BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakakang Masalah
Perkembangan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan atau mewujudkan hidup
sehat bagi segenap penduduk Indonesia
yang optimal melalui upaya-upaya kesehatan yaitu upaya pomotif, preventif ,
kuratif dan rehabilitatif baik bagi individu, keluarga dan masyarakat.
Upaya-upaya tersebut dilaksanakan sebagai upaya pemenuhan kebutuhan
masyarakat untuk hidup sehat, yaitu sesuai dengan dinamika dan perkembangan
pola masyarakat dalam masyarakat salah satu stroke.
Stroke merupakan salah satu masalah kesehatan yang sering, karena
ditandai dengan tinggginya morbiditas dan mortalitas, selain itu tampak
padanaya kecenderungan peningkatan insidennya. Stroke menempati urutan ketiga
dalam urutan penyebab kematian, setelah penyakit jantung dan kanker di Negara
maju sedangkan dinegara berkembang stroke merupakan penyakit neurologis yang
terbanyak di jumpai, selain jumlahnya yang banyak dan angka kematian cukup
tinggi ( Bustan, MN, 1997 ).
Menurut Chen, stroke iskhemik dapat mengalami serangan sakit kepala yang
tidak tahu penyebabnya, dan harus dilakukan pengobatan segera, karena secara
tiba-tiba dapat mengalami kesulitan bicara, melihat, berjalan dan dapat menimbulkan
atau mengalami kelemahan bagian tubuh terutama tangan dan kaki sebelah serta
dapat mengalami kelumpuhan yang lebih parah ( www.gemari.or.id,
2005 )
Di Indonesia stroke iskhemik merupakan salah satu penyebab kematian dan
kecacatan neurologis yang utama, serangan otak ini merupakan kegawat daruratan
medis yang harus ditangani secara tepat dan cermat ( Mansjoer, 2000 ), oleh
karena itu peran perawat sangat diperlukan dalam upaya pencegahan komplikasi
dan kecacatan yang lebih lanjut melalui tindakan keperawatan dan pendidikan
kesehatan, dengan cara memperlihatkan sikap dan posisi terutama anggota badan
yang lumpuh untuk mencegah terjadinya kecacatan dan untuk memberikan rasa
nyaman pada pasien. Selain itu juga harus memberikan latihan-latihan pasif
anggota gerak atas dan bawah yang berguna untuk peredaran darah, mencegah
kekakuan otot dan sendi, sehingga anggota gerak yang lumpuh dapat berfungsi secara
normal kembali.
Menurut data yang punulis dapatkan dari buku register dari Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan
Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dari tanggal 21 maret
2005 sampai dengan 13 mei 2005, didapatkan jumlah penderita yang dirawat inap
sebanyak 77 orang, berdasarkan jumlah tersebut, 34 orang ( 44,15 % ) penderita stroke.
Juilah penderita stroke tersebut dabagi dalam dua jenis yaitu stroke iskhemik
30 orang ( 38,96 % ) dan stroke hemoragik 4 orang, ( 5, 19 % ), (Buku register
Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh).
Berkaitan dengan hal tersebut diatas maka sebagai seorang perawat yang
mempunyai peranan penting dalam pelayanan kesehatan dituntut untuk memberikan
pelayanan keperawatan secara profesional berdasarkan ilmu dan kiat keperawatan
sehingga mampu membantu pasien dan keluarganya dalam menanggulangi dan
menyelesaikan masalah keperawatan yang sedang dialaminya. Secara lebih khusus perawat
diharapkan mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien dan kelurganya
secara sistematis berdasarkan hirarki Maslow dan kebutuhannya yang nantinya
akan membawa pasien dan keluarganya pada keadaan yang lebih baik.
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1
Pengertian
Stroke Iskemik adalah merupakan suatu penyakit
defisit neurologist akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang
terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah otak yang terganggu. Kejadian serangan penyakit ini bervariasi antar
tempat, waktu dan keadaan penduduk ( Bustan, M. N, 997 ).
2.2
Penyebab
2.2.1 Trombosis
Merupakan penyebab Stroke Iskemik yang paling sering,.
Trombosis ditemukan pada 40 % dari semua kasus yang telah dibuktikan oleh ahli
patologi. Biasanya ada kaitannya dengan kerusakan lokal dinding pembuluh darah
akibat osteroklerosis ( Price, Wilson, 1995).
2.2.2
Embilosme
Embolisme serebri termasuk urutan
kedua dari berbagai macam penyebab utama stroke. Penderita embolisme biasanya
lebih muda dibandingkan dengan penderita trombosis, kebanyakan emboli serebri
berasal dari suatu trombus dalam jantung sehingga masalah yang dihadapi
sesunggujnya merupakan perwujudan penyakit jantung ( Price, Wilson, 1995 ).
2.2.3
Pendarahan
Serebri
Pendarahan serebri termasuk
ututan ketiga dari penyebab utama kasus GPDO. Pendarahan intracranial biasanya
disebabkan oleh ruptural arteri serebri.
Eksravasasi darah terjadi didaerah otak atau subaraknoid, sehingga jaringan
yang terletak didekatnya akan tergeser atau tertekan ( Price, Wilson, 1995 ).
2.3
Patofisiologis
Penyumbatan pembuluh darah keotak
disebabkan trombus dan emboli mengakibatkan gangguan pemasukan darah keotak
sehingga terjadi infark otak. Jika ada daerah otak yang iskhemik menjadi
nekrosis akan menimbulkan gangguan fungsional dan structural yang menetap (
Bagan 2.3.1 )
Penyumbatan pembuluh darah ke otak oleh
trombus dan emboli
Supalai darah ke otak berkurang
Terjadinya Infark otak / Iskhemik
Gangguan fungsional dan
struktural yang menetap
Bagan 2.3.1
Patafisiologi stroke
iskhemik
( sumber : Epidemiologi
penyekit tidak menular, 1997 )
2.4
Tanda dan Gejala
Gangguan neurologist yang timbul
tergantung pada besar ruangannya, ganggua pembuluh darah dan lokasinya. Jika
arteri karotis dan serebral yang terkena, paseien dapat mengalami kebutaan pada
satu matanya, hemiplegia, hermianatesia, gangguan bicara dan kekacauan mental.
Jika yang terkena arteri vertebrobasiler, maka akan terjadi pening, diplopia,
semutan, kelainan penglihatan pada salah satu atau kedua bidang pandang dan
disoftria ( Hendok dan Gallo, 1996 ).
Kelumpuhan pada badan bagian kanan (
hemiplegia kanan ) terjadi bila stroke telah merusak bagian kiri otak dan
sebaliknya, cirri-ciri mereka yang mengalami kerusakan otak bagian kiri antara
lain kesukaran berbicara dan mengeluarkan kata-kata, prilaku dapat berubah
yaitu pencuriga, khawatir dan kacau bila melakukan perintah. Sebaliknya bila
mengalami hemiplegia kiri akan mengalami kemunduran persepsi terhadap ruangan,
jarak, ukuran, posisi kecepatan, gerak dan bentuk. Orang seperti ini sering
menyembunyikan kitidakmampuan dengan cara menunjukkan kemampuan berbicara yang
lebih baik ketimbang kemampuan yang sebenarnya. Mereka yang berindak menuruti
kata hatinya ( impilsif ) dan acuh ( Gardon, 2002 ).
2.5
Diagnosis
Ada
dua fenomena pentint yang telah menjadi cirri khas dari semua stroke adalah :
2.5.1
Berlansung
sementara
Perubahan mendadak, menandai
peristiwa perubahan itu sebagai suatu gangguan pembuluh darah, kemudian terjadi
proses perbaikan dalam derajat tertentu, etelah masa stabil.
2.5.2
Tanda-tanda neurologist fokal atau lateral
Hemiplegia merupakan tanda klask
stroke dan ditemukan pada lesi yang mengenai hemisfer serebri batang otak
(Price, Wilson, 1995 ).
Angiografi merupakan alat esensial
unruk melihat atau memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. Dapat diakatakan
semua daerah vaskuler intracranial dapat divisualisasi, (Price, Wilson, 1995). CT Scan merupakan sarana diagnostik yang berharga untuk menunjukkan adanya
hematoma, infark dan pendarahan, penyelidik ini dapat diandalkan untuk
mendiagnosis lesi dengan diameter 1,5 cm atau lebih, (Price, Wilson, 1995).
Elektro Ensefalo Gram (EEG) dapat membantu dalasm menentukan lokasi.
Gelombang delta lebih lambat didaerah yang mengalami gangguan (Price, Wilson, 1995).
2.6
Penatalaksanaan
2.6.1 Perawatan keadaan Akut
Yang perlu diperhatikan faktor-faktor
kritis sebagai berikut ( Price, Wilson, 1995 )
2.6.1.1 Mempertahankan saluran napas ( sering malakuakn
penghisapan yagn dalam, pemasangan O2, Trtakestomi, pasang alat
bantu pernafasan bila batang otak terkena.
2.6.1.2 Kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing-masing
individu, termasuk usaha untuk
memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2.6.2
Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung.
2.6.3
Merawat kandung kemih sedapat mungkin, jangan memasang
kateter tinggal; cara ini telah diganti dengan kateterisasi “ keluar – masuk “
tiap 4-6 jam.
2.6.4
Menempatkan penderita atau posisi penderita dengan baik
secepat mungkin
2.6.4.1 Penderita harus dibalik setiap 2 jam dan latiah gerakan
pasif setiap 6 jam.
2.6.4.2 Dalam beberapa hari dianjurkan untuk melakukan gerakan
pasif penuh sebanyak 50 x / hari, untuk mencegah tekanan didaerah tertentu dan
mencegah kontraktur ( Bahu, Siku, Mata kaki ).
2.6.5
Pengobatan Konservatif
Anti agregasi trombosit seperti Aspirin,
digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi trombosit sesudah ulserasi
eteroma, sebagian penderi dan mereaka yang bereiko akan membentuk bekuan darah,
akhir-akhir ini diberikan 10 gr Aspirin 1-2 x / hari ( Price, Wilson, 1995 ).
2.6.6 Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk
memperbaiki peredaeran darah otak, penderita yang menjalani tindakan ini sering
kali juga menderita beberapa penyakit seperti hypertensi, diabetes dan
kardiovaskuler yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anastesi umum, sehingga
saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dan dapat dipertahankan
(Price, Wilson, 1995).
BAB III
PEMBAHASAN
3.1
Tinjauan Kasus
Asuhan keperawatan pada tn. B dengan Stroke Iskhemik
penulis lakukan selama tiga hari, yaitu dari tanggal 11 sampai dengan 13 mei
2005 di Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum
Dr. Zainoel Abidin banda Aceh.
Berdasarkan hasil pengkajain ( lampiran 1 ) didapatkan data demografi antara lain pasien bernama Tn. B berumur 50
tahun, Suku Aceh, Beragama Islam, bekerja sebagai Petani dan sekarang tinggal
di desa Tungkop Darussalam.
Keluahn utama pasein adalah lemah, riwayat penyakit
sekarang adalah pasien dibawa ke BPK Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin dengan
keluhan anggota gerak sebelah kanan tidak bisa digerakkan. Pada saat
pengakajian pada tanggal 11 mei 2005 pasien sudah dirawat selama dua hari,
sehingga anggota geraknya sudah bisa digerakkan kembali.
Dari pola kebiasaan didapatkan pola makan pasien
sebelum sakit, makan 3 x / hari dengan porsi satu piring dengan lauk-pauk :
telur, tempe,
sayur-sayuran, dan pasien tidak suka makan ikan. Selama sakit pasien tidak ada
nafsu makan, porsi yang disediakan tidak habis, hanya mampu menghabiskan ½
piring yang disediakan. Kemudian pada eliminasi BAB sebelum sakit klien BAB 1 x
/ hari dan selama sakit pasien sudah tiga hari tidak BAB. Pola aktivitas pasien
sebelum sakit aktivitasnya sehari-hari
membersihkan lingkungan rumahnya dan memasak didapur dan selama sakit pasien
tidak dapat beraktivitas seperti biasanya karena badannya terasa lemah.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
keadaan umum lemah, tekanan darah 150 / 80 mmHg, nadi 74 x / menit, pernafasan
20 x / menit, dan sushu tubuh 37,2 o c. hasil pemeriksaan
khusus neurology di dapatkan GCS : E4 M6 V5
, kekutan otot lengan kanan adalah dapat melawan tahanan, tapi kekuatannya
berkurang ( 4 ). Tes fungsi nervus cranial tidak didapatkan kelainan.
Sewaktu anamnese, pasien mengatakan dirinya ingin
cepat pulang karena selama sakit banyak membebani keluarga, pasien mengatakan
takut kalau dirinya tidak mampu beraktivitas seperti semula. Paseien mampu
berkomunikasi dengan baik dan sangat kooperatif dengan perawat. Pemeriksaan
penunjang pada Tn. B pada tanggal 13 mei 2005 adalah Hb : 12,5 gr / dl leukosit
9400 / ul, albumin 4,7 gr / dl, globulin 2,8 gr / dl, protein total 8,0 gr / dl
Dari hasil analisa data dari pengkajian keperawatan
maka diagnosa yang dapat ditegakkan pada Tn. B adalah ketidak mampuan memenuhi
ADL berhubungan dengan kelemahan otot, gangguan pemenuahn nutrisi berhubungan dengan
intake makanan yang tidak adekuat dan gangguan pola eliminasi BAB berhubungan
dengan imobilitas.
Untuk mengatasi masalah, maka ditetapkan rencana
keperawatan sesuai dengan masalah. Rencana keperawatan untuk diagnosa
ketidakmampuan memenuhi ADL bertujuan kemampuan ADL pasien terpenuhi dengan
criteria hasil, pasien mengatakan badannya terasa kuat, pasien mampu kekamar
mandi, ADL tidak dibantu oleh keluarga dan perawat. Rencana tindakan adalah
kaji tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas, latih pasien dalam melakukan
pergerakan, beri pujian bila pasien
dapat melakukan aktivitas dengan benar, kolaborasi dengan tim ahli
fisioterapi untuk latihan otot.
Rencana keperawatan untuk gangguan pemenuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh bertujuan gangguan nutrisi tidak terjadi dengan
criteria hasil makanan yang disediakan dapat dimakan dengan habis, nafsu makan
meningkat, perut tidak mual. Rencana tindakan antara lain beri makan porsi
kecil tapi sering, beri makanan yang bervariasi, beri makanan yang disukai pasien,
kolaborasi dengan tim gizi untuk menentukan diit.
Rencana keperawatan diagnosa pola eliminasi BAB
bertujuan BAB kembal ilancar dengan criteria hasil, pasien dapat BAB 1 x /
hari, perut tidak kembung. Rencana tindakan dianjurkan pasien untuk dimobilisasi,
berikan makanan yang lembek, anjurkan minum yang banyak, kolaborasi dengan tim
gizi tentang pemberian diit tinggi serat.
Implentasi diagnosa kedua antara lain memberi makanan
dalam porsi kecil tapi sering, memberi makanan yang tidak terjadi kejenuahan
pada pasien, memberi nasi lauk-pauk serta sayur-sayuran, telur, tempe dantu. Sedangkan
implementasi diagnosa yang ketiga adalah
menganjurkan pasien untuk merobah posisi tiap 2 jam, memberikan makanan yan
lembek, menganjurkan minum yang banyak. Mengkolaborasi dengan tim gizi tentang
pemberian diit tinggi serat.
Setelah dilakukan implementasi
untuk masing-masing diagnosa dapat dievaluasi hasilnya bahwa diagnosa pertama
tidak teratasi dan tindakan dilanjutkan, diagnosa kedua teratasi, tindakan
dihentikan sedangkan diagnosa ketiga teratasi, tindakan dihentikan.
3.2
Pembahasan
3.2.1 Pengakajian
Pasien bernama Tn. B, berumur 50 tahun, suku Aceh,
bergama Islam, bekerja sebagai petani, pendidikan tamatan MIN, dan alamat
tinggal di desa Tinggkop Darussalam, diruat di Ruang Rawat Penyakit Saraf Badan
Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan
diagnosa medis Stroke Iskhemik. Stroke iskhemik adalah merupakan suatu penyakit
defisit neurologis akut yang disebabkan oleh gangguan pembuluh darah otak yang
terjadi secara mendadak dan menimbulkan gejala dan tanda yang sesuai dengan
daerah otak yang terganggu. Kejadian serangna penyakit ini bervariasi antar
tempat, waktu dan keadaan penduduk (Buston, 1995).
Kemudian keluahan Tn. B pada saat pengkajian tanggal
11 mei 2005 adalah lemah , dengan riwayat penyakit sekarang yaitu pasien dibawa
kerumah sakit dengan keluhan anggota gerak sebelah kanan tidak bisa digerakkan,
namun pada saat pengkajian pada tanggal 11 mei 2005 pasien tidak mengalami
kelumpuhan lagi karena sudah tiga hari mendapat perawatan, pasien hanya
mengeluh lemah. Menurut teoritis pada pasien stroke mengalami kelemahan atau
kelumpuhan lengan atau tungkai pada salah satu sisi tubuh.
Dari pola kebiasaan, pola makan pasien selama sakit
mengalami penurunan nafsu makan, porsi yang disediakan tidak habis. Menurut
pusdiknakes 1995 keluhan yang berhubungan dengan percernaan adalah nafsu makan
berkurang seperti yang dialami oleh Tn. B. Pola eliminasi pasien selama sakit
adalah sejak tiga hari yang lalu pasien tidak keluar BAB. Sedangkan menurut
teoritis gejala yang timbul berhubungan dengan pola eliminasi adalah adanya
perubahan pola eliminasi yang disebabkan oleh kelemahan peristaltik usus. (Pusdiknakes, 1995). Sedangkan pola aktivitas pasien selama sakit tidak dapat
melakukan aktivitas seperti biasa karena kelemahan otot, menurut teoritis
terjadinya gangguan aktivitas akibat dari kelemahan atau kelumpuhan lengan dan
tungkai pada salah satu sisi tubuh (Medicastore 12 Maret 2004).
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
tekanan darah 150 / 80 mmHg, nadi 74 x / menit, temperature 37,2 oc,
pernafasan 20 x / menit. Tekanan darah sistolik meningkat karena terjadinya
penurunan tekanan vaskuler sehingga menyebabkan darah arteriola akan
berkontraksi (Pahrial et al, 1994).
Pemeriksaan fisik umum pada Tn. B dilakukan dengan
pendekatan heat to toe, dari hasil pemeriksaan ditemukan adanya distensi
obdomen. Menurut teoritis bedrest dan imobilitas mempengaruhi tiga fungsi system
gastroistestinal (ingesti, digesti, dan
eliminasi) yang menyebabkan konstipasi (Robert Priharjo, 1996).
Pada pemeriksaan Glaslow Coam Scale (GCS) tidak
didapatkan penurunan kesadaran dan tidak terganggu fungsi nervus cranial pada
Tn. B, karena pasien sudah dirawat selama tiga hari. Pemeriksaan penunjang yang
dilakukan pada Tn. B adalah Hb 12,5 gr / dl, leukosit 9400 / ui, albumin 4,7 gr
/ dl, globulin 2,8 gr / dl, protein total 8,0 gr / dl. (Lumbantobing S.M, 1998).
3.2.2
Diagnosa Keperawatan
Menurut Pusdiknakes ( 1995 ), diagnosa utama yang
sering muncul pada pasien stroke iskhemik adalah gangguan perfusi jaringan otak
berhubungan dengan adanya sumbatan pembuluh darah otak, ganggua aktivitas gerak
berhubungan dengan kelemahan fisik, gangguan komunikasi verbal berhubungan
dengan kerusakan neuromuscular, ketidak mampuan merawata diri berhubungan
dengan adanya kelemahan otot, gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat, gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan perasaan negatif terhadap keadaan yang diahadapi dan
gangguan-gangguan pola eliminasi BAB berhubungan dengan imobilitas.
Sedangkan diagnosa keperawatan yang muncul pada Tn. B adalah ketidakmampuan memenuhi ADL
berhubungan dengan kelemahan fisik, gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake makanan yang tidak adekuat. Gangguan
pola eliminasi BAB berhubungan dengan imobulitas. Tidak semua diagnosa muncul
karena pasien sudah dirawat selama tiga hari sehingga banyak masalah sudah
teratasi. Hal ini juga bisa disebabkan oleh keterbatasan waktu dan alat
sehingga banyak masalah yang tidak terdeteksi.
3.2.3
Rencana Keperawatan
Rencana keperawatan untuk masalah
ketidsakmampuan memenihi ADL tujuan untuk kemampuan ADL pasien terpenuhi dengan
criteria hasil pasien mengatakan badan terasa kuat, pasien mampu kekamar mandi,
ADL tidak dibantu oleh keluarga dan perawat. Rencana tindakan antara lain kaji
tingkat kemampuan pasien dalam beraktivitas dengan rasional untuk mobilitas
fisik, beri pujian bila pasien dapat melakukan aktivitas, kolaborasi dengan
ahli fisioterapi dengan rasional memperoleh fisioterapi yang tepat (
Pusdiknakes, 1996 ).
Rencana keperawatan diagnosa kedua
tujuan pemenuhan nutrisi terpenuhi dengan criteria hasil pasien mengatakan
nafsu makan meningkat, porsi yang disediakan dapat dihabiskan. Rencana tindakan
antara lain beri makan dalam porsi kecil tapi sering dengan rasional untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi, beri makanan yang bervariasi dengan rasional agar
pasien tidak bosan dengan makanan yang dimakan. Beri makanan yang disukai
pasien dengan rasional agar pasien mau makan lebih banyak, kolaborasi dengan
tim gizi dengan rasional untuk menentukan gizi yang dibutuhkan pasien (
Pusdiknakes, 1996 ).
Rencana keperawatan diagnosa ketiga
tujuan BAB kembali lacar dengan criteria hasil pasien dapat BAB 1 x / hari,
perut tidak kembung. Rencana tindakan antara lain anjurkan pasien untuk
mobilitas dengan rasionalisasi untuk meransang peristaltik usus sehingga
melancarkan BAB, beri makanan yang lembek dengan rasional untuk memudahkan
pencernaan di usus, anjurkan pada pasien untuk minum banyak dengan rasional
untuk mengencerkan BAB, kolaborasi dengan ahli gizi tentang pemberian diit
tinggi serat dengan rasional makanan tinggi serat akan memperlancar BAB (
Pusdiknakes, 1996 )
3.2.4
Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan untuk mengatasi
kelemahan otot adalah mengkaji tingkat kemampuan pasien dalam beriaktivitas,
melatih pasien dalam melakukan pergerakan ( ROM ), memberi pujian bila pasien
dapat melakukan aktivitas dengan benar, mengkolaborasi dengan tim fisioterapi
untuk latihan otot.
Pelaksanaan rencana keperawatan untuk mencegah
terjadinya gangguan pemenuhan kebutuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh adalah
memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering, memberikan makanan yang tidak
terjadi kejenuhan pada pasien, memberikan makanan yang disukai pasien,
mengkolaborasi dengan tim gizi untuk menentukan kebutuhan gizi yang dibutuhkan
tubuh pasien.
Pelaksaan rencana keperawatan untuk diagnosa ganggua
pola eliminasi antara lain menganjurkan pasien untuk mobilitas, memberikan
makanan yang lembek, mengkolaborasi ahli gizi tentang pemberian diit tinggi
serat. Sedangkan pada evaluasi hasil implementasi diagnosa ketiga adalah
masalah belum teratasi ditandai dengan pasien mengatakan BAB belum keluar,
perut masih kembung.
3.2.5
Evaluasi
Sesudah dilakukan implementasi untuk masing-masing
diagnosa dapat dievaluasi hasil bahwa diagnosa pertama tidak teratasi ditandai
dengan pasien masih mengeluh badan masih lemah, ADL dibantu oleh keluarga dan
perawat, oleh karena itu renpra pada tanggal 11 mei 2005 perlu dilanjutkan
kembali pada hari berikutnya, , pada evaluasi diagnosas kedua juga masalah
pasien belum teratasi ditandai dengan pasein masih mengeluh mual, pasien hanya
menghabiskan makanan ½ piring dan pasien tidak ada nafsu makan, untuk mengatasi
masalah ini maka rencana pda tanggal 11 mei 2005 perlu dilanjutkan
BAB IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
4.1.1 Dapat
melakukan pengkajian, menentukan diagnosa, merumuskan perencanaan, mengimplementasikan tindakan, dan
meng evaluasi langsung pada Tn.I
4.1.2 Permasalahan-permasalahan yang sering
dijumpai pada pasien stroke iskhemik adalah perubahan perfusi jaringan otak,
ganggua aktivitas dan mobilitas, gangguan komunikasi verbal, perubahan pola
eliminasi, gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dan gangguan
konsep diri ( cemas ).
4.1.3 Setelah
melaksanakan tindakan keperawatan terhadap permasaalahan yang dilalami Tn. I
dimana didapatkan hasil bahwa beberapa permasaalahan dapat teratasi setelah
dilakukan tindakan perawatan. Namun ada juga permasaalahan membutuhkan
perawatan yang lama dan berkelanjutan.
4.2
Rekomendasi
4.2.1 Perawat Ruang Rawat Penyakit Saraf harus jeli
dalam menentukan diagnosa keperawatan sehingga semua masalah dapat
diidentifikasi dan juga harus mampu menerapkan komunikasi teurapetik serta
sesuai dengan prosedur dan tanpa mengabaikan etika keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Bustan. 1997. Evidemiologi
Penyakit Tidak Menular : Jakarta : Rineka Cipta.
Huddak dan
Gallo. 1996. Keperawatan
Kritis : Pendekatan Holistik. Ediai ke
6. volume II. Jakarta
Pahria, Susilaningsih, Siahaan,
Helwiyah. 1996. Asuahan
Keperawatan Pada Pasien Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : EGC
Price and
Willson. 1991. Patofisiologi, Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Edisi 2 Bagian 2. Jakarta
Pusdiknakes. 1995. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan
Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta: Departemen
Kesehatan RI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar