Rabu, 09 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN DIABETES MELLITUS TIPE II (DM TIPE II)



                                                              BAB I
                                                     PENDAHULUAN                                 
1.1 Latar Belakang
Pankreas adalah kelenjar eksokrin (99 persen) dan endokrin (1 persen), bagian eksokrin terdiri atas acini pankreas dan duktus pankreas bagian ini mensekresi enzim dan bikarbonat untuk pencernaan dalam usus. Bagian endokrin adalah pulau-pulau langerhans, yang terletak antara acini di luar kelenjar. setiap pulau terdiri atas tiga jenis sel A, B, dan D. sel A menghasilkan glukagon, sel B menghasilkan insulin, sel D menghasilkan somotosin (Mardiati, 2004).
Pankreas terletak di kuadran kiri atas rongga abdomen dan menghubungkan lengkung duodenum dan limpa. sel pankreas memproduksi hormon yang di sebut sel pulau langerhans yang terdiri dari sel alfa memproduksi glukagon dan sel beta memproduksi insulin  (Scanlon, 2006 ).
Menurut Rob (2002) insulin adalah hormon yang di produksi dan di masukkan ke dalam aliran darah oleh pankreas.Insulin adalah hormon yang membawa glukosa darah kedalam sel dan menyimpannya sebagai glukagon (Jan Tambayong, 2000).
1
 
Cara kerja insulin adalah dengan cara meningkatkan transpor glukosa dari darah ke sel dengan meningkatkan permeabilitas membran sel terhadap glukosa. di dalam sel, glukosa di gunakan pada respirasi sel untuk menghasilkan energi. hati dan otot rangka juga mengubah glukosa menjadi glukagon  glukogenisis) yaitu pembentukan glulagon yang di simpan untuk di gunakan lain waktu. insulin juga memungkinkan sel sel untuk mengambil asam amino untuk di gunakan dalam sintesis lemak dan protein. Insulin menurunkan kadar gula darah dengan meningkatkan penggunaan glukosa untuk produksi energi (Scanlon, 2006 ).
Kekurangan insulin dapat menyebabkan kelainan yang di kenal dengan diabetes mellitus yang mengakibatkan glukossa tertahan di luar sel (cairan ekstra seluler). keadaan ini mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan glukosa atau energi yang merangsang glokogeneolisis di sel hati dan di sel jaringan sehingga glukosa akan di lepaskan ke dalam cairan ekstra sel sehingga terjadi hiperglikemia. Apabila  mencapai nilai tertentu, sebagian yang tidak di absorbsi ginjal di keluarkan melalui urine sehingga terjadi glukosuria dan poliuria (Ganong, 2002).
Menurut Corwin (2000) diabetes berasal dari kata yunani yang berarti mengalirkan atau mengalihkan (siphon). Mellitus adalah penyakit di mana seseorang mengeluarkan atau mengalirkan sejumlah besar urin yang terasa manis. Diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya  (Sudoyo, 2007).
Diabetes melitus di bagi dua, primer dan sekunder. primer mencakup IDDM (insulin dependen diabetes mellitus) tipe 1 dan NIDDM (non insulin dependen dabetes mellitus) tipe 2 sedangkan DM sekunder dapat di sebabkan oleh penyakit pankreas, kelainan hormonal, karena obat kelainan reseptor insulin, sindrom, dll. pada waktu terjadi IDDM, sebagian besar sel beta dalam pankreas telah rusak, penyebabnya hampir selalu autoimun.Dibetes tipe 1 di tandai oleh kerusakan sel-sel beta pada pulau langerhans dan tidak ada insulin sama sekali  (Scanlon, 2002).
Diabetes tipe II  terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal tehadap insulin, sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh. Diabetes tipe II ini merupakan tipe diabetes yang paling umum di jumpai, juga sering di sebut diabetes yang di mulai pada dewasa, dikenal sebagai NIDDM (Non-insulin-dependent diabetes melitus). Jenis diabetes ini mewakili sekitar 90 persen dari seluruh kasus diabetes (VitaHealt, 2005).
Manifestasi klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defesiensi insulin. pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan kadar glulosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan karbohidrat. jika hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini, maka timbul glikosuria. Glikosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia). Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori negatif dan berat badan berkurang. rasa lapar yang semakin besar (polifagia) mungkin akan timbul akibat kehilangan kalori. pasien mengeluh lelah, mengantuk,  lemah, samnolen,  yang terjadi selama beberapa hari atau beberapa minggu, pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis  (Price, 2006).
Komplikasi-komplikasi diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor: (1) komplikasi metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang. Pada komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Kompikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1 adalah ketoasidosis metabolik. Apa bila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketoasidosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang  jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen keotak, pasien akan mengalami koma dan meninggal  (Price, 2006).
Pada komplikasi kronik jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh kecil mikroangiopati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar makroangiopati. Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefronopati diabetik) dan sarf-saraf  perifer (neuropati diabetik), otot-otot serta kulit (Price, 2006).
Diagnosa keperwatan yang timbul pada kasus diabetes melitus adalah perubahan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral atau anoreksia, gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktifitas, kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi (Doenges, 2000).
Intervensi keperawatan yang dapat diberikan pada pasien diabetes melitus adalah memberikan makanan dalam porsi sedikit tapi sering, menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai pasien tapi baik untuk kesehatan, mengkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diet DM dan penyuntikan insulin, memberikan kesempatan kepada pasien untuk istirahat pada siang hari, memberitahukan kepada pasien untuk mengurangi minum sebelum tidur agar tidak terbangun untuk BAK, memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya, dan menganjurkan kepada pasien agar sering mengecek KGD supaya tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah (Doenges, 2000).
Tingkat prevalensi diabetes melitus sangat tinggi, diduga terdapat sekitar 16 juta kasus diabetes di amerika serikat dan setiap tahunnya di diagnosis 600.000 kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di amerika serikat dan merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik. Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2 setengah kali lebih sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita diabetes (Price, 2006).
Organisasi kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 177 juta penduduk dunia menderita diabetes. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 300 juta pada tahun 2025. Diabetes juga termasuk dalam daftar penyakit asia. Tahun 2003 saja diperkirakan 89 juta penduduk asia menderita diabetes (VitaHealth, 2005).
Berdasarkan data buku register penyakit dalam pria Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Zaenoel Abidin Banda Aceh mulai tanggal 20 juni 2010 sampai dengan 20 juni 2011, jumlah pasien yang dirawat sebanyak 9071 orang, yang menderita diabetes tipe I sebanyak 410(4,5%) orang, yang menderita diabetes tipe II sebanyak 815(8,9%) orang, yang menderita diabetes melitus dengan gangren sebanyak 877(9,6%) orang,yang menderita diabetes melitus kemudian meninggal sebanyak 25(0,27%) orang. Ini menunjukkan diabetes melitus merupakan kasus yang sering terjadi.
Melihat angka kejadian dan dampak yang ditimbulkan dari diabetes melitus dapat menimbulkan berbagai komplikasi seperti diatas, jika tidak ditangani dapat menyebabkan koma diabetik dan kematian. Perawat sebagai salah satu tim kesehatan mempunyai tanggung jawab dalm meningkatkan kemampuan masyarakat dan pasien, khususnya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dengan memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus untuk mempercepat proses penyembuhan serta mencegah komplikasi yang mungkin timbul selama dalam perawatan.

         BAB II
                                                             PEMBAHASAN                              
          Pada BAB ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatn pada Tn.B dengan diabetes melitus tipe II di ruang Mamplam I (penyakit dalam pria) rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari tanggal 21 juni-23 juni 2011, melalui pendekatan proses keperawatan yang dilakukan terhadap pasien. Sehingga data-data yang mendukung untuk pengkajian ini dapat penulis peroleh yaitu melalui wawancara dengan pasien secara langsung, dengan keluarga pasien serta pengamatan, pemeriksaan dan dokumentasi yang didapatkan di ruang Mamplam I (penyakit dalam pria) Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Agar lebih terarah dan tepat, pembahasan ini penulis lakukan secara sistematis sesuai dengan tahap-tahap proses keperawatan yaitu meliputi :
2.1     Pengkajian
          Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperwatan dan merupakan suatu proses sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sunber data  untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien tahap pengkajian ini merupakan tahap dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu. oleh karena itu, pengkajian yang akutrat, lengkap, sesuai dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu, sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan  (Nursalam, 2001).
          Pengkajian merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada ( Hidayat, 2004).
          Dari pengkajian yang dilakukan oleh penulis yaitu dari tanggal 21 juni-23 juni 2011 di ruang penyakit dalam pria (PDP) Mamplam I Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis mendapatkan data identitas pasien yang didiagnosa mengalami penyakit diabetes melitus tipe II nama Tn.B, umur 58 tahun, jenis kelamin laki-laki, agama islam, suku aceh, bangsa indonesia, bahasa aceh. Pendidikan SMP, pekerjaan swasta/tani, status kawin, No register : 0066360, dan alamat Lambaro gampong ateuk lam ara Aceh Besar.
          Diabetes melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya  (SUDOYO, 2007).
          Diabetes tipe II terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin, sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula keseluruh tubuh  (VitaHealth, 2005).
Faktor pencetus terjadinya Diabetes Mellitus Tipe II adalah  yang berumur di atas 30 tahun dan obesitas. Hal ini terjadi akibat proses penuaan dimana terjadi kemunduran fungsi dari berbagai sistem tubuh antara lain sistem endokrin (smeltzer, 2002).
          Berdasarkan penjelasan tersebut penulis dapat menyimpulkan ada hubungan antara teori dengan kasus yaitu pasien Tn.B adalah laki-laki yang menderita penyakit diabetes melitus tipe II dengan umur 58 tahun.
          Pada keluhan utama pasien mengatakan badannya terasa lemas.
          Usaha pengendalian glukosa darah adalah dengan mengupayakan agar gula darah menjadi normal sekitar 60-120 mg/dl (miligram per 100 mililiter). Yang ideal ukurannya adalah 80-109 ml/ dl pada waktu puasa sebelum tes darah dan 110-159 pada dua jam setelah makan. Gejala diabetes tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaan seperti seperti gejala diabetes tipe II yaitu : cepat lelah, kehilangan tenaga,dan merasa tidak fit, sering buang air kecil, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya (VitaHealt, 2005).
          Hasil pengkajian riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan lemas yang dirasakan ± 1 minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien masuk melalui IGD dan diberikan tindakan pemasangan infus dan dilakukan pengecekan kadar gula darah dengan hasil : ureum darah: 38, cretinin: 1,0, kadar gula darah :192, natrium:132, kalium:43, calsium:100, pada tanggal 15 juni 2011 pasien sempat dirawat diklinik dekat tempat tinggalnya dengan keluhan yang sama yaitu lemas, diklinik pasien diberi tindakan pemasangan infus dan obat, tapi pasien lupa nama obatnya, kemudian pada tanggal, pada tanggal 17 juni 2011 pasien dibawa pulang kerumahnya karna merasa agak sehat dan diberikan obat rawar jalan berwarna putih, pada tanggal 19 juni 2011 kondisi pasien kembali lemas dan pasien dibawa ke Instalasi Gawat Darurat RSUZA, kemudian pada malam senin pasien dibawa keruangan Mamplam I penyakit dalam pria, diruangan pasien diberikan tindakan pemasangan infus RL:20 tts/menit, injeksi ceftriaxone 1gr/ hari, nystatin oral drop 3x 1cc, levemir 10 ul, humulin R 8-8-8 ul, pengukuran tanda-tanda vital TD : 100/80 mmhg, N: 70x/mnt, T: 36, 2 ºC,  RR: 26x/mnt.
          Menurut tinjauan teoritis, ceftiaxone 1gr/ adalah jenis obat untuk mengobati jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan parah atau yang mengancam jiwa (www.detikHealt.com).
          Komplikasi yang disebabkan oleh diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor: (1) komplikasi metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang. pada komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan relatif akut dari konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe I adalah ketoasidosis metabolik (DKA). Apabila kadar insulin sangat menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebes disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan ketoasidosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan asidosi metabolik. glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen keotak, pasien akan mengalami koma dan meninggal  (Price, 2006).
          Terdapat kesenjangan antara tinjauan kasus dan teoritis dimana pada Tn.B tidak mengalami hipotensi dan syok.
          Pada riwayat penyakit dahulu pasien mengatakan sudah menderita diabetes melitus sejak 2 tahun yang lalu.
          Pada riwayat penyakit keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit diabetes melitus.
Ada bukti yang menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai lesi dan dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus (Price, 2006).
          Pada riwayat penyakit keluarga pasien mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita diabetes melitus, penyakit DM ini timbul karena pola kebiasaan pasien yang tidak baik, pasien juga mengatakan tidak menderita penyakit keturunan lain seperti hipertensi, asma, TBC dan hemofilia.
          Menurut smelzer (2002) bila dihubungkan dengan penyakit, secara teoritis dikatakan penyebab diabetes melitus adalah faktor usia, gaya hidup dan keturunan. Ada bukti yang menyatakan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam, meskipun berbagai lesi dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insudefisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita diabetes melitus (price, 2002).
          Terdapat kesamaan antara kasus dan tinjauan teoritis, dimana faktot pencetus diabetes melitus adalah karena usia dan gaya hidup.
          Pada pengkajian pola skebiasaan yaitu kebutuhan nutrisi pasien mengatakan pasien makan 3x sehari dengan menu lauk-pauk sayur-sayuran dan buah-buahan, selama dirawat pasien mengatakan tidak nafsu makan, hanya mampu menghabiskan 3-4 sendok nasi karena mulutnya terasa pahit.
          Rencana diit pada pasien diabetes melitus dimaksudkan untuk mengatur jumlah  kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari, jumlah kalori yang disarankan bervariasi, tergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan, menurunkan atau meningkatkan berat tubuh (Price, 2006).
          Terdapat kesamaan antara kasus dan teoritis, dimana pasien mengatakan tidak nafsu makan, hanya makan 3-4 sendok sehingga nutrisi pasien tidak terpenuhi.
          Pada pola minum pasien mengatakan minum 6-7 gelas/ hari (1500-1750cc), selama dirawat pasien minum seperti biasa yaitu 6-7 gelas, ditambah dengan cairan infus 2-3 kolf/ hari (1000-1500cc) 20tts/m, jumlah seluruh cairan yang masuk adalah 2500-3250cc.
          Air memiliki peranan penting bagi tubuh, selain sebagai komponen penyusun sel yang utama, air juga berperan dalam menyalurkan zat-zat makanan menuju sel. Fungsi air bagi tubuh sendiri adalah untuk membantu proses atau reaksi kimia dalam tubuh serta berperan mengontrol temperatur tubuh (Mubarak, dkk, 2007).
          Pada pola eliminasi Tn.B mengatakan sebelum sakit BAK 5-6x/hari, berbau amonia, sekali BAK 220cc warna kuning, selama dirawat pasien mengatakan BAK 6-8x/hari, berbau amonia, warna kuning pucat.
          Pola  eliminasi urine sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya miksi dalam sehari sekitar 5 kali, dengan warna kuning terang. Bau urine normal adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri. Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan status kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml perhari atau 150 sampai 600 ml perhari (Wartonah, 2006).
Pasien diabetes mellitus mengalami poliuria karena  kadar glukosa dalam darah mencapai 168-180 mg/dl, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Dan jika kadarnya lebih tinggi, maka ginjal akan membuang air kemih untuk mengencerkan sejumlah besar glukosa yang hilang, karena ginjal menghasilkan air kemih yang berlebihan, maka pasien sering berkemih dalam jumlah yang banyak (Sugando, 2006).
Berdasarkan uraian diatas terdapat kesamaan antara tinjauan teoritis dan kasus dimana Tn.B dengan kasus diabetes melitus mengalami poliuria.
Pada pola aktifitas dan kebersihan diri sebelum dirawat pasien mengatakan melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa, berkebun dan kesawah, selama dirawat pasien hanya tidur saja, waktu senggang digunakan untuk membaca. Aktivitas seperti mandi dengan menggunakan sabun dan menggosok gigi 1 kali sehari, berpakaian, berhias, kekamar mandi, makan dan minum dilakukan secara mandiri. Namun selama dirawat pasien mampu melakukan aktivitas sehari-harinnya secara mandiri.
          Dalam kehidupan sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan karena kebersihan akan memengaruhi kesehatan psikis seseorang. Kebersihan itu sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika seseorang sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal tersebut dibiarkan terus dapat memengaruhi kesehatan secara umum ( Wartonah, 2006).
Penulis dapat menyimpulkan bahwa adanya kesamaan antara teori dengan kasus yaitu Dimana pada kasus pasien tidak mengalami ketidak mampuan dalam beraktivitas.
Pada pola istirahat Sebelum dirawat pasien mengatakan tidur 6-7 jam/ hari dari jam 22.00-04.00  WIB. Selama dirawat pasien mengatakan sangat susah untuk tidur,  malam hanya tidur 3-4 jam dan sering terbangun.
Istirahat adalah suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Tidur adalah suatu keadaan relatif  tanpa sadar dan penuh ketenangan tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda. Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal, keadaan sakit menjadikan pasien kurang tiur atau tidak dapat tidur (Wartonah, 2006)
Menurut asumsi penulis terdapat kesamaan antara teori dan kasus, diman pada kasus Tn.B hanya tidur 3-4 jam dan sering terbangun, sehingga kebutuhan tidur pasien tidak terpenuhi.
Pada pengkajian aspek psikologis, pasien mengatakan dapat menerimanya dengan ikhlas penyakitnya tersebut karena adalah ujian dari allah SWT, pasien dan keluarga sering bertanya-tanya tentang penyakit pasien kepada perawat.
Pada pengkajian aspek sosial pasien mengatakan sebelum dirawat hubungan pasien dengan keluarga harmonis dan baik dengan masyarakat sekitar,  selama dirawat hubungan antara pasien, perawat dan keluarga baik.
Pada pengkajian aspek spiritual pasien mengatakan sebelum dirawat melaksanakan shalat 5 waktu, puasa, kemesjid dll, selama dirawat pasien kadang-kadang tidak shalat.
Suatu kondisi yang bagus dalam aspek psikologis, sosial dan spiritual yang dirasakan olek individu dapat langsung mempengaruhi kecepatan dan kualitas penyembuhan seseorang. Terdapat kesamaan antara tinjauan teoriris dan kasus, dimana pada kasus terlihat aspek psikologis, sosial dan spiritual dalam kondisi yang bagus sehingga dapat mempengaruhi kesembuhan pasien (Carpenito, 2000). 
Pengkajian umum pada Tn.B dapat dilakukan melalui empat metode yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dapat diperoleh data sebagai berikut : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, dan tanda-tanda vital (tekanan darah 100/80 mmHg, denyut nadi 70 kali/menit, suhu 36,2˚C, dan pernafasan 26 kali/menit), berat badan sebelum sakit 68 kg, berat badan selama dirawat 58 kg.
Pada pengkajian fisik diperoleh data sebagai berikut : kepala, inspeksi : bentuk  simetris, rambut beruban (hitam putih), pertumbuhan rambut tidak merata. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Wajah, inspeksi : bentuk wajah simetris, tidak ada benjolan atau lesi. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Mata, inspeksi : bentuk simetris, kiri dan kana sama besar, konjungtiva anemis, sklera ikterik, pasien tidak memakai kaca mata, penglihatan pasien masih dalam batas normal. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Hidung, inspeksi : lubang hidung bersih, tidak ada sekret, tidak ada pembengkakan, indra penciuman baik. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Telinga, inspeksi : bersih, tidak ada serumen, pendengaran tidak terganggu. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Mulut, inspeksi : bentuk simetris, lidah bersih, mukosa lembab, adanya karies gigi, gusi bersih. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Leher, inspeksi :  bentuk simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena jugularis. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Thorak, inspeksi : bentuk simetris, tidak ada nyeri tekan, pergerakan dada kiri dan kanan sama, perkusi : bunyi normal sonor, auskultasi: bunyi jantung 1 lebih besar dari bunyi jantung II, tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing. Abdomen, inspeksi : bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak ada benjolan, perkusi : bunyi thimpani, auskultasi : peristaltik usus 10 x/menit. Hepar : tidak dilakukan pemeriksaan. Ekstremitas atas, inspeksi : kiri dan kanan sama panjang, tidak ada udema, tidak ada nyeri tekan, sebelah kanan terpasang infus. Ekstremitas bawah : kiri dan kanan sama panjang, tidak ada udema, tidak ada nyeri tekan. Genetlia : tidak dilakukan pemeriksaan. Kulit, inspeksi : kulit bersih, tidak ada bintik-bintik hitam, palpasi : turgor kulit baik, kembali dalam 2 detik.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Tn.B adalah pemeriksaan laboratorium (pemerksaan darah), dari hasil pemeriksaan darah tanggal 22 juni 2011 diperoleh data sebagai berikut : hemoglobin 12,2gr/dl dengan batas normal 12,0-14,0 gr/dl, leukosit 31,5 1000/ul, dengan batas normal 4,1-10 1000/ul, trombosit 281 1000/ul dengan batas normal 150-400 1000/ul, hematokrit 33 % dengan batas normal 40-55%, gula darah puasa 65 mg/dl dengan batas normal 60-110 mg/dl, dan gula darah 2j pp 201 dengan batas normal 100-140 mg/dl.
Menurut hidayat (2004), pemeriksaan kadar glukosa darah  (KGD) digunakan untuk menilai adanya penyakit diabates melitus. Pada diabetes melitus, glukosa menumpuk dalam aliran darah, terutama setelah makan. Bila beban glukosa diberikan pada seorang pasien diabetes, glukosa plasma meningkat lebih tinggi dan kembali kenilai normal. Lebih lambat yang terjadi pada orang normal. Respon terhadap dosis glukosa oral standar, uji tanda glukosa oral digunakan secara klinis untuk mendiagnosis diabetes (Ganong, 2008).
Penatalaksanaan medis yang diberikan pada Tn.B diet DM 2100 kal, IVFD RL 20 tetes/menit, ceftriaxone 1gr/hari, nystatin oral drop 3 x 1 cc, humulin R 8-8-8 ul, levemir 10 ul.
Secara teoritis dikatakan terapi pada penderita Diabetes Melitus Tipe II difokuskan pada gaya hidup dan aktivitass fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan diet dan berolah raga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang di harapkan, maka pemberian obat oral akan diperlukan, bahkan pemberian suntikan insulin turut diberikan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah ( Khomsah, 2008)
Menurut teori pemberian diet DM 1700 kalori bertujuan untuk menyesuaikan makanan dengan kesanggupan tubuh untuk menggunakannya agar pasien mendapat faal yang normal. Terapi insulin diberikan untuk mengontrol keseimbangan glukosa. (ISO, 2008).
Dari pengkajian yang telah penulis dapatkan pada tanggal 21 juni 2011 maka didapatkan beberapa data subjektif dan data objektif yang semua itu akan dikumpulkan menurut masalah keperawata yang timbul dengan prioritas keperawata berdasarkan keluhan pasien.
Pada analisa data pertama  data subjektif pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien hanya makan 3-4 sendok, data objektifnya adalah : BB 58 kg, konjungtiva anemis, Hb 12,2 gr/dl. Etiologinya adalah : penurunan masukan oral, anoreksia, dan masalah keperawatannya adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Adapun yang termasuk data subjektif pada analisa data kedua adalah pasien sering bertanya-tanya tentang penyakitnya. Data objektifnya adalah : pasien tampak bingung saat mendengarkan penjelasan, pasien juga bertanya apakah penyakitnya bisa sembuh. Etiologinya adalah :tidak mengenal sumber informasi, masalah keperawatannya adalah kurang pengetahuan tentang penyakit,  prognosis dan kebutuhan pengobatan.
Pada analisa data ketiga, data subjektifnya pasien mengatakan sangat susah untuk tidur, pasien mengatakan 3-4 jam dan itu pun sering terbangun, data objektifnya adalah : palpebra tampak hitam, Hb 12,2, konjungtiva picat. Etiologinya adalah perubahan pola aktivitas, masalah keperawatannya adalah gangguan pola tidur.
2.2    Diagnosa keperawatan
         Diagnosa keperawatan adalah : suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari individu, kelompok, dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah (Nursalam,2001).
         Berdasarkan analisa data diatas, maka diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada Tn.B sesuai dengan prioritas masalah adalah sebagai berikut, dengan diagnosa keperawatan yang pertama yaitu : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral / anoreksia, ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien hanya makan 3-4 sendok, BB 58 kg, konjungtiva pucat,  Hb 12,2.
         Diagnosa keperawatan kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktivitas, ditandai dengan, pasien mengatakan sangat susah untuk tidur,pasien mengatakan tidur 3-4 jam dan itu pun sering terbangun, palpebra tampak hitam, Hb 12,2 gr/dl, konjungtiva pucat.
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, ditandai dengan, pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya, pasien tampak bingung saat mendengarkan penjelasan, pasien juga bertanya apakah penyakitnya bisa sembuh.
         Menurut teoritis, diagnosa keperawatan yang timbul pada kasus diabetes melitus tipe II adalah sebagai berikut, kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral akibat anoreksia, kerusakan integritas kulit berhubungan dengan perubahan perfusi jaringan, intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kesukaran dalam melakukan aktivitas, ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, kurang pengetahuan mengenai penyakit prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang mengenal sumber informasi, resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi (Doenges, 2000).
         Dalam hal ini terdapat kesamaan antara kasus dan teoritis, dimana diagnosa keperwatan yang dapat ditegakkan pada Tn.B,  perubahan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral akibat anoreksia, gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktifitas, dan kurang pengetahuan tentang penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi.
2.3    Intervensi
         Perencanaan meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau mengoreksi, masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan. tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan rencana dokumentasi (Nursalam, 2001).
         Dalam mencapai tujuan yang diharapkan maka rencana keperawatan harus sesuai dengan masalah yang terjadi. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditegakkan maka perencanaan yang dapat diberikan sesuai dengan teoritis adalah sebagai berikut, pada diagnosa keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien makan 3-4 sendok, berat badan 58 kg, konjungtiva anemis, Hb : 12,2 gr/dl. Adapun tujuannya adalah kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil, tidak mengalami tanda malnutrisi, berat badan stabil, dan hasil laboratorium normal. Adapun intervensi yang dilakukan yaitu, auskultasi bising usus, rasionalnya bising usus hiperaktif mencerminkan peningkatan motilitas lambung atau mengubah fungsi absorbsi, berikan makanan sedikit tapi sering, rasionalnya makan sedikit tapi sering dapat menurunan kelemahan dan menungkatkan masukan, hindari memberikan makanan yang dapat meningkatkan peristaltik usus (teh, kopi), rasionalnya peningkatan motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorbsi nutrisi yang diperlukan, kaji riwayat nutrisi dan makanan yang disukai, rasionalnya menduga kemungkinan intervensi dan meningkatkan nafsu makan, berikan obat sesuai indikasi, rasionalnya untuk memenuhi kalori yang diperlukan dan mencegah atau mengobati hipoglikemia, berikan insulin sesuai indikasi, rasionalnya mengendalikan glukosa darah (Doenges, 2000).
         Pada diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktifitas ditandai dengan pasien mengatakan sangat susah untuk tidur, pasien mengatakan tidur cuma 1 jam dan itu pun sering terbangun, palpebra tampak hitam, Hb : 12,2 gr/dl, TD : 100/80 mmHg, konjungtiva pucat, adapun tujuannya yaitu pasien bisa istirahat tanpa gangguan,  dengan kriteria hasil melaporkan istirahat yang cukup, mampu menciptakan pola tidur yang adekuat. Adapun intervensi yang dilakukan yaitu turunkan jumlah minum pada pada sore hari, lakukan berkemih sebelum tidur, rasionalnya menurunkan kebutukan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/  berkemih, putarkan musik yang lembut atau suara yang jernih, rasionalnya menurunkan stimulasi sensori yang menghambat suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak, berikan kesempatan untuk istirahat, anjurkan latihan saat siang hari, rasionalnya karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan dan dapat meningkatkan kebingungan (Doenges, 2000).
         Pada diagnosa kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pasien bertanya-tanya tentang penyakitnya, pasien mendengarkan penjelasan dari perawat, pasien juga bertanya apakah penyakitnya bisa sembuh. Adapun tujuannya adalah pasien dapat mengerti tentang penyakitnya. Dengan kriteria hasil pasien mengerti tentang proses penyakitnya. Adapun intervensinya, berikan informasi yang tepat mengenai keadaan individu, rasionalnya berat ringannya keadaan penyebab usia dan komplikasi yang muncul menentukan tindakan pengobatan, tinjau ulang proses penyakit dan harapan masa datang, rasionalnya memberikan pengetahuan dasar dimana pasien dapat menentukan pilihan berdasarkan informasi, jelaskan perlunya mengecek kedokter, rasionalnya beberapa obat membutuhkan monitor, tinjau kebutuhan makanan dan tinjau ulang secara priodik mengenai nutrisi, menghindari kopi, makanan pengawet, makanan dengan pewarna, rasionalnya memberikan nutrien adekuat membantu keadaan hipermetabolik (Doenges, 2000).
2.4    Implementasi
         Implementasi adalah inisiatif untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuannya adalah membantu pasien dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan manifestasi koping (Nursalam, 2000).
         Implementasi dalam mencapai tujuan seperti yang direncanakan lebih awal, maka harus bener-benar sesuai dengan yang dapat dilakukan.
Pada diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ anoreksia. Implementasi yang dilakukan adalah memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering, menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai tapi baik untuk kesehatan, mengkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diit dan penyuntikan insulin.
         Pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktivitas. Implementasi yang dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada pasien untuk istirahat pada siang hari, memberitahukan kepada pasien untuk mengurangi minum pada sebelum tidur agar tidak terbangun untuk BAK.
Pada diagnosa kurang pengetahuan mengenai penyakit, prignosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. Implementasi yang diberikan adalah memberikan informasi kepada pasien tentang pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat pada DM, menganjurkan kepada pasien agar sering mengecek KGD agar tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
         Walaupun tindakan pada Tn.B dengan diabetes melitus tipe II telah dilakukan sesuai perencanaan tetapi belum maksimal, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dalam melaksanakan asuhan keperawatan yaitu 3 hari.
2.5    Evaluasi
         Menurut watonah (2006), evaluasi adalah perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasilnya, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang diberikan. Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan yang sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2000).
         Evaluasi atau hasil yang diharapkan secara langsung dari pasien terhadap tinjauan kasus adalah sebagai berikut : diagnosa keperawatan,  perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ anoreksia dengan hasil yang diharapkan yaitu, pasien tidak mengalami tanda malnutrisi sudah teratasi, data objektifnya  pasien sudah mampu menghabiskan makanan yang disediaakan, Hb 12,2 gr/dl, BB 58 kg, TD 110/80 mmHg, sehingga masalahnya sudah teratasi.
          Pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktifitas, dengan hasil yang diharapkan yaitu melaporkan istirahat yang cukup, mampu menciptakan pola tidur yang adekuat. Data objektifnya,  pasien sudah bisa tidur nyenyak yaitu dari jam 22:00 s/d 06:00, sehingga masalah gangguan pola tidur pada Tn.B sudah teratasi.
           Pada diagnosa kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi. Data objektifnya, pasien mampu menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat, sehingga masalah kurang pengetahuan pada Tn.B teratasi.



                                                                                    BAB III 
                                                                                  PENUTUP                                             

A.    Kesimpulan
  1. Penyakit diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan  karakteristik hiperglikemia yang terjadi Karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
  2.  Pengkajian hari pertama pada Tn.B antara lain: gangguan pemenuhan nutrisi yang ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan, BB: 58 kg, konjungtiva anemis, Hb: 12,2
  3. Diagnosa keperawatan berdasarkan pengkajian pada Tn.B hari pertama diabetes mellitus tipe II dapat dirumuskan beberapa diagnosa sesuai dengan prioritas masalah, yaitu: perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien makan 3-4 sendok, BB : 58 kg, konjungtiva anemis, Hb : 12,2.
  4. Rencana tindakan yang dilakukan berdasarkan tinjauan yang diinginkan dan sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi gangguan pemenuhan nutrisi, gangguan pola tidur, dan kurang pengetahuan.
  5. Implementasi yang dilakukan antara lain perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ anoreksia  memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering, menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai tapi baik intuk kesehatan, mengkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diit dan penyuntikan insulin. Gannguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktivitas : memberikan kesempatan kepada pasien untuk istitahat pada siang hari, memberitahukan kepada pasien untuk mengurangi minum sebelum tidur agar tidak terbangun untuk BAK. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi : memberiakan informasi kepada pasien tentang pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat, menganjurkan kepada pasien agar sering mengecek KGD agar tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
  6. Hasil evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan selama dua hari diperoleh gangguan pemenuhan nutrisi teratasi, pasien mampu menghabiskan porsi makanan yang  disediaakan, Hb 12,2 gr/dl, BB 58 kg, TD 110/80 mmHg, sehingga masalahnya sudah teratasi. Pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktifitas,  pasien sudah bisa tidur nyenyak yaitu dari jam 22:00 s/d 06:00, sehingga masalah gangguan pola tidur pada Tn.B sudah teratasi. Pada diagnosa kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, pasien mampu menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat, sehingga masalah kurang pengetahuan pada Tn.B teratasi. 
  1. Saran
    Berdasarkan kesimpulan diatas ada beberapa saran yang penulis ajukan dalam asuhan keperawatan pada Tn.B dengan diabetes melitus tipe II yaitu :
1.      Diharapkan kepada Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit agar memperhatikan kualitas pelayanan keperawatan profesional khususnya diruang rawat penyakit dalam pria.
2.      Diharapkan kepada seluruh tim kesehatan khususnya profesi perawat dan terutama mahasiswa keperawatan agar dapat mengembangkan diri, memperluas wawasan melalui buku-buku, media massa, dan elektronik agar dapat meningkatkan pengetahuan, khususnya dalam merawat. 



DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lj. 2001. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Ganong, F. Wiliam. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
ISO Indonesia. 2009. Spesialis Obat. Volume 44. Jakarta: Ikatan Farmasi Indonesia.
Mardiati, 2004. Buku Faal Endokrin. Jakarta: Hak penerbit pada CV SAGUNG SETO.
Nursalam, 2001. Proses dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi I, Jakarta:  Selemba Medika.
Price, Siyvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rob, Valgin. 2001. Meningkatkan Hormon Secara Alami.  Jakarta: PT   Rasa Grafindo persada.
Smelzer, S.C & Bare, B.G. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Scanlon, C. Valerik, 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi. Edisi 3. Jakarta: EGC.
Sudoyo, W.A dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jilid 3. Jakarta.  Pusat Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tambayong, 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Selemba Medika.
www. detikHealt. Com.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar