Rabu, 02 Januari 2013

ASUHAN KEPERAWATAN HEAD INJURY (CEDERA KEPALA)



BAB I
PENDAHULUAN 
1.1       Latar Belakang Masalah
Cedera kepala adalah merupakan masalah kesehatan masyarakat yang perlu mendapat perhatian besar, apalagi cedera kepala ini sering menimpa golongan usia produktif. Dan kebanyakan menimbulkan kematian pada manusia salah satunya adalah Head Injuri Great III ( Soemarno Markam 1992 ).
Trauma kapitis yang tampak ringan atau berat biasanya mengakibatkan pingsan sejenak belaka, mungkin sedikit disertai penurunan suhu tubuh, frekwensi nadi, tekanan darah, muntah mungkin pula terjadi, agaknya disebabkan terangsangnya pusat muntah didalam modula oblongata, kasus semacam ini ialah komusio serebri atau Head Injuri Great III ( Soemarno Markam 1992 ).
Head Injuri Great III juga disebut comusio cerebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya diertai dengan retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan. ( Soemarno Markam 1992 ).
Statistik neagara-negara yang sudah maju menunjukkan bahwa trauma kapittis mencakup 26 % dari jumlah segala macam kecelakaan 33 % kecelakaan yang berakhir pada kematian menyangkut trauma kapitis. Diluar medan perperangan lebih dari 50 % trauma kapitis yaitu terjadi karena kecelakaan lalu lintas selebihnya  karena pukulan atau jatuh.
Menurut data yang punulis dapatkan dari buku register dari Ruang  Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari tanggal 21 maret 2005 sampai dengan 13 mei 2005, didapatkan jumlah penderita yang dirawat inap sebanyak 80 orang , dan yang menderita Head Injuri sebanyak 20 orang atau 25 %  ( Buku register Ruang Rawat  Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banada Aceh ).
Adapun kegawat daruratan  penyakit / masalah yang berperngaruh terhadap semua aspek pasien adalah : beberapa usaha telah  dilakukan oleh pemerintah untuk mengurangi akibat kecelakaan  yang serius misalanya mematuhi undang-undang lalu lintas, pemakaian seat belt, helm dan sebagainya  ( RSU. P 1995 ).
Adapun peran perawat yang dilakukan pada Head Injuri Gret III ialah : memberikan asuhan keperawatan, memberi rasa aman, mengurangi rasa khawatir, mempertahankan hubungan yang harmonis utntuk membantu penyembuhan, melayani kebutuhan pasien dan keinginan pasien serta perawatan berperan sebagai penyuluh kesehatan.


BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1        Pengertian
Head Injuri Great III juga disebut comusio serebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya disertai dengan retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan.                        ( Soemarno Markam )
Trauma kepala dapat dibedakan dengan sebutan comusio serebri yaitu trauma kepala yang menyebabkan pingsan sejenak atau tanpa amnesia retrograd dan trauma kepala yang dapat menimbulkan kelainan neurologik yang disebabkan oleh :   
2.1.1              Perdarahan subdural
Perdarahan terjadi antara durameter dan arachnoid, yang biasanya meliputi perdarahan vena. Perdarahan ini dapat dibedakan perdarahan akut, sub akut, dan kronis. Perdarahan akut sering dihubungkan dengan cedera otak besar atau batang otak dengan tanda-tanda nyeri kepala, perasaan ngantuk, bingung, gelisah, dan respon yang lambat. Keadaan kritis terlihat dengan adanya reaksi pupil yang lambat.
2.1.2              Perdarahan epidural
Perdarahan yang terjadi antara tubula interna dan duramater. Lokasi yang sering terjadi di daerah temporal, frontal. Sumber terjadinya perdarahan adalah pecahnya pembuluh darah meningen dan sinus venosus akibat fratur krini. Walaupun keadaan ini bukanlah penyebab yang mutlak. Gejala epidural pada temporal yaitu kesadaran menurun disertai anisokhor pada mata dan mungkin terjadi hemiparesi kontra lateral. Sedangkan perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala khas, selain kesadaran yang menurun biasanya samnolen yang tidak membaik selama beberapa hari, perdarahan dengan proses desak ruang yang akut dan bila cukup besar akan mengakibatkan herniasi, hal ini terjadi misalnya pada daerah temporal yang menimbulkan troncus serebri ( Depkes 1996 ).
2.1.3              Perdarahan intraserebral
Merupakan penumpukan darah pada jaringan otak. Perdarahan yang terjadi mungkin disertai countertop phenomenum. Hal ini banyak dihubungkan dengan kontusio dan terjadi di darah frontal dan temporal. Akibat adanya subtansi darah dalam jaringan  otak maka akan menimbulkan edema otak dan gejala neurologik tergantung dari ukuran dan lokasi perdarahan ( Depkes 1995 ).
2.2        Penyebab
Menurut R. Schrock 1991, trauma kepala sering diakibatkan oleh :
2.2.1        Kecalakaan lalu lintas, seperti kecelakaan mobil,motor dan lain-lain.
2.2.2        Jatuh dari tempat yang tinggi.
2.2.3        Kecelakaan saat berolahraga seperti meyelam, berselancar dan lain-lain.
2.2.4        Luka tusuk atau luka tembak pada daerah vertebra.
2.3    Patofisiologis
Pada kontusio serebri yang berat akan terjadi penimbunan asam laktat dan penambahan asam laktat, hal ini terjadi karena metabolisme anaerobik dari glukosa akibat hipoksia atau kerusakan trauma bila otak mengalami hipoksia, metabolisme glukosa  aneorob akan  terjadi dan pada proses ini menyebabkan dilatasi pembuluh darah, hal ini terjadi agar kebutuhan oksigen terpenuhi (Depkes 1996).
Otak tidak mempunyai cadangan oksigen bila terjadi kekurangan aliran darah keotak walaupun sebentar maka akan mengakibatkan gangguan fungsi. Sedangkan bahan bakar utama otak adalah glukosa. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % daari seluruh kebutuhan glukosa tubuh. Bila kadar glukosa dengan plasma turun sampai dengan 70 mg % akan terjadi gejala-gejala permulaan disfungsi serebral sedangkan bila kadar glukosa kurang dari 20 mg % akan menimbulkan koma (Depkes, 1996).
Edema otak disebabkan oleh karena adanya penumpukan cairan yang berlebihan pada jaringan otak. Pada pasien dengan trauma akibat contusio serebri, pembuluh kapiler sobek, cairan traumatik mengandung protein eksudat yang berisi albumin dan cairan interstitial. Otak pada kondisi normal tidak mengalami edema otak sehingga bila terjadi penekanan terhadap pembuluh darah dan jaringan sekitarnya akan menimbulkan kematian jaringan otak, edema jaringan otak akan mengakibatkan penigkatan tekanan intra kranial yang dapat manyebabkan herniasi dan penekanan pada batang otak.
Dampak trauma kepala terhadap berbagai sistem tubuh antara lain :
1.1        Faktor pernafasan.
Hipertensi setelah cedera kepala terjadi karena pengaruh vaso kontriksi paru, hipertensi paru dan edema paru hal ini menyebabkan hiperkapnea dan bronkho kontriksi. Sensitifitas yang meningkat pada mekanisme pernafasan terhadap karbondioksida dan periode setelah hiperventilasi akan menyebabkan pernafasan cheyne stock (Depkes, 1996).                                                         
1.2        Faktor kardiovaskuler
Trauma kepala menyebabkan fungsi jantung yang mencakup aktivitas oksipital, miokardia, edema paru, dan perubahan tekanan vaskuler. Perubahan otonom pada fungsi venetrikel / perubahan gelombang T, gelombang P tinggi dan distrikmia, fibrilasi antreo dan ventrikel tachycardia ( Depkes 1996 ).
1.3        Faktor gastrointestinal
Setelah trauma kepala, perlukaan dan perdarahan pada lambung jarang ditemukan, tapi setelah tiga hari pasca trauma terdapat respon yang besar merangsang aktivitas hipotalamus dan stimulus vagus yang dapat menyebabkan langsung hiperacidikum ( Depkes 1996 ).
1.4        Faktor metabolisme
Trauma kepala dapat mengakibatkan perubahan metabolisme seperti  pada trauma tubuh lainnya, yaitu kecenderungan retensi sodium / natrium dan air serta hilangnya jumlah nitrogen ( Depkes, 1996 ).
2.4    Penatalaksanaan
Pasien harus ditempatkan dalam posisi miring atau seperti posisi koma. Perawatan yang dilakukan harus menghindari fleksi leher yang berlebihan karena baik jalan nafas dan tidak dapat terganggu, jalan nafas oral dapat digunakan untuk mencegah obstruksi dari jalan nafas atas oleh lidah. Mengukur nadi, tensi, suhu, pernafasan dan kesadaran harus dikontrol minimal ½ jam selama 24 jam pertama. Setelah keluhan-keluhan seperti nyeri, mual dan muntah tidak ada lagi, maka dimulai mobilitas dengan mengizinkan duduk ditempat tidur, bila penderita tidak pusing dengan duduk, maka keesokan harinya diperbolehkan berdiri ( Soemarno Markan, 1997 )

BAB III
PEMBAHASAN
3.1    Tinjauan Kasus
Asuhan keperawatan pada Nn. Ir  dengan Head Injuri Great III penulis lakukan selama tiga hari yaitu dari tanggal 9 sampai dengan 11 mei 2005 di Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum          dr. Zainoel Abidin banda Aceh.
Berdasarkan hasil pengkajian  ( lampiran 1 ) didapatkan data demografi  antara lain pasien bernama Nn. Ir berumur 22 tahun, Suku Aceh, Beragama Islam, No CM. 033588, No Reg. 01541, bekerja sebagai Guru kontrak dan sekarang tinggal di Blang Bintang Aceh Besar.
Keluhan utama adalah nyeri, pada kepala penyebab nyeri daerah kepala pada bagian belakang akibat benturan atau trauma kepala. Dan faktor pencetus nyeri yang dirasakan apabila posisi kepala berubah, duduk dan saat bangun dari tidur, apabila mengunyah makanan, kepala terasa sakit akibat otot-otot wajah terjadi pergerakan sehingga menimbulkan nyeri pada kepala (Soemarno Markam, 1992).
3.1.1    Pengkajian
Pasien bernama Nn. Ir berumur 22 tahun, suku Aceh, bergama Islam, bekerja sebagai guru kontrak, pendidikan tamatan PGSD, dan alamat tinggal di Blang Bintang Aceh Besar, dirawat di Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan diagnosa medis Head Injuri Great III. Head Injuri Great III juga disebut comosio cerebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya diertai dengan retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan ( Soemarno Markam ).
Kemudian keluhan Nn. Ir pada saat pengkajian tanggal 9 mei 2005 adalah nyeri kepala, dengan riwayat penyakit sekarang yaitu pasien dibawa kerumah sakit dengan keluhan nyeri didaerah kepala dibagian belakang akibat benturan atau trauma kepala dan faktor pencetusnya nyeri yang dirasakan apabila posisi kepala berubah kedudukan dan bangun dari tempat  tidur, apabial mengunyah makanan, kepala terasa sakit akibat otot-otot wajah terjadi pergerakan sehingga memberatkan dan meringankan kepala. Dan hal-hal yang memberatkan dan meringankan timbul nyeri pada daerah yang disusul dengan pusing, yang dapat memeperberatkan rasa nyeri pada saat serangan penderita berkeringat dingin, gelisah, muka pucat dan nyeri yang timbul pada pasien karena banyak bergerak, dan pasien sering memiirkan hal-hal tentan penyakitnya, untuk menghilangkan nyeri pasien dengan posisi terlentang dan tidak menggunakan bantal yang tinggi   dan tidak menggunakan bantal yang keras.
Adapun penurunan tingkat kesadaran setelah terjadinya kecelakaan ditemukan penurunan kesadaran beberapa saat disertai dengan amnesia retograd. Setiap trauma kepala dapat menimbulkan penurunan kesadaran sampai saat ini belum jelas. Namun menurut eksperimen Scot ( 1940 ) membuktikan bahwa trauma kepala yang disebabkan pukulan yang hebat dapat menyebabkan cekungan sejenak pada tulang tengkorak. Dari cekungan itu akan menyebabkan peningkatan intrakranil ( T I K ). Pukulan lebih keras lebih dalam pula cekungan dan lebih tinggi pula tekanan intrakranial, bila tekanan intracranial lebih tinggi dari pada tekanan arteri karotis internal, maka akan timbul anokemia dalam otak, yang akan menyebabkan pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 100 / 60 mmHg, nadi 66 x / menit, temperatur 35,5 oc, pernafasan 16 x / menit..
Pada pemeriksaan Glaslow Coma Scale (GCS ) tidak didapatkan penurunan kesadaran dan tidak terganggu fungsi nervus kranial pada Nn. IR, karena pasien sudah dirawat selama tiga hari. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan hanya yang dilakukan foto rongent frontal.
3.1.2    Diagnosa Keperawatan
   Ganguan rasa nyaman nyeri kepala bagian belakang sehubungan dengan adanya benturan pada kepala saat terjadi trauma pada kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyeri, gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri kepala akibat adanya cekungan pada tulang tengkorak yang disebabkan oleh terjadinya cedera kepala, cemas sehubungan dengan kurangnya pengatahuan pasien tentang proses penyakit.
3.1.3    Intervensi
   Pada diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri tindakan yang dilakukan adalah mengkaji rasa sakit yang dialami, mengatur posisi, kurangi pergerakan yang dapat menimbulka sakit lebih hebat, ciptakan lingkungan yang tenang, latih nafas dalam, kolaborasi dengan tim medis.
Rencana keperawatan diagnosa kedua gangguan pola istirahat tidur sehubungan dengan nyeri kepala akibat adanya cekungan pada tulang tengkorak yang disebabkan oleh terjadinya cedera kepala, tindakan yang dilakukan ukur tanda-tanda vital pasien, kaji pola istirahat dalam tidur sebelum sakit dan selama sakit, atur posisi pasien, kurangi kunjungan, kolaborasi dengan tim medis.
Rencana keperawatan diagnosa cemas sehubungan dengan kurangnya pengatahuan pasien / keluarga tentang proses penyakit. Tindakan yang dilakukan kaji kesiapan-kesiapan pasien / keluaraga untuk menerima tindakan yang diberikan, dengarkan keluhan pasien / keluarga, berikan pengertian dan penjelasan mengenai prosedur pengobatan dan perawatan, diskusikan tentang rencana tindakan yang diberikan.
3.1.4    Tindakan Keperawatan
   Pelaksanaan rencana keperawatan untuk mengatasi rasa nyaman nyeri tindakan yang dilakukan menanyakan bagaimana rasa nyeri yang dialami, kapan rasa nyeri timbul, mengatur posisi pasien senyaman mungkin. Menganjurkan pasien istirahat tidak menggunakan bantal, menganjurkan pasie agar tidak menggerakkan kepala sama secara berlebihan.
Pelaksanaan rencana keperawatan untuk mengatasi pola istirahat tidur sehubungan dengan nyeri kepala akibat adanya cekungan pada tulang tengkorak yang disebabkan oleh terjadinya cedera kepala. Tindakan yang dilakukan mengadakan pendekatan dan perhatian terhaadap pasien  dan selalu siap memberiakan bantuan, mengukur tanda-tanda vital,mengkaji pola istirahat pasien sebelum sakit dan sesudah sakit, mengatur posisi pasien yaitu posisi terlentang.
Pelaksanaan rencana keperawatan untuk diagnosa gangguan cemas sehubungan dengan kurangnya pengatahuan pasien / keluarga tentang proses penyakit..Tindakan yang dilakukan mengkaji kesiapan pasien / keluarga untuk menerima tindakan yang diberikan, mendengarkan keluhan pasien / keluarga, membina hubungan saling percaya.
3.1.5    Evaluasi
   Sesudah dilakukan implementasi untuk masing-masing diagnosa dapat dievaluasi hasil bahwa diagnosa pertama tidak teratasi ditandai dengan pasien masih mengeluh nyeri kepala., tindakan perlu dilanjutkan kembali pada hari berikutnya, , pada evaluasi diagnosa kedua masalah teratasi sebagian pasien waktu istirahat tidak penah terjaga lagi mata pasien tidak tampak merah keaadaan umum baik., sedangkan diagnosa ketiga teratasi sebagia rencana tindakan dilanjutkan. 
3.2    Pembahasan
         3.2.1    Pengkajian
Pasien bernama Nn. Ir berumur 22 tahun, suku Aceh, bergama Islam, bekerja sebagai guru kontrak, pendidikan tamatan PGSD, dan alamat tinggal di Blang Bintang Aceh Besar, dirawat di Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan diagnosa medis Head Injuri Great III. Head Injuri Great III juga disebut comosio cerebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit. Adanya riwayat pusing, sakit kepala, mual dan muntah. Kemudian penderita dengan cepat siuman kembali tanpa mengalami defisit neurologi dan biasanya diertai dengan retograd yaitu lupa akan kejadian pada waktu beberapa saat sesudah terjadi kecelakaan ( Soemarno Markam ).
Kemudian keluhan Nn. Ir pada saat pengkajian tanggal 9 mei 2005 adalah nyeri kepala, dengan riwayat penyakit sekarang yaitu pasien dibawa kerumah sakit dengan keluhan nyeri didaerah kepala dibagian belakang akibat benturan atau trauma kepala dan faktor pencetusnya nyeri yang dirasakan apabila posisi kepala berubah kedudukan dan bangun dari tempat  tidur, apabial mengunyah makanan, kepala terasa sakit akibat otot-otot wajah terjadi pergerakan sehingga memberatkan dan meringankan kepala. Dan hal-hal yang memberatkan dan meringankan timbul nyeri pada daerah yang disusul dengan pusing, yang dapat memeperberatkan rasa nyeri pada saat serangan penderita berkeringat dingin, gelisah, muka pucat dan nyeri yang timbul pada pasien karena banyak bergerak, dan pasien sering memiirkan hal-hal tentan penyakitnya, untuk menghilangkan nyeri pasien dengan posisi terlentang dan tidak menggunakan bantal yang tinggi   dan tidak menggunakan bantal yang keras.
Adapun penurunan tingkat kesadaran setelah terjadinya setelah terjadinya kecelakaan ditemukan penurunan kesadaran beberapa saat disertai dengan amnesia retograd. Setiap trauma kepala dapat menimbulkan penurunan kesadaran sampai saat ini belum jelas. Namun menurut eksperimen Scot (1940) membuktikan bahwa trauma kepala yang disebabkan pukulan yang hebat dapat menyebabkan cekungan sejenak pada tulang tengkorak. Dari cekungan itu akan menyebabkan peningkatan intrakranil ( T I K ). Pukulan lebih keras lebih dalam pula cekungan dan lebih tinggi pula tekanan intrakranial, bila tekanan intracranial lebih tinggi dari pada tekanan arteri karotis internal, maka akan timbul anokemia dalam otak, yang akan menyebabkan pasien mengalami penurunan tingkat kesadaran.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan tekanan darah 100 / 60 mmHg, nadi 66 x / menit, temperatur 35,5 oc, pernafasan 16 x / menit..
Pada pemeriksaan Glaslow Coma Scale (GCS ) tidak didapatkan penurunan kesadaran dan tidak terganggu fungsi nervus kranial pada Nn. IR, karena pasien sudah dirawat selama tiga hari. Pemeriksaan penunjang tidak dilakukan hanya yang dilakukan foto rongent frontal.
3.2.2    Diagnosa Keperawatan
Ganguan rasa nyaman nyeri kepala bagian belakang sehubungan dengan adanya benturan pada kepala saat terjadi trauma pada kepala yang bervariasi tekanan dan lokasi nyeri, gangguan pola istirahat tidur berhubungan dengan nyeri kepala akibat adanya cekungan pada tulang tengkorak yang disebabkan oleh terjadinya cedera kepala, cemas sehubungan dengan kurangnya pengatahuan pasien tentang proses penyakit.
3.2.3    Rencana Keperawatan
Pada diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri tindakan yang dilakukan adalah mengkaji rasa sakit yang dialami, mengatur posisi, kurangi pergerakan yang dapat menimbulka sakit lebih hebat, ciptakan lingkungan yang tenang, latih nafas dalam, kolaborasi dengan tim medis.
Rencana keperawatan diagnosa kedua gangguan poal istirahat tidur sehubungan dengan nyeri kepala akibat adanya cekungan pada tulang tengkorak yang disebabkan oleh terjadinya cedera kepala, tindakan yang dilakukan ukur tanda-tanda vital pasien, kaji pola istirahat dalam tidur sebelum sakit dan selama sakit, atur posisi pasien, kurangi kunjungan, kolaborasi dengan tim medis.
Rencana keperawatan diagnosa cemas sehubungan dengan kurangnya pengatahuan pasien / keluarga tentang proses penyakit. Tindakan yang dilakukan kaji kesiapan-kesiapan pasien / keluaraga untuk menerima tindakan yang diberikan, dengarkan keluhan pasien / keluarga, berikan pengertian dan penjelasan mengenai prosedur pengobatan dan perawatan, diskusikan tentang rencana tindakan yang diberikan. 
3.2.4    Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan untuk mengatasi rasa nyaman nyeri tindakan yang dilakukan menanyakan bagaimana rasa nyeri yang dialami, kapan rasa nyeri timbul, mengatur posisi pasien senyaman mungkin. Menganjurkan pasien istirahat tidak menggunakan bantal, menganjurkan pasie agar tidak menggerakkan kepala sama secara berlebihan.
Pelaksanaan rencana keperawatan untuk mengatasi pola istirahat tidur sehubungan dengan nyeri kepala akibat adanya cekungan pada tulang tengkorak yang disebabkan oleh terjadinya cedera kepala. Tindakan yang dilakukan mengadakan pendekatan dan perhatian terhaadap pasien  dan selalu siap memberiakan bantuan, mengukur tanda-tanda vital,mengkaji pola istirahat pasien sebelum sakit dan sesudah sakit, mengatur posisi pasien yaitu posisi terlentang.
Pelaksanaan rencana keperawatan untuk diagnosa gangguan cemas sehubungan dengan kurangnya pengatahuan pasien / keluarga tentang proses penyakit..Tindakan yang dilakukan mengkaji kesiapan pasien / keluarga untuk menerima tindakan yang diberikan, mendengarkan keluhan pasien / keluarga, membina hubungan saling percaya.
3.2.5        Evaluasi
Sesudah dilakukan implementasi untuk masing-masing diagnosa dapat dievaluasi hasil bahwa diagnosa pertama tidak teratasi ditandai dengan pasien masih mengeluh nyeri kepala., tindakan perlu dilanjutkan kembali pada hari berikutnya, , pada evaluasi diagnosa kedua masalah teratasi sebagian pasien waktu istirahat tidak pernah terjaga lagi mata pasien tidak tampak merah keaadaan umum baik., sedangkan diagnosa ketiga teratasi sebagian rencana tindakan dilanjutkan.




BAB IV
PENUTUP
4.1          Kesimpulan
4.1.1  Head Injuri Great III juga disebut comusio serebri adalah keadaan dimana penderita setelah mendapat cedera kepala / kapitis mengalami penurunan kesadaran sejenak tidak lebih dari 10 menit.
4.1.2  Gangguan rasa nyaman : nyeri kepala bagian belakang sehubungan dengan adanya benturan pada kepala pada saat terjadi trauma pada kepala.Gangguan Pola istirahat ; tidur sehubungan dengan nyeri kepala akibat adanya cekungan pada tulang tengkorak yang disebabkan oleh terjadinya cedara kepala.Cemas sehubungan dengan kurangnya pengetahuan pasien dan keluarga tentang penyakitnya. 
4.2          Rekomendasi
4.2.1  Perawat Ruang Rawat Penyakit Saraf harus jeli dalam menentukan diagnosa keperawatan sehingga semua masalah dapat diidentifikasi dan juga harus mampu menerapkan komunikasi teurapetik serta sesuai dengan prosedur dan tanpa mengabaikan etika keperawatan.


DAFTAR PUSTAKA
Depkes, 1995.Asuhan Kerawatan pada Klien Denangan Gangguan sistem Persyarafan  : Pusat Pendidikan tenaga kesehatan Departemen Kesehatan, Jakarta
Basyiruddin.A, 1995. Mekanisme dan dan Patofisiologi dari Cedera Kepala,  Pada Makalah Simposium Cedera Kepala, Padang
Huddak  dan  Gallo.  1996.  Keperawatan Kritis : Pendekatan Holistik.  Ediai ke 6.  volume II.. Mossby Company, Toronto
Long. B.C and Phip.W.J,  1996.  Essentials of Medical Nursing Mosby Company, Louis, Toronto
Markam. S,  1992. Patofisiologi, Penuntun Neurologi.  Edisi 2 Penerbit Bina Rupa, Jkarta.
Sastodiwirjo. S. Togar, P.H dan Sidiarto, K,  1986.  Kumpulan Kuliah Neurologi.: Bag :- Neurologi Fakultas Kedokteran Unipersitas Indonesia, Penerbit UI, Press,  Jakarta
Sidharta, P.M.D 1995.  Tata Pemerikasaan Klinis Dalam Neurolosgi,  Edisi 3. Pnerebit Dian Rakyat, Jakarta.
Sudiharto, P. 1995, Tindakan Bedah Saraf Pada Pasien Cedera Kepala Pada Makalah Simposium Cedera Kepala, Padang.
Susan. M.T, 1988. Standar Keperawatan Pasien. Edisi V, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Nasrul Efendi, ( 1995 ). Pengantar Proses Keperawatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Therodore R.Schrock. M.D, 1991. Ilmu Bedah. Edisi 7 Penerbit Buku EGC, Jakarta
Patricia A. Potter. R.N, MSN. Pengkajian Kesehatan, Edisi 3 Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar