Jumat, 15 Februari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN BIBIR SUMBING



       KONSEP DASAR PENYAKIT
A.    DEFINISI
Labiognatopalatoschisis atau cleft lip and palate (CLP) adalah kelainan bawaan yang timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua sisi bibir hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung (Wikipedia, 2008). Dalam bahasa Indonesia, kelainan ini sering disebut dengan bibir sumbing. Kelainan ini dapat berupa celah pada bibir (cleft lip). Celah pada palatum atau langit-langit mulut (cleft palate), atau gabungan dari keduanya (cleft lip and palate). Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang berpengaruh pada tahap pembentukan embrio, sehingga terdapat kelainan yang muncul setelah kelahiran. CLP adalah kelainan multifaktoral, jadi kemunculannya dipengaruhi oleh faktor gen dan lingkungan.
Labio/plato skisis adalah merupakan kongenital abnormali yang berupa adanya kelainan bentuk struktur wajah.
Palatoskisis adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.

B.     ETIOLOGI
Cleft lip and palate disebabkan oleh beberapa gen yang telah membawa sifat-sifat tertentu di dalamnya. Sebagai kelainan multifaktor, CLP sangat terkait dengan faktor multigen dan juga lingkungan. Sifat genetik CLP yang merupakan faktor internal kemudian dapat dipicu oleh faktor eksternal atau lingkungan seperti paparan asap rokok dan konsumsi alkohol.
Gen-gen yang berinteraksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah TGFA, MSXI, TGFB3, P450, RARA, GST, dan EPHX. Dalam sel palatum yang sedang berkembang terdapat reseptor tertentu yang bereaksi terhadap senyawa tertentu. AHR (Aryl-Hydrocarbon Receptor), misalnya, berperan sebagai reseptor dari senyawa Aryl-Hydrocarbon yang terdapat dalam asap rokok. Masuknya aril hidrokarbon ini jelas mempengaruhi perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya berperan sebagai perokok pasif. Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga turut berperan dalam perkembangan janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, juga menjadi salah satu penyebab bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP.
Selanjutnya, karena adanya interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP muncul sebagai hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun tidak dipicu oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada pula gen yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya. Gen yang telah mengalami mutasi ini akan menurunkan sifat kepada keturunannya. Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syarat terjadi pada sel gamet (ovum atau spermatozoa). Mutasi pada sel somatik tidak diturunkan.
Metode deteksi dini CLP sama dengan deteksi penyakit genetik yang lain, seperti amniocentesis, CVS, PUBS, dan FISH. Untuk metode deteksi yang lain seperti Ultrasonografi, yang mengetahui bentuk janin setelah utuh terbentuk, mungkin dapat menjadi persiapan mental bagi calon orang tua, sehingga setelah bayi lahir orangtua sudah siap menjadi penanganan khusus yang diperlukan dalam perawatan bayi, atau bahkan mungkin sudah siap dengan tindakan operasi yang selanjutnya dapat dilakukan.
Dasar terapi bagi CLP adalah tindakan operasi, yang dapat dilakukan saat bayi telah mencapai usia 2-3 tahun pertama untuk operasi cleft lip, dan 6-12 bulan pertama untuk operasi cleft palate. Selanjutnya juga perlu untuk dilakukan terapi berbicara agar anak tidak menemui kesulitan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan sesamanya.
Konsultasi prenatal sangat penting bagi ibu hamil, karena dalam konsultasi calon ibu akan diberikan beberapa saran dan informasi seputar kehamilan dan kesehatan calon ibu dan janinnya. Defisiensi nutrisi, misalnya, akan cepat dapat diketahui dan ditangani sehingga tidak mengganggu perkembangan janin.

C.    PATOFISIOLOGI
Kelainan sumbing selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan berbicara. Pada kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yang masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan perkembangannya, selain itu juga mudah terkena infeksi saluran pernafasan atas karena terbukamya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.

D.    MANIFESTASI KLINIS
1.      Pada Labio Skisis:
-          Distorsi pada hidung.
-          Tampak sebagian atau keduanya.
-          Adanya celah bibir.
2.      Pada Palato Skisis:
-          Tampak ada celah pada tekak (uvula), palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive.
-          Adanya rongga pada hidung.
-          Distorsi hidung.
-          Teraba ada celah atau terbukanya langit-langit saat diperiksa dengan jari.
-          Kesukaran dalam menghisap atau makan.

E.     KOMPLIKASI
1.      Gangguan bicara dan pendengaran.
2.      Terjadinya otitis media.
3.      Aspirasi.
4.      Distress pernafasan.
5.      Risiko infeksi saluran nafas.
6.      Pertumbuhan dan perkembangan lambat.

F.     PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.      Foto rontgen.
2.      Pemeriksaan fisik.
3.      MRI untuk evaluasi abnormal.

G.    PEMERIKSAAN TERAPEUTIK
1.      Penatalaksanaan tergantung pada beratnya kecacatan.
2.      Prioritas pertama adalah pada tehnik pemberian nutrisi yang adekuat.
3.      Mencegah komplikasi.
4.      Fasilitas pertumbuhan dan perkembangan.
5.      Pembedahan : pada labio sebelum kecacatan palato, perbaikan dengan pembedahan usia 2-3 hari atau sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum pembedahan perbaikan.
6.      Pembedahan pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah utuk perkembangan bicara.

H.    PENATALAKSANAAN
Pada bayi yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake/makanan yang masuk menjadi kurang. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir dipasang:
1.      Pemasangan selang Nasogastrik Tube, adalah selang yang dimasukkan melalui hidung berfungsi untuk memasukkan susu langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
2.      Pemasangan Obturator yang terbuat dari bahan akrilik yang elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli beranggapan Obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi beberapa ahli menganggap justru mengarahkan. Pada center-center clift seperti Harapan Kita di Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan Obturator, karena pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan pencetakan ulang, atau dua minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang, dibuatkan yang baru sesuai dengan pertumbuhan pasien.
3.      Pemberian dot khusus, dot ini bisa dibeli di apotik-apotik besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya lebih lebar daripada dot biasa, tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di langit-langit mulut. Susu bisa langsung masuk ke kerongkongan karena daya hisap bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
Operasi, dengan beberapa tahap, sebagai berikut:
1.      Penjelasan kepada orang tua.
2.      Umur 3 bulan (rule over ten): Operasi bibir dan alanasi (hidung), evaluasi telinga.
3.      Umur 10-12 bulan: Operasi palato/celah langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
4.      Umur 1-4 tahun: Evaluasi bicara, speech therapist setelah 3 bulan pasca operasi.
5.      Umur 4 tahun: Dipertimbangkan repalatoraphy atau/dan Pharyngopalsty.
6.      Umur 6 tahun: Evaluasi gigi dan rahang, evaluasi pendengaran.
7.      Umur 9-10 tahun: Alveolar bone graft (penambahan tulang pada celah gusi).
8.      Umur 12-13 tahun: Final touch, perbaikan-perbaikan bila diperlukan.
9.      Umur 17 tahun: Evaluasi tulang-tulang muka, bila diperlukan advancementosteotomi LEFORTI.

II.    DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam makan sekunder dari kecacatan dan pembedahan.
2.      Resiko tinggi aspirasi berhubungan dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis.
3.      Risiko infeksi berhubungan dengan kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan.
4.      Kurang pengetahuan keluarga berhubungan dengan teknik pemberian makan, dan perawatan di rumah.
5.      Nyeri berhubungan dengan insisi pembedahan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar