BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
belakang
Struma adalah pembesaran kelenjar tiroid
atau kelenjar gondok, bila pemeriksaan kelenjar tiroid teraba nodul satu atau
lebih maka ini disebut struma nodusa. Struma
nodusa tanpa disertai tanda-tanda hipertiroidisme disebut struma non toksik. Struma nodusa dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa
hal yaitu : berdasarkan jumlah nodul, bila jumlah nodul hanya satu disebut
struma nodusa soliter ( unidosa ) dan bila lebih dari satu disebut struma
multidosa. (www.sedap sekejap.com )
Struma nodusa non toksik merupakan
kelainan yang paling sering ditemukan. nodul tiroid.. Setiawan di Rumah Sakit
Hasan Sidikin Bandung menemukan diantara 696 pasien struma, sebanyak 415 ( 60 %
) menderita struma nodusa dan hanya 31 diantaranya yang bersifat toksik. (
Soeparman, 1996 ).
Penyebab kelainan ini bermacam-macam, pada setiap orang dapat dijumpai
masa dimana kebutuhan terhadap tiroxin bertambah, terutama masa pertumbuhan,
pubertas, menstruasi, kehamilan, laktasi, menopause, infeksi atau “ stres “
lain. Pada masa-masa tersebut dapat ditemukan adanya hiperplasi dan involusi
kelenjar tiroid. Perubahan ini dapat menimbulkan nodularitas kelenjar tiroid
serta kelainan arsitektur yang dapat berlanjut dengan berkurangnya aliran darah
didaerah tersebut. (Soeparman, 1996).
Komplikasi yang terjadi pada goiter nodula toksik mungkin memperlihat
tanda-tanda mata ( melotot, penyebaran fisurra palbebra, kedipan mata berkurang
), akibat aktivitas simpatis yang berubah, namun demikian tidak ada manifestasi
dramatis oftamopati infiltratif ( Sylvia
Anderson : 1995 : 1075 ).
Pada kasus struma bila tidak dilakukan penanganan yang segera dan
pengobatan serta perawatan yang adekuat dapat menimbulkan keganasan. Salah satu
tindakan pengobatannya berupa operasi dengan indikasi keganasan yang pasti
seperti infiltrasi ke dalam struktur sekitarnya. Seperti, terkenak esophagus,
nervus recumen’s, hambatan jalan nafas dan adanya struma toksik serta
keganasannya.
Kondisi struma ini terutama terjadi pada golongan usia muda dan lebih
banyak terjadi pada wanita dari pada pria. Perbandingannya antara wanita dan
pria 6 : 1 berdasarkan data yang diambil dari buku register di Ruang Bedah Wanita di Rumah Sakit Umum Dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan Maret 2005 sampai dengan bulan Mei 2005
terdapat 19 kasus, dari 146 kasus yang dirawat dengan persentase 13 % dari
kasus yang lain yang dirawat.
Peran perawat pada pasien post operasi struma nodusa toksik yang beperan
sebagai pelaksana memberikan Asuhan keperawatan secara komprehensif.
Peran peneliti sangat dibutuhkan dalam meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan pada pasien, sehingga pasien merasa puas terhadap
pelayanan dan asuhan keperawatan yang diberikan oleh perawat.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Pengertian
Struma adalah istilah
lain untuk pembesaran kelenjar gondok. Gondok atau goiter adalah suatu
pembengkakan atau pembesaran kelenjar tiroid yang abnormal yang menyebabkan
bisa bermacam-macam. Kelenjar tiroid dalam keadaan normal tidak tampak,
merupakan suatu kelenjar tiroid ini berfungsi untuk memproduksi hormon tiroid
yang berfungsi untuk mengontrol metabolisme tubuh sehingga tercapai pertumbuhan
dan perkembangan yang normal. ( www.sedap
sekejab.com ).
Struma adalah perubahan
patologik didalam perubahan kelenjar / penekanan gondok sendiri (
hypothyroidisme utama ) ke sordes hypothalamus atau kekacauan hypothalamus. (
D. MC. Covern Billings and Lillian S, 1982 )
Gondok merupakan reaksi adaptasi kekurangan yodium, ( R.
Djoko Moelianto : 1991 )
2.2
Etiologi
Auto imum saat tubuh menghasilkan antibody yang menyerang
komponen spesifik dari jaringn itu sendiri, tidak diketahui mekanismenya secara
pasti, kebanyakan dijumpai pada wanita, obat-obatan tertentu yang digunakan
untuk menekan produksi hormon tiroid, kurang yodium dalam diit dan air minum
yang berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama. Kekurangan yodium dan hanya
sebagian kecil saja ( kurang lebih 4 % ) yang disebabkan anti thyroid (
penghambat produksi hormon thyroksin ), ( www.sedap
sekejap.com )
2.3
Patofisiologi
Akibat gangguan kapasitas kelenjar tiroid mengsekresikan
tiroksin terganggu, mengakibatkan peningkatan kadar TSH dan hyperplasia dan
hipertropi folikel-folikel tiroid. Pembesaran kelenjar tiroid pada pasien
goiter sering bersifat eksaserbasi dan remisi disertai hiperevolasi dan
involusi pada bagian-bagian kelenjar tiroid. Hiperplasia mungkin bergantian
dengan fibrosis, dan dapat timbul nodula-nodula yang mengandung folikel tiroid.
Secara klinis, pasien dapat memperlihatkan penonjolan di sepertiga bagian bawah
leher. Goiter yang besar dapat menimbulkan masalah konfrensi mekanik, disertai
pergeseran letak trakea dan esophagus dan gejala-gejala obstruksi. ( Silvia
Anderson, 1995 : 1077 ).
2.4
Gejala Klinis
Pembengkakan pada leher depan secara bertahap membesar dan
membentuk benjolan, biasanya tidak sakit, penekanan pada esophagus dan trakea.
Pembengkakan kelenjar tiroid (gondok ), sehingga dileher penderita tampak
benjolan besar. (www.sedap sekejab.com).
2.5
Diagnosis
Dalam mendiagnosis gambaran klasik kreatinisme atau
hipotiroidisme juvenelis, dan dewasa kadang-kadang, seorang bayi dengan
sindroma down sukar dibedakan dengan kreatinisme. Walaupun demikian perubahan
khas pada mata, bintik Brush Field pada iris, hiperektensibilitas sendi. ( Harrison, 2003 : 2155 ).
2.6
Penatalaksanan
Pada orang deawasa harus diobati dengan cepat, hal ini
meliputi pasien dengan koma miksedema dan karena sensitifitas yang ekstrim
terhadap depresa susunan saraf sentral. Pasien hipotiroidisme dipersiapkan
untuk pembedahan darurat, disini pemberian Levatiroksin intravena, sebagai
tambahan terhadap penggunaan hidrokartison diindidasikan. ( Harrison,
2003 ).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Tinjauan Kasus
Dalam Bab ini penulis akan membahan kasus dengan struma
nadusa taoksik di Ruang Rawat Bedah Wanita Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, selama 3 hari mulai tanggal 9 mei
2005 sampai dengan 11 mei 2005, adapun proses yang penulis lakukan adalah sebagai berikut.
3.1.1 Pengkajian
Pasien bernama Ny. Cn, berumur 43
tahun, jenis kelamin wanita, suku Aceh, bangsa Indonesia, beragama Islam,
beralamat di Jln. Kendari No.15 Kuta Alam.
Keluhan utama pasien adalah nyeri.
Pada pengkajian keperawatan sekarang, pasien dikirim dari poli Bedan Badan
Pelayana Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan keluah
benjolan di leher yang membesar.
Riwayat penyakit yang lalu yaitu
pasien mengatakan pernah menderita penyait yang sama lebih kurang 10 tahun yang
lalu dan sudah pernah dioperasi sekali.
Dalam riwayat penyakit keluarga
pasien mengatakan tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang
sama.
Pola makan pasien sebelum dirawat
teratur, 3 x sehari dengan menu 1 piring
nasi putih dan 3 potong lauk pauk ditambah 1 piring sayur, selama dirawat
pasien makan 3 x sehari dengan menu ( diit ) M II / nasi lembek dan 2 potong
lauk pauk yang disedikan di rumah sakit, tetapi hanya sepertiga porsi yang
dihabiskan.
Pola minum pasien sebelum dirawat 6-8
gelas / hari, dan selama dirawat minum pasien 6-8 gelas / hari.
Pola istirahat, sebelum dirawat
pasien tidur 6-8 jam / hari, sedangkan selama dirawat pasien tidur 6-7 jam /
hari, kadang-kadang pasien terbangun untuk miksi atau buang air kecil.
Pada pengkajian eliminasi, pasien
sebelum sakit BAB dengan frekwensi 2-3 x
/ hari dengan konsistensi lunak, warna coklat kekuning-kuningan dan
berbau, selama dirawat pasien BAB dengan frekwensi 1 x / hari dengan konsistensi
lunak dan berwarna kekuning-kuningan serta berbau.
Pasien sebelum dirawat BAK dengan
frekwensi 6-8 x / hari dengan warna kuning jernih dan berbau khas, pasien
selama dirawat BAK dengan frelwensi 5-6 x / hari dengan warna kuning jernih dan
berbau khas.
Pengkajian pola aktivitas sebelum
dirawat pasien dapat beraktivitas sendiri, selama dirawt aktivitas pasien
dibantu oleh suami dan kluarganya.
Pada pengkajian pola personal hygiene
sebelum dirawat pasien mandi 3 x sehari, gosok gigi dan cuci rambut, selama
dirawat pasien tidak mandi tetapi hanya diseka oleh suami dan keluarganya.
Pola pengkajian psikologis, pasien
tampak tenang dan tidak gelisah, dan pasien bisa berhubungan baik dengan tim
kesehatan dan pasien lain. Pasien tetap percaya kepada Allah SWT, atas cobaan
yang menimpanya dan selalu berikhtifar.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan
yaitu keadaan umum lemah, kesadaran compos metis, dan tanda-tanda vital yaitu
tekanan darah 100 / 70 mmHg, respirasi 24 x / menit, nadi 86 x / menit, dan
temperatur 37,2 oC . Dan hasil pemeriksaan khusus adanya luka insisi
di leher yang ditutup dengan verban, keadaan verban kotor, jumlah heatting 15
kali, luas luka insisi 8 x 1 ½ cm.
Hasil pemeriksaan penunjang pada
tanggal 7 mei 2005 pada Ny. Cn di dapatkan Hb 12,0 gr / dl, glukosa PP 170 mg /
dl, glukosa nucher 88 mg / dl, urium darah 22 mg / dl, pemeriksaan USG
ditemukan adanya cairan pada nodul di leher.
Penatalaksanaan medik yang di
lakukan pada Ny. Cn dengan struma adalah diit M II ( nasi lembek ), pemberian
obat oral ciprofloxasin tablet 2 x 1, obat oral asammafenamat tablet 3 x 1 dan
instruksi ganti verban setiap 1 x sehari.
3.2
Pembahasan
3.2.1 Pengkajian
Pasien bernama Ny. Cn, Berumur
43 tahun, jenis kelamin wanita, suku Aceh, bangsa Indonesia, beragama Islam,
beralamat di Jln. Kendari No. 15 Kuta Alam.
Pada tinjauan kasus keluhan
utama pasien di dapatkan yaitu pasien mengeluh nyeri post operasi.
Kasus struma tergantung usia
tetapi kebanyakan terjadi pada wanita dibandingkan pria, terutama banyak
terjadi pada usia puberitas, kehamilan, dan stress. Karena kelenjar tiroid
termasuk salah satu alat tubuh yang sensitif dan dapat bereaksi terhadap
berbagai ransangan. ( Sufisna Jak : 1996 )
Riwayat penyakit sekarang pada
tinjauan kasus didapatkan, pasien mengatakan
adanya benjolan di leher yang membesar, akibat terjadinya peninggian
kadar tiroid stimulating hormon ( TSH ) yang selanjutnya hal ini menimbulkan
hipertrofi dan hiperplasi kelenjar tiroid (Supratman, 1996).
Pada tinjauan kasus didapatkan
bahwa gangguan pola makan pasien, pasien mengeluh sulit menelan makanan dan
sulit menggerakkan leher setelah tindakan operasi, ini terjadi akibat tindakan
pembedahan yang mempengaruhi nervus larynegeus recurrens yang menyebabkn
pembengkakan pangkal lidah seningga menimbulkan kesulitan menelan setelah di
eksisi bedah. ( David C. Sabiston : 1992 ).
Dari pemeriksaan laboratorium
pada tanggal 7 mei 2005 didapatkan Hb darah ( 12, 0 gr / dl ), glukosa darah PP
( 174 mg / dl ), glukosa nucher ( 88 mg / dl ), ureum darah ( 22 mg / dl ), dan
USG adanya cairan di nodul.
Gambaran dari laboratorium
pada penderita struma adalah pemeriksaan USG akan tampak jelas terlihat dalam
bentuk nodul padat maupun cair. ( Soepratman : 1974 ).
Program terapi medik yang
dilakukan pada pasien ini adalah diit M II ( nasi lembek ), pemberian obat oral
ciprofloxasin tablet 2 x1, obat oral asammefenamat 3 x 1, serta intruksi
gantiverban setiap 1 kali sehari.
Terapi hipotiroidisme termasuk
hormon sintetik levotiroksin ( litiroksin ), liotironin ( L- triodotironin )
dan liotrix, pemberian levotironin tidak mengarah pada peningkatan mendadak T3
serum, dengan dosis awal setiap hari dari 25 ug sampai 50 ug melalui intravena,
pada keaadaan 4 minggu sampai metabolic normal biasanya sekitar 1,7 ug / kg
berat badan perhari. ( Harrison
: 2003 )
3.2.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
keperawatan yang penulis temukan pada kasus ini adalah gangguan rasa nyaman
nyeri berhubungan dengan luka insisi post operasi di tandai dengan data
subyektif yaitu ; pasien mengeluh nyeri di leher setelah operasi, data objektif
; ekspresi wajah meringis, adanya luka insisi di leher yang ditutup dengan
verban, adanya pemasangan drainase.
Diagnosa
keperawatan yang kedua yaitu ; resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan
luka insisi yang ditandai dengan mengeluh disekitar luka terasa panas dan
gatal-gatal, data obyektif pasien sering memegang daerah operasi, verban kotor
dan basah.
Diagnosa
keperawatan yang ketiga yaitu ; gangguan pola makan berhubungan dengan
kesulitan menelan makanan post operasi ditandai dengan data subyektif pasien
mengeluh sulit menelan makanan, sulit untuk menggerakkn kepala dan leher, data
obyektif porsi yang disediakan 1 piring hanya 1/3 yang dihabiskan.
Adapun
beberapadiagnosa yang lain muncul pada kasus struma antara lain, potensial
terjadinya vaskularisasi pada daerah operasi, tidak efektifnya jalan nafas
berhubungan dengan adanya oedama pada daerah pembedahan.
Ditinjau dari
kasus ditemukan diagnosa keperawatan gangguan pola makan, hal inidisebabkan
karena terjadinya iritasi pada trakea akibat masuknya alat bantu pernafasan (
endotrakeal tuba ) ketika pasien di operasi
( Doesnges : 1999 )
3.2.3 Rencana Keperawatan
Berdasasrkan
diagnosa keperawatan pertama yang dapat diberikan pada Ny. Cn adalah ; kaji
tingkat nyeri, anjurkan klien untuk relaksasi, dan berikan es jika ada indikasi
serta kolaborasi dengan tim medis tentang pemberian anti nyeri, sedangkan
intervensi yang didapatkan pada tinjauan teoritis adalah anjurkan pasien untuk
menggunakan tehnik relaksasi seperti imajinasi, musik yang lembut, relaksasi
progresif, agar membantu untuk memfokuskan kembali perhatian dan membantu
pasien untuk mengatasi nyeri / rasa tidak nayaman secara lebih efektif, dengan
memberikan es dapat menurunkan oedema jaringan dan menurunkan persepsi terhadap
nyeri, serta berikan obat anal getik sprei tenggorokan sesuai dengan
kebutuhannya ( Doesnges : 1999 ).
Pada diagnosa
kedua rencanan keperawatan yang akan dilakukan adalah ganti verban setiap 1
hari sekali dengan menggunakan prinsip steril, bersihkan luka dengan
menggunakan alkohol, observasi keadaan luka, berikan penjelasan pada pasien
bahwa kuman dapat mengundang infeksi pada luka. Sedangkan intervesi yang
penulis dapatkan dari tinjauan teoitis yaitu, tinjauan ulang latihan paska operasi
yang dilakukan setelah penyembuhan luka ( misal ; fleksi, ekstensi, rotasi,dan
pergerakan lateral dari kepala dan leher ), dengan rentang gerak yang teratur
meningkatkan kekuatan otot leher, meningkatkan sirkulasi dan proses
penyembuhan. Instruksikan untuk melakukan perawatan pada daerah insisi, misal ;
membersihkan dan membalutnya, dengan menutup insisi tanpa menyulitkan
penyembuhan atau tanpa menimbulkan infeksi dari daerah jahitan. ( Doenges :
1999 ).
Pada diagnosa
ketiga rencana keperawatan yang dilakukan adalah anjurkan pasien untuk makan
dalam porsi sedikit tapi sering, anjurkan pasien untuk makan suplemen lain yang
kaya gizi. Sedangkan intervensi yang penulis dapatkan dari tinjauan teoritis
yaitu ; tinjau kebutuhan untuk diit makanan dan tinjau ulang secara periodic
mengenai nutrisi ini, menghindiri kopi dan makanan dengan pengawet dan makanan
dengan perwarna. Dengan meninjau kebutuhan diit maka dapat memberikan nutrient
yang adekuat membantu keadaan hipermetabolik serta menjaga ketidak seimbangan hormon
diatasi. Diskusikan kebutuhan diit yang seimbang, diit bergizi dan bila tepat
mencakup garam yodium (Doenges : 1999).
3.2.4 Implementasi
Berdasarkan
rencana tersebut diatas implementasi yang dapat dilakukan pada Ny. CN adalah sebagai
berikut ; untuk diagnosa yang pertama adalah mengkaji tingkat nyeri dengan
skala nominal, menganjurkan pasien untuk relaksasi, memberikan es jika ada
indikasi, mengkolaborasi dengan tim medis tentang pemberian anal getik. ( Doesnges : 1999 ).
Intervensi
yang dapat dilakukan pada diagnosa kedua adalah ; mengganiti verban setia 1
kali sehari dengan menggunakan prinsip steril, membersihkan luka dengan
menggunakan alkohol, mengobsevasi keaadan luka, memberiakan penjelasan kepada
pasien bahawa kuman dapat mengundang infeksi pada luka. ( Doenges ; 1999 ).
Pada diagnosa
ketiga implementasi yang dilakukan ialah ; menganjurkan pasien untuk makan
dalam porsi sedikit tapi sering, menganjurkan pasien untuk makan suplemen
makanan yang kaya nutrisi ( Doenges : 1999 ).
3.2.5 Evaluasi
Pengukuran
keberhasilan suatu tindakan keperawatan dapat dinilai melalui evaluasi tahap
akhir dari pelaksanaan asuhan keperawatan. Evaluasi yang penulais lakukan pada
diagnosa nyeri berhubungan dengan adanya luka insisi post operasi adalah
masalah teratasi sebagian. Dan pada diagnosa resiko infeksi, masalah teratasi.
Sementara itu pada diagnosa gangguan pola makan berhubungan dengan kesulitan
menelan, hasil evaluasi yang ditemukan
penulis adalah masalah teratasi sebagian.
BAB IV
PENUTUP
Dalam Bab ini penulis menarik beberapa kesimpulan berdasasrkan pada
pealaksanaan asuhan keperawatan pada Ny. Cn dengan struma yang sesuai dengan
tujuan penulisan Karya tulis ilmiah ini, adapun beberapa kesimpulan dan sarannya
ialah ;
4.1 Kesimpulan
4.1.1 Dari hasil pengkajian pada Ny. Cn dengan struma nodusa toksik diperoleh
data seperti, nyeri, resiko terhadap infkesi dan kesulitan menelan makanan dan
tanda-tanda vital seperti tekanan darah 100 / 70 mmHg, nadi 86 x / menit,
pernafasan 24 x / menit, dan suhu 37,2 oC.
4.1.2 Diagnosa keperawatan yang terdapat pada Ny. Cn dengan struma nadusa
toksik adalah gangguan rasa nyaman nyeri, resiko infeksi luka, gangguan pola
makan.
4.1.3 Rencana keperawatan pada Ny. Cn dengan struma nodusa toksik adalah ganti verban setiap harai sekali,
bersihkan luka dengan menggunakan alcohol, gunakan prinsip steril, observasi
keadaan luka, anjurkan pasien untuk melakukan tehnik relaksasi, berikan es bila
ada indikasi, kolaborasi dengan tim medis lain dalam pemberian anti nyeri.
4.1.4
Pelaksanaan keperawatan secara professional ditujukan pada mengkaji pola kebiasaan pasien,
menganjurkan pasien makan makanan dalam porsi sedikit tapi sering, mengkolaborasi
dengan tim medis lain dalam pemberian obat-abatan.
4.1.5 Dalam melakukan evaluasi pada Ny. Cn
dengan struma nodusa toksik dapat dilihat dan diketahui keberhasilan rencana
keperawatan yaitu keadaan umum membaik, pola makan sudah mulai teratur, porsi
yang disediakan dapat dihabiskan, dan rasa nyeri berkurang.
4.2 Saran-saran
4.2.1 Melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien
hendaknya memandang pasien secara holistic yang meliputi aspek bio, psiko,
sosio dan spiritual.
4.2.2 Asuhan keperawatan yang diberikan pada pasien
hendaknya berdasarkan pda proses keperawatan yang dimulai dari pengkajian,
dignosa, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi keperawatan.
4.2.3 Dalam proses keperawatan pada pasien
struma nodusa toksik di harapkan peran serta pasien dan keluarga diman pasien
dan keluarga harus mematuhi anjuran yang diberikan oleh dokter dan perawat.
DAFTAR PUSTAKA
Http // www.sedap
sekejab.com
Soepratman. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid
I. 1974 FK UI Jakarta.
Sufisna Jak. Juni
1993. Buku Ajar Patologi II. Fakultas
Kedokteran UI Jakarta
Http // www.pikiran
rakyat cyber media.com
Sylvia Andernon.
1995. Fisiologi Kedokteran EGC, Jakarta
Marlin Doesnges
1999. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Edisi
III, EGC Jakarta
Robinson end
Kumar, Buku Ajar Patologi II edisi IV
Fakultas Kedokteran UI Jakarta
R. Djoko Moelianto
1994. Ilmu Penyakit Dalam Jilid II
FKUI, Jakarata.
Carpenito. L. J . 2000. Diagnosa Keperawatan. Edisi
8. Buku Kedokteran EGC
Tidak ada komentar:
Posting Komentar