Rabu, 02 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN STRUMA NODUSA TOKSIK



BAB I
PENDAHULUAN
1.1          Latar belakang
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid atau kelenjar gondok, bila pemeriksaan kelenjar tiroid teraba nodul satu atau lebih maka ini disebut struma nodusa. Struma nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma non toksik. Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa hal yaitu : berdasarkan jumlah nodul, bila jumlah nodul hanya satu disebut struma nodusa soliter ( unidosa ) dan bila lebih dari satu disebut struma multidosa. (www.sedap sekejap.com )
Struma nodusa non toksik merupakan kelainan yang paling sering ditemukan. nodul tiroid.. Setiawan di Rumah Sakit Hasan Sidikin Bandung menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak 415 ( 60 % ) menderita struma nodusa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik. ( Soeparman, 1996 ).
Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai masa dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah, terutama masa pertumbuhan, pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi atau “ stres “ lain. Pada masa-masa tersebut dapat ditemukan adanya hiperplasi dan involusi kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah didaerah tersebut. (Soeparman, 1996). 
Komplikasi yang terjadi pada goiter nodula toksik mungkin memperlihat tanda-tanda mata ( melotot, penyebaran fisurra palbebra, kedipan mata berkurang ), akibat aktivitas simpatis yang berubah, namun demikian tidak ada manifestasi dramatis oftamopati infiltratif  ( Sylvia Anderson : 1995 : 1075 ).
Pada kasus struma bila tidak dilakukan penanganan yang segera dan pengobatan serta perawatan yang adekuat dapat menimbulkan keganasan. Salah satu tindakan pengobatannya berupa operasi dengan indikasi keganasan yang pasti seperti infiltrasi ke dalam struktur sekitarnya. Seperti, terkenak esophagus, nervus recumen’s, hambatan jalan nafas dan adanya struma toksik serta keganasannya.
Kondisi struma ini terutama terjadi pada golongan usia muda dan lebih banyak terjadi pada wanita dari pada pria. Perbandingannya antara wanita dan pria 6 : 1 berdasarkan data yang diambil dari buku register di Ruang Bedah Wanita di Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan Maret 2005 sampai dengan bulan Mei 2005 terdapat 19 kasus, dari 146 kasus yang dirawat dengan persentase 13 % dari kasus yang lain yang dirawat.
Peran perawat pada pasien post operasi struma nodusa toksik yang beperan sebagai pelaksana memberikan Asuhan keperawatan secara komprehensif.
Peran peneliti sangat dibutuhkan dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan pada pasien, sehingga pasien merasa puas terhadap pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat.




BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1    Pengertian
Struma adalah istilah lain untuk pembesaran kelenjar gondok. Gondok atau goiter adalah suatu pembengkakan atau pembesaran kelenjar tiroid yang abnormal yang menyebabkan bisa bermacam-macam. Kelenjar tiroid dalam keadaan normal tidak tampak, merupakan suatu kelenjar tiroid ini berfungsi untuk memproduksi hormon tiroid yang berfungsi untuk mengontrol metabolisme tubuh sehingga tercapai pertumbuhan dan perkembangan yang normal. ( www.sedap sekejab.com ).
Struma adalah perubahan patologik didalam perubahan kelenjar / penekanan gondok sendiri ( hypothyroidisme utama ) ke sordes hypothalamus atau kekacauan hypothalamus. ( D. MC. Covern Billings and Lillian S, 1982 )
Gondok merupakan reaksi adaptasi kekurangan yodium, ( R. Djoko Moelianto : 1991 )
2.2   Etiologi
Auto imum saat tubuh menghasilkan antibody yang menyerang komponen spesifik dari jaringn itu sendiri, tidak diketahui mekanismenya secara pasti, kebanyakan dijumpai pada wanita, obat-obatan tertentu yang digunakan untuk menekan produksi hormon tiroid, kurang yodium dalam diit dan air minum yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Kekurangan yodium dan hanya sebagian kecil saja ( kurang lebih 4 % ) yang disebabkan anti thyroid ( penghambat produksi hormon thyroksin ), ( www.sedap sekejap.com )
2.3    Patofisiologi
Akibat gangguan kapasitas kelenjar tiroid mengsekresikan tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan hyperplasia dan hipertropi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid pada pasien goiter sering bersifat eksaserbasi dan remisi disertai hiperevolasi dan involusi pada bagian-bagian kelenjar tiroid. Hiperplasia mungkin bergantian dengan fibrosis, dan dapat timbul nodula-nodula yang mengandung folikel tiroid. Secara klinis, pasien dapat memperlihatkan penonjolan di sepertiga bagian bawah leher. Goiter yang besar dapat menimbulkan masalah konfrensi mekanik, disertai pergeseran letak trakea dan esophagus dan gejala-gejala obstruksi. ( Silvia Anderson, 1995 : 1077 ).
2.4    Gejala Klinis
Pembengkakan pada leher depan secara bertahap membesar dan membentuk benjolan, biasanya tidak sakit, penekanan pada esophagus dan trakea. Pembengkakan kelenjar tiroid (gondok ), sehingga dileher penderita tampak benjolan besar. (www.sedap sekejab.com).
2.5    Diagnosis
Dalam mendiagnosis gambaran klasik kreatinisme atau hipotiroidisme juvenelis, dan dewasa kadang-kadang, seorang bayi dengan sindroma down sukar dibedakan dengan kreatinisme. Walaupun demikian perubahan khas pada mata, bintik Brush Field pada iris, hiperektensibilitas sendi. ( Harrison, 2003 : 2155 ).
2.6    Penatalaksanan
Pada orang deawasa harus diobati dengan cepat, hal ini meliputi pasien dengan koma miksedema dan karena sensitifitas yang ekstrim terhadap depresa susunan saraf sentral. Pasien hipotiroidisme dipersiapkan untuk pembedahan darurat, disini pemberian Levatiroksin intravena, sebagai tambahan terhadap penggunaan hidrokartison diindidasikan. ( Harrison, 2003 ).
 
BAB III
PEMBAHASAN 
3.1    Tinjauan Kasus
Dalam Bab ini penulis akan membahan kasus dengan struma nadusa taoksik di Ruang Rawat Bedah Wanita Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, selama 3 hari mulai tanggal 9 mei 2005 sampai dengan 11 mei 2005, adapun proses yang penulis lakukan adalah  sebagai berikut.
3.1.1    Pengkajian
Pasien bernama Ny. Cn, berumur 43 tahun, jenis kelamin wanita, suku Aceh, bangsa Indonesia, beragama Islam, beralamat di Jln. Kendari No.15 Kuta Alam.
Keluhan utama pasien adalah nyeri. Pada pengkajian keperawatan sekarang, pasien dikirim dari poli Bedan Badan Pelayana Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan keluah benjolan di leher yang membesar.
Riwayat penyakit yang lalu yaitu pasien mengatakan pernah menderita penyait yang sama lebih kurang 10 tahun yang lalu dan sudah pernah dioperasi sekali.
Dalam riwayat penyakit keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang sama.
Pola makan pasien sebelum dirawat teratur, 3 x  sehari dengan menu 1 piring nasi putih dan 3 potong lauk pauk ditambah 1 piring sayur, selama dirawat pasien makan 3 x sehari dengan menu ( diit ) M II / nasi lembek dan 2 potong lauk pauk yang disedikan di rumah sakit, tetapi hanya sepertiga porsi yang dihabiskan.
Pola minum pasien sebelum dirawat 6-8 gelas / hari, dan selama dirawat minum pasien 6-8 gelas / hari.
Pola istirahat, sebelum dirawat pasien tidur 6-8 jam / hari, sedangkan selama dirawat pasien tidur 6-7 jam / hari, kadang-kadang pasien terbangun untuk miksi atau buang air kecil.
Pada pengkajian eliminasi, pasien sebelum sakit BAB dengan frekwensi 2-3 x  / hari dengan konsistensi lunak, warna coklat kekuning-kuningan dan berbau, selama dirawat pasien BAB dengan frekwensi 1 x / hari dengan konsistensi lunak dan berwarna kekuning-kuningan serta berbau.
Pasien sebelum dirawat BAK dengan frekwensi 6-8 x / hari dengan warna kuning jernih dan berbau khas, pasien selama dirawat BAK dengan frelwensi 5-6 x / hari dengan warna kuning jernih dan berbau khas.
Pengkajian pola aktivitas sebelum dirawat pasien dapat beraktivitas sendiri, selama dirawt aktivitas pasien dibantu oleh suami dan kluarganya.
Pada pengkajian pola personal hygiene sebelum dirawat pasien mandi 3 x sehari, gosok gigi dan cuci rambut, selama dirawat pasien tidak mandi tetapi hanya diseka oleh suami dan keluarganya.
Pola pengkajian psikologis, pasien tampak tenang dan tidak gelisah, dan pasien bisa berhubungan baik dengan tim kesehatan dan pasien lain. Pasien tetap percaya kepada Allah SWT, atas cobaan yang menimpanya dan selalu berikhtifar.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan yaitu keadaan umum lemah, kesadaran compos metis, dan tanda-tanda vital yaitu tekanan darah 100 / 70 mmHg, respirasi 24 x / menit, nadi 86 x / menit, dan temperatur 37,2 oC . Dan hasil pemeriksaan khusus adanya luka insisi di leher yang ditutup dengan verban, keadaan verban kotor, jumlah heatting 15 kali, luas luka insisi 8 x 1 ½ cm.
Hasil pemeriksaan penunjang pada tanggal 7 mei 2005 pada Ny. Cn di dapatkan Hb 12,0 gr / dl, glukosa PP 170 mg / dl, glukosa nucher 88 mg / dl, urium darah 22 mg / dl, pemeriksaan USG ditemukan adanya cairan pada nodul di leher.
Penatalaksanaan medik yang di lakukan pada Ny. Cn dengan struma adalah diit M II ( nasi lembek ), pemberian obat oral ciprofloxasin tablet 2 x 1, obat oral asammafenamat tablet 3 x 1 dan instruksi ganti verban setiap 1 x sehari.
3.2    Pembahasan
3.2.1    Pengkajian
Pasien bernama Ny. Cn, Berumur 43 tahun, jenis kelamin wanita, suku Aceh, bangsa Indonesia, beragama Islam, beralamat di Jln. Kendari No. 15 Kuta Alam.
Pada tinjauan kasus keluhan utama pasien di dapatkan yaitu pasien mengeluh nyeri post operasi.
Kasus struma tergantung usia tetapi kebanyakan terjadi pada wanita dibandingkan pria, terutama banyak terjadi pada usia puberitas, kehamilan, dan stress. Karena kelenjar tiroid termasuk salah satu alat tubuh yang sensitif dan dapat bereaksi terhadap berbagai ransangan. ( Sufisna Jak : 1996 )
Riwayat penyakit sekarang pada tinjauan kasus didapatkan, pasien mengatakan  adanya benjolan di leher yang membesar, akibat terjadinya peninggian kadar tiroid stimulating hormon ( TSH ) yang selanjutnya hal ini menimbulkan hipertrofi dan hiperplasi kelenjar tiroid (Supratman, 1996).
Pada tinjauan kasus didapatkan bahwa gangguan pola makan pasien, pasien mengeluh sulit menelan makanan dan sulit menggerakkan leher setelah tindakan operasi, ini terjadi akibat tindakan pembedahan yang mempengaruhi nervus larynegeus recurrens yang menyebabkn pembengkakan pangkal lidah seningga menimbulkan kesulitan menelan setelah di eksisi bedah. ( David C. Sabiston : 1992 ).
Dari pemeriksaan laboratorium pada tanggal 7 mei 2005 didapatkan Hb darah ( 12, 0 gr / dl ), glukosa darah PP ( 174 mg / dl ), glukosa nucher ( 88 mg / dl ), ureum darah ( 22 mg / dl ), dan USG adanya cairan di nodul.
Gambaran dari laboratorium pada penderita struma adalah pemeriksaan USG akan tampak jelas terlihat dalam bentuk nodul padat maupun cair. ( Soepratman : 1974 ).
Program terapi medik yang dilakukan pada pasien ini adalah diit M II ( nasi lembek ), pemberian obat oral ciprofloxasin tablet 2 x1, obat oral asammefenamat 3 x 1, serta intruksi gantiverban setiap 1 kali  sehari.
Terapi hipotiroidisme termasuk hormon sintetik levotiroksin ( litiroksin ), liotironin ( L- triodotironin ) dan liotrix, pemberian levotironin tidak mengarah pada peningkatan mendadak T3 serum, dengan dosis awal setiap hari dari 25 ug sampai 50 ug melalui intravena, pada keaadaan 4 minggu sampai metabolic normal biasanya sekitar 1,7 ug / kg berat badan  perhari. ( Harrison : 2003 )
3.2.2    Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang penulis temukan pada kasus ini adalah gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan luka insisi post operasi di tandai dengan data subyektif yaitu ; pasien mengeluh nyeri di leher setelah operasi, data objektif ; ekspresi wajah meringis, adanya luka insisi di leher yang ditutup dengan verban, adanya pemasangan drainase.
Diagnosa keperawatan yang kedua yaitu ; resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan luka insisi yang ditandai dengan mengeluh disekitar luka terasa panas dan gatal-gatal, data obyektif pasien sering memegang daerah operasi, verban kotor dan basah.
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu ; gangguan pola makan berhubungan dengan kesulitan menelan makanan post operasi ditandai dengan data subyektif pasien mengeluh sulit menelan makanan, sulit untuk menggerakkn kepala dan leher, data obyektif porsi yang disediakan 1 piring hanya 1/3  yang dihabiskan.
Adapun beberapadiagnosa yang lain muncul pada kasus struma antara lain, potensial terjadinya vaskularisasi pada daerah operasi, tidak efektifnya jalan nafas berhubungan dengan adanya oedama pada daerah pembedahan.
Ditinjau dari kasus ditemukan diagnosa keperawatan gangguan pola makan, hal inidisebabkan karena terjadinya iritasi pada trakea akibat masuknya alat bantu pernafasan ( endotrakeal tuba ) ketika pasien di operasi  ( Doesnges : 1999 )
3.2.3    Rencana Keperawatan
Berdasasrkan diagnosa keperawatan pertama yang dapat diberikan pada Ny. Cn adalah ; kaji tingkat nyeri, anjurkan klien untuk relaksasi, dan berikan es jika ada indikasi serta kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian anti nyeri, sedangkan intervensi yang didapatkan pada tinjauan teoritis adalah anjurkan pasien untuk menggunakan tehnik relaksasi seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi progresif, agar membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nayaman secara lebih efektif, dengan memberikan es dapat menurunkan oedema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap nyeri, serta berikan obat anal getik sprei tenggorokan sesuai dengan kebutuhannya ( Doesnges : 1999 ).
Pada diagnosa kedua rencanan keperawatan yang akan dilakukan adalah ganti verban setiap 1 hari sekali dengan menggunakan prinsip steril, bersihkan luka dengan menggunakan alkohol, observasi keadaan luka, berikan penjelasan pada pasien bahwa kuman dapat mengundang infeksi pada luka. Sedangkan intervesi yang penulis dapatkan dari tinjauan teoitis yaitu, tinjauan ulang latihan paska operasi yang dilakukan setelah penyembuhan luka ( misal ; fleksi, ekstensi, rotasi,dan pergerakan lateral dari kepala dan leher ), dengan rentang gerak yang teratur meningkatkan kekuatan otot leher, meningkatkan sirkulasi dan proses penyembuhan. Instruksikan untuk melakukan perawatan pada daerah insisi, misal ; membersihkan dan membalutnya, dengan menutup insisi tanpa menyulitkan penyembuhan atau tanpa menimbulkan infeksi dari daerah jahitan. ( Doenges : 1999 ).
Pada diagnosa ketiga rencana keperawatan yang dilakukan adalah anjurkan pasien untuk makan dalam porsi sedikit tapi sering, anjurkan pasien untuk makan suplemen lain yang kaya gizi. Sedangkan intervensi yang penulis dapatkan dari tinjauan teoritis yaitu ; tinjau kebutuhan untuk diit makanan dan tinjau ulang secara periodic mengenai nutrisi ini, menghindiri kopi dan makanan dengan pengawet dan makanan dengan perwarna. Dengan meninjau kebutuhan diit maka dapat memberikan nutrient yang adekuat membantu keadaan hipermetabolik serta menjaga ketidak seimbangan hormon diatasi. Diskusikan kebutuhan diit yang seimbang, diit bergizi dan bila tepat mencakup garam yodium (Doenges : 1999).
3.2.4    Implementasi
Berdasarkan rencana tersebut diatas implementasi yang dapat dilakukan pada Ny. CN adalah sebagai berikut ; untuk diagnosa yang pertama adalah mengkaji tingkat nyeri dengan skala nominal, menganjurkan pasien untuk relaksasi, memberikan es jika ada indikasi, mengkolaborasi dengan tim medis tentang pemberian anal getik.             ( Doesnges : 1999 ).
Intervensi yang dapat dilakukan pada diagnosa kedua adalah ; mengganiti verban setia 1 kali sehari dengan menggunakan prinsip steril, membersihkan luka dengan menggunakan alkohol, mengobsevasi keaadan luka, memberiakan penjelasan kepada pasien bahawa kuman dapat mengundang infeksi pada luka. ( Doenges ; 1999 ).
Pada diagnosa ketiga implementasi yang dilakukan ialah ; menganjurkan pasien untuk makan dalam porsi sedikit tapi sering, menganjurkan pasien untuk makan suplemen makanan yang kaya nutrisi ( Doenges : 1999 ). 
3.2.5    Evaluasi
Pengukuran keberhasilan suatu tindakan keperawatan dapat dinilai melalui evaluasi tahap akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan. Evaluasi yang penulais lakukan pada diagnosa nyeri berhubungan dengan adanya luka insisi post operasi adalah masalah teratasi sebagian. Dan pada diagnosa resiko infeksi, masalah teratasi. Sementara itu pada diagnosa gangguan pola makan berhubungan dengan kesulitan menelan,  hasil evaluasi yang ditemukan penulis adalah masalah teratasi sebagian.
 
BAB IV
PENUTUP
Dalam Bab ini penulis menarik beberapa kesimpulan berdasasrkan pada pealaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. Cn dengan struma yang sesuai dengan tujuan penulisan Karya tulis ilmiah ini, adapun beberapa kesimpulan dan sarannya ialah ;
4.1    Kesimpulan
4.1.1      Dari hasil pengkajian pada Ny. Cn dengan struma nodusa toksik diperoleh data seperti, nyeri, resiko terhadap infkesi dan kesulitan menelan makanan dan tanda-tanda vital seperti tekanan darah 100 / 70 mmHg, nadi 86 x / menit, pernafasan 24 x / menit, dan suhu 37,2 oC.
4.1.2     Diagnosa keperawatan yang terdapat pada Ny. Cn dengan struma nadusa toksik adalah gangguan rasa nyaman nyeri, resiko infeksi luka, gangguan pola makan.
4.1.3     Rencana keperawatan pada Ny. Cn dengan struma nodusa toksik     adalah ganti verban setiap harai sekali, bersihkan luka dengan menggunakan alcohol, gunakan prinsip steril, observasi keadaan luka, anjurkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi, berikan es bila ada indikasi, kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian anti nyeri.
4.1.4   Pelaksanaan keperawatan secara professional ditujukan  pada mengkaji pola kebiasaan pasien, menganjurkan pasien makan makanan dalam porsi sedikit tapi sering, mengkolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian obat-abatan.
4.1.5     Dalam melakukan evaluasi pada Ny. Cn dengan struma nodusa toksik dapat dilihat dan diketahui keberhasilan rencana keperawatan yaitu keadaan umum membaik, pola makan sudah mulai teratur, porsi yang disediakan dapat dihabiskan, dan rasa nyeri berkurang.
4.2    Saran-saran
4.2.1  Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien hendaknya memandang pasien secara holistic yang meliputi aspek bio, psiko, sosio dan spiritual.
4.2.2   Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien hendaknya berdasarkan pda proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian, dignosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.
4.2.3       Dalam proses keperawatan pada pasien struma nodusa toksik di harapkan peran serta pasien dan keluarga diman pasien dan keluarga harus mematuhi anjuran yang diberikan oleh dokter dan perawat.

DAFTAR PUSTAKA
Http // www.sedap sekejab.com
Soepratman. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I. 1974 FK UI Jakarta. 
Sufisna Jak. Juni 1993. Buku Ajar Patologi II. Fakultas Kedokteran UI Jakarta
Http // www.pikiran rakyat cyber media.com
Sylvia Andernon. 1995. Fisiologi Kedokteran EGC, Jakarta
Marlin Doesnges 1999. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Edisi III, EGC Jakarta
Robinson end Kumar, Buku Ajar Patologi II edisi IV Fakultas Kedokteran UI Jakarta
R. Djoko Moelianto 1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II FKUI, Jakarata.
Carpenito. L. J . 2000. Diagnosa Keperawatan.  Edisi 8. Buku Kedokteran EGC

Tidak ada komentar:

Posting Komentar