Minggu, 06 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM NEFROTIK



BAB I
PENDAHULUAN 
A.    Latar Belakang Masalah
Ginjal, ureter, Kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh; Mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah; dan mengatur tekanan darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di ekskresikan dari tubuh lewat uretra ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Gagal ginjal kronik (GGK) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kegagalan fungsi ginjal yang terjadi secara perlahan-lahan sehingga dapat mengganggu fungsi organ yang lain seperti jantung, paru-paru dan sistem imun (Purnawan Junadi, 1982).
Sindrom nefrotik  merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh  peningkatan protein dalam urine secara bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia)  oedema, dan (serum cholesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipedemia). (Brunner & Suddarth, 2002).
Penyebab yang pasti belum diketahui, umumnya dibagi menjadi; sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal; sindrom nefrotik skunder, disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, pradion,penisilamin, garam emas, raksa), dan lain-lain; sindrom nefrotik idopatik.(Arif mansjoer, 2000)
Menurut penelitian terdapat perbedaan bentuk Sindrom nefrotik di Indonesia (Negara tropis) dan Negara maju. Di Negara maju umumnya sindroma nefrotik jenis kelainan minimal; pada Sindrom nefrotik terletak pada tubulus dan glomerulus tidak mengalami gangguan fungsi. Di Indonesia (RSCM) umumnya jenis Sindrom nefrotik bukan kelainan minimal yang menurut dugaan penelitian disebabkan karena berbagai infeksi yang pernah diderita pasien atau gangguan gizi (malnutrisi) pada waktu lampau, kekurangan gizi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien mudah mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari Sindrom nefrotik bukan kelainan minimal tersebut ( Cecily L.Betz dan Linda A, Sowden,  2002).
Dari data studi dan epidemiologis  tentang Sindrom nefrotik di Indonesia belum ada, namun di luar negeri yaitu Amerika serikat Sindrom nefrotik merupakan salah satu penyebab gagal ginjal kronik dan merupakan masalah kesehatan yang utama dengan jumlah penderita mencapai 225 orang pertahun (11,86 %), dari 2150 orang orang yang  berobat kerumah sakit. (www.compas.com). Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari register di Ruang Penyakit Dalam Wanita Badan Pelayan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan seluruh pasien yang dirawat inap dari bulan Mei 2005 sampai dengan Desember 2005 berjumlah 332 orang dan yang menderita Sindrom nefrotik 2 orang atau (0,6 %).
Gejala yang timbul dari Sindrom nefrotik yang paling menojol adalah edema, kadang sampai anasarka. Pada penderita ini selalu ditemukan proteinuria, hipoalbuminemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang terdapat juga uremia (Depkes RI, 1992).
Komplikasi sindrom nefrotik mencakup infeksi (akibat defisiensi respon imun), tromboembolisme (terutama vena renal), emboli pulmoner, dan peningkatan terjadinya aterosklerosis (Brunner & Suddarth, 2002).
Masalah keperawatan yang muncul seperti ; Kelebihan volume cairan, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Gangguan integritas kulit, dan gangguan konsep diri (Brunner & Suddarth, 2002).
Penatalaksanaan pada masalah keperawatan tersebut adalah ; Pengaturan minum, Pengendalian hipertensi, Pengaturan diet dan makanan, Penanggulangan anemia, Penanggulangan Asidosis, Pengobatan dan pencegahan infeksi, Pengendalian darah (Soeparman, 1996).
Peran perawat yang merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Sindrom nefrotik yang berperan secara mandiri dan kolaboratif dalam melaksanakan asuhan keperawatan, misalnya dengan mendorong dan memberi support pada anggota keluarga untuk ikut serta merawat penderita baik di Rumah Sakit maupun setelah pasien pulang dari Rumah Sakit, dan mendeteksi secara dini tentang keluhan-keluhan penderita, yang tidak lepas dari usaha promotif dan preventif serta usaha kuratif, rehabilitatif yaitu setelah pasien pulang dari Rumah Sakit. (Effendi N, 1998).





BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
A.    Konsep Dasar Teoritis Medis
1.      Pengertian
Sindrom nefrotik merupakan kumpulan manifestasi klinis (ditandai proteinuria massif lebih dari 3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan badan per hari dan hipoalbuminemia kurang dari 3 gram permilliliter) dan berhubungan dengan kelainan glomerulus akibat penyakit-penyakit tertentu atau tidak diketahui (Soeparman, 1996).
Sindrom nefrotik  merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh (1) peningkatan protein dalam urine secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia) (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipedemia). (Brunner & Suddarth, 2002).
2.      Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui. Umumnya dibagi menjadi :
a)      Sindroma nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal.
b)      Sindrom nefrotik sekunder, disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefrotis akut, glomerulonefrotis kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, raksa) amiloidosis (Arif mansjoer, 2000).
3.      Patofisiologi
Patofisiologinya adalah dimana manifestasi primer dari sindrom nefrotik adalah hilangnya protein plasma, terutama albumin, kedalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal, akhirnya menjadi hipoalbuminemia. Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan oedema generalisasi akibat cairan yang berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang ekstra seluler. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem rennin-angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan oedema lebih lanjut. Hilangnyaprotein dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah ( hiperlipidemia) (Brunner & Suddarth, 2002).
4.      Gejala Klinis
Gejala yang timbul dari Sindrom nefrotik yang paling menonjol adalah oedema, kadang sampai oedema anasarka. Pada penderita ini selalu ditemukan proteinuria, hypoalbuminemia, dan hyperkolesterolemia. Kadang terdapat juga uremia (Depkes RI, 1992).
Episode pertama penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbital, dan oliguria. Dalam beberapa hari, edema semakin jelas dan menjadi anasarka. Keluhan jarang selain malaise ringan dan nyeri perut. Dengan perpindahan volume plasma kerongga ketiga dapat terjadi syok. Bila oedema berat dapat timbul dispnue akibat efusi pleura. (Arief Mansjoer, 2000).
5.      Pengobatan
Prinsip pengobatan sindroma nefrotik akan berhasil bila dipahami dasar-dasar mekanisme atau patofisiologinya ;
Patofisologi
Pengobatan
Kerusakan glomerulus
Imunosupresif
Antikoagulansia
Anti agegrasi trombosit
Kehilangan protein
Diet kaya protein hewani
Penurunan tekanan onkotik dan hipoalbuminemia.
Infus salt poor human albumin
Sekresi aldosteron meningkat
Diuretic spironolakton
Retensi Na+ dan air
Diuretic furosemid atau spironolakton
Sembab (resistensi)
Drainase

6.      Perawatan dan Pencegahan
Pada umumnya perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi gejala dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
a)      Pengaturan minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan penyakit dasar dan pengobatan cairan dan elektrolit, yaitu pemberian cairan intravena sampai diuresis cukup maksimal.
b)      Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan darah data diturunkan tanpa diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan betabloker, methyldopa, vasodilator, juga mengatur pemasukan garam.
c)      Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat dihindari dengan hati-hati dalam pemberian obat-obatan dan diit  buah-buahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG, bila hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium, pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental (glukosa), dan pemberian insulin.
d)     Penanggulangan anemia
Anemia merupakan keadaan yang sulit ditanggulangi pada gagal ginjal kronis, usaha pertama dengan mengatasi faktor defisiensi, untuk anemia normakrom trikositik dapat diberikan supplemen zat besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan mendesak misalnya insufisiensi karena anemia dan payah jantung.
e)      Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom. Sebelum memberikan pengobatan khusus, faktor lain yang harus diatasi dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat diberikan melalui peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
f)       Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih mudah mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk faal ginjal. Obat-obatan antimikroba diberikan bila ada bakteriuria dengan memperhatikan efek nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat mungkin dihindari karena dapat mempermudah terjadinya infeksi.
g)      Pengaturan diit dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan energi dapat terpenuhi dengan baik, protein yang diberikan sebaiknya mengandung asam amino yang esensial, diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang dapat menurunkan nitrogen darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati obesitas.
B.     Konsep Dasar Teoritis Keperawatan
1.      Pengkajian Keperawatan
a)      Identitas pasien
Dalam melaksanakan asuhan keperawatan Sindrom Nefrotik biodata sangat bermanfaat dibuat untuk mendapatkan gambaran tentang pasien seperti: nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, alamat, tanggal masuk dan nomor register / nomor cm.
Pada pasien dengan sindroma nefrotik pada biodata umur sangat menentukan perbedaan terjadi sindroma nefrotik, pada pria dan wanita mempunyai angka yang sama, insiden penyakit sindroma nefrotik meningkat pada usia pertengahan 45 – 49 tahun. Hal ini disebabkan oleh karena terjadinya proses degenerasi atau kemunduran dari fungsi tubuh dan sel-sel tubuh. Pendidikan dapat memberikan gambaran tingkat pengalaman pasien terhadap penyakitnya, sedangkan pekerjaan dapat menunjukkan sikap aktifitas pasien dan sebagai stressor yang mempengaruhi penyakitnya.
b)     Riwayat Keperawatan
Ø  Keluhan utama adalah penyebab yang mendorong seseorang mencari pertolongan (Brunner & Suddarth, 2002). pasien masuk ke Rumah Sakit dengan keluhan adanya pembengkakan pada perut dan kaki serta keadaan umum lemah.
Ø  Riwayat kesehatan sekarang  adalah factor yang terpenting untuk menegakkan  diagnosis atau menentukan kebutuhan pasien, meliputi beberapa informasi seperti tanggal dan cara ( Tiba-tiba,bertahap ) Dimana terjadi masalah, suasana dimana masalah timbul ( Di rumah, di tempat kerja, setelah perdebatan seru, setelah berolahraga ), manifestasi masalah dan perjalanan penyakit atau masalah (Brunner & Suddarth, 2002).
Pasien dengan sindrom nefrotik biasanya gejala-gejala yang muncul sangat komplek karena mempengaruhi berbagai system tubuh secara keseluruhan dan biasanya pasien mengeluh tidak ada nafsu makan, mual, dan muntah, kulit gatal-gatal dan berwarna pucat akibat anemia, pada system perkemihan seperti, nokturia, poliuria, dan anuria. Sedangkan gejala pada system saraf terjadi pegal-pegal pada tungkai bawah, rasa semutan, gangguan tidur dan gangguan konsentrasi. Pada system kardiovaskuler mengalami gangguan nyeri dada, sesak nafas, pusing, pada keadaan yang lanjut juga mengalami gangguan sexsual. (Soeparman, 1996).
Ø  Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien dengan sindroma nefrotik mempunyai riwayat penyakit seperti glomerulonefritis, dan infeksi yang menjadi penyebeb terbesar (R.P. Sidabutar, 1992).
Ø  Riwayat kesehatan keluarga
Adanya riwayat penyakit dalam keluarga seperti penyakit sindroma nefrotik yang dapat mengarahkan dugaan pada penyakit sindrom nefrotik.
c)      Pola kebiasaan
Ø  Pola nutrisi
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami penurunan nafsu makan karena adanya anorexia, nousea, vomitus yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme protein di dalam usus. (Soeparman, 1996).
Ø  Pola eliminasi
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami gangguan pola eliminasi dimana terjadinya nyeri selama atau sesudah buang air kecil yang disebabkan oleh infeksi kandung kemih, dan bisa juga disebabkan oleh trauma. (T.J. Bailey, 1995)
Ø  Pola aktifitas
Pasien dengan sindrom nefrotik pola aktifitasnya terganggu dikarenakan adanya anemia dan dehidrasi, sehingga pasien cepat lelah dan lemah. (Soeparman, 1996).
Ø  Pola istirahat
Pasien dengan sindrom nefrotik mengalami kesulitan dalam beristirahat, dikarenakan karena adanya nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial dan penyakit jantung koroner akibat penimbunan cairan hipertensi (Soeparman, 1996).
Ø  Personal hygiene
Mulut berbau dikarenakan tubuh mengeluarkan ion hydrogen dalam peningkatan asam lambung sehingga memungkinkan terjadinya stomatitis dan gingivitis pada pasien yang oral hygiene kurang (R.P. Sidabutar, 1992).
d)     Riwayat psikologis  
Adalah suatu riwayat yang merujuk kepada kesan seseorang terhadap dirinya sendiri (Brunner & Suddarth, 2002).
Biasanya pasien dengan sindrom nefrotik terjadi penurunan psikologis dan steres yang tinggi karena penyakitnya, maka perlu perhatian yang lebih dari keluarga dan perawat (R.P. Sidabutar, 1992).
e)      Riwayat Spritual
Adalah riwayat yang biasanya diekspresikan melalui agama tertentu yang dianutnya (Brunner & Suddarth, 2002).
Pasien dengan sindrom nefrotik dalam beribadahnya tidak dapat melakukan seperti biasa dikarenakan keadaan fisik yang lemah (R.P. Sidabutar, 1992).     
f)       Pemeriksaan fisik
Ø  Inspeksi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan cara melihat keadaan umum dan kelainan yang terdapat di seluruh tubuh sehubungan dengan perjalanan penyakitnya, biasanya kulit pasien ditemukan berwarna pucat karena anemia dan penimbunan elektrolit pigmen, pruritus yang berat, oedema perifer, bibir kering dan nafas berbau akibat ureum yang berlebihan pada air liur yang di rubah oleh bakteri mulut (R.P. Sidabutar, 1992).
Ø  Palpasi
Pemeriksaan dengan perabaan pada heparnya ditemukan pembesaran hepar (hepatomegali) akibat adanya bendungan pada vena porta yang menimbulkan rasa tidak enak diperut bagian atas terutama sesudah makan, nyeri dada, kulit kuning dan kasar, denyut nadi tidak teratur dan meningkat akibat hipertensi. Pada ektremitas adanya odema dan terasa dingin (Soeparman, 1996).
Ø  Perkusi
Pemeriksaan dengan cara mengetuk untuk mengetahui kelainan organ melalui suara yang terdengar.(Soeparman, 1996)
Ø  Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengar bunyi atau irama jantng sehingga diketahui adanya efusi pericardial atau gagal jantung akibat hipertensi dan juga untuk mendengar bunyi ( bising ) peristaltik usus (Soeparman, 1996).
g)      Pemeriksaan diagnostik
Untuk memperkuat diagnosis seiring dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan laboratorium maupun radiologi yaitu :
1)      Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium dilakukan  pemeriksaan ureum darah dan nitrogen urea darah dan pemeriksaan asam urat. Penilaian kadar kalium darah dan analisis gas darah dan perlu dilakukan untuk menemukan ada tidaknya asidosis metabolic yang berat, pada pemeriksaan kalsium biasanya hanya dilakukan pada keadaan terminal, kadar fosfor darah perlu dilakukan melalui pemeriksaan fosfataselindi yang berguna untuk menilai HTP (homone parathyroid tulang) dan metabolisme vit D­3  .
2)      Foto polos abdomen
Dilakukan untuk menilai bentuk dan besar ginjal apakah ada batu dan obstruksi lain, sebaiknya tanpa puasa karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
3)      Ultrasonograffi
Untuk menilai besar dan bentuk ginjal dan tebak parenkhim ginjal dan kepadatan parenkhim ginjal, anatomi system pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
4)      Pemeriksaan radiologi jantung, tulang dan paru
Pada jantung memperlihatkan kardiomegali dan efusi kardial, pemeriksaan tulang untuk menentukan adanya osteodistropi dan klasifikasi metastatik.
Sedangkan pada pemeriksaan radiology paru berguna untuk mengetahui adanya uremiclung (Uremic paru) yang dianggap disebabkan oleh bendungan.
5)      Biopsy ginjal
Hal ini dilakukan bila ada keraguan diagnostic gagal ginjal  atau untuk mengetahui etiologinya.
2.      Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
1)      DS :
·         Nokturi, oliguria
·         Pasien mengeluh mual dan muntah serta mulut terasa pahit.
·         Pasien mengatakan kurang mengerti tentang kondisi penyakitnya
·         Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas
·         Menyatakan perubahan pola hidup; fokus pada fungsi dahulu
·         Perasaan negative tentang diri
·         Perasaan tak berdaya
2)      DO
·                     Edema jaringan umum
·         Peniggkatan berat badan
·         Distensi vena; TD/ CVP berubah
·         Perubahan BJ urine
·         Penurunan HB/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
·         Berat badan kurang dari normal
·         Mulut kotor dan bau
·         K/u lemah
·                                 Pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep
·                                 Pasien tidak akurat mengikuti instruksi
·                                 Perluasan batas diri terhadap objek lingkungan
·                                 Perubahan dalam keterlibatan sosial
·                                 Terlalu bergantung pada orang lain (Doengess, 1999)
Diagnosa keperawatan
1.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium ditandai dengan nokturia oliguria, oedema jaringan umum, peniggkatan berat badan, distensi vena; TD/ CVP berubah dan perubahan BJ urine penurunan HB/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
2.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut ditandai dengan Pasien mengeluh mual dan muntah, mulut terasa pahit, berat badan kurang dari normal serta mulut kotor dan bau dan K/u lemah.
3.      Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan Tidak mengenal sumber imformasi dan salah intepretasi informasi ditandai dengan pasien mengatakan kurang mengerti tentang kondisi penyakitnya, pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep, pasien tidak akurat mengikuti istruksi.
4.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, kunjungtiva pucat dan Hb dibawah normal.
5.      Ganggauan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual ditandai dengan menyatakan perubahan pola hidup; focus pada fungsi dahulu, perasaan negative tentang diri, perasaan tak berdaya, perluasan batas diri terhadap objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan social
3.      Perencanaan
a.      Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium ditandai dengan nocturia oliguria, edema jaringan umum, peniggkatan berat badan, distensi vena; TD/ CVP berubah dan perubahan BJ urine penurunan HB/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil : mempertahankan “berat badan kering” dalam batas normal pasien “bebas oedema” bunyi nafas jelas dan kadar natrium dalam batas normal ( < 135 mEq/L : 135 mmol/L).
Intervensi
1)      Kaji status cairan dengan cara menimbang berat badan harian
2)      Jaga keseimbangan masukan dan haluaran yang adekuat dengan intake 2 x1 /hari dari output 1200 cc/24 jam
3)      Jaga turgor kulit dan adanya edema, menjaga distensi vena leher
4)      Jaga tekanan darah, denyut dan irama nadi
5)      Batasi pemasukan cairan
6)      Identifikasi sumber potensial cairan dengan cara menjaga medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena
7)      Jaga makanan yang dikonsumsi
8)      Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan
9)      Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan akibat pembatasan cairan  Tingkatkan dan dorong hygiene oral dengan sering.
b.      Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut ditandai dengan Pasien mengeluh mual dan muntah, mulut terasa pahit, berat badan kurang dari normal serta mulut kotor dan bau dan K/u lemah.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil : mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situsi individu, bebas udara.
Intervensi
1)      Kaji status nutrisi dengan cara menimbang berat badan pasien
2)      Menilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, transferin, dan kadar besi)
3)      mengkaji pola diet pasien dengan cara mengkaji riwayat diet
4)      Berikan makanan yang disukai pasien
5)      Hitung kalori; kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi dengan cara melihat apakah pasien mengalami anoreksia, mual atau muntah
6)      Kaji diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
7)      Sediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet;
8)      Tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi (telor, susu, daging)
9)      Jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin
10)  Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
c.       Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan Tidak mengenal sumber imformasi dan salah intepretasi informasi ditandai dengan pasien mengatakan kurang mengerti tentang kondisi penyakitnya, pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep, pasien tidak akurat mengikuti istruksi.
Tujuan : meningkatkan pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria hasil :
1)      Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit, prognosis dan pengobatan
2)      Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan factor penyebab.
3)      Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan berpartisipasi pada program pengobatan
Intervensi
1)      Kaji pemahaman mengenai penyebab kelainan ginjal dan penanganannya dengan :

Ø  Penyebab sindrom nefrotik
Ø  Pengertian sindrom nefrotik
Ø  Pemahaman mengenai sindrom nefrotik
Ø  Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan sindrom nefrotik
Ø  Rasional penanganan (hemodialisis, dialisis peritoneal, transplantasi).
2)      Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi sindrom nefrotik sesuai dengan tingkat pemahaman dan  kesiapan pasien untuk belajar.
3)      Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya.
4)      Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat tentang :
Ø  Fungsi dan kegagalan renal
Ø  Pembatasan cairan dan diit
Ø  Medikasi
Ø  Melaporkan masalah, tanda dan gejala
Ø  Jadwal dan tindak lanjut
Ø  Sumber dan komunitas
Ø  Pilihan therapy
d.      Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, kunjungtiva pucat dan Hb dibawah normal.
Tujuan : berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil
Ø  Mempertahankan mobilitas/fungsi optimal
Ø  Menunjukkan peningkatan kekuatan dan bebas dari komplikasi (kontraktur, dekubitus)
Intervensi
1)      Kaji faktor yang menimbulkan keletihan antara lain :
Ø  Adanya anemia
Ø  Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Ø  Adanya retensi produk sampah depresi
2)      Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi (membantu jika keletihan terjadi);
3)      Anjurkan aktivitas alternative sambil istirahat.
e.       Ganggauan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual ditandai dengan menyatakan perubahan pola hidup; focus pada fungsi dahulu, perasaan negative tentang diri, perasaan tak berdaya, perluasan batas diri terhadap objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan sosial
Tujuan : memperbaiki konsep diri
Kriteria hasil
1)      Mengidentifikasi perasaan dan metode koping untuk persepsi pada diri sendiri.
2)      Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri
3)      Menunjukkan adaptasi terhadap perubahan/kejadian yang telah terjadi, dibuktikan dengan menyusun tujuan nyata, dan aktif berpartisipasi dalam perawatan/hidup
Intervensi
1)      Kaji respon dan reaksi pasien dan keluara terhadap penyakit dan penanganan
2)      Kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga terdekat
3)      Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
4)      Ciptakan diskusi terbuka tentang perubaha yang terjadi akibat penyakit dan penanganan
5)      Gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual
6)      Diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan.
4.      Implementasi
Pelaksanaan kegiatan keperawatan merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan pada pasien, kegiatan ini meliputi pelaksanaan kegiatan rencana keperawatan dan rencana tindakan medis, pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilan berdasarkan ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu yang terkait secara terintegrasi. Pada waktu perawatan memberikan asuhan keperawatan  atau proses pengumpulan dan analisa data dilakukan terus menerus guna untuk perubahan atau penyesuaian tindakan keperawatan, disinilah oprasional keperawatan dilakukan kepada pasien dalam situasi yang nyata yang perlu ditetapkan untuk mencapai mutu keperawatan yang optimal.
5.      Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan tujuan keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien, tujuan dari evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan kegiatan ulang, bila tindakan keperawatan yang telah dilakukan berhasil atau tidak, maka dapat diambil langkah-langkah peraturan selanjutnya dengan kriteria yaitu masalah pasien dapat terpecahkan, sebagian masalah terpecahkan, masalah sama sekali tidak terpecahkan, muncul masalah baru dan evaluasi tetap berlangsung selama pasien dalam perawatan.





BAB  III
PEMBAHASAN 
Pada bab ini penulis akan membahas tentang Asuhan keperawatan pada Ny. Rh dengan Sindrom nefrotik di Ruang Rawat Penyakit Dalam wanita Badan Pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Dr Zainal Abidin Banda Aceh yang di lakukan melalui pendekatan proses keperawatan selama 3 Hari yaitu mulai tanggal 12 sampai dengan 14 Desember 2005. Pembahasan meliputi pengkajian, Diagnosa keperawatan, Intervensi, Inplementasi dan Evaluasi.
A.          Pengkajian
Dari pengkajian data Demografi di dapatkan pasien bernama Ny.Rh berumur 35 Th dengan jenis kelamin perempuan, pekerjaan ibu rumah tangga di rawat dengan Diagnosa Medis sindrom nefrotik. Penyebab yang pasti Sindrom nefrotik belum diketahui namun secara umum dapat disebabkan oleh keturunan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal, kemudian oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut dan kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia dan amilosis. Sindrom nefrotik dapat di jumpai setiap usia dan lebih banyak pada laki-laki dari pada wanita (Arief masnsjoer, 2000)
Keluhan utama pasien yang di dapatkan dari pengkajian tinjauan kasus adalah oedema pada perut dan kaki kiri serta kanan, pembesaran kelenjar parotis, sesak nafas, mual muntah, dan nafsu makan berkurang. Sedang pengkajian yang didapatkan secara teoritis pada pasien dengan Sindrom nefrotik adalah oedema umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital), pada area ekstremitas (sacrum, tumit dan tangan), dan pada abdomen (asites). Gejala lain seperti malaise, sakit kepala, iritabelitas, mual dan muntah dan keletihan yang umumnya terjadi (Brunner & Suddarth, 2002).
Dari hasil pengkajian pada tinjauan kasus dan sesuai dengan pengkajian pada tinjauan teoritis di dapatkan data berupa gejala oedema. Oedema ini disebabkan karena ginjal tidak mampu untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal dimana hilangnya plasma protein berupa albumin kedalan urine, meskipun hati mampu meningkatkan produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal. Akhirnya terjadi hipoalbuminemia. Akibatnya tekanan osmotik menurun sehingga cairan akan berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang ekstraseluler dan menyebabkan oedema generalisata (Brunner & suddarth, 2002).
Pada keadaan mual dan muntah disebabkan karena kadar ureum dan creatinin yang meningkat menyebabkan terjadinya peningkatan produksi asam lambung, kemudian karena pengaruh efek samping dari pengobatan dan pembatasan diet. Sedangkan keletihan disebabkan karena adanya anemia dan oedema yang mempermudah terjadinya keletihan tersebut, anemia dikarenakan oleh adanya kehilangan darah dari traktus gastro intestinal, umur eritrosit yang terlalu pendek, kadar eritropoetin yang rendah serta adanya faktor penghambat eritropoitin. Sementara oedem terjadi karena ginjal sudah kurang mampu berfungsi lagi untuk melakukan aktivitasnya.
Adapun keluhan yang didapatkan pada tinjauan kasus dan tidak didapatkan pada tinjauan teoritis atau perpustakaan adalah seperti sesak nafas dimana pada kerusakan lebih lanjut tubuh tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air, garam dan berbagai produk ginjal lainnya. Bila GFR kurang dari 10 – 20 ml/menit akan menunjukkan adanya tanda uremia dimana zat racun dalam tubuh meningkat dan tidak bisa dikeluarkan sehingga masuk kedalam saluran pernafasan dan menyebabkan terjadinya penumpukan cairan dirongga thoraks (hidro thoraks) yang menyebabkan nafas berbau urine dan sesak, pembesaran kelenjar parotis  kemungkinan disebabkan oleh adanya infeksi skunder renal atau ekstra renal. Pada keadaan dekubitus terjadi karena kurangnya immobilisasi dimana keadaan pasien bedrest/tirah baring yang terlalu lama sehingga menyebabkan terjadinya iritasi pada bagian-bagian yang lebih tertekan pada anggota tubuh pasien (Hudak & Gallo, 2000).
 Pada pengkajian riwayat penyakit yang lalu, pasien menyatakan sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang di deritanya seperti sekarang ini, pasien bukan penderita bawaan karena belum pernah di temukan Sindrom nefrotik pada pasien tersebut sebelumnya.
Menurut pasien dan keluarganya tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang di derita saat ini dan tidak ada yang menderita penyakit herediter. Keadaan ini sangat berbeda menurut pernyataan teoritis dimana Sindroma nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal (Arif mansjoer, 2000).
Dari pemeriksaan pola fungsional kesehatan di dapatkan sebelum di rawat pasien makan normal 3 kali sehari dan minum 6 – 8 gelas / hari, selama di rawat hanya menghabiskan sepertiga porsi dari yang di sediakan dan pasien minum hanya 5 gelas / hari, keadaan ini sesuai dengan tinjauan teoritis dimana menurunnya nafsu makan / asupan makan pada pasien Sindrom nefrotik  karena adanya anorexia, nousea, vomitus yang diakibatkan oleh gangguan metabolisme protein di dalam usus. (Soeparman, 1996).
Pola istirahat pasien selama di rawat tidak menunjukan gangguan yang berarti, namun pola dari eliminasi BAK terjadi perubahan sebelum sakit pasien BAK 4 - 6 x/hari, selama sakit BAK 2x/hari, dibantu oleh keluarga dan perawat. (± 400 ml/hari) pada keadaan ini tidak berbeda jauh dengan gejala yang muncul pada tinjauan teoritis dimana pasien dengan sindrom nefrotik biasanya gejala-gejala yang muncul sangat komplek karena mempengaruhi berbagai system tubuh secara keseluruhan dan biasanya pasien mengeluh tidak ada nafsu makan, mual, dan muntah, kulit gatal-gatal dan berwarna pucat akibat anemia, pada system perkemihan seperti, nokturia, poliuria, dan anuria  (Soeparman, 1996).
Pola aktivitas pasien terganggu, pasien harus selalu di bantu untuk pergi ke kamar mandi, karena pasien sangat cepat mengalami keletihan  dimana sesuai dengan teori bahwa pasien dengan sindrom nefrotik pola aktifitasnya terganggu dikarenakan adanya anemia dan dehidrasi, sehingga pasien cepat lelah dan lemah. (Soeparman, 1996).
Personal hygiene pasien selama di rawat dalam keadaan baik, pasien selalu di seka 2-3 kali sehari oleh keluarga dan ganti baju 2 hari sekali sehingga pasien tidak tampak kotor.
Dari data psikologis di dapatkan pasien selalu tabah dan sabar dalam menghadapi penyakitnya dan selalu berdoa dengan harapan agar sakitnya cepat sembuh dan bisa berkumpul kembali dengan keluarganya.
Dari pengkajaian data sosial di dapatkan pasien adalah seorang Ibu rumah tangga, hubungan pasien dengan anggota keluarganya sangat baik. Hubungan pasien dengan tetangga, lingkungan atau sesama pasien dan perawat juga sangat baik.
Data spritual pasien  yaitu pasien tidak dapat menjalankan kewajiban shalat dan hanya berdoa saja  semoga penyakitnya cepat sembuh. Dari hasil pemeriksaan didapat data keadaan umum lemah dan kesadaran komposmentis hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah TD 100 / 70 mmHg Nadi 84 x /menit, Temperatur 36,7 0C,  Respirasi 28 x  /menit
Pemeriksaan fisik yang dilakukan dengan cara melihat keadaan umum dan kelainan yang terdapat di seluruh tubuh sehubungan dengan perjalanan penyakitnya, biasanya kulit pasien ditemukan berwarna pucat karena anemia dan penimbunan elektrolit pigmen, pruritus yang berat, oedema perifer, bibir kering dan nafas berbau akibat ureum yang berlebihan pada air liur yang di rubah oleh bakteri mulut (R.P. Sidabutar, 1992).
Pengobatan yang diberikan pada pasien Ny.Rh adalah  Injeksi lasix 2 amp / 6 jam, dometik 3 x sehari, Supperton 3 x sehari, Asam folat 3 x sehari, Bicarbonate natrium 4 x sehari amoxillin 3 x 500 mg, Amoksislin bekerja sebagai antibiotik sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi
Pengobatan sindrom nefrotik idiopatik (yang tidak diketahui penyebab) semata-mata simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki keadaan albuminemia, mencegah dan mengatasi penyulit-penyulit (soeparman, 1998).
B.      Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada Ny. Rh pada tanggal 12 Desember 2005 sampai 14 desember 2005  maka dapat dilakukan analisa data yang bertujuan mengelompokkan data subjektif dan okjektif sehingga dapat merumuskan masalah keperawatan.
Data subjektif yang didapatkan antara lain nokturia, oliguria, pasien mengatakan BAK 2 x/hari, pasien mengeluh mual dan muntah serta mulut terasa pahit, pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas sedangkan data objektif adalah oedema jaringan umum, perubahan BJ urine (1,002 s/d 1,004), penurunan HB/Ht, mulut kotor dan bau,  K/u lemah, bedrest, konjungtiva pucat dan Hb dibawah normal, keadaan luka yang tampak melebar ± 5 cm.Adanya oedema disekitar luka pasien mengeluh adanya luka dibagian punggung belakang, TD 100 / 70 mmHg, Nadi 84 x /menit,  Temperatur 36,7 0C,  Respirasi 28 x  /menit.
Data-data tersebut diatas kemudian dikelompokkan untuk merumuskan masalah-masalah perawatan yang muncul dari hasil analisa tersebut, penulis dapat merumuskan 4 (empat) diagnosa keperawatan yang muncul Ny.Rh yaitu :
1.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal menghimpun urine yang adekuat serta retensi cairan dan natrium ditandai dengan nocturia, oliguria, oedema jaringan umum, perubahan BJ urine, penurunan HB/Ht.
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, pembatasan diet ditandai dengan Pasien mengeluh mual dan muntah, mulut terasa pahit, serta mulut kotor dan bau dan K/u lemah
3.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, konjungtiva pucat dan Hb dibawah normal (8,4 gram%)
4.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan oedema yang menyeluruh dan immobilisasi.
Menurut Brunner & Suddarth (2002), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien Sindrom nefrotik adalah :
1.    Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium ditandai dengan nokturia oliguria, oedema jaringan umum, peniggkatan berat badan, distensi vena; TD/ CVP berubah dan perubahan BJ urine penurunan HB/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
2.    Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,muntah, pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut ditandai dengan Pasien mengeluh mual dan muntah, mulut terasa pahit, berat badan kurang dari normal serta mulut kotor dan bau dan K/u lemah.
3.    Kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan Tidak mengenal sumber imformasi dan salah intepretasi informasi ditandai dengan pasien mengatakan kurang mengerti tentang kondisi penyakitnya, pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep, pasien tidak akurat mengikuti istruksi.
4.    Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, kunjungtiva pucat dan Hb dibawah normal.
5.    Ganggauan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual ditandai dengan menyatakan perubahan pola hidup; fokus pada fungsi dahulu, perasaan negative tentang diri, perasaan tak berdaya, perluasan batas diri terhadap objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan sosial.
Apabila dibandingkan dengan diagnosa keperawatan pada Ny.Rh dengan diagnosa Brunner & Suddarth (2002), jelaslah bahwa tidak semua diagnosa pada pasien bedah menurut teori ini dapat muncul diagnosa secara nyata di lahan praktek. Hal ini kemungkinan disebabkan karena pengkajian dilakukan pada Ny.Rh dari tinjauan kasus didapatkan ada diagnosa keperawatan yang sama dengan diagnosa yang ada dalam tinjauan teoritis, namun ada juga diagnosa yang tidak muncul disebabkan oleh karena masalah yang diangkat berdasarkan kebutuhan Ny.Rh dan keterbatasan waktu dalam memonitor perkembangan Ny.Rh
C.     Rencana Tindakan
Dalam mencapai tujuan yang diinginkan maka tindakan yang dilakukan sesuai dengan prioritas pada Ny.Rh yang sesuai dengan masalah yang terjadi, rencana keperawatan untuk masalah  Kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal menghimpun urine yang adekuat serta retensi cairan dan natrium : kaji status cairan, hal ini untuk menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi, jaga keseimbangan intake dan output adekuat dengan intake 2 x1 /hari dari output 1200 cc/24 jam tindakan ini untuk mencegah cairan berlebihan yang dapat menyebabkan oedema, jaga turgor kulit dan adanya oedema, kolaborasi dengan tim medis untuk pemberian obat-obatan yaitu untuk mendapatkan pengobatan yang sesuai dengan kebutuhan pasien.
Berdasarkan rencana tindakan di atas, sangat relevan dengan konsep teoritis yang dikemukakan oleh Brunner & Suddarth (2002), bahwa tindakan keperawatan yang dilakukan untuk mengatasi Kelebihan volume cairan adalah kaji status cairan, jaga keseimbangan masukan dan haluaran yang adekuat dengan intake 2 x1 /hari dari output 1200 cc/24 jam, jaga turgor kulit dan adanya edema, jaga distensi vena leher, jaga tekanan darah, denyut dan irama nadi, batasi pemasukan cairan, identifikasi sumber potensial cairan dengan cara menjaga medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan intravena jaga makanan yang dikonsumsi, jelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan .
Rencana keperawatan untuk masalah Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, pembatasan diet adalah Kaji status nutrisi dengan cara menimbang berat badan pasien hal ini adalah untuk menyediakan data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi, Kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi dengan cara melihat apakah pasien mengalami anoreksia, mual atau muntah keadaan ini dilakukan untuk menyediakan informasi mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet, sediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet untuk mendorong peningkatan masukan diet, jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit Sindrom nefrotik, untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang hubungan antara diet, urea kadar kreatinin dengan penyakit sindrom nefrotik, ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan konsultasi dengan ahli gizi untuk merencanakan diet yang sesuai dengan keadaanya.
Intervensi diatas sesuai dengan teoritis dimana menurut Brunner & Suddarth (2002), Kaji status nutrisi dengan cara menimbang berat badan pasien, menilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein, transferin, dan kadar besi), kaji pola diet pasien dengan cara mengkaji riwayat diet, berikan makanan yang disukai pasien, hitung kalori; kaji faktor yang berperan dalam merubah masukan nutrisi dengan cara melihat apakah pasien mengalami anoreksia, mual atau muntah, kaji diet yang tidak menyenangkan bagi pasien, sediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet; tingkatkan masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi (telor, susu, daging), jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin, ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan.
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, konjungtiva pucat dan Hb dibawah normal (8,4 gram%), rencana keperawatannya adalah, kaji faktor yang menimbulkan keletihan antara lain adanya anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, tindakan ini dilakukan  untuk menentukan tingkat aktifitas dan bantuan yang akan diberikan, tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi dimana hal ini untuk dapat meningkatkan aktivitas yang ringan/sedang, anjurkan aktivitas alternatif sambil istirahat dimana dapat mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat
Intervensi diatas tersebut  sesuai dengan teoritis dimana menurut Brunner & Suddarth (2002), yaitu kaji faktor yang menimbulkan keletihan antara lain : adanya anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, adanya retensi produk sampah depresi, tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi (membantu jika keletihan terjadi).
         Gangguan integritas kulit berhubungan dengan oedema yang menyeluruh dan immobilisasi intervensi keperawatannya adalah inspeksi kulit terhadap perubahan yang terjadi, untuk Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan pembentukan dekubitus/infeksi, berikan perawatan kulit, untuk mengurangi gatal dan pengeringan, ubah posisi dengan sering, hal ini dilakukan menurunkan tekanan pada oedema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan ischemia.
         Intervensi diatas tersebut  sesuai dengan teoritis dimana menurut   Doenges E Marilynn, (1999) adalah diprioritaskan agar luka membaik dan jaringan yang rusak kembali normal, dengan intervensi kaji area luka setiap kali mengganti balutan, pijat area setiap sisi luka, balut luka dengan kasa steril, ubah posisi dengan sering
Ada beberapa intervensi yang terdapat ditinjauan perpustakaan tetapi tidak terdapat pada tinjauan kasus yaitu pada diagnosa kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan Tidak mengenal sumber imformasi dan salah intepretasi informasi intervensi keperawatannya adalah kaji pemahaman mengenai penyebab kelainan ginjal dan penanganannya dengan; penyebab sindrom nefrotik; Pengertian sindrom nefrotik; pemahaman mengenai sindrom nefrotik; hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan sindrom nefrotik, jelaskan fungsi renal dan konsekuensi sindrom nefrotik sesuai dengan tingkat pemahaman dan  kesiapan pasien untuk belajar, bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi hidupnya, Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat.
Diagnosa gangguan harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual ditandai dengan menyatakan perubahan pola hidup; focus pada fungsi dahulu, perasaan negative tentang diri, perasaan tak berdaya, perluasan batas diri terhadap objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan sosial   intervensinya adalah kaji respon dan reaksi pasien dan keluara terhadap penyakit dan penanganan, kaji hubungan antara pasien dan anggota keluarga terdekat, kaji pola koping pasien dan anggota keluarga, ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat penyakit dan penanganan, gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain selain hubungan seksual, diskusikan peran memberi dan menerima cinta, kehangatan, dan kemesraan.
D.    Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal menghimpun urine secara adekuat, dan retensi cairan dan natrium adalah menimbang berat badan, menjaga keseimbangan masukan dan haluaran yang adekuat dengan intake 2 liter /hari dari output 1200 cc/24 jam, menjaga agar turgor kulit dan adanya edema, mengukur tekanan darah, denyut dan irama nadi, menganjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi cairan tidak lebih dan tidak kurang dari 2 liter/hari, mengidentifikasi sumber potensial cairan dengan cara menjaga medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan oral dan intravena, memberikan diet pasien sesuai dengan penyakit yaitu diet tinggi protein 20gr/hari, menjelaskan pada pasien dan keluarga rasional pembatasan diet. Sedangkan Implementasi tindakan keperawatan pada perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, pembatasan diet adalah  menimbang berat badan pasien setiap hari, memantau perkembangan laboratorium, memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet, menjelaskan dan memberikan informasi tentang faktor yang lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet, memberikan makanan yang mengandung kalori, memberikan makanan yang mengandung nilai biologis tinggi seperti telur, susu daging dalam batas-batas diet, menjelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin, memberikan suasana yang tenang dan nyaman dengan cara mengatur jam bertemu pasien.
Pada Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan dan  anemia, tidakan keperawatan yang dilakukan adalah mengatur jam istirahat pasien agar istirahatnya adekuat dengan normalnya 6-8 jam/hari ini tergantung seni pasien dalam pengaturannya, mengatasi keadaan anemia dengan menganjurkan makan makanan banyak mengandung zat besi tatapi sesuai dengan diet, melakukan aktivitas yang ringan seperti latihan-latihan ditempat tidur, latihan pernafasan, aktifitas dilakukan yang ringan seperti, latihan pernafasan, pergerakan kaki dan tangan ditempat
Pada masalah Gangguan integritas kulit tindakan keperawatannya adalah memperhatikan keadaan kulit terhadap perubahan warna, turgor, vascular perhatikan kemerahan observasi terhadap ekimosi purpura, memberikan perawatan kulit dengan membatasi penggunaan sabun, memberikan salep atau krim (mis. Lanolin, aquaphor), mengubah posisi pasien sesering mungkin dengan cara; menggerakkan pasien dengan perlahan; memberi bantalan pada tonjolan kulit, pelindung siku/tumit, menganjurkan pasien untuk menggunakan kompres lembab dan dingin untuk, memberikan tekanan (daripada garukan) pada area pruritus; mempertahankan kuku pendek; memberikan sarung tangan selama tidur bila diperlukan, menganjurkan pasien menggunakan pakaian jenis katun yang longgar.
E.     Evaluasi
Dari hasil evaluasi yang dilakukan pada tanggal 14 desember 2005, setelah tindakan keperawatan satu hari ada beberapa hal yang menunjukkan keberhasilan dari hasil tindakan yang telah dilakukan antara lain pada masalah kelebihan voleme cairan, masalah teratasi sebagian, dimana BAK pasien sudah hampir mencapai normal yaitu 1200cc/24 jam, kemudian intake dan output juga sudah mencapai 30-60 ml/jam dan oedema sudah nampak berkurang..
Pada perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dimana masalah teratasi sebagian dimana pasien masih mengalami mual dan muntah tapi sudah berkurang, pasien termotivasi untuk makan.
Pada diagnosa intoleransi aktifitas masalah belum teratasi dimana dapat dilihat dari keadaan pasien yang masih lemah dan segala aktifitas dan kebutuhan sehari-hari masih dibantu oleh perawat dan keluarga.
Sedangkan pada masalah perubahan integritas kulit teratasi sebagian dimana luka masih dalam perawatan, dengan keadaan luka semakin membaik, ditandai kulit disekitar luka mulai memerah, tidak adanya nyeri dan ketidaknyamanan disekitar area dekubitus.
Demikianlah akhir dari semua kegiatan yang penulis lakukan dalam memberi asuhan keperawatan pada sindrom nefrotik di Ruang Penyakit Dalam Wanita BPK RSUZA Banda Aceh. Dari tanggal 12 Desember sampai dengan 14 Desember 2005 karena itu diharapkan dengan pengkajian tindakan dan evaluasi yang telah didokumentasikan dapat dilaksanakan berkesinambungan oleh perawat, atau perawat pelaksana lainnya, sehingga permasalahan yang timbul pada pasien dapat teratasi dengan sebagian.   




BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Sindrom nefrotik merupakan suatu penyaki yang penyebab yang pastinya belum diketahui, umumnya dibagi menjadi; sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal; sindrom nefrotik skunder, disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, pradion,penisilamin, garam emas, raksa), dll; sindrom nefrotik idopatik.
2.      Pada tinjauan tioritis di dapatkan adanya oliguri, poliguri, nokturi, anoreksia, odema pada ektremitas bawah, turgor kulit kurang elastis, mukosa bibir kering, mual, muntah, sesak nafas, dan adanya anemia. Sedangkan ditinjauan kasus didapatkan oliguri, anoreksia, odema pada ektremitas bawah, turgor kulit kurang elastis, mukosa bibir kering, mual, muntah dan anemia.
3.      Penatalaksanaan pada sindroma nefrotik secara teritis dan tinjauan kasus tidak ada perbedaan yaitu meliputi diantaranya pengaturan minum dan pengendalian hipertensi, pengendalian kalium darah, penanggulangan anemia, penanggulangan asidosis, pengobatan dan pencegahan infeksi, pengaturan diet dan makanan, dialysis dan tranplantasi ginjal.
B.     Saran-saran
1.      Dalam melakukan pengkajian keperawatan diharapkan perawat mampu melakukan pengkajian secara komperehensif yang mencakup bagaimana cara pencegahan timbulnya penyakit sindrom nefrotik, cara penanganan dan menanggulangi terjadinya komplikasi, pemberian diet dan pengobatan sesuai dengan penyakit sindrom nefrotik.
2.      Dalam menentukan perawatan diharapkan perawat benar-benar menentukan masalah-masalah pasien agar langkah-langkah perawatan dan tindakan keperawatan yang akan diambil sesuai dengan masalah pasien yaitu sindrom nefrotik.
3.      Pada perencanaan keperawatan perawat dituntut untuk dapat menentukan perioritas masalah, perumusan tujuan dan criteria hasil, serta mampu menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien dengan sindrom nefrotik.
4.      Dalam pelaksanaan keperawatan perawat betul-betul melakukan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan dan harus mencatat semua kegiatannya untuk memenuhi tangguang jawab dan tanggung gugat perawat oleh keluarga pasien dan orang lain.
Pada tahap evaluasi perawat harus mampu menilai sejumlah mana keberhasilan dari tindakan yang sudah dilaksanakan selama masa pengkajian sampai evaluasi pada pasien dengan sindrom nefrotik, dan untuk dilakukan kelanjutan tindakan keperawatan selanjutnya.




DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, dkk, (2000). Kapita Selekta Kedokteran, Edisi III, Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta.

Bayley, T.J. dan Leinster, S.J. (1995) Ilmu Penyakit Dalam Untuk Profesi Kedokteran Gigi, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Betz, Cecily, L.,Sowden, Linda A.(2000) Buku Saku Keperawatan Pediatrik, Alih Bahasa Jan Tomboyang, Edisi ke-3, Jakarta, EGC.

Brunner dan Suddarth, S. (2002) Medical Sugical Nursing, Edisi ke-8.

Budiman Nurdin, (2002), www.compas.com

Depkes RI. (1992) Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas, Jakarta, Depkes RI.

Doenges, Marlyn E, (1999) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Keperawatan, Alih Bahasa, I Made Kariasa Ni Made Sumarwati, Edisi ke-3, Jakarta, EGC.

Efendi, N. (1988) Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan Masyarakat, Edisi ke-2 EGC.

Junadi, P. (1982) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ke-2, FKUI, Jakarta.

Martin, S., Canobbio, M.M., Paguetta, V.E. dan Wells, F.M. (1999) Standar Perawatan Pasien, Edisi ke-5, EGC, Jakarta.

Owea, A. (1977) Pemantauan Keperawatan Kritis, PT, EGC, Jakarta.

Price, A.S dan Wilson, M.L (1988) Patofisiologi, Edisi ke-4, PT, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Sidabutar, R.P. (1992) Penyakit Ginjal dan Hipertensi, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.

Soeparman, dan Waspadji, S. (1996) Ilmu Penyakit Dalam, Penerbit FKUI, Jakarta

Syylvia A. Price dan Lorraine M. Wilson, (1995) Patofisiologi, Edisi IV, Buku 1, Penerbit EGC, Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar