Salah satu sifat makhluk hidup adalah irritabilitas, yaitu kemampuannya
untuk merespon stimuli (yang biasanya merupakan suatu perubahan lingkungan).
Pada hewan, respon terhadap stimuli melibatkan tiga proses:
1. Menerima
stimulus
2. Menghantarkan
impuls
3. Respon
oleh efektor
Semua kelompok hewan yang derajatnya di atas bunga karang (sponges)
memiliki bentuk sistem syaraf, meskipun pada beberapa kelompok hewan sistem
syarafnya sangat primitif. Pada tentakel beberapa coelenterata, ditemukan suatu
tipe jalur syaraf yang mungkin paling sederhana, yang terdiri dari satu susunan
dua sel khusus, yaitu satu sel reseptor konduktor dan satu sel efektor. Jalur
yang demikian memungkinkan gerakan yang kurang fleksibel, sebab tidak ada jalur
alternatif impuls untuk menyebar, dan ketiadaan interkoneksi antara jalur ini
dengan bagian sistem saraf lain. Kebanyakan jalur saraf (dan bahkan pada
Coelenterata) paling tidak terdiri atas tiga sel berbeda : sel reseptor yang
khusus menerima stimulus, sel konduktor yang khusus mengkonduksikan impuls
jarak jauh, dan sel efektor (sering merupakan sel otot) yang khusus memberika
reseptor. Jalur yang lebih kompleks mungkin melibatkan sejumlah sel konduktor
tambahan yang terletak antara reseptor dan efektor. Bila suatu jalur memiliki
beberapa konduktor, maka respon dapat lebih fleksibel, sebab lebih dari satu
jalur dapat dilalui impuls yang datang melalui reseptor, sehingga satu atau
lebih efektor dapat diaktifkan. Secara umum semakin banyak sel-sel konduktor
pada suatu jalur, maka respon dapat lebih fleksibel.
Struktur dan Macam Sel Saraf (Neuron)
Suatu sel saraf
(neuron), terdiri atas :
1. Badan
sel, yaitu bagian sel saraf yang membesar dan mengandung inti
2. Satu
atau lebih tonjolan (cabang) yang keluar dari badan sel yang dibedakan menjadi
dendrit(tonjolan yang membawa impuls ke badan sel) dan akson (tonjolan yang
membawa impuls dari badan sel)
Berdasarkan fungsinya sel saraf yang membawa impuls dari reseptor disebut
sel saraf sensori; yang membawa impuls ke efektor disebut sel saraf motor, dan
sel saraf yang menghubungkan sel saraf sensori dan sel saraf motor disebut sel
saraf interneuron(sel saraf penghubung)
Suatu persambungan antara dua neuron disebut sinaps. Kedua ujung neuron
itu biasanya tidak melekat langsung satu dengan yang lain tetapi masih
dipisahkan oleh suatu celah sempit, yang disebut sebagai celah sinaps. Neuron
yang terletak sebelum sinaps disebut neuron prasinaps, dan neuron setelah
sinaps disebut neuron pasca sinaps.
Sistem Saraf
Pada Invertebrata
1. Sistem
saraf pada hewan simetri radial
Organisasi sistem saraf paling sederhana dijumpai pada Hydra (suatu
Coelenterata), yang terdiri atas sel-sel reseptor-konduktor, dan sel-sel
efektor. Sel-sel konduktor tidak membentuk jalur tunggal, tetapi saling
terjalin membentuk suatu jala saraf yang menyebar ke seluruh tubuh. Organisasi
sistem saraf demikian disebut sistem saraf jala atau sistem saraf difus. Pada
sistem saraf jala demikian , belum ada pusat pengontrol. Impuls menyebar ke
seluruh arah melalui sebagian besar serabut (beberapa serabut hanya satu arah).
Impuls menyebar secara lambat dari daerah yang mendapat rangsang ke daerah yang
berdekatan. Makin kuat stimulus, penyebaran impuls makin jauh. Reaksi sangat
terbatas pada kontraksi lokal. Suatu sistem seperti ini, yang tidak ada
koordinasi terhadap reaksi kompleks, hanya menghasilkan suatu gerakan yang
terbatas.
2. Sistem
saraf pada hewan simetri bilateral
Kecenderungan utama pada evolusi system saraf pada hewan simetri
bilateral dapat dilihat pada cacing pipih:
1. System
saraf menjadi lebih tersentralisasi oleh terbentuknya korda saraf longitudinal
utama. Korda sebagai system saraf pusat dilalui oleh sebagian besar jalur
antara reseptor dan efektor, dan sebagian besar badan sel saraf berada dalam
korda atau berdekatan dengan korda.
2. Konduksi
impuls saraf menjadi terbatas pada satu arah saja; serabut saraf sensoris hanya
mengkondusikan impuls menuju ke system saraf pusat (serabut aferen), dari
serabut motor mengkondusikan impuls meninggalkan system saraf pusat (serabut
eferen).
3. Lintasan
saraf di dalam system saraf pusat menjadi sangat kompleks dengan adanya saraf
penghubung (interneuron) yang sangat banyak; suatu perkembangan yang
meningkatkan fleksibilitas respon)
4. Peningkatan
perkembangan ujung depan dari korda longitudinal mengarah pada terbentuknya
otak yang menjadi makin dominan
5. Jumlah
dan kekompleksan organ-organ sensori menjadi meningkat.
Kecenderungan ini belum nampak jelas pada kebanyakan cacing pipih
primitive, cacing pipih semacam ini hanya memiliki saraf jala yang sangat mirip
pada Hydra. Pada cacing yang agak maju, sudah nampak adanya permulaan
kondensasi dari korda longitudinal utama dalam jala sarafnya, namun jumlahnya
masih banyak, umumnya sekitar 8 korda longitudinal yang tersebar didaerah
ventral, dorsal, dan lateral tubuhnya. Pada cacing yang sudah agak maju lagi,
telah menunjukkan adanya reduksi jumlah korda longitudinal, dan yang sangat
maju tinggal memiliki dua saja, yang keduanya terletak didaerah ventral
tubuhnya. Pada cacing pipih dengan perkembangan korda longitudinal yang sangat
primitive, belum menunjukkan adanya struktur yang disebut otak.
Pada Annelida dan Arthropoda sudah terlihat adanya perkembangan system
saraf pusat yang lebih maju, yang berupa sepasang korda longitudinal pada
daerah ventral tubuhnya. Dalam korda longitudinal hewan ini, badan-badan sel
saraf membentuk massa yang disebut gangn-badan sel saraf membentuk massa yang
disebut ganglion, sepasang setiap segmen, yang dihubungkan oleh berkas serabut
yang berjalan longitudinal dan horizontal, sehingga memberikan gambaran seperti
tangga tali. Ganglia yang terletak dalam kepala disebut sebagai “otak”. Otak
ini kecil, namun bila dibandingkan dengan ganglia segmen, nampak lebih besar
dan lebih dominan, tetapi terbatas bila dibandingkan dengan otak vertebrata.
System saraf pusat (korda spinalis dan otak) pada Vertebrata berbeda dalam
berbagai hal dari yang terdapat pada Annelida dan Arthropoda:
1. Kordada
spinalis pada Vertebrata adalah tunggal, terletak dorsalis, dan terbentuk pada
embrio sebagai pembuluh dengan lubang sentral kanal, yang terus ada sampai
dewasa.
2. Korda
spinalis Vertebrata tidak begitu jelas terorganisasi menjadi suatu rangkaian
berbagai ganglia dan traktus penghubung
3. Meskipun
banyak fungsi koordinasi pada vertebrata masih tetap dipegang oleh korda
spinalis, namun pada vertebrata telah berkembang baik suatu otak yang jauh
lebih dominan daripada “otak” Annelida dan Arthopoda.
Sistem Saraf
Pada Vertebrata
Sistem saraf melakukan kontrol terhadap otot,
kelenjar, dan organ-organ yang mengontrol seluruh aktivitas fisiologis manusia.
Dalam kapasitasnya mengontrol fungsi tubuh, sistem saraf akan menerima masukan
dari lingkungan eksternal dan lingkungan internal mengenai keadan tubuh kita,
sisten saraf akan menentukan tindakan yang tepat untuk menjaga fungsi tubuh
yang normal. Selain sisten saraf, tubuh kita memiliki kontrol lainnya yaitu
sistem hormon (sistem endokrin). Sistem saraf melakukan kontrol melalui
transmisi impuls, sedangkan sistem endokrin mensekresikan hormon untuk
mengontrol aktifitas metabolisme dan aktifitas tubuh lainnya. Kontrol tubuh
dengan saraf mengontrol kerja tubuh dengan cepat misalnya alat gerak, sedangkan
sistem endokrin mengontrol kerja tubuh yang lambat misalnya mengontrol kadar
gula dalam darah.
Sistem syaraf dan sistem endokrin akan
membebaskan chemical messenger untuk berinteraksi dengan sel target. Bedanya
adalah jarak yang ditempuh chemical messenger pada syaraf pendek pada celah
sinaps, sedangkan pada endokrin chemical messenger lebih panjang melalui
peredaran darah. Yang kedua adalah sinyal yang membebaskan chemical messenger
pada syaraf adalah potensial aksi, sedangkan pada endokrin adalah berbagai
sinyal khusus yang mungkin juga adalah potensial aksi. Sistem saraf dan system
endokrin secara rumit berhubungan dalam aktifitas control.sistem saraf juga
melakukan fungsi control yang penting terhadap sekresi banyak hormom. Hormon
juga banyak yang bekerja sebagai neuro modulator untuk merubah keefektifan
sinaps.
1. ORGANISASI
SISTEM SARAF
1.
Berdasarkan perbedaan struktur, tempat dan fungsinya
sistem saraf diorganisasi menjadi Sistem saraf pusat (Central Nervous System =
CNS) yang terdiri atas otak dan sumsum tulang belakang.
2.
Sistem saraf tepi (Pheriperal Nervous System = PNS)
yang terdiri atas serabut-serabut saraf yang menghubungkan sistem saraf pusat
dengan bagian tepi tubuh (reseptor dan efektor). Sistem saraf tepi dibagi
menjadi :
1.
Kelompok saraf aferen (membawa ke) membawa informasi ke
sistem saraf pusat.
2.
Kelompok saraf eferen (membawa dari) membawa perintah
dari sistem saraf pusat ke organ efektor yaitu sel-sel otot atau
kelenjar-kelenjar.
Sistem saraf eferen dibagi menjadi:
Sistem saraf eferen dibagi menjadi:
1.
Sistem saraf somatik yang terdiri dari saraf motorik
yang menginervasi otot-otot rangka.
2.
Sistem saraf otonom yang menginervasi otot polos, otot
jantung, dan kelenjar-kelenjar. Sistem saraf otonom dibagi lagi menjadi:
1.
Sistem saraf simpatetik
2.
Sistem saraf parasimpatetik
2. KLASIFIKASI
SEL SARAF (NEURON)
1. Berdasarkan
fungsinya, sel saraf dibagi menjadi:
1.
Sel saraf aferen (sel saraf
sensorik) termasuk sel saraf unipolar yang berfungsi untuk membangkitkan potensial aksi dalam merespon stimulus tertentu. Badan selnya terletak didalam medula spinalis dan
sel saraf utamanya terletak didalam sistem sarap tepi.
2.
Sel saraf eferen (sel saraf
motorik) terletak terutama dalam sistem saraf tepi. Badan sel saraf eferen
berada didalam sistem saraf pusat, dimana terdapat banyak input prasinaptik
mengumpul pada badan sel ini untuk mempengaruhi output
ke organ efektor.
3.
Sel saraf antarneuron
terletak didalam sistem saraf pusat yang memiliki dua fungsi utama yaitu
sebagai pengintegrasi respon perifer ke informasi perifer dan bertanggung jawab
meneruskan informasi ke otak.
2.
Berdasarkan strukturnya, sel saraf dibagi menjadi:
1.
Sel Saraf Unipolar sel saraf yang memiliki satu
penonjolan yang keluar dari badan sel (biasanya dianggap sebagai akson)
2.
Sel Saraf Bipolar sel saraf yang memiliki dua
penonjolan yang keluar dari badan sel (satu dendrit dan satu akson)
3.
Sel Saraf Multipolar sel saraf yang memiliki banyak
penonjolan yang keluar dari badan sel (beberapa disebut dendrit dan satu akson)
(Tenzer, 1993: 27-28).
Setiap sel saraf
terdiri atas 2 bagian utama, yaitu perikarion (badan sel) dan prosesus (dendrit
dan akson) :
1.
Badan sel berfungsi untuk menerima impuls stimulus,
menterjemahkan dan meneruskan stimulus, memproses dan menyampaikan respon
terhadap stimulus, dan sebagai pusat trofik bagi neuron. Badan sel terletak di
subtansia kelabu sistem saraf pusat atau dalam ganglion sistem saraf tepi.
2.
Dendrit berfungsi menerima impuls dari lingkungan,
epitel sensoris, atau neuron lain dan meneruskannya. Dendrit berada
disubstansia putih sistem saraf pusat.
3.
Akson berfungsi untuk menghantarkan imuls ke neuron
yang lain, atau menyampaikan respon ke organ efektor. Akson berada disubstansia
putih sistem saraf pusat (Tenzer, 1993: 26-27).
Sel-sel Glial
dan Pelindung Sistem Saraf Pusat
1.
SEL-SEL GLIAL
Sekitar 90% sel didalam sistem saraf pusat adalah bukan merupakan neuron
, tetapi sel-sel glial atau neuroglia. Meskipun jumlahnya besar , namun
neuroglia menempati hanya separoh dari volume otak , sebab neuroglia tidak
bercabang-cabang seperti pada neuron. Neuroglia tidak menghantarkan implus
seperti neuron. Fungsi neuroglia adalah:
1.
Menjaga kelangsungan hidup sistem saraf pusat
2.
Berperan penting sebagai jaringan penunjang sistem
saraf pusat
3.
Membantu menunjang neuron secara fisik dan metabolic
Ada 4 jenis utama sel glial :
1.
Astrosit : Mempunyai beberapa fungsi utama :
1.
Sebagai perekat utama dari sistem saraf pusat, yaitu
merekatkan neuron-neuron dalam hubungan spasial yang tepat.
2.
Penting dalam perbaikan kerusakan otak dan neuron.
3.
Menunjang neuron secara metabolik.
4.
Menghilangkan pengaruh K+ dari cairan
ekstraseluler otak bila potensial aksi tinggi.
2.
Oligodendrosit, membentuk insulasi sarung mielin akson
dalam sistem saraf pusat. uatu oligodendrosit memiliki beberapa proyeksi yang
memanjang, masing-masing seperti gulungan jeli menyelubungi suatu bagian dari
suatu akson saraf penghubung untuk membentuk segmen-segmen mielin.
3.
Sel ependimal, melapisi ruang-ruang dalam sistem saraf
pusat (ventrikel dan sentral kanal). Sel ventrikel mampu memproduksi cairan
serebrospinal.
4.
Mikroglia, berfungsi sebagai pembersih sistem saraf
pusat, sebab mikroglia ini merupakan sel-sel fagositik yang dilepas oleh
jaringan saraf pusat. Sel-sel mikroglia dalam keadaan normal bersifat pasif,
dan akan menjadi katif bila terjadai infeksi atau luka pada sistem saraf pusat.
Sel-sel glial masih memiliki kemampuan
membelah diri, oleh karena itu kebanyakan tumor otak berasal dari sel-sel glial
(Gliomas)edangka sel-sel saraf telah kehilangan kemampuanya untuk membelah
diri.
Gb. 4 jenis utama sel glial
2.
PELINDUNG SISTEM SARAF
Sistem saraf pusat
sangat gampang rusak, sehingga diperlukan perlindungan dari gangguan luar. Ada
empat lapis pelindung system saraf pusat, yaitu:
1.
Tulang kepala, merupakan lapisan pelindung paling luar
yang berfungsi untuk melindungi otak, dan tulang belakang yang melindungi
medulla spinalis (sumsum tulang belakang) dari gangguan mekanis (benturan,
tekanan, dsb).
2.
Meninges, yang berfungsi untuk memberi makanan pada
sistem saraf pusat, dan terletak di antara tulang dan jaringan saraf.
Meninges terdiri dari 3
lapis membran, yaitu dura mater, arahnoid mater, dan piamater :
Ketiga lapisan membran
meninges dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
1.
Duramater; terdiri dari dua lapisan, yang terluar
bersatu dengan tengkorak sebagai endostium, dan lapisan lain sebagai duramater
yang mudah dilepaskan dari tulang kepala. Diantara tulang kepala dengan
duramater terdapat rongga epidural.
2.
Arachnoidea mater; disebut demikian karena bentuknya
seperti sarang labah-labah. Di dalamnya terdapat cairan yang disebut liquor
cerebrospinalis; semacam cairan limfa yang mengisi sela sela membran araknoid.
Fungsi selaput arachnoidea adalah sebagai bantalan untuk melindungi otak dari
bahaya kerusakan mekanik.
3.
Piamater. Lapisan terdalam yang mempunyai bentuk
disesuaikan dengan lipatan-lipatan permukaan otak (Anonim, 2009).
3.
Cairan serebrospinal, yang berfungi sebagai bantalan
cair untuk melindungi otak dan sumsum tulang belakang. Fungsi utamanya menyerap
guncangan, sehingga melindungi system saraf pusat dari benturan dengan tulang
yang melindunginya. Fungsi yang lain adalah memegang peranan dalam pertukaran
zat antara cairan tubuh dengan otak. Cairan serebrospiral dibentuk sebagai
hasil dari mekanisme transport selektif melalui membran pleksus khoroid.
Komposisi cairan serebrospinal berbeda dengan plasma darah, misalnya cairan
serebrospinal mengandung K+ rendah dan Na+ lebih tinggi yang membuat suatu
lingkungan yang ideal untuk difusi ion kearah konsentrasi rendah.
4.
Penghalang darah otak, yang berfungsi untuk membatasi
masuknya zat-zat berbahaya ke dalam jaringan otak yang mudah rusak. Penghalang
darah otak merupakan system kapiler darah di dalam otak, melindungi otak
melalui mekanisme pertukaran zat antara darah dan cairan interstisial otak
secara selektif. Penghalang darah otak terdiri atas faktor anatomi non fisiologis.
Dinding kapiler di seluruh tubuh dibentuk dari satu lapis sel dan terdapat
lubang atau pori-pori di antara sel-sel penyusun dinding kapiler yang
memungkinkan terjadinya pertukaran zat secara bebas antara plasma dengan cairan
intertesial.
Rangkaian Neuron
Sistem Saraf Pusat
Sistem Saraf
Tepi
Merupakan sistem saraf yang menghubungkan semua bagian tubuh dengan
sistem saraf pusat. Sistem saraf tepi terdiri dari sistem saraf somatik (sistem
saraf sadar) dan sistem saraf otonom (sistem saraf tidak sadar).
1.
Sistem saraf sadar/somatik
Merupakan system saraf yang kerjanya berlangsung secara sadar/diperintah
oleh otak. Bedakan menjadi dua yaitu :
a.
Saraf-saraf kepala (Cranial nerves)
T
erdiri dari 12 pasang saraf cranial.
b.
Sistem saraf sumsum spinalis
Merupakan sistem
saraf yang berpusat pada medula spinali (sumsum tulang belakang) yang berjumlah
31 pasang saraf yang terbagi sepanjang medula spinalis.
31 pasang saraf medula spinalis yaitu :
31 pasang saraf medula spinalis yaitu :
Sistem saraf somatik terdiri dari serabut-serabut
saraf motorik yang menginervasi otot rangka. Badan sel neuron motorik terletak
didalam tanduk ventral korda spinalis, aksonnya langsung menuju ke otot rangka.
Neuron motor hanya dapat mengaktifkan otot rangka, tidak dapat menghambat
seperti system saraf otonom. Penghambatan hanya dapat dilakukan melalui
aktifasi input sinaptik inhibitori ke badan-badan sel dan dendrite dari neuron
motor yang menginervasi otot rangka. Sistem Saraf Somatik bertanggung jawab
terhadap kendali dari sistem saraf motorik dan sistem saraf sensorik.
Sistem saraf somatik dipandang sebagai control sadar,
tetapi banyak aktifitas otot rangka, misalnya yang mengatur postur tubuh dan
keseimbangan dikontrol oleh bawah sadar. Misalnya kita dapat menentukan ingin
mulai berjalan, tetapi kita tidak sadar pengaruh berbagai kontraksi dan
relaksasi otot yang terlibat, sebab gerakan ini dikoordinasi secara tidak sadar
oleh pusat bawah sadar.
Jalur saraf untuk gerak sadar terdiri atas rangkaian
sebagai berikut:
1. Reseptor
2. Saraf
sensoris
3. Traktus
naik (suatu saraf penghubung dalam korda spinalis yang menuju otak)
4. Otak
5. Traktus
turun
6. Saraf
motor
7. efektor
Fungsi reseptor adalah sebagai pengubah bentuk energy
(transducer), yaitu dari energy stimulus menjadi energy bioelektrik.
Prosesnya adalah sebagai berikut: stimulus akan
menyebabkan depolarisasi pada membrane sel reseptor, dan apabila depolarisasi
ini mencapai potensial ambang, maka pada saraf sensoris akan terjadi impuls
untuk dirambatkan.
Reseptor sifatnya spesifik, artinya hanya akan
merespon stimulus yang cocok saja. Apabila stimulus yang mengenai reseptor
tersebut tidak cocok, maka reseptor tidak akan mengubahnya menjadi energy
elektrokimia impuls saraf.
2. Sistem saraf
otonom
Berbeda dari sistem saraf somatik yang hanya terdiri
atas satu saraf motor, system saraf otonom terdiri atas dua rantai neuron,
yaitu neuron praganglionik dan pascaganglionik. Badan sel dari neuron
praganglionik terletak dalam system saraf pusat (otak atau korda spinalis).
Aksonnya, sebagai serabut proganglionik bersinapsis dengan badan sel neuron
kedua yang terletak dalam ganglion di luar system saraf pusat. Akson saraf
kedua yang disebut serabut pascaganglionik menginervasi efektor.
Sistem saraf otonom terdiri atas dua macam, yaitu
system saraf simpatetik dan system saraf parasimpatetik. Badan-badan sel
serabut saraf simpatetik berada dalam korda spinalis daerah toraks dan daerah
lumbar, oleh karena itu serabut saraf simpatetik disebut juga serabut saraf
thorakolumbar. Pada umumnya serabut saraf praganglionik simpatetik sangat pendek,
bersinapsis dengan badan sel saraf pascaganglionik dalam ganglia (rantai
ganglion simpatetik) yang terletak di samping kanan dan kiri korda spinalis.
Beberapa serabut praganglionik simpatetik melewati rantai ganglion simpatetik
tanpa bersinapsis dengannya, namun bersinapsis dengan ganglia kolateral
simpatetik yang terletak kir-kira di tengah-tengah antara system saraf pusat
dengan efektor, yang kemudian disambung oleh serabut pascaganglionik
simpatetik.
Badan sel neuron praganglionik parasimpatetik berada
dalam otak dan korda spinalis bagian sacral, oleh karena itu serabut saraf
parasimpatetik disebut juga sebagai serabut saraf kraniosakral. Serabut saraf
praganglionik parasimpatetik lebih panjang daripada serabut saraf praganglionik
simpatetik. Ganglionnya disebut terminal ganglion yang terletak dekat atau pada
organ efektor, sehingga serabut pascaganglioniknya sangat pendek. Serabut
praganglionik simpatetik maupun parasimpatetik membebaskan neurotransmiter yang
sama, yaitu asetilkolin (ACh), serabut demikian disebut serabut Kollnergik,
sedangkan serabut pascaganglioniknya membebaskan neurotransmitter yang berbeda.
Serabut pasca ganglionik simpatetik membebaskan noradrenalin atau norepineprin
(serabut demikian disebut serabut adrenergik), sedangkan serabut
pascaganglionik parasimpatetik membebaskan asetilkolin.
Sistem saraf otonom mengatur aktivitas organ viseral secara tidak sadar,
seperti sirkulasi pencernaan, pernafasan, ekskresi, dsb. Oleh karena itu system
saraf otonom ditetapkan sebagai system saraf tidak sadar.
Sistem saraf simpatetik dan parasimpatetik
bersama-sama menginervasi terutama organ viseral. Umumnya sistem saraf
simpatetik dan parasimpatetik memberikan pengaruh yang berlawanan pada suatu
organ . misalnya stimulasi simpatetik meningkatkan kecepatan denyut jantng,
sebaliknya stimulasi parasimpatetik menurunkannya. Stimulasi simpatetik
memperlambat gerak saluran pencernaan makanan, sebaliknya stimulasi
parasimpatetik meningkatkannya. Jadi nampak bahwa satu sistem tidak selalu
berfungsi meningkatkan dan yang lain menghambat, tetapi yang jelas keduanya
bekerja berlawanan pada suatu organ.
Keuntungan kontrol yang berlawanan tersebut adalah
memungkinkan mengontrol aktivitas suatu organ secara tepat. Ibarat mengontrol
kecepatan mobil yang sedang berjalan, maka kedua sistem saraf otonom berfungsi
sebagai gas dan rem. Kalau kecepatan mobil turun, maka gas ditingkatkan,
sebaliknya kalau kecepatan mobil melebihi kecepatan yang dikehendaki, maka gas
dikurangi dan rem diinjak.
3. Gerak Refleks
Suatu refleks adalah setiap respon yang terjadi secara
otomatis tanpa disadari. Terdapat dua macam refleksi :
a. Refleks
sederhana atau refleks dasar, yang menyatu tanpa dipelajari, misalnya refleks
menutup mata bila ada benda yang menuju ke mata.
b. Refleks
yang dipelajari, atau refleks yang dikondisikan (conditioned reflex),
yang dihasilkan dari belajar.
Rangkaian jalur saraf yang terlibat dalam aktivitas
refleks disebut lengkung refleks, yang terdiri atas 5 komponen dasar:
1. Reseptor
2. Saraf
aferen
3. Pusat
pengintegrasi
4. Saraf
eferen
5. Efektor
Reseptor merespon stimulus yang merupakan perubahan
fisik atau kimia di lingkungan sekitar. Dalam merespon stimulus, reseptor
menghasilkan potensial aksi yang akan diteruskan oleh saraf aferen ke pusat
pengintegrasi refleks dasar, sedangkan otak yang lebih tinggi memproses refleks
yang dipelajari. Pusat pengintegrasi memproses semua informasi dan
meneruskannya melalui saraf eferen ke efektor (otot atau kelenjar) yang
melaksanakan respon yang diinginkan.
Suatu refleks spinal dasar adalah salah satu refleks
yang diintegrasikan oleh sumsum tulang belakang, sebab semua komponen yang
diperlukan untuk menyambung input aferen ke respon eferen berada dalam sumsum
tulang belakang. Refleks menarik tangan yang tersentuh benda panas merupakan
contoh refleks spinal dasar. Energi panas yang diterima reseptor panas pada
jari diubah menjadi potensial aksi yang merambat melalui system saraf ke sumsum
tulang belakang. Dalam sumsum tulang belakang, saraf aferen ini bersinapsis
dengan beberapa saraf penghubung, ada saraf penghubung yang menuju otak dan ada
saraf yang bersinapsis dengan saraf eferen ke efektor. Potensial aksi yang
melalui jalur eferen ke efektor akan menghasilkan gerak menarik jari tangan,
sedangkan yang menuju ke otak menghasilkan kesadaran apa yang terjadi dan rasa
panas.
Refleks menarik tangan yang kena benda panas
(withdrawal reflex)termasuk refleks polisinaptik, sebab refleks jenis ini
melibatkan banyak sinaps. Hanya ada satu refleks yang lebih sederhana daripada
withdrawal reflex, yaitu refleks regangan (stretch reflex) yang merupakan
refleks monosinaptik, karena dalam lengkung refleksnya hanya ada satu sinaps
yaitu antara saraf aferen langsung dengan saraf eferen. Contoh refleks
monosinaptik adalah refleks patela.
DAFTAR PUSTAKA
Soewolo. 2000. Pengantar Fisiologi Hewan. Jakarta: Proyek
Pengembangan Guru Sekolah Menengah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar