BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bakteri,
dari kata bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok
raksasa dari organisme hidup. Mereka
sangat kecil (mikroskopik) dan kebanyakan uniseluler (bersel tunggal). Secara
mikroskopik mereka dapat dikategorikan berdasarkan bentuk, Gram, motilitas, dan
kebutuhannnya akan oksigen. Tiap bakteri menyebabkan penyakit tertentu dan
menyerang daerah tertentu pada tubuh manusia. Diantaranya disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Leptospira interoogans, Gardnerella vaginalis yang
menyerang saluran urogenital. Beberapa
yang lain menyerang sistem saraf, seperti Neisseria meningitides, Listeria
monocytogenes, Mycobacterium leprae, Clostridium tetani, Clostridium botulinum.
Semua bakteri tersebut menimbulkan
berbagai penyakit, diantaranya Gardnerella vaginalis yang
menggantikan Lactobacillus sp sebagai bakteri penyebab suasana asam menjadi
suasana basa,, Neisseria gonorrhoeae biasa menyerang organ kelamin pria
ataupun wanita. Hampir sebagian penyakit yang disebabkan
oleh bakteri tersebut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat,
terutama bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh manusia.
Jadi, diharapkan semua manusia dapat
hidup lebih sehat dan selalu menjaga kebersihan karena ukuran mikroskopik yang
dimiliki oleh bakteri dan keberadaan bakteri yang tersebar dimana-mana seperti
di air, udara, dan tempat lainnya menyebabkan manusia mudah terserang penyakit.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah
untuk mengetahui lebih dalam tentang bakteri patogen khususnya pada saluran urogenital dan sistem sarafbakteri Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Leptospira interoogans, Gardnerella vaginalis yang
menyerang saluran urogenital dan Neisseria
meningitides, Listeria monocytogenes, Mycobacterium leprae, Clostridium tetani,
Clostridium botulinum yang menyerang sistem saraf serta penyakit yang
disebabkan, gejala, pengobatan, dan pencegahan yang di timbulkan.
1.3 Rumusan Masalah
Tim penulis membatasi ruang lingkup kajian makalah pada:
·
Penyakit-penyakit
apa yang ditimbulkan oleh bakteri patogen khususnya bakteri sarafbakteri Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Leptospira interoogans, Gardnerella vaginalis, Neisseria
meningitides, Listeria monocytogenes, Mycobacterium leprae, Clostridium tetani,
Clostridium botulinum
·
Bagaimana morfologi
dan fisiologi bakteri Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Leptospira interoogans, Gardnerella vaginalis, Neisseria
meningitides, Listeria monocytogenes, Mycobacterium leprae, Clostridium tetani,
Clostridium botulinum
·
Bagaimana cara pencegahan dan pengobatan
penyakit yang disebabkan oleh bakteri sarafbakteri Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Leptospira interoogans, Gardnerella vaginalis, Neisseria
meningitides, Listeria monocytogenes, Mycobacterium leprae, Clostridium tetani,
Clostridium botulinum
1.4 Metode Penelitian
Metode penelitian
yang digunakan dalam penelitian dan penyusunan makalah ini yaitu metode studi
pustaka. Studi pustaka ini kami ambil dari berbagai sumber, seperti buku dan
internet untuk memperkaya dan menyempurnakan makalah ini.
1.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan terdiri atas latar
belakang, tujuan, rumusan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan. Bab II terdiri dari morfologi, fisiologi, gejala
klinis, epidemologi, pencegahan, dan pengobatan penyakit yang ditimbulkan oleh bakteri
Mycobacterium tuberculosis,
Mycobacterium leprae, Neisseria meningitidis,
Neisseria gonorrhoeae, Salmonella typhi, Escherichia coli. Kemudian
dilanjutkan dengan Bab III yang berisi kesimpulan dan saran dati tim penulis
bagi pembaca. Akhirnya makalah ini ditutup dengan daftar pustaka.
BAB II
MIKROBIOLOGI
II.1 Bakteri Patogen
Saluran Urogenital
II.1.1 Neisseria
gonorhorroeae
Orang
pernah menderita penyakit ini, di waktu kencing merasa sakit dan bernanah. Bila
tidak mendapat pengobatan yang baik akan menjadi menahun, kadang-kadang
kencingnya tidak lagi bernanah tetapi pada pagi hari tampak bercak kuning di
celana dalam.
Bila gonore menyerang wanita kadang-kadang
penderita tidak sadar karena tidak ada gejala khas yang berupa kencing nanah.
Gonore pada wanita dapat menjalar sampai ke rahim, tabung rahim, indung telur,
dubur, dan kadang-kadang dapat pula bersarang di kerongkongan.Wanita hamil yang
menderita gonore bila melahirkan bayinya bisa buta bila tidak cepat diobati
sakit mata bayi itu.
Pada lelaki gonore yang tidak mendapat pengobatan
sempurna dapat mengenai kelenjar prostat, dubur, dan persendian. Lelaki yang
menjilat alat kelamin wanita penderita gonore dapat pula menderita gonore
kerongkongan dan lidah.
Karakteristik
1. Ciri organisme
2. Kultur
Selama 48 jam pada media yang diperkaya (misalnya
Mueller-Hinton, modified Thayer-Martin), koloni gonococci berbentuk cembung,
berkilau, meninggi dan sifatnya mukoid berdiameter 1-5 mm. Koloni transparan atau pekat, tidak berpigmen dan
tidak bersifat hemolitik.
3. Karakteristik pertumbuhan
Neisseriae paling baik tumbuh pada kondisi
aerob, namun beberapa spesies dapat tumbuh pada lingkungan anaerob. Mereka
membutuhkan syarat pertumbuhan yang kompleks. Sebagian besar neisseriae
memfermentasikan karbohidrat, menghasilkan asam tetapi bukan gas dan pola
fermentasi karbohidratnya merupakan faktor yang membedakan spesies mereka.
Neisseria menghasilkan oksidase dan memberikan reaksi oksidase positif, tes
oksidase merupakan kunci dalam mengidentifikasi mereka. Ketika bakteri terlihat
pada kertas filter yang telah direndam dengan tetrametil parafenilenediamin hidroklorida
(oksidase), neisseria akan dengan cepat berubah warna menjadi ungu tua.
Gonococci paling baik tumbuh pada media yang
mengandung substansi organik yang kompleks seperti darah yang dipanaskan,
hemin, protein hewan dan dalam ruang udara yang mengandung 5% CO2.
pertumbuhannya dapat dihambat oleh beberapa bahan beracun dari media seperti
asam lemak dan garam. Organisme dapat dengan cepat mati oleh pengeringan,
penjemuran, pemanasan lembab dan desinfektan. Mereka menghasilkan enzim
autolitik yang dihasilkan dari pembengkakan yang cepat dan lisis in vitro pada
suhu 25º C dan pada pH alkalis.
4. Koloni
dan antigen
Gonoccoci biasanya menghasilkan koloni yang lebih kecil
dibandingkan neisseriae lainnya. Gonoccoci yang membutuhkan arginin, hipoxantin
dan urasil cenderung tumbuh dengan sangat lambat pada kultur primernya.
Gonoccoci diisolasi dari spesimen klinis atau dipertahankan oleh subkultur
nonselektifr yang memiliki ciri koloni kecil yang mengandung bakteri berpili.
Pada subkultur nonselektif, koloni yang lebih besar yang mengandung gonoccoci
yang berpili juga terbentuk. Varian yang pekat dan transparan pada kedua bentuk
koloni (besar dan kecil) juga terbentuk, koloni yang pekat berhubungan dengan
keberadaan protein yang berada di permukaan, yang disebut Opa.
5. Struktur antigen
N. gonorrhoeae adalah antigen yang heterogen dan mampu berubah struktur permukaannya pada
tabung uji (in vitro) – yang diasumsikan berada pada organisme hidup (in vivo)
– untuk menghindar dari pertahanan inang (host). Struktur permukaannya
adalah sebagai berikut:
A. Pili
Pili adalah tentakel berbentuk rambut yang dapat memanjang hingga
beberapa mikrometer dari permukaan gonoccoci. Perpanjangan tersebut menempel
pada sel inang dan resisten terhadap fagositosis. Mereka terbuat dari
sekumpulan protein pilin (BM 17.000-21.000). terminal amino dari molekul pilin,
yang mengandung persentase yang tinggi dari asam amino hidrofobik tetap
dipertahankan. Rangkaian asam amino yang dekat dengan setengah porsi molekul
juga dipertahankan; porsi tersebut menempel pada sel inang dan kurang dikenal
oleh respon kekebalan. Asam amino yang dekat terminal karboksil sangat
bervariasi; porsi molekul ini sangat dikenal oleh respon kekebalan. Pilin-pilin
dari hampir seluruh strain N. Gonorrhoeae secara antigen berbeda-beda
dan setiap strain dapat membuat bentuk pilin yang unik secara antigen.
B. Por
Por membesar hingga mencapai membran sel gonoccoci. Ini
terjadi dalam trimer untuk membentuk pori-pori pada permukaan melalui nutrisi
yang masuk ke dalam sel. Berat molekul por sangat bervariasi 34.000 hingga
37.000. Setiap strain gonoccocus hanya menampilkan satu tipe por, tetapi por
dari strain yang berbeda, berbeda pula secara antigen. Pengklasifikasian secara
serologis terhadap por dengan menggunakan reaksi aglutinasi dengan antibodi
monoklonal dapat dibedakan menjadi 18 serovar PorA dan 28 serovar PorB (serotyping
hanya dapat dilakukan berdasarkan referensi laboratorium).
C.
Opa
Protein ini berfungsi dalam adhesi gonoccoci dalam koloni
dan dalam penempelan gonoccoci pada sel inang, khususnya sel-sel yang
menampilkan antigen karsinoembrionik (CD 66). Satu porsi dari molekul Opa berada di
bagian terluar dari membrangonoccoci dan sisanya berada pada permukaan. Berat
molekul Opa berkisar antara 24.000 hingga 32.000. Setiap strain gonoccocus
dapat menampilkan hingga tiga tipe Opa, dimana masing-masing strain memiliki
lebih dari 10 gen untuk Opa yang berbeda-beda.
D.
Rmp
Protein ini (BM sekitar 33.000) secara
antigen tersimpan di semua gonoccoci. Protein ini mengubah berat molekulnya
pada saat terjadi reduksi. Mereka bergabung dengan Por pada saat pembentukan
pori-pori pada permukaan sel.
E.
Lipooligosakarida (LOS)
Berbeda dengan batang enterik gram
negatif, pada gonococci LPS tidak memiliki rantai antigen-O panjang dan disebut
dengan lipooligosakarida. Berat molekulnya adalah 3000 - 7000. Gonococci dapat
menampilkan Iebih dari satu rantai LOS yang secara antigen berbeda secara
simultan. Toksisitas pada injeksi gonococci sebagian besar disebabkan oleh efek
endotoksin dari LOS.
Dalam bentuk perkembangbiakan secara molekuler, gonococci
membuat molekul LOS yang secara struktural mirip dengan membran sel manusia,
yaitu glikosfingolipid. Gonococci LOS dan glikosingolipid manusia dengan
struktur kelas yang sama, bereaksi dengan antibodi monokloral yang sama,
mengindikasikan perkembangan secara molekuler LOS yang dipertahankan memiliki
lakto-N-neotetraose glikose moietas yang sama terbagi dalam serial paraglobosid
glikosfingolipid manusia. Struktur glukosa neisseria LOS lainnya, globosid,
gangliosid dan laktosid. Tampilan permukaan gonoeoci yang sama dengan struktur
permukaan pada sel manusia membantu gonococci untuk menghindar dari pengenalan
kekebalan (immune recognition).
Terminal galaktosa dari glikostmoolipid sering berkonjugasi
dengan asam sialat. Asam sialat adalah asam 9 karbon yang juga disebut dengan
asam N asetilneuraminat (NANA). Gonococci tidak membuat asam sialat tetapi
membuat sialiltransferase yang berfungsi untuk mengambil NANA dari nukleotida
otila asam sitidine 5-monofosfo-N-asetilneuraminat (CMP-NANA) dan menempatkan
NANA pada terminal galaktosa dari gonococci penerima LOS.
Sialilasi berdampak pada
patogenesis dari infeksi gonococci. Ini membuat gonococci resisten untuk
dimatikan oleh sistem antibodi manusia dan mengintervensi gonococci yang
mengikat pada penerima (reseptor) dari sel fagositik.
Neisseria meningtidis dan
Haemophilus influenzae membuat banyak tapi tidak semua struktur LOS yang sama
pada N gonorrhoeae. Biologi dari ketiga spesies LOS dan beberapa dari spesies neisseriae
nonpatogenik adalah sama. Empat serogrup dari N. meningtidis membuat kapsul
asam sialat yang berbeda, mengindikasikan bahwa mereka juga memiliki pola
biosintetik yang berbeda dari gonococci. Keempat serogrup ini ber-sialilate
dengan LOS-nya menggunakan asam sialat yang berasal dari kolam endogenus.
F. Protein Lain
Beberapa protein gonococci yang
konstan secara antigen memiliki kinerja yang kurang jelas dalam patogenesisnya.
Lip (H8) adalah protein yang terdapat pada permukaan dimana heat- modifiable
seperti Opa.
Fbp (iron binding protein), yang
berat molekulnya sama dengan Por, tampak pada saat persediaan besi terbatas,
misalnya infeksi pada manusia. Gonococci mengkolaborasi IgA1 protease yang memisah dan
menonaktifkan IgA1, sebagian besar selaput lendir immunoglobulin manusia. Meningococci, Haemophilus influenzae dan Streptococcus
pneumoniae mengelaborasi protease IgA1 yang sama.
6. Genetik dan
Heterogenitas Antigen
Gonococci telah mengembangkan mekanisme perpindahan yang
dimulai dari satu bentuk antigen (pilin, Opa atau lipopolisakarida) ke bentuk
antigen yang lain dari molekul yang sama. Perpindahan tersebut membutuhkan satu
tempat untuk setiap 1025- 103 gono-cocci, sebuah perubahan
yang sangat cepat bagi bakteri. Karena pilin, Opa dan lipopolisakacida adalah
antigen yang terdapat pada permukaan gonococci, mereka berperan pepting dalam
respon kekebalan terhadap infeksi. Molekul-molekul yang cepat berpindah dari
satu bentuk antigen ke bentuk yang lain membantu gonococci untuk mampu
menghindar dari sistem kekebalan inang.
7. Mekanisme Perpindahan Pilin Berbeda dengan Mekanisme Opa
Gonococci memiliki gen yang jamak, namun hanya satu gen
yang dimasukkan ke dalam daerah penampakan. Gonococci menghilangkan seluruh
atau sebagian dari gen pilin dan menggantikannya dengan seluruh atau sebagian
dari gen pilin yang lain. Mekanisme ini membuat gonococci dapat muncul dalam
berbagai bentuk molekul pilin sepanjang waktu.
Mekanisme perpindahan Opa, penambahan atau penghilangan DNA
dari satu atau lebih kode pentamerik mengulang rangkaian. kode-kode untuk
struktur gen Opa. Mekanisme perpindahan lipopolisakarida masih belum diketahui.
Gonococci mengandung beberapa plasmid; 95% strain memiliki
plasmid cryptic kecil (BM 2,4 x 106) dari funosi yang belum
diketahui. Sedangkan dua lainnya (BM 3,4 x 106 dan BM 4,7 x 106)
mengandung gen yang mempunyai kode produksi _-laktamase, dimana menyebabkan
mereka resisten terhadap penicillin. Plasmidplasmid ini berpindah melalui
konjugasi antara gonococci; mereka r.iirip dergan plasmid yang ditemukan pada
haemofilus yang memproduksi penisilinase dan didapat dari haemofilus atau
organisme gram negatif lain. 5-20% gonococci mengandung sebuah plasmid (BM 24,5
x 106)
dengan gen-gen yang terkode untuk berkonjugasi; kejadian paling tinggi terdapat
di area geografis dimana, penisilinase yang menghasilkan gonococci banyak
ditemui. Resistensi terhadap tetrasiklin yang tinggi telah berkembang di dalam
gonococci melalui pemasukan kode gen streptococci ke dalam plasmid yang
berkonjugasi.
Penyebaran & Penularan
Gonorrhea telah menyebar ke
seluruh dunia. Di Amerika Serikat, tingkat kejadiannya meningkat secara recap
dari tahun 1955 hingga akhir 1970 dengan 400 hingga 500 kasus per 100 ribu
populasi. Berikutnya berhubungan dengan epidemi AIDS dan perkembangan penerapan
seks yang aman, insiden telah menurun mendekati 100 kasus tiap 100 ribu
populasi. Di
Indonesia, infeksi gonore menempati urutan yang tertinggi dari semua jenis PMS.
Beberapa penelitian di Surabaya, Jakarta, dan Bandung terhadap WPS menunjukkan
bahwa prevalensi gonore berkisar antara 7,4%--50%6,7,8,9.
Gonorrhea yang secara
khusus ditularkan melalui hubungan seksual, kebanyakan merupakan infeksi yang
tanpa gejala. Tingkat infeksi dari organisme, yang dilihat dari kemungkinan
seseorang untuk mendapat infeksi dari. pasangan seksualnya yang telah
terinfeksi, mencapai 20 - 30% pada pria dan lebih besar lagi pada wanita.
Tingkat infeksi dapat dikurangi dengan menghindari berganti-ganti pasangan, pemberanrasan
gonorrhea dari individu yang terinfeksi (yang dapat dilakukan dengan diagnosa
dini dan pengobatan), serta temuan kasus-kasus dan kontak-kontak melalui
penyuluhan dan penyaringan populasi yang beresiko tinggi. Mekanisme profilaksis
(kondom) dapat menjadi perlindungan yang parsial. Penggunaan metode
chemoprophylaxis menjadi terbatas karena meningkatnya resistensi gonococcus
terhadap antibiotik.
PPNG pertama kali
muncul pada tahun 1975. Strain gonococci yang resisten terhadap penicillin ini
muncul di banyak bagian dunia, dengan kejadian tertinggi pada populasi khusus
seperti 50% kasus yang terdapat di tempat prostitusi yang ada di Filipina.
Wilayah lain dengan tingkat kejadian tinggi adalah Singapura, sebagian Gurun
Sahara - Afrika, dan Miami- Florida. Fokus dari wabah penyakit yang disebabkan
oleh PPNG telah terjadi di banyak wilayah di Amerika Serikat dan di tempat lain
dan fokus endemik sedang dikembangkan.
Gonococci
menunjukkan beberapa tipe morfologi koloni (lihat di atas), tetapi hanya
tipe 1 dan 2 yang tampaknya virulen dan mempunyai pili yang melekat pada
sel-sel epitel dan membantu melawan fagositosa. Gonococci yang membentuk koloni
opak dan menghasilkan Opa diisolasi dari pria yang menderita uretritis
simtomatik dan dari biakan serviks rahim di tengah siklus. Gonococci yang
membentuk koloni transparan sering diisolasi dari pria yang menderita infeksi
uretra asimtomatik, dari wanita yang sedang haid, dan dari gonore bentuk
invasif, termasuk salpingitis dan infeksi yang tersebar luas. Pada wanita, tipe
koloni yang dibentuk oleh satu strain gonococci akan berubah-ubah selama siklus
menstruasi.
Gonococci menyerang selaput
lendir saluran genitourinari, mata, rektum, dan tenggorokan, mengakibatkan
supurasi akut yang dapat menyebabkan invasi jaringan; hal ini diikuti oleh
peradangan kronis dan fibrosis. Pada pria biasanya terdapat uretritis, dengan
nanah yang berwarna krem kuning dan nyeri waktu kencing. Proses dapat menjalar
ke epididimis. Pada infeksi yang tidak diobati, sementara supurasi mereda,
terjadi fibrosis, yang kadang-kadang mengakibatkan striktur uretra. Infeksi uretra pada pria dapat
tanpa gejala. Pada wanita, infeksi primer terjadi di endoserviks dan meluas ke
uretra dan vagina, mengakibatkan sekret mukopurulen. Infeksi kemudian dapat menjalar
ke tuba uterina dan menyebabkan salpingitis, fibrosis, dan obliterasi tuba.
Infertilitas terjadi pada 20% wanita yang menderita salpingitis gonococci.
Servisitis kronis atau proktitis akibat gonococci sering tanpa gejala.
Bakteremia gonococci mengakibatkan lesi kulit (terutama papula hemoragik
dan pustula) pada tangan, lengan bagian bawah, kaki, dan tungkai bawah, serta
tenosinovitis dan artritis supuratif, biasanya pada lutut, pergelangan kaki,
dan pergelangan tangan. Gonococci dapat dibiak dari darah dan cairan sendi
hanya pada 30% penderita artritis gonococci. Endokarditis gonococci tidak umum,
tetapi menyebabkan infeksi hebat. Gonococci kadang-kadang menyebabkan
meningitis dan infeksi mata pada orang dewasa; gejalanya menyerupai penyakit
yang disebabkan meningokokus.
Oftalmia
neonatorum gonococci, infeksi mata pada bayi yang baru lahir, diperoleh ketika
bayi melewati jalan lahir yang terinfeksi. Konjungtivitis yang timbul dapat
berkembang cepat dan, jika tidak diobati, akan mengakibatkan kebutaan. Untuk
menghindari penyakit ini, di AS diwajibkan penetesan tetrasiklin, eritromisin,
atau perak nitrat ke dalam kantong konjungtiva bayi yang baru lahir.
Gonococci yang menyebabkan infeksi lokal sering peka terhadap serum tetapi
relatif resisten terhadap obat antimikroba. Sebaliknya, gonococci yang masuk ke
dalam aliran darah dan menyebabkan infeksi yang menyebar biasanya resisten
terhadap serum tetapi peka terhadap penisilin dan obat antimikroba lainnya
serta berasal dari auksotipe yang memerlukan arginin, hipoxantin, dan urasil
untuk pertumbuhannya.
Gejala
Gejala gonorrhea pada pria lebih jelas daripada
yang terdapat pada wanita. Wanita seringkali hanya mengalami gejala ringan atau
tidak ada sama sekali. Pada pria gejala pertama biasanya timbul 2-7 hari
setelah terjadinya kontak seksual dengan seseorang yang mengidap penyakit ini.
Gejala yang dialami pria dimulai dengan rasa tidak nyaman pada saluran kencing,
yang diikuti dengan rasa sakit ketika kencing atau keluarnya cairan dari penis.
Gejala yang juga muncul adalah perasaan ingin buang air kecil terus menerus
(anyang-anyangan), dan makin memburuk ketika penyakit ini menyebar ke bagian
atas dari uretra. Ujung penis juga menjadi kemerahan dan membengkak. Pada
wanita, gejala pertama kali timbul 7-21 hari setelah ia terinfeksi. Atau
seringkali wanita yang terinfeksi tidak menunjukkan gejala apapun sampai
berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan setelah ia terinfeksi, dan baru ketahuan
setelah pria pasangannya diketahui terinfeksi kemudian ia ikut diperiksa.
Kalaupun terdapat gejala pada wanita biasanya ringan. Namun pada beberapa
kasus, gejala yang biasanya timbul adalah sebagai berikut:
» Keluarnya cairan hijau kekuningan dari vagina
» Demam
» Muntah-muntah
» Rasa gatal dan sakit pada anus serta sakit ketika buang
air besar, umumnya terjadi pada wanita dan homoseksual yang melakukan anal seks
dengan pasangan yang terinfeksi
» Rasa sakit pada sendi
» Munculnya ruam pada
telapak tangan
» Sakit pada tenggorokan
(pada orang yang melakukan anal seks dengan pasangan yang terinfeksi)
Kekebalan
Infeksi
berulang-ulang dan relaps merupakaan kebiasaan pada infeksi gonokokus
resistensi terhadap reinfeksi rupanya tidak terbentuk sebagai bagian dari
proses penyakit.Sementara sejumlah antibodi dapat dibuktikan, antibody tersebut
atau merupakan sangat strain spesifik atau memiliki daya lindung lemah,
meskipun IgA pada permukaan selaput lendir.
Komplikasi
Apabila gonorrhea tidak
diobati, bakteri dapat menyebar ke aliran darah dan mengenai sendi, katup
jantung atau otak. Konsekuensi yang paling umum dari gonorrhea adalah Pelvic
Inflammatory Disease (PID), yaitu infeksi serius pada organ reproduksi wanita,
yang dapat menyebabkan infertilitas. Selain itu, kerusakan yang terjadi dapat
menghambat perjalanan sel telur yang sudah dibuahi ke rahim. Apabila ini
terjadi, sebagai akibatnya sel telur ini berkembang biak di dalam saluran
falopii atau yang disebut kehamilan di luar kandungan, suatu hal yang dapat
mengancam nyawa sang ibu apabila tidak terditeksi secara dini.
Seorang wanita yang terinfeksi dapat menularkan
penyakitnya kepada bayinya ketika sang bayi melalui jalan lahir. Pada
kebanyakan kasus dimana Ibu mengidap gonorrhea, mata bayi ditetesi obat untuk
mencegah infeksi gonococcus yang dapat menyebabkan kebutaan. Karena adanya
resiko infeksi Ibu dan bayi, biasanya dokter menyarankan agar ibu hamil
menjalani tes gonorrhea setidaknya sekali selama kehamilannya. Sedangkan pada
pria, apabila tidak ditangani secara serius gonorrhea dapat menyebabkan
impotensi.
Pengobatan
Mintalah bantuan dokter umum.Biasannya dokter akan member ampisilin 3,5
mg dimakan sekaligus lalu disuntuk penisilin beberapa kali. Yang penting
adalah pencegahannya. Tentu saja yang terbaik jangan berhubungan kelamin dengan
penderita.Bila tetap mau berhubungan pakailah sarung KB (kondom) dan beberapa
jam sebelum berhubungan makanlah ampisilin 3,5 mg sekaligus.
Semua bayi baru lahir tanpa memandang ibunya sakit atau tidak,matanya harus
diberi obat tetes,larutan garam perak nitrat 1% atau salep mata tetrasiklin
1%.
Irigasi lokal
uretra hanya sedikit efeknya. Banyak strain gonokokus resisten terhadap
sulfonamida. Selama 30 tahun terakhir,resitensi terhadap penisilin G lambat
laun bertambah (diduga karena seleksi mutan khromosom) sehingga sekarang banyak
starin memerlukan 2 satuan penisilin G/ml untuk penghambatan.Ini mengakibatkan
terjadi peningkatan pada dosis anjuran untuk pengobatan. Pada tahun 1982, dosis
4,8 juta saluran prokain penisilin IM dengan 1g probenesid dianjurkan untuk
infeksi akut.
Pada tahun 1976,
gonokokus yang menghasilkan beta-laktmase pertama kali timbul.Organisme ini
mungkin mendapatkan plasmid yang menatur pembentukan enzim dari Haemophilus
atau sesuatu kuman gram-negatif lainnya. Menjelang
awal 1977.strain gonokokus yang benar-benar resisten terhadap penisilin ini
telah timbul di banyak bagian dunia.Tetapi frekuensinya tetap rendah kecuali
pada populasi khusus (misalnya, pelacur di Filipina dengan insiden 50%).
Namun,telah timbul penyebaran setempat gonokokus yang menghasilkan beta-laktamase
sejak 1980 di California, New York, dan tempat lainnya,serta telah ditetapkan
daerah-daerah endemik.Infeksi demikian mungkin membutuhkan pengunaan
spektosinin yang meningkat atau pada kasus faringitis-diberikan
trimetropim-sulfametoksazol dalam dosis yang tinggi selama 5 hari. Strain N
Gonnorrheae penghasil laktamase yang resisten terhadap spektinomisin telah
diketemukan sejak tahun 1981.Pilihan lain adalah pemberian tetrasiklin selama 5
hari mungkin efektif. Sefoksitin diberikan 1 gram secara intramuskuler dua kali
sehari dengan jarak waktu 5 jam antara suntikan dapat mengobati uretritis,
serviksitis dan “carriage” rectal tetapi tidak untuk infeksi
orofaringeal karena gonokokus
Kebanyakan kasus gonorrhea yang telah menyebar
luas tetap disebabkan oleh strain yang peka terhadap penisilin, dan penisilin
G, 10 juta satuan setiap hari selama 5-10 hari kelihatan merupakan terapi yang
cocok. Pada salpingtis menahun, prostatitis, dan infeksi yang lama lainnya,
pengobatan jangka lama dianjurkan.
Pada semua tipe gonorrhea, pengobatan harus
dilakukan dengan tindak lanjut yang berulang, termasuk pembiakan dari tempat
yang terkena. Karena penyakit-penyakit yang ditularkan secara seksual lainnya
dapat diperoleh pada saat yang sama(lihat pembicaraan khlamidia, sifilis, dan
sebagainnya ), langkah-langkah diagnostic yang cocok juga harus dilakukan
Sejak meluasnya pemakaian penisilin, resistensi
gonokokus terhadap penisilin perlahan-lahan timbul karena seleksi mutan
kromosom, sehingga sekarang banyak strain yang memerlukan penisilin G kadar
tinggi (MIC ≥ 1μg/mL) untuk menghambatnya. N gonorrhoeae penghasil
penisilinase (PPNG) juga mengalami peningkatan dalam prevalensinya (lihat
atas). Sering ditemukan bentuk resisten terhadap tetrasiklin yang diperantarai
secara kromosom (MIC ≥ 1μg /mL), dan 40% atau lebih yang resisten terhadap
gonokokus pada kadar tersebut. Selain resistensi terhadap tetrasiklin dalam
kadar tinggi (MIC ≥ 32 μg/ mL), terdapat juga resistensi spektinomisin seperti
resistensi terhadap antimikroba lain. Karena masalah resistensi terhadap
antimikroba pada N gonorrhoeae, Pelayanan Kesehatan Masyarakat di AS
menganjurkan agar infeksi genital atau rektal yang tidak berkomplikasi diobati
dengan seftriakson 250 mg secara intramuskuler dalam dosis tunggal. Terapi
tambahan dengan doksisiklin 100 mg yang diberikan melalui oral dua kali sehari
selama 7 hari, dianjurkan bagi yang kemungkinan disertai infeksi klamidia; pada
wanita hamil, selain doksisiklin diberikan juga eritromisin basa 500 mg melalui
oral empat kali sehari selama 7 hari. Modifikasi terapi ini dianjurkan untuk
infeksi N gonorrhoeae jenis lain.
Pencegahan
Karena gonorrhea ini sangat menular namun
seringkali tidak menampakkan gejala-gejala khusus, seseorang yang pernah
melakukan hubungan seks dengan lebih dari satu pasangan sebaiknya memeriksakan
dirinya dengan teratur. Penggunaan kondom dan difragma dapat mencegah
penularan. Selain itu perlu terus waspada, karena sekali seseorang terinfeksi,
tidak berarti selanjutnya ia menjadi kebal atau imun. Banyak orang terserang
gonorrhea ini lebih dari sekali.
Pencegahan jauh lebih baik dan lebih mudah
dibandingkan dengan pengobatan. Perlu di tinjau kembali perilaku seksual
sekarang, dan segera meninggalkan perilaku yang beresiko dan tidak bertanggung
jawab. Jika sudah
terlanjur terinfeksi, segeralah memeriksakan diri ke dokter.
II.1.2
Treponema pallidum
Karakteristik
Penyebab sifilis adalah
spiroketa Treponema pallidum,
mikroorganisme ini halus, berpilin ketat dengan ujung meruncing dan terdiri
dari 6 sampai 14 spiral; berukuran lebar 0,25 sampai 0,3 um dan panjang 6
sampat 15 um. Organisme ini dapat dikenali paling jelas pada suatu spesimen
klinis yang berasal dari luka sifilitik stadium primer dan sekunder dibawah
mikroskop medan gelap ; ini jelas terlihat dari bentuk spiral dan pergerakannya
yang seperti putaran pembuka sumbat.
Treponema pallidum mempunyai membran luar, atau selongsong yang disebut periplas yang
melingkungi komponen-komponen dalam sel (keseluruhannya disebut silinder
protoplasma). Suatu filamen aksial, yang terdiri dari tiga sampai enam fibril,
terletak diantara periplas dan silinder protoplasma.
T. pallidum yang virulen belum berhasil di biakkan secara in vitro. Galur-galur T.pallidum yang non virulen (tidak patogenik),
seperti galur Reiter dan Noguchi, telah berhasil dibiakkan invitro dan menjadi
sumber antigen untuk uji-uji diagnostik laboratoris.
SIFILIS
Sifilis
disebabkan oleh bakteri yang disebut spiroketa. Penyebarannya tidak seluas
gonorea, tetapi lebih menakutkan karena kerusakan yang mungkin ditimbulkannya
lebih besar. Seperti gonorea, penyakit ini disebarkan melalui kontak langsung
dengan luka-luka pada orang yang ada pada stadium menular. Spiroketa, seperti
gonokokus, adalah mikrobe yang tidak tahan berada di luar tubuh manusia,
sehingga kemungkinan tertulari dari benda mati sangat kecil.
Treponema pallidum masuk ke dalam tubuh sewaktu terjadi
hubungan kelamin melalui luka-luka goresan yang amat kecil pada epitel, dengan
cara menembus selaput lendir yang utuh ataupun mungkin melalui kulit yang utuh
lewat kantung rambut. Masa inkubasi sifilis berkisar 10-90 hari (rata-rata 21
hari) setelah infeksi. Bila tidak diobati, sifilis dapat timbul dalam beberapa
stadium penyakit.
SIFILIS
PRIMER : Gejala pertamanya adalah
munculnya bisul kecil keras yang disebut syanker pada situs infeksi. Biasanya
di ujung batang pelir pada pria dan di leher rahim atau vagina wanita. Syanker
itu terlihat jelas pada pria, tetapi pada wanita seringkali tersembunyi. Bisul
itu tidak gatal ataupun sakit. Jadi sifilis primer dapat berkembang tanpa
diketahui. Treponema biasanya dapat ditemukan di dalam syanker semacam itu
melalui pemeriksaan mikroskopis medan gelap.
Juga dalam stadium ini, spiroketa menyerang kelenjar getah
bening, menyebabkan menjadi lebih besar dan keras. Setelah 3-5 minggu, syanker
itu sembuh secara spontan, dan penyakit itu dari luar nampak tenang-tenang
saja. Tetapi sementara itu organisme tersebut disebarkan lewat aliran darah ke
seluruh tubuh.
SIFILIS SEKUNDER :
Stadium penyakit ini di dahului oleh ruam ( pemunculan pada kulit) yang timbul
setiap saat pada 2 sampai 12 minggu setelah hilangnya syanker. Penyakit itu
sekarang tersebar umum dan juga terjadi limfodenopati (kelenjar getah belling
yang berpenyakit) yang tersebar luas. Sifilis disebut pula "peniru
besar" karena gejala-gejala yang timbul pada stadium ini mirip dengan yang
ditimbulkan oleh penyakit lain seperti flu atau mononuleosis menular. Selain
ruam gejala-gejala lainnya meliputi radang tenggorokan, kelenjar getah bening
yang lembek, demam, lesu dan pusing. Kadang-kadang disertai rontoknya rambut
sebagian-sebagian. Luka patogenik terjadi pada selaput lendir, mata, dan sistim
syaraf pusat luka-luka ini penuh dengan treponema. Korban dapat menderita hanya
satu atau dua dari seluruh gejala penyakit ini atau semua gejala. Stadium ini
berlangsung beberapa minggu, dan gejala-gejalanya termasuk luka-luka patogenik,
hilang tanpa pengobatan. Tetapi sementara itu treponema mungkin sudah mulai
menyerang organ-organ lain dalam tubuh.
Seorang penderita dapat menularkan penyakit ke orang lain
hanya bila menderita sifilis stadium primer dan sekunder, yang berlangsung
sampai selama 2 tahun.
SIFILIS
LATEN: Bila tidak diobati, sifilis
sekunder berlanjut menjadi sifilis laten. Selama stadium ini penderita sama
sekali tidak menunjukkan gejala yang jelas. Stadium ini dapat berlangsung
berbulan-bulan, bertahun-tahun atau bahkan seumur hidup. Stadium laten hanya
dapat diketahui dengan melakukan uji darah (serologis).
SIFILIS
TERSIER ATAU LANJUT : Satdium ini timbul
pada sekitar 30% dari orang-orang yang tidak diobati dan dapat terjadi 5 sampai
40 tahun sesudah infeksi mula-mula. Hasil kerja spiroketa secara diam-diam
tetapi mematikan selama stadium laten itu menjadi jelas. Luka-luka patogenik
tersier terjadi pada sistim safar pusat, sistim pembuluh darah jantung, kulit
dan organ-organ vital lain seperti mata, otak, tulang, ginjal dan hati.
Luka-luka ini yang disebut gumata lalu pecah dan menjadi borok .Penderita dapat
terserang sakit jiwa, kebutaan atau penyakit jantung ; dan akhirnya dapat
meninggal.
SIFILIS
SYARAF
Selama stadium early, sepertiga dari penderita sifilis
dapat terkena susunan syaraf pusatnya dan setengah dari golongan ini jika tidak
mendapat pengobatan akan menderita laten neurosifilis, yang jaraknya dari
stadium primer dapat mencapai waktu lebih dari 5 tahun. Penyakit ini terjadi
tanpa gejala, sedangkan gejala klasik dapat timbul dalam bentuk dementia
paralytica, tabes dorsalis dan sebagainya. Gejala penyakit yang timbul juga
dapat menyerupai penyakit saraf lainnya.
SIFILIS KARDIOVASKULER
Setelah
10-40 tahun sejak terjadinya sifilis primer, penderita yang tidak mendapat
pengobatan dapat,menunjukkan tanda-tanda terkena sistim kardiovaskuler. Terjadi
kelainan sifilis pada aorta dan arteritis paru-paru. Reaksi peradangan yang
terjadi dapat menyebabkan stenosis yang berakibat angina, insufisiensi
miokardium yang dapat mengakibatkan kematian.
SIFILIS KONGENITA
Sifilis kongenita merupakan
penyakit sifilis yang timbul pada bayi waktu lahir, beberapa waktu atau
beberapa tahun sesudahnya. Wanita hamil yang sedang menderita sifilis, terutama stadium sekunder,
dapat menularkannya pada bayi yang sedang dikandungnya secara transplasenta.
Treponema pallidum yang terdapat dalam peredaran darah ibu masuk ke janin pada
waktu kehamilan minggu ke 16. Pada saat itu lapisan gel Langhans telah menjadi
atropik. Jika infeksinya terjadi secara masif,maka dapat mengakibatkan kematian
janin, atau bayi lahir terus mati. Infeksi treponema juga dapat mengakibatkan
gangguan pertumbuhan janin intra atau ekstrauteri. Jika wanita hamil baru
terkena sifilis pada waktu 6 minggu terakhir kehamilannya, maka biasanya janin
belum sempat terkena sifilis, karena kuman belum sempat tersebar di dalam
peredaran darah ibu.
SIFILIS KONGENITA PRAEKOKS
Penyakit ini mulai menunjukkan gejala pada waktu
bayi lahir atau setelah berumus 1-3 bulan. Terlihat bullae pada telapak tangan,
condylomata lata, osteochondritis atau periostitis epiphysis tulang panjang
yang dapat menyebabkan terjadinya pseudoparalisis dari Parrot, kelainan pada
tulang tibia atau sabre bone, terjadi patah tulang spontan atau penonjolan
tulang dahi. Selain itu dapat terjadi gejala penyumbatan hidung atau
snuffle-nose, hepatosplenomegali, atropi dan distropi otot, sehingga berat
badan statis tidak bertambah.
SIFILIS KONGENITA TARDA
Penyakit ini mulai menunjukkan gejala pada usia
lebih dari satu tahun sampat usia 6- 7 tahun. Akan ditemukan trias Hutchinson,
yaitu berupa tuli syaraf ke-8 atau tuli perseptif, defo~itas gigi seri atas
tengah dan keratitisinterstitialis.
Syphilis d'emblee
Penyakit ini terjadi karena infeksi Treponema lewat tusukan
jarum yang dalam, misalnya pada transfusi darah yang berasal dari penderita
sifilis. Biasanya
tidak dijumpai stadium primer melainkan langsung muncul gejala-gejala stadium
sekunder.
Struktur
Antigen
T.pallidum tidak dapat
dibiakkan in-vitro yang jelas memiliki ciri khas terbatas dari antigennya. Hal
ini menjadi tidak jelas jika selubung glikosaminoglikan berasal dari sel inang
atau dibuat oleh treponema. Fungsi selubung untuk menghambat pemtumbuhan
organisme berperantara antibodi atau berperantara komplemen. Terdapat asam
sialat pada permukaan organisme yang berfungsi untuk menghambat aktivasi jalur
komplemen altematif. T.pallidum subsp
pallidum memiliki hialuronidase yang menguraikan asam hialuronat dalam
substansi dasar jaringan dan diduga meningkatkan kemampuan invasif organisme.
Bentuk protein T. pallidum (semuanya
subspesies ) tidak dapat dibedakan ; lebih dari 100 protein antigen. Endoflagel
terdiri dari 3 protein inti yang homolog terhadap protein flagelin bakteri
lain, ditambah protein selubung yang tidak berhubungan. Terdapat banyak
kelompok lipoprotein yang telah diketahui fungsinya, diduga semua ini tampak
penting dalam respon imun. Kardiolipin adalah komponen renting dari antigen
treponema.
Patogenitas
Sifilis berjangkit secara alamiah hanya pada manusia dan
terutama ditularkan lewat hubungan kelamin atau dari ibu yang terinfeksi kepada
janinnya (sifilis bawaan atau sebelum lahir) lewat ari-ari. Pada kasus yang
tidak diobati 25% di antara janin meninggal meninggal sebelum lahir 25-30%
meninggal segera setela dilahirkan yang lain menunjukkan gejala komplikasi
lanjut (misalnya menjadi tuli).Sejumlah besar treponema dalarn darah dan
jaringan musnah selama sifilis sekunder. Penisilin adalah adalah antibiotik
yang dipilih untuk pengobatan sifilis.
Diagnosa
Diagnosa sifilis biasanya dapat ditentukan dari gabungan
informasi mengenai gejala, sejarah eksposi, dan uji darah yang positif atau
dengan pemeriksaan mikroskop medan gelap.
Hasil positif pengamatan luka dengan mikroskop medan gelap
(untuk sifat morfologis dan pergerakan spiroketa) adalah cara satu-satunya
untuk membuat diagnosis sifilis primer yang pasti. Untuk sifilis sekunder juga,
diagnosis yang pasti bergantung kepada pemeriksaan dengan mikroskop medan gelap
terhadap eksudat dari luka basah pada kulit dan bukan pada mulut. (Rongga mulut
mungkin banyak mengandung spiroketa yang bukan penyebab sifilis). Uji-uji
serologis sifilis reaktif atau dapat diandalkan pada stadium kedua penyakit
ini.
Epidimologi
Sejak 1962, kasus-kasus sifilis di Amerika Serikat yang
dilaporkan bertambah setiap tahunnya sekurang-kurangnya 4,7%. Seperti gonorae,
jumlah sifilis dini (kasus primer, sekunder dan laten dini) yang dilaporkan
tidak merupakan indikasi insiden yang sebenamya, karena kebanyakan kasus tidak
dilaporkan.
Pencegahan
Tidak
ada vaksin terhadap sifilis. Untuk perseorangan penggunaan kondom sangat
efektif. Untuk masyarakat, cara utama pencegahan sifilis ialah melalui
pengendalian yang meliputi pemeriksaan serologis dan pengobatan penderita.
Sifilis bawaan dapat dicegah dengan perawatan prenatal (sebelum kelahiran) yang
semestinya.
II.1.3 Leptospira interoogans
Klasifikasi
Kingdom : Monera
Kingdom : Monera
Phylum :
Spirochaetes
Class :
Spirochaetes
Order :
Spirochaetales
Family :
Leptospiraceae
Genus :
Leptospira
Species : Leptospira interoogans
Karakteristik
Ciri-ciri bakteri Leptospira antara lain berbentuk spiral, dapat hidup
di air tawar selama satu bulan, bersifat patogen dan saprofitik. Spesies
Leptospira yang mampu menyebabkan penyakit (patogen) bagi manusia adalah
Leptospira interrogans.
Leptospirosis disebabkan bakteri pathogen berbentuk spiral termasuk
genus Leptospira, famili leptospiraceae dan ordo spirochaetales. Spiroseta
berbentuk bergulung-gulung tipis, motil, obligat, dan berkembang pelan secara
anaerob. Setiap spesies leptospira terbagi menjadi puluhan serogrup dan terbagi
lagi menjadi puluhan, bahkan ratusan serovar. Saat ini, Leptospira interrogans
yang bersifat patogen telah dikenal lebih dari 200 serovar. Jasad renik ini
biasanya hidup di dalam ginjal host dan dikeluarkan melalui air kencing (urin)
saat berkemih. Host tersebut antara lain tikus, babi, kambing, domba, kuda,
anjing, kucing, kelelawar, tupai dan landak. Tikus sering menjadi host bagi
berbagai serovar leptospira. Akan tetapi, Leptospirosis akan mati apabila masuk
ke air laut, selokan, dan air kemih manusia.
Leptospira dapat menginfeksi sekurangnya 160 spesies mamalia
diantaranya adalah tikus, babi, anjing, kucing, rakun, lembu, dan mamalia
lainnya. Resevoar paling utama adalah binatang pengerat dan tikus adalah yang
paling sering ditemukan di seluruh belahan dunia. Di Amerika yang paling utama
adalah anjing, ternak, tikus, binatang buas dan kucing.
Penularan
Penularan penyakit ini bisa melalui tikus, babi, sapi, kambing, kuda,
anjing, serangga, burung, landak, kelelawar dan tupai. Di Indonesia, penularan
paling sering melalui binatang tikus. Air kencing tikus terbawa banjir kemudian
masuk ke dalam tubuh manusia melalui: permukaan kulit yang terluka, selaput
lender mata dan hidung. Bisa juga melalui makanan atau minuman yang
terkontaminasi setitik urine tikus yang terinfeksi leptospira, kemudian dimakan
dan diminum manusia. Urine tikus yang mengandung bibit penyakit leptospirosis
dapat mencemari air di kamar mandi atau makanan yang tidak disimpan pada tempat
yang aman.
Sejauh ini tikus merupakan reservoir dan sekaligus penyebar utama
penyebab leptospirosis. Beberapa jenis hewan lain seperti sapi, kambing,
domba, kuda, babi, anjing dapat terserang leptospirosis, tetapi potensi
hewan-hewan ini menularkan leptospirosis ke manusia tidak sehebat tikus.
Leptospirosis tidak menular langsung dari pasien ke pasien. Masa
inkubasi leptospirosis adalah dua hingga 26 hari. Sekali berada di aliran
darah, bakteri ini bisa menyebar ke seluruh tubuh dan mengakibatkan gangguan
khususnya hati dan ginjal. Saat kuman masuk ke ginjal akan melakukan migrasi ke
interstitium, tubulus renal, dan tubular lumen menyebabkan nefritis
interstitial dan nekrosis tubular. Ketika berlanjut menjadi gagal ginjal
biasanya disebabkan karena kerusakan tubulus, hipovolemia karena dehidrasi dan
peningkatan permeabilitas kapiler. Gangguan hati tampak nekrosis sentrilobular
dengan proliferasi sel Kupffer, ikterus terjadi karena disfunsi hepatocellular.
Leptospira juga dapat menginvasi otot skletal menyebabkan edema, vacuolisasi
miofibril, dan nekrosis focal. Muscular Gangguan sirkulasi mikro muskular dan
peningkatan permeabilitas kapiler dapat menyebabkan kebocoran cairan dan
hipovolemi sirkulasi. Dalam kasus berat “disseminated vasculitic syndrome” akan
menyebabkan kerusakan endotelium kapiler. Gangguan paru adalah meknisme
sekunder kerusakan pada alveolar and vaskular interstitial yang mengakibatkan
hemoptu. Leptospira juga dapat menginvasi humor akuos mata yang dapat menetap
dalam beberapa bulan, seringkali mengakibatkan uveitus kronis dan berulang.
Meskipun kemungkinan dapat terjadi komplikasi yang berat tettapi lebih sering
terjadi self limiting disease dan tidak fatal. Sejauh ini, respon imun
siostemik dapat mengeliminasi kuman dari tubuh, tetapi dapat memicu reaksi
gejala inflamasi yang dapat mengakibatkan “secondary end-organ injury”.
Gejala
Infeksi
leptospirosis mempunyai manifestasi yang sangat bervariasi dan kadang
asimtomatis (tanpa gejala), sehingga sering terjadi misdiagnosis. Hampir 15-40%
penderita yang terpapar infeksi tidak mengalami gejala tetapi menunjukkan.
serologi positif.
Pada leptospirosis umumnya terdapat riwayat terpapar hewan terinfeksi,
baik secara langsung maupun tidak langsung. Masa inkubasi berlangsung selama
7-12 hari, disusul fase leptospiremia selama 4-7 hari. Pada fase ini dijumpai
gejala mirip flu (Flu Like Syndrome) berupa demam, menggigil, sakit kepala
hebat, mual, muntah, nyeri otot (terutama betis, pinggang, atau punggung
belakang). Kadang-kadang nyeri tenggorokan dan terdapat gejala paru berupa
batuk, nyeri dada, maupun hemoptisis (batuk darah). Kemudian setelah fase ini,
pasien masuk kedalam fase bebas / asimptomatik (gejala hilang) selama 2 hari.
Lalu kemudian gejala akan muncul kembali, dan penderita masuk ke dalam fase
imun, dimana telah timbul antibody, dan leptospira tidak ada di darah tetapi
ada di ginjal, urine, dan aqueous humor. Fase ini biasanya berlangsung selama
4-30 hari, dimana gejalanya mirip fase awal, namun biasanya demam tidak
setinggi fase awal, juga nyeri otot tak seberat fase pertama. Pada fase ini
dapat dijumpai meningitis, uveitis, gangguan fungsi hati dan ginjal, serta
kelainan di paru-paru.
Terdapat varian leptospirosis
yang lebih berat, yang biasanya disebut Weil Syndrome. Gejalanya adalah
leptospirosis ditambah ikterus (mata kuning), perdarahan, gangguan jantung,
paru, dan neurologik, serta mempunyai angka mortalitas yang tinggi. Penyebabnya
adalah infeksi leptospira serovarian icterohemoragika / copenhagoni.
Pada permulaan, penyakit berjalan seperti biasa, namun setelah 4-9 hari timbul
ikterus, disfungsi hati dan ginjal, ikterus berwarna kemerahan (rubinic
jaundice) dan memberi warna oranye pada kulit, kencing warna gelap,
hepatomegali (pembesaran hati), peningkatan bilirubin dan alkali fosfatase,
serta peningkatan ringan SGOT dan SGPT. Gangguan fungsi ginjal biasanya
berlangsung pada minggu kedua, yang timbul sebagian akibat hipovolemia, dan
penurunan perfusi ginjal yang kadang-kadang sampai memerlukan dialisis (cuci
darah). Namun bila penyebab sudah teratasi, fungsi ginjal dapat pulih kembali.
Diagnosis
Pemeriksaan laboratorium digunakan untuk
konfirmasi diagnosis dan mengetahui sejauh mana gangguan organ tubuh dan
komplikasi yang terjadi.
1. Isolasi (pengambilan) kuman leptospira dari
jaringan lunak atau cairan tubuh
penderita adalah standar kriteria baku. Urin adalah cairan
tubuh yang palih baik untuk diperiksa karena kuman leptospira terdapat dalam
urin sejak gejala awal penyakit dan akan menetap hingga minggu ke-3. Cairan
tubuh lainnya yang mengandung leptospira adalah darah, cerebrospinal fluid
(CSF) tetapi rentang peluang untuk ditemukan isolasi kuman sangat pendek
2. Jaringan hati, otot, kulit dan mata adalah sumber
identifikasi penemuan kuman leptospira.
Isolasi leptospira cenderung lebih sulit dan membutuhkan waktu diantaranya
dalam hal referensi laboratorium dan membutuhkan waktu beberapa bulan untuk
melengkapi identifikasi tersebut.
3. Spesimen serum akut dan serum
konvalesen dapat digunakan untuk konfirmasi diagnosis. Tetapi, konfirmasi
diagnosis ini lambat karena serum akut diambil saat 1-2 minggu setelah gejala
awal timbul dan serum konvalesen diambil 2 minggu setelah itu. Antibodi
antileptospira diperiksa menggunakan microscopic agglutination test(MAT).
4. Metoda laboratorium cepat dapat merupakan diagnosis
yang cukup baik. Titer MAT tunggal sebesar 1:800 pada sera atau identifikasi
spiroseta pada mikroskopi lapang gelap bila dikaitkan dengan manifestasi klinis
yang khas akan cukup bermakna.
Pengobatan
Pengobatan awal
memegang peranan penting; penggunaan pencilin dan streptomisin dianjurkan.
Pengobatan tidak berguna bila terjadi kerusakan pada ginjal. Streptomisin pada
dosis yang tinggi dapat mencegah “carrier”.
Pencegahan
Bila leptospirosis merupakan wabah maka pencegahan utama
yang dilakukan adalah pengendalian tikus dan pencemaran air. Leptospira dapat
bertahan dalam air yang bersifat basa selama beberapa hari, namun hanya dapat
bertahan dalam sampah selama 12 jam; mikroorganisme ini sangat peka terhadap
kering dan panas.
Pencegahan juga dapat dilakukan dengan cara vaksinasi.
Perlindungan yang ditimbulkan kira-kira satu tahun.
II.1.4 Gardnerella vaginalis
Kingdom
: Bacteria
Phylum
: Actinobacteria
Order
: Bifidobacteriales
Family
: Bifidobacteriaceae
Genus
: Gardnerella
Species
: Gardnerella vaginalis
Karakteristik
Organisme
ini mula-mula dikenal sebagai H. vaginalis kemudian diubah menjadi genus
Gardnerella atas dasar penyelidikan mengenai fenetopik dan asam dioksi-ribonukleat.
Tidak mempunyai kapsul, tidak bergerak dan berbentuk batang gram negatif atau
variabel gram. Bewarna abu-abu dan tipis. Tes katalase, oksidase, reduksi
nitrat, indole, dan urease semuanya negatif
Kuman
ini bersifat fakultatif, dengan produksi akhir utama pada fermentasi berupa
asam asetat, banyak galur yang juga menghasilkan asam laktat dan asam format.
Ditemukan juga galur anaerob obligat. Dan untuk pertumbuhannya dibutuhkan
tiamin, riboflavin, niasin, asam folat, biotin, purin, dan pirimidin.(7)
Berbagai literatura dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G. vaginalis berhubungan dengan bacterial vaginalis.
Berbagai literatura dalam 30 tahun terakhir membuktikan bahwa G. vaginalis berhubungan dengan bacterial vaginalis.
Penularan
Penyakit bakterial
vaginosis lebih sering ditemukan pada wanita yang memeriksakan kesehatannya
daripada vaginitis jenis lainnya. Frekuensi bergantung pada tingkatan sosial
ekonomi penduduk pernah disebutkan bahwa 50 % wanita aktif seksual terkena
infeksi G. vaginalis.
Gardnerella vaginalis
dapat diisolasi dari 15 % anak wanita prapubertas yang masih perawan, sehingga
organisme ini tidak mutlak ditularkan lewat kontak seksual. Meskipun kasus
bakterial vaginosis dilaporkan lebih tinggi pada klinik PMS, tetapi peranan
penularan secara seksual tidak jelas .Bakterial vaginosis yang rekuren dapat
meningkat pada wanita yang mulai aktivitas seksualnya sejak umur muda, lebih
sering juga terjadi pada wanita berkulit hitam yang menggunakan kontrasepsi dan
merokok. Bakterial vaginosis yang rekuren prevalensinya juga tinggi pada
pasangan-pasangan lesbi, yang mungkin berkembang karena wanita tersebut
berganti-ganti pasangan seksualnya ataupun yang sering melakukan penyemprotan
pada vagina.
Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella vaginosis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan uretritis.
Hampir 90 % laki-laki yang mitra seksual wanitanya terinfeksi Gardnerella vaginosis, mengandung G.vaginalis dengan biotipe yang sama dalam uretra, tetapi tidak menyebabkan uretritis.
Infeksi
Wanita dengan bakterial
vaginosis dapat tanpa gejala. Gejala yang paling sering pada bakterial
vaginosis adalah adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah melakukan
hubungan seksual) dengan adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan
(fishy odor). Bau tersebut disebabkan oleh adanya amin yang menguap bila cairan
vagina menjadi basa. Cairan seminal yang basa (pH 7,2) menimbulkan terlepasnya
amin dari perlekatannya pada protein dan amin yang menguap menimbulkan bau yang
khas. Walaupun beberapa wanita mempunyai gejala yang khas, namun pada sebagian
besar wanita dapat asimptomatik. Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina
(gatal, rasa terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang disebabkan
oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans. Sepertiga penderita mengeluh gatal
dan rasa terbakar, dan seperlima timbul kemerahan dan edema pada vulva. Nyeri
abdomen, dispareuria, atau nyeri waktu kencing jarang terjadi, dan kalau ada
karena penyakit lain. Pada pemeriksaan biasanya menunjukkan sekret vagina yang
tipis dan sering berwarna putih atau abu-abu, viskositas rendah atau normal,
homogen, dan jarang berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding vagina dan
terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang difus. Gejala peradangan umum
tidak ada. Sebaliknya sekret vagina normal, lebih tebal dan terdiri atas
kumpulan sel epitel vagina yang memberikan gambaran yang bergerombol.
Pada penderita dengan
bakterial vaginosis tidak ditemukan inflamasi pada vagina dan vulva. Bakterial
vaginosis dapat timbul bersama infeksi traktus genital bawah seperti
trikomoniasis dan servisitis sehingga menimbulkan gejala genital yang tidak
spesifik.
Pengobatan
Gardnerella vaginalis
yang asimptomatik tidak memerlukan pengobatan. Sementara VB meskipun dapat
sembuh sendiri, sudah menjadi kesepakatan untuk harus diobati, apalagi
umumnya penderita mengeluhkan bau yang kurang sedap. Karena VB dilaporkan
banyak terjadi pada ibu hamil dan jika tidak ditataksana dapat menyebabkan
partus preterm atau endometritiis pascapartus, maka regimen untuk VB pun
diupayakan yang aman untuk ibu hamil.
Secara umum antibiotik
merupakan pilihan pertama terapi VB, Metronidazole, Clindamycin, Tetrasiklin,
serta krim sulfonamida. Sebagai terapi utama digunakan Metronidazole dengan
dosis 2 x 400 mg atau 300 mg setiap hari selama 7 hari atau 5 g inttravaginal
selama 7 hari. Metronidazole bersifat bakterisida terhadap bakteri anaerob.
Metronidazole topikal (Flagyl) akan mematikan jaringan sehat di sekitarnya karena
terbentuk radikal bebas dan bereaksi dengan komponen DNA interaseluler sehingga
mematikan sel-sel di sekitarnya.
Clindamycin dan
tetrasiklin sudah tidak banyak dipakai karena tidak terlalu efektif. Begitu
juga krim sulfonamida tripel yang bersifat acid cream base sehingga akan
menurunkan pH jika dipakai setiap hari selama 7 hari. Pemberian antibiotik
untuk VB tidak hanya ditujukan untuk eradikasi atau menurunkan jumlah G.
Vaginalis dan kuman anaerob vaginal, tetapi juga memiliki aktivitas minimal
terhadap flora vaginal. Pemakaian AKDR akan menimbulkan rekurensi VB. Pemberian
metronidazole 2 gram oral dosis tunggal tiap bulan pada hari ke-3 siklus menstruasi
dianjurkan untuk profilaksis terjadinya rekurensi. Besarnya jumlah rekurensi
setelah pengobatan merupakan pertimbangan memilih obat untuk VB.
Selain pemakaian AKDR,
faktor predisposisi yang dapat menyebabkan VB ialah pemberian antibiotik,
penurunan estrogen, pencucian vagina (vaginal douching), serta berhubungan
seksual dengan pasangan yang terinfeksi Gardnerella
vaginalis. Selain itu VB juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi, di
antaranya salpingitis, endometritis, selulitis vagina, reaksi simpang
kehamilan, termasuk kehamilan prematur, korioamnionitis, dan endometritis
pascapartum. Namun yang demikian relatif jarang terjadi, sehingga prognosis VB
jika tanpa komplikasi termasuk baik. Sementara prognosis jika terdapat
komplikasi sangat tergantung pada komplikasi yang terjadi
Pencegahan
Untuk mencegah penyakit
vaginalis yang dibawa oleh Gardnerella vaginalis ini hendaknya kita
tidak berganti pasangan walaupun sampai sekarang penularan Gardnerella vaginalis melalui
kegiatan seksual belum jelas kepastiannya. Kegiatan-kegitan yang mengurangi
imun kita juag sebaiknya dihindari seperti merokok karena bagaimanapun juga hal
yang pertama melawan bakteri yang masuk ke dalam tubuh adalah sistem imun
II.2 Bakteri Patogen Sistem Saraf
II.2.1 Neisseria
meningitides
Klasifikasi ilmiah
Spesies : Neisseria
meningitides
Karakteristik
Penyakit Meningokokus adalah
satu penyakit berjangkit. Neisseria
menigitides (meningokokus) merupakan bakteri kokus gram negatif yang secara
alami hidup di dalam tubuh manusia. Meningokokus bisa menyebabkan infeksi pada
selaput yang menyelimuti otak dan sumsum tulang belakang (meningitis), infeksi
darah, dan infeksi berat lainnya pada dewasa dan anak-anak.
Patogenesis
Manusia
adalah satu-satunya inang dimana meningococci menjadi patogen. Hidung dan
tenggorokan merupakan pintu masuk bagi penyakit yang disebabkan oleh meningococci.
Pada organ
tersebut, organisme menempel pada sel epitel dengan bantuan pilinya; mereka membentuk
flora transient (yang berumur pendek) tanpa menampakkan gejala. Dari hidung dan
tenggorokan (nasopharynx), organisme menuju aliran darah menimbulkan bakteremia;
gejala yang timbul mungkin mirip dengan infeksi pada saluran pernafasan atas. Fulminant
meningococcemia lebih parah lagi dengan demam yang tinggi dan ruam-ruam
yang bisa menjadi koagulasi diseminasi intravaskular dan kolaps pada aliran
darah (sindrom Waterhouse-Friderichsen). Meningitis adalah suatu komplikasi
yang paling banyak ditemui pada meningococcemia. Muncul gejala mendadak dengan
sakit kepala yang terus-menerus, muntah, dan leher kaku dan hal ini dapat
berkembang ke arah koma hanya dalam waktu beberapa jam.
Selama
proses meningococcemia, terdapat thrombosis pada pembuluh darah kecil di berbagai
organ, dengan infiltrasi perivaskuler dan petechial hemorrhages. Mungkin
terjadi myocarditis interstisial, arthritis dan lesi pada kulit. Pada meningitis,
selaput otak akan terinflamasi akut dengan thrombosis pada pembuluh darah dan
eksudasi pada leukosit polimorfonukleat, sehingga permukaan otak akan tertutupi
oleh eksudat nanah yang kental.
Tidak
diketahui apa yang mengubah sebuah infeksi yang tanpa gejala pada hidung dan
tenggorokan menjadi meningococcemia dan meningitis, namun hal ini dapat dicegah
dengan antibodi serum bakterisidal spesifik yang dapat melawan senotipe yang
menginfeksi. Neisseria bakterimia menyukai kondisi yang tidak ada antibodi bakterisidalnya
(IgM dan IgG), terhambatnya kinerja serum bakterisidal oleh blokade antibodi
IgA atau kekurangan komponen-komponen komplemen (C5, C6, C7 atau C8).
Meningococci siap berfagositosis dalam keadaan opsonin spesifik.
Infeksi
berlaku secara epidemik terutama di kalangan anak-anak yang berumur 5 tahun ke bawah. Yang paling rentan ialah
bayi berumur 6 - 24 bulan. Persentase kematian pada anak-anak mencapai 80% jika
tidak dirawat. Dengan perawatan persentase ini dapat berkurang 10% dalam
populasi. Persentase komplikasi neurologi rendah jika dibandingkan dengan
meningitis yang disebabkan oleh organisme lain.
Kekebalan
Kekebalan terhadap infeksi
yang disebabkan oleh meningococci berkaitan dengan keberadaan antibodi
bakterisidal yang spesifik, komplemen-dependent dalam serum.
Antibodi-antibodi ini
berkembang setelah infeksi subklinis dengan strain yang berbeda atau injeksi
antigen grup spesifik, tipe spesifik, atau kedua-duanya. Antigen kekebalan
untuk kelompok A, C, Y, dan W-135 adalah polisakarida kapsuler. Pada kelompok
B, antigen spesifik yang cocok digunakan sebagai vaksin, belum terdefinisikan;
namun vaksin dari kelompok B dengan campuran antigen telah digunakan di banyak
bagian dunia. Vaksin yang berkonjugasi untuk beberapa kelompok sedang dalam perkembangan
dan memberikan harapan besar. Balita mempunyai kekebalan pasif melalui antibodi
IgG yang ditransfer dari ibunya. Anak-anak dibawah usia 2 tahun tidak mudah
menghasilkan antibodi ketika diimunisasi dengan bakteri meningococci atau
bakteri polisakarida lainnya.
Pengobatan
Penicillin
G adalah obat yang dipilih untuk mengobati penyakit ini. Chlorampenicol atau
cephalosporin generasi ketiga seperti cefotaxime atau ceftriaxone digunakan
untuk orang yang alergi terhadap penicillin. Rifampin 600 mg 2 kali sehari
selama 2 hari secara oral ( atau minocycline 100 mg setiap 12 jam ) dapat
menghilangkan keberadaan carrier dan bekerja sebagai chemoprophylaxis.
Pencegahan
Kasus
klinis dari meningitis hanya memperlihatkan sedikit sumber infeksi, dan isolasi
hanya menjadi kegunaan yang terbatas. Lebih penting lagi adalah pengurangan
kontak personal pada populasi yang memiliki tingkat carrier yang tinggi. Hal
ini dapat dicapai dengan menghindari kepadatan populasi. Polisakarida spesifik
dari kelompok A, C, Y, dan W-135 dapat menstimulasi respon antibodi dan
melindungi orang yang rentan untuk melawan infeksi.
II.2.2 Listeria
monocytogenes
Kingdom : Bacteria
Filum : Firmicutes
Class :
Basilli
Ordo :
Bacillales
Family :
Listeriaceae
Genus : Listeria
Spesies :
Listeria monocytogenes
Karakteristik
Bakteri ini merupakan bakteri Gram-positif, dan
motil/bergerak dengan menggunakan flagella. Beberapa penelitian menunjukkan
bahwa 1-10% manusia mungkin memiliki L.
monocytogenes di dalam ususnya. Bakteri ini telah ditemukan pada setidaknya
37 spesies mamalia, baik hewan piaraan maupun hewan liar, serta pada setidaknya
17 spesies burung, dan mungkin pada beberapa spesies ikan dan kerang. Bakteri
ini dapat diisolasi dari tanah, silage (pakan ternak yang dibuat dari
daun-daunan hijau yang diawetkan dengan fermentasi), dan sumber-sumber alami
lainnya. Sebagai bakteri yang tidak membentuk spora, L. monocytogenes sangat kuat dan tahan terhadap efek mematikan dari
pembekuan, pengeringan, dan pemanasan. Sebagian besar L. monocytogenes bersifat patogen pada
tingkat tertentu.
Gejala Penyakit
Listeriosis merupakan
nama penyakit yang disebabkan oleh L.
monocytogenes. Secara klinis, suatu penyakit disebut listeriosis apabila L. monocytogenes diisolasi dari darah,
cairan cerebrospinal (cairan otak dan sumsum tulang belakang), atau dari tempat
lain yang seharusnya steril (misalnya plasenta, janin).Gejala listeriosis
termasuk septicemia (infeksi pada aliran darah), meningitis (radang selaput
otak) atau meningoencephalitis (radang pada otak dan selaputnya), encephalitis
(radang otak), dan infeksi pada kandungan atau pada leher rahim pada wanita
hamil, yang dapat berakibat keguguran spontan (trimester kedua/ketiga) atau
bayi lahir dalam keadaan meninggal. Kondisi di atas biasanya diawali dengan
gejala-gejala seperti influenza, antara lain demam berkepanjangan. Dilaporkan
bahwa gejala-gejala pada saluran pencernaan seperti mual, muntah, dan diare
dapat merupakan bentuk awal dari listeriosis yang lebih parah, namun mungkin
juga hanya gejala itu yang terjadi. Secara epidemiologi, gejala pada saluran
pencernaan berkaitan dengan penggunaan antasida atau cimetidine (antasida dan
cimetidine merupakan obat-obatan yang berfungsi menetralkan atau mengurangi
produksi asam lambung). Waktu mulai timbulnya gejala listeriosis yang lebih
parah tidak diketahui, tetapi mungkin berkisar dari beberapa hari sampai tiga
minggu. Awal munculnya gejala pada saluran pencernaan tidak diketahui, tetapi
mungkin lebih dari 12 hari.
Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi menurut strain dan kerentanan korban. Dari kasus yang disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses pasteurisasinya kurang benar, diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan penyakit pada orang-orang yang rentan. L. monocytogenes dapat menyerang epithelium (permukaan dinding) saluran pencernaan. Sekali bakteri ini memasuki sel darah putih (tipe monocyte , macrophage , atau polymorphonuclear ) dalam tubuh korbannya, bakteri ini masuk ke aliran darah (septicemia) dan dapat berkembang biak. Keberadaannya di dalam sel fagosit memungkinkannya memasuki otak, dan pada wanita hamil, mungkin masuk ke janin melalui plasenta. Sifat patogenik L. monocytogenes berpusat pada kemampuannya untuk bertahan.
Dosis infektif L. monocytogenes tidak diketahui, tetapi diyakini bervariasi menurut strain dan kerentanan korban. Dari kasus yang disebabkan oleh susu mentah atau susu yang proses pasteurisasinya kurang benar, diduga kurang dari 1000 organisme dapat menyebabkan penyakit pada orang-orang yang rentan. L. monocytogenes dapat menyerang epithelium (permukaan dinding) saluran pencernaan. Sekali bakteri ini memasuki sel darah putih (tipe monocyte , macrophage , atau polymorphonuclear ) dalam tubuh korbannya, bakteri ini masuk ke aliran darah (septicemia) dan dapat berkembang biak. Keberadaannya di dalam sel fagosit memungkinkannya memasuki otak, dan pada wanita hamil, mungkin masuk ke janin melalui plasenta. Sifat patogenik L. monocytogenes berpusat pada kemampuannya untuk bertahan.
Makanan Terkait
L. monocytogenes dikaitkan dengan makanan seperti susu mentah, susu
yang proses pasteurisasinya kurang benar, keju (terutama jenis keju yang
dimatangkan secara lunak), es krim, sayuran mentah, sosis dari daging mentah
yang difermentasi, daging unggas mentah dan yang sudah dimasak, semua jenis
daging mentah, dan ikan mentah atau ikan asap. Kemampuannya untuk tumbuh pada
temperatur rendah hingga 3°C memungkinkan bakteri ini berkembang biak dalam
makanan yang disimpan di lemari pendingin.
Pencegahan
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini terbunuh pada temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan (misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.
Pencegahan secara total mungkin tidak dapat dilakukan, namun makanan yang dimasak, dipanaskan dan disimpan dengan benar umumnya aman dikonsumsi karena bakteri ini terbunuh pada temperatur 75°C. Resiko paling besar adalah kontaminasi silang, yakni apabila makanan yang sudah dimasak bersentuhan dengan bahan mentah atau peralatan (misalnya alas pemotong) yang terkontaminasi.
Populasi Rentan
Populasi yang rentan pada listeriosis yaitu:
• wanita hamil/janin – infeksi perinatal (sesaat sebelum dan sesudah kelahiran) dan
Populasi yang rentan pada listeriosis yaitu:
• wanita hamil/janin – infeksi perinatal (sesaat sebelum dan sesudah kelahiran) dan
Neonatal (segera setelah kelahiran)
• orang yang sistem
kekebalannya lemah karena perawatan dengan corticosteroid
(salahsatu jenis hormon), obat-obat anti kanker, graft
suppression therapy (perawatan
setelah pencangkokan bagian tubuh, dengan obat-obat yang menekan sistem
kekebalan tubuh), AIDS;
• pasien kanker – terutama pasien leukemia;
• lebih jarang dilaporkan – pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati ( cirrhotic),
• lebih jarang dilaporkan – pada pasien penderita diabetes, pengecilan hati ( cirrhotic),
asma, dan radang kronis pada usus
besar ( ulcerative colitis );
• orang-orang tua;
• orang normal—beberapa laporan menunjukkan bahwa orang normal yang sehat
• orang-orang tua;
• orang normal—beberapa laporan menunjukkan bahwa orang normal yang sehat
dapat
menjadi rentan, walaupun penggunaan antasida atau cimetidine mungkin berpengaruh.
Kasus listeriosis yang pernah terjadi di
Swiss, yang melibatkan keju, menunjukkan bahwa orang sehat dapat terserang
penyakit ini, terutama bila makanan terkontaminasi organisme ini dalam jumlah
besar.
II.2.3 Mycobacterium leprae
Klasifikasi Ilmiah
Kingdom : Bacteria
Filum :
Actinobacteria
Class :
Actinomycetales
Ordo :
Corynebacterineae
Family :
Mycobacteriaceae
Genus :
Mycobacterium
Spesies : Mycobacterium leprae
Mycobacterium
leprae, juga disebut Basillus Hansen, adalah bakteri
yang menyebabkan penyakit kusta (penyakit Hansen) yaitu infeksi menahun yang terutama
ditandai oleh adanya kerusakan saraf perifer (saraf diluar otak dan medulla
spinalis), kulit, selaput lendir hidung, buah zakar (testis) dan
mata. Bakteri ini
merupakan bakteri intraselular. M. leprae merupakan gram-positif berbentuk tongkat (basil). Mycobacterium leprae mirip dengan Mycobacterium
tuberculosis dalam
besar dan bentuknya.
Cara Penularan
Cara penularan lepra belum diketahui secara pasti.
Jika seorang penderita lepra berat dan tidak diobati bersih, maka bakteri akan
menyebar ke udara. Sekitar 50% penderita mungkin tertular karena erhubungan
dekat dengan seorang yang terinfeksi. Infeksi juga mungkin ditularkan melalui
tanah, armadillo, kutu busuk dan nyamuk.
Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra tuberkuloid) atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Lebih dari 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi leh kuman ini. Lepra paling banyak terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin dan kepulauan Samudra Pasifik. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an. Bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria.
Sekitar 95% orang yang terpapar oleh bakteri lepra tidak menderita lepra karena sistem kekebalannya berhasil melawan infeksi. Penyakit yang terjadi bisa ringan (lepra tuberkuloid) atau berat (lepra lepromatosa). Penderita lepra ringan tidak dapat menularkan penyakitnya kepada orang lain. Lebih dari 5 juta penduduk dunia yang terinfeksi leh kuman ini. Lepra paling banyak terdapat di Asia, Afrika, Amerika Latin dan kepulauan Samudra Pasifik. Infeksi dapat terjadi pada semua umur, paling sering mulai dari usia 20-an dan 30-an. Bentuk lepromatosa 2 kali lebih sering ditemukan pada pria.
Gejala
Bakteri penyebab lepra berkembang biak sangat lambat, sehingga gejalanya baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7).
Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita.
Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi dan kebutuhan akan antibiotik.
Bakteri penyebab lepra berkembang biak sangat lambat, sehingga gejalanya baru muncul minimal 1 tahun setelah terinfeksi (rata-rata muncul pada tahun ke-5-7).
Gejala dan tanda yang muncul tergantung kepada respon kekebalan penderita.
Jenis lepra menentukan prognosis jangka panjang, komplikasi yang mungkin terjadi dan kebutuhan akan antibiotik.
.● Lepra
tuberkuloid
ditandai dengan
ruam kulit berupa 1 atau beberapa daerah putih yang datar. Daerah tersebut bebal terhadap sentuhan
karena mikobakteri telah merusak
saraf-sarafnya.
● Lepra
lepromatosa
ditandai dengan
munculnya benjolan kecil atau ruam menonjol yang lebih besar dengan berbagai
ukuran dan bentuk. Terjadi kerontokan rambut tubuh, termasuk alis dan bulu mata
● Lepra
perbatasan
merupakan suatu
keadaan yang tidak stabil, yang memiliki gambaran kedua bentuk lepra Jika keadaannya membaik,
maka akan menyerupai lepra Tuberkuloid,
jika kaeadaannya memburuk, maka akan menyerupai lepra lepromatosa. . Selama perjalanan
penyakitnya, baik diobati maupun tidak diobati, bisa terjadi reaksi kekebalan
tertentu, yang kadang timbul sebagai demam dan peradangan kulit, saraf tepi dan
kelenjar getah bening, sendi, buah zakar, ginjal, hati dan mata. Pengobatan
yang diberikan tergantung kepada jenis dan beratnya reaksi, bisa diberikan
kostikosteroid atau talidomid.
Mycobacterium leprae adalah satu-satunya bakteri yang menginfeksi saraf tepi dan hampir semua komplikasinya merupakan akibat langsung dari masuknya bakteri ke dalam saraf tepi. Bakteri ini tidak menyerang otak dan medulla spinalis.
Kemampuan untuk merasakan sentuhan, nyeri, panas dan dingin menurun, sehingga penderita yang mengalami kerusakan saraf tepi tidak menyadari adanya luka bakar, luka sayat atau mereka melukai dirinya sendiri. Kerusakan saraf tepi juga menyebabkan kelemahan otot yang menyebabkan jari-jari tangan seperti sedang mencakar dan kaki terkulai. Karena itu penderita lepra menjadi tampak mengerikan.
Penderita juga memiliki luka di telapak kakinya. Kerusakan pada saluran udara di hidung bisa menyebabkan hidung tersumbat. Kerusakan mata dapat menyebabkan kebutaan.
Penderita lepra lepromatosa dapat menjadi impoten
dan mandul, karena infeksi ini dapat menurunkan kadar testosteron dan jumlah
sperma yang dihasilkan oleh testis.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh jaringan kulit yang terinfeksi
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala-gejalanya. Untuk memperkuat diagnosis bisa dilakukan pemeriksaan mikroskopik terhadap contoh jaringan kulit yang terinfeksi
Pengobatan
Antibiotik dapat menahan perkembangan penyakit atau bahkan menyembuhkannya. Beberapa mikobakterium mungkin resisten terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya diberikan lebih dari 1 macam obat, terutama pada penderita lepra lepromatosa.
Antibiotik dapat menahan perkembangan penyakit atau bahkan menyembuhkannya. Beberapa mikobakterium mungkin resisten terhadap obat tertentu, karena itu sebaiknya diberikan lebih dari 1 macam obat, terutama pada penderita lepra lepromatosa.
Antibiotik yang paling banyak digunakan untuk
mengobati lepra adalah dapson, relatif tidak mahal dan biasanya aman. Kadang
obat ini menyebabkan reaksi alergi berupa ruam kulit dan anemia.
Rifampicin adalah obat yang lebih mahal dan
lebih kuat daripada dapson. Efek samping yang paling serius adalah kerusakan
hati dan gejala-gejala yang menyerupai flu.
Antibiotik lainnya yang bisa diberikan adalah klofazimin, etionamid, misiklin, klaritromisin dan ofloksasin.
Antibiotik lainnya yang bisa diberikan adalah klofazimin, etionamid, misiklin, klaritromisin dan ofloksasin.
Terapi antibiotik harus dilanjutkan selama
beberapa waktu karena bakteri penyebab lepra sulit dilenyapkan. Pengobatan bisa
dilanjutkan sampai 6 bulan atau lebih, tergantung kepada beratnya infeksi dan
penilaian dokter. Banyak penderita lepra lepromatosa yang mengkonsumsi dapson
seumur hidupnya.
Pencegahan
Dulu perubahan bentuk anggota tubuh akibat lepra menyebabkan penderitanya diasingkan dan diisolasi. Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk, tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain.
Selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra dan hanya orang yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular.
Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak memiliki resiko tertular.
Dulu perubahan bentuk anggota tubuh akibat lepra menyebabkan penderitanya diasingkan dan diisolasi. Pengobatan dini bisa mencegah atau memperbaiki kelainan bentuk, tetapi penderita cenderung mengalami masalah psikis dan sosial. Tidak perlu dilakukan isolasi. Lepra hanya menular jika terdapat dalam bentuk lepromatosa yang tidak diobati dan itupun tidak mudah ditularkan kepada orang lain.
Selain itu, sebagian besar secara alami memiliki kekebalan terhadap lepra dan hanya orang yang tinggal serumah dalam jangka waktu yang lama yang memiliki resiko tertular.
Dokter dan perawat yang mengobati penderita lepra tampaknya tidak memiliki resiko tertular.
II.2.4 Clostridium tetani
Kingdom:
|
Bacteria
|
Division:
|
Firmicutes
|
Class:
|
Clostridia
|
Order:
|
Clostridiales
|
Family:
|
Clostridiaceae
|
Genus:
|
Clostridium
|
Species:
|
Clostridium tetani
|
Karakteristik
Clostridium
tetani adalah bakteri gram positif berbentuk batang, anaerobic berspora,
motil, memproduksi eksotoksin, berukuran panjang 2-5 mikron dan lebar 0,4-0,5
mikron. Spora dari Clostridium tetani
resisten terhadap panas dan juga biasanya terhadap antiseptis. Sporanya
juga dapat bertahan pada autoclave pada suhu 249.8°F (121°C) selama 10–15
menit. Juga resisten terhadap phenol dan agen kimia yang lainnya. Kuman ini
terdapat di tanah terutama tanah yang tercemar tinja manusia dan binatang.
Costridium tetani menghasilkan 2 eksotosin yaitu tetanospamin dan
tetanolisin. Penyakit
tetanus disebabkan oleh tetanospamin. Perkiraan dosis mematikan minimal dari
kadar toksin (tetanospamin)
adalah 2,5 nanogram per kilogram berat badan atau 175 nanogram untuk 70
kilogram (154lb) manusia.
Clostridium tetani tidak menghasilkan lipase maupun lesitinase,
tidak memecah protein dan tidak memfermentasi sakarosa dan glukosa juga tidak
menghasilkan gas H2S. Menghasilkan gelatinase, dan indol positif.
Infeksi
Tetanus terutama ditemukan di daerah tropis dan merupakan penyakit
infeksi yang penting baik dalam prevalensinya maupun angka kematiannya yang
masih tinggi . Tetanus merupakan infeksi berbahaya yang biasa mendatangkan
kematian. Infeksi ini muncul (masa inkubasi) 3 sampai 14 hari. Di dalam luka
yang dalam dan sempit sehingga terjadi suasana anaerob. Toksin, tetanospasmin,
diproduksi pada masa pertumbuhan sel,sporulasi dan lisis. Toksin ini akan
mencapai sistem syaraf pusat melalui syaraf motorik menuju ke bagian anterior
spinal cord.
Jenis-jenis luka yang sering menjadi tempat masuknya kuman Clostridium
tetani sehingga harus mendapatkan perawatan khusus adalah:
a) Luka-luka tembus pada kulit atau yang menimbulkan kerusakan luas
b) Luka bakar tingkat 2
dan 3
c) Fistula kulit atau pada sinus-sinusnya
d) Luka-luka di bawah kuku
e) Ulkus kulit yang iskemik
f) Luka bekas suntikan narkoba
g) Bekas irisan umbilicus pada bayi
h) Endometritis sesudah abortus septic
i) Abses gigi j) Mastoiditis kronis
k) Ruptur apendiks
l) Abses dan luka yang mengandung bakteri dari tinja
Gejala
Masa inkubasi tetanus umumnya antara 3-12 hari, kadang masa inkubasi
singkat selama 1-2 hari atau panjang lebih dari satu bulan. Makin pendek masa inkubasi, makin buruk
prognosisnya. Terdapat hubungan antara jarak tempat masuk kuman Clostridium tetani dengan susunan saraf
pusat, dan interval antara terjadinya luka dengan permulaan penyakit. Makin jauh tempat invasi, masa inkubasi makin
panjang.
Saat gejala muncul
kesadaran tetap ada dan rasa sakit sangat hebat. kematian biasanya karena gangguan alat-alat
pernafasan. Angka kematian pada tetanus
yang menyeluruh biasanya kurang lebih 50%.
Opistotonus
Secara klinis tetanus dibedakan menjadi :
1. Tetanus Lokal
Ditandai dengan rasa nyeri dan spasmus otot di bagian
proksimal luka karena hanya sedikit
toksin yang masuk. Memiliki tingkat
mortilitas yang rendah.
2. Tetanus Umum
Pada awalnya terjadi kekakuan otot kepala dan otot leher,
kemudian menyebar secara kaudal ke
seluruh tubuh. Trismus yang menetap menyebabkan ekspresi wajah yang
karakteristik berupa risus sardonicus. Terjadi opistotonos karena spasme otot
pungggung. Selama periode ini penderita berada dalarn kesadaran penuh
3. Tetanus
Biasanya terjadi disfungsi saraf cranial
local dengan trauma kepala atau infeksi telinga tengah. Memilliki tingkat mortilitas yang tinggi.
Diagnosis
Diagnosis tetanus ditegakan berdasarkan gejala-gejala klinik yang khas.
Secara bakteriologi biasanya tidak diharuskan oleh karena sukar sekali
mengisolasi Clostridium tetani dari luka penderita , yang kerap kali sangat
kecil dan sulit dikenal kembali oleh penderita sekalipun.
Diagnosis tetanus dapat diketahui dari pemeriksaan fisik pasien sewaktu
istirahat, berupa :
1.Gejala
klinik
- Kejang
tetanic, trismus, dysphagia, risus sardonicus ( sardonic smile ).
2. Adanya
luka yang mendahuluinya. Luka adakalanya sudah dilupakan.
3. Kultur:
C. tetani (+).
4. Lab :
SGOT, CPK meninggi serta dijumpai myoglobinuria.
Pengobatan
1. Antibiotika :
Diberikan parenteral
Peniciline 1,2juta unit / hari selama 10 hari, IM. Sedangkan tetanus pada anak
dapat diberikan Peniciline dosis 50.000 Unit / KgBB/ 12 jam secafa IM diberikan
selama 7-10 hari. Bila sensitif terhadap peniciline, obat dapat diganti dengan
preparat lain seperti tetrasiklin dosis 30-40 mg/kgBB/ 24 jam, tetapi dosis
tidak melebihi 2 gram dan diberikan dalam dosis terbagi ( 4 dosis ). Bila
tersedia Peniciline intravena, dapat digunakan dengan dosis 200.000 unit /kgBB/
24 jam, dibagi 6 dosis selama 10 hari.
Antibiotika ini hanya bertujuan membunuh
bentuk vegetatif dari C.tetani, bukan untuk toksin yang dihasilkannya. Bila
dijumpai adanya komplikasi pemberian antibiotika broad spektrum dapat
dilakukan.
2.
Antitoksin
Antitoksin dapat digunakan Human Tetanus
Immunoglobulin ( TIG) dengan dosis 3000-6000 U, satu kali pemberian saja,
secara IM tidak boleh diberikan secara intravena karena TIG mengandung
"anti complementary aggregates of globulin ", yang mana ini dapat
mencetuskan reaksi allergi yang serius. Bila TIG tidak ada, dianjurkan untuk
menggunakan tetanus antitoksin, yang berawal dari hewan, dengan dosis 40.000 U,
dengan cara pemberiannya adalah : 20.000 U dari antitoksin dimasukkan kedalam
200 cc cairan NaC1 fisiologis dan diberikan secara intravena, pemberian harus
sudah diselesaikan dalam waktu 30-45 menit. Setengah dosis yang tersisa (20.000
U) diberikan secara IM pada daerah pada sebelah luar.
3.Tetanus Toksoid
Pemberian Tetanus Toksoid (TT) yang
pertama,dilakukan bersamaan dengan pemberian antitoksin tetapi pada sisi yang
berbeda dengan alat suntik yang berbeda. Pemberian dilakukan secara I.M.
Pemberian TT harus dilanjutkan sampai imunisasi dasar terhadap tetanus selesai
4. Antikonvulsan
Penyebab
utama kematian pada tetanus neonatorum adalah kejang klonik
yang hebat, muscular dan
laryngeal spasm beserta komplikaisnya. Dengan penggunaan obat – obatan
sedasi/muscle relaxans, diharapkan kejang dapat diatasi. Contohnya :
- Diazepam
0,5 – 1,0 mg/kg Berat badan / 4 jam (IM)
- Meprobamat
300 – 400 mg/ 4 jam (IM)
-
Klorpromasin 25 – 75 mg/ 4 jam (IM)
-
Fenobarbital 50 – 100 mg/ 4 jam (IM)
Pencegahan
Pencegahan merupakan tindakan paling penting, yang dapat dilakukan dengan
cara :
1. imunisasi aktif
dengan toksoid
2. perawatan luka
menurut cara yang tepat
3. penggunaan antitoksi
profilaksis
Namun sampai pada saat
ini pemberian imunisasi dengan tetanus toksoid merupakan satu-satunya cara
dalam pencegahan terjadinya tetanus. Pencegahan denganpemberian imunisasi telah
dapat dimulai sejak anak berusia 2 bulan, dengan cara pemberian imunisasi aktif
(DPT atau DT).
II.2.5
Clostridium botulinum
Kingdom:
|
Bacteria
|
Division:
|
Firmicutes
|
Class:
|
Clostridia
|
Order:
|
Clostridiales
|
Family:
|
Clostridiaceae
|
Genus:
|
Clostridium
|
Species:
|
Clostridium
botulinum
|
Karakteristik Umum
Clostridium botulinum adalah bakteri gram positif berbentuk
batang, terdapat tunggal, berpasangan, atau dalam rantai, anaerobic, tak
berspora, tak berkapsul, motil, peritikus, memproduksi eksotoksin yang
menyebabkan botulisme,
Terdapat secara luas di
alam, kadang ada dalam feses binatang.
Terdapat enam tipe berdasarkan toksin, yaitu A, B, C, D, E, F. Pada manusia didapatkan tipe A, B, dan
E. Eksotoksin yang dikeluarkan adalah
protein dengan BM 70.000 yang termolabil (1000C-20 menit menjadi
inaktif). Dosis letal untuk manusia = 1 ɱg. Kerja toksin adalah memblokir pembentukan
atau pelepasan asetilkolin pada hubungan saraf otot sehingga terjadi kelumpuhan
otot.
Cara Penularan
C. botulinum biasanya menyebabkan
keracunan makanan oleh toksin yang termakan bersama dengan makanan. Pada beberapa kasus bakteri tumbuh dan
menghasilkan toksin pada jaringan yang mati, kemudian menyebabkan kontaminasi
luka. Makanan yang sering tercemar
dengan Clostridium adalah makanan
yang berbumbu, makanan yang diasap, makanan kalengan yang dimakan tanpa dimasak
terlebih dahulu.
Gejala
Gejalanya biasanya
setelah 18-96 jam makan toksin dengan keluhan penglihatan karena otot mata yang
tidak ada koordinasi. Sulit menelan, sulit bicara. kematian biasanya karena paralisis otot
pernafasan atau kelumpuhan jantung (cardiac
arrest). Angka kematian botulismus
adalah tinggi.
Pada botulisme bayi,
organisme yang masuk melalui makanan memproduksi toksin di usus bayi sehingga
bayi mengalami badan lemah, tidak dapat buang air besar dan lumpuh. Organisme biasanya masuk melalui madu yang
mengandung spora Clostridium botulinum.
Diagnosis
Biasanya dengan cara
mendeteksi toksin di dalam sisa makanan, dan tidak dalam serum penderita. Dapat dideteksi dengan cara reaksi
netralisasi antigen-antibodi atau secara aglutinasi sel darah merah yang
dilapisi dengan antiserum, atau dengan percobaan pada mencit yang disuntik
bahan tersangka. Kultur biasanya tidak
dilakukan.
Cara utama untuk
memperkuat diagnosis botulisme di laboratorium ialah menunjukkan adanya toksin
botulisme dalam serum atau tinja penderita atau pada makanan yang dimakan. Suntikan intraperitoneal (dalam perut) serum
atau ekstrak cairan tinja penderita atau makanan tersebut pada mencit akan
mengakibatkan kematian pada hewan tersebut, karena mencit sangat peka terhadap
toksin ini. Juga specimen tinja dan makanan itu harus dikulturkan untuk
mengisolasi organisme tersebut.
Pengobatan
Dengan pemberian
antitoksin polivalen (tipe A, B, dan C) yang disuntikkan I.V. dan secara
simptomatik terutama untuk pernafasan (pernafasan buatan). Pengobatan
Bila terjadi kelumpuhan pada pernafasan dapat
dilakukan trakeomi (bedah batang
tenggorokan) dan diberikan pernafasan buatan.
Kehilangan control otot mata karena botulisme
Risus sardonicus
Opistotonus pada bayi
Pencegahan
Makanan yang diawetkan di rumah harus dimasak
secara baik sehingga dapat membunuh spora dan makanan harus dimasak sebelum
dimakan. Makanan rumah yang harus
diperhatikan adalah: kacang-kacangan, jagung, ikan asap atau ikan segar dalam
plastik Makanan yang mengandung toksin tidak selalu kelihatan atau menimbulkan
bau yang berbeda dari makan yang tidak tercemar.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Bakteri patogen adalah bakteri yang dapat
menimbulkan penyakit kepada manusia. Diantaranya disebabkan oleh
bakteri Neisseria gonorrhoeae, Treponema
pallidum, Leptospira interoogans, Gardnerella vaginalis yang
menyerang saluran urogenital. Beberapa
yang lain menyerang sistem saraf, seperti Neisseria meningitides, Listeria
monocytogenes, Mycobacterium leprae, Clostridium tetani, Clostridium botulinum. Gardnerella vaginalis yang
menggantikan Lactobacillus sp sebagai bakteri penyebab suasana asam menjadi
suasana basa, Neisseria gonorrhoeae biasa menyerang organ kelamin pria
ataupun wanita. Hampir sebagian penyakit yang disebabkan
oleh bakteri tersebut merupakan penyakit yang sering diderita oleh masyarakat,
terutama bakteri yang masuk ke dalam tubuh melalui makanan dan minuman yang
dikonsumsi oleh manusia.
III.2 Saran
Kita harus waspada
terhadap bakteri patogen karena bakteri ini ada dimana-mana dan dapat
menyebabkan penyakit yang fatal bagi tubuh kita. Kita harus mengenali gejala
infeksi serta jalur infeksi daripada bakteri-bakteri patogen. Dengan begitu,
kita dapat mencegah dan bertindak cepat dan tepat jika ada yang terkena infeksi
bakteri patogen seperti Neisseria
gonorrhoeae, Treponema pallidum, Leptospira interoogans,
Gardnerella vaginalis yang menyerang saluran urogenital. Beberapa yang lain menyerang sistem saraf,
seperti Neisseria meningitides, Listeria monocytogenes, Mycobacterium
leprae, Clostridium tetani, Clostridium botulinum.
DAFTAR PUSTAKA
- Staf Pengajar Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. 1993.
Mikrobiologi Kedokteran. Jakarta: Binarupa
Aksara.
- Pelczar dan Chan. 1988. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia
- Rahma SN, Adriani A, Tabri F. Vaginosis bacterial. In : Amiruddin MD. editor. Penyakit menular seksual. Makassar: Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin
- Daili SF, Makes WIB, Zubier F, Judanarso J. Vaginosis Bakterial. In: Maskur Z. editor. Penyakit menular seksual. Edisi kedua. Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 2003.p. 79-84.
- Cole DJ, Hill VR, Humenik FJ: Health, safety, and environmental concerns of farm animal waste. Occup Med 1999 Apr-Jun; 14(2): 423-48
- Doudier B, Garcia S, Quennee V: Prognostic factors associated with severe leptospirosis. Clin Microbiol Infect 2006 Apr; 12(4): 299-300.
- http://www.textbookofbacteriology.net/clostridia.html
- http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/i-wayan-arditayasa-078114135.pdf
- http://emedicine.medscape.com/article/229594-overview
- http://mikrobia.files.wordpress.com/2008/05/mahendra-agil-kusuma-o781141334.pdf
- http://gandhipekerjanegara.wordpress.com/2009/04/02/listeria-monocytogenes/
- http://en.wikipedia.org/wiki/Listeria_monocytogenes
- http://medicastore.com/penyakit/92/Lepra.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar