Aplikasi Rencana dan Dokumentasi Proses keperawatan, Edisi 9. EGC,  Jakarta

Darma Adji, (1993), Ilmu Beda, Edisi 7, EGC, Jakarta

Jones DJ dan Irving, MH, (1997), Petunjuk Penting Penyakit Kolorektal, EGC, Jakarta, Penerbit Buku Kedokteran.

Mansjoer Arif, (1999), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media Aesculapius, Jakarta.

Oswari E, (1993), Bedah dan Perawatannya, Gramedia Jakarta

Priharjo R, (1993), Pemenuhan Aktivitas Istirahat Pasien, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare (2000), Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8, EGC, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran.

Syaifuddin (1997), Anatomi Fisiologi Untuk Siswa Perawat, edisi 2 EGC, Jakarta

Soeparman (EP), Ilmu penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, 1990.

Winotopradjoko M., Kutuk Prata, Bandar Johan Hamid, (2002), ISO Indonesia, Edisi 36, Jakarta.

1 komentar:

  1. bang contoh askep pada pasien colic abdomen ad ngak ?
    makasih :)

    BalasHapus