BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang Masalah
Selama lebih dari tiga dasawarsa, Indonesia telah
melaksanakan upaya dalam rangka meningkatkan kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat. Berbagai revormasi dibidang kesehatan guna meningkatkan pelayanan
kesehatan dan untuk saat ini tertuang dalam visi indonesia sehat 2010 dimana salah
satu indikator umumnya adalah mengurangi angka kesakitan dan kematian (Depkes RI,
2003).
Salah satu masalah yang dapat
menyebabkan terjadinya peningkatan angka kesakitan dan kematian adalah
tonsilitis yaitu suatu peradangan yang terjadi pada tonsil dan disebabkan oleh
kuman streptokokus, (Soepardi, 2001).
Masalah-masalah yang sering timbul
pada anak dengan tonsilitis adalah nyeri, gangguan menelan, gangguan pemenuhan
nutrisi, takut dan perubahan proses keluarga bahkan dapat timbul masalah yang
lebih komplit apabila tidak mendapat perawatan dini. (Wong, 2003)
Tonsilitis yang terjadi pada anak
sering menimbulkan komplikasi otitis media akut, abes peritonitis, abses
faring, sepsis, bronchitis, nepritis akut, miokardi, atritis dan bahkan dapat
menyebabkan kematian apabila tidak mendapat perawatan dengan baik (Soepardi,
2003).
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Konsep Penyakit
2.1.1. Pengertian
Tonsilitis adalah radang yang terjadi pada tonsil yang
disebabkan oleh bakteri dan virus. Tonsilitis terdiri dari tonsilitis akut,
Tonsilitis Difteri, Tonsilitis Septik, Stomatitis Ulsero Membranosa, Penyakit
kelainan darah dan Tonsilitis kronis (Soepardi, 2001).
2.1.2. Penyebab
Tonsilitis bakterialis supuratifa akut paling sering
disebabkan oleh streptokokus beta hemolitikus grup A, meskipun pneumokokus,
stapilokokus dan haemolitikus influenza. Kadang-kadang streptokokus non
hemolitikus atau streptokokus viridans mungkin ditemukan dalam biakan, biasanya
kasus-kasus berat. Streptokokus non hemolitikus dan Streptokokus Viridans
mungkin dibiakkan di tenggorokan orang-orang yang sehat, khusunya pada
bulan-bulan musim dingin dan pada saat epidemi infeksi pernafasan akut,
Streptokokus hemolitikus ditemukan pada orang yang kelihatannya sehat (Adams, 1997).
2.1.3. Patofisiologi
2.1.4. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejala yang sering ditemukan adalah nyeri
tenggorokan dan nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa
lesu, rasa nyeri disendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga
(Otalgia). Rasa nyeri di telinga karena nyeri alih melalui glossofaringeus.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis, dan terdapat detriktus
berbentuk folikel, atau tertutup oleh membran semu. Kelenjar submandibula
membengkak dan nyeri tekan (Soepardi, 2001).
2.1.5. Diagnosis
Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis tonsislitis
dengan kultur dan uji resistensi bila perlu, lakukan pemeriksaan laboratorium
berupa pembuatan preparat langsung kuman (dari permukaan bawah membrane semu).
(Marsjoer, 2001).
2.1.6. Penatalaksanaan.
Antibiotik golongan penisilin atau sultonamida selama
5 hari,antipiretik dan obat kumur atau obat isap dengan disinfektan.bila alergi
pada penisilin dapat diberikan eritromisin atau klindamisin. Pasien diisolasi
karena menular,tirah baring untuk menghindari komplikasi jantung selama 2-3
minggu atau sampai hasil usapan tenggorok 3 kali negative(Marsjoer,2001).
2.2. Konsep
Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan yang harus dilakukan pada
pasien dengan tonsilitis adalah (Wong, 2003);
a.
Pengkajian fisik rutin
b.
Perhatikan adanya bukti – bukti kecendrungan
pendarahan.
c.
Periksa hasil laboratorium untuk waktu pendarahan dan
pembekuan, laporkan adanya abnormalitas.
d.
Perhatikan adanya gigi yang tanggal.
2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang sering muncul pada pasien
dengan tonsilitis adalah (Wong, 2003);
a. Resiko
tingi cedera karena hemoragi yang berhubungan dengan permukaan kasar dan gundul
dari kantong tonsil.
b. Nyeri
berhubungan dengan proses inflamasi
c. Gangguan
menelan berhubungan dengan inflamasi dan nyeri
d. Resiko
tinggi kurang volume cairan berhubungan dengan puasa sebelum pembedahan.
e. Cemas
/ takut berhubungan dengan kejadian yang tak dikenal atau rasa tidak nyaman.
f. Perubahan
proses keluarga berhubungan dengan penyakit atau hospitalisasi anak.
2.2.3. Rencanan Keperawatan
2.2.3.1. Tujuan
Adapun tujuan rencana
keperawatan pada pasien tosilitis adalah (Wong, 2003);
a.
Pasien tidak menunjukkan bukti-bukti pendarahan
b.
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai
tingkat diterima oleh anak.
c.
Pasien mendapat cairan dan nutrisi adekuat.
d.
Pasien menunjukkan hidrasi yang adekuat.
e.
Pasien menunjukkan tidak adanya atau minimal rasa cemas
atau takut.
f.
Pasien dan keluarga mengalami pengurangan ansietas dan
peningkatan kemampuan melakukan koping.
2.2.3.2. Kriteria Hasil
Kriteria hasil asuhan
keperawatan pada pasien tonsilitis berdasarkan tujuan rencana keperawatan
adalah (Wong, 2003);
a.
Anak tidak memperberat daerah operasi, tidak ada bukti
perdarahan atau hemoragi, bila terjadi perdarahan, maka dikaji dengan cepat dan
intervensi yang tepat diimplementasikan.
b.
Anak menunjukkan tidak adanya atau minimalnya
bukti-bukti nyeri, anak menerima pemberian obat dengan distress yang minimum,
anak beristirahat dengan nyaman.
c.
Anak mengkonsumsi cairan dan nutrisi dalam jumlah
adekuat
d.
Anak meminum cairan dengan jumlah cukup, anak menunjukkan
bukti-bukti hidrasi yang adekuat, dan anak menerima cairan intravena sesuai
pesanan.
e.
Anak beristirahat dengan tenang dan melakukan
komunikasi verbal dan nonverbal dengan mudah, anak mengkomunikasikan kebutuhan
dan keinginan dengan cara yang tenang.
f.
Orang tua mengajukan pertanyaan yang tepat,
mendiskusikan kondisi dan perawatan anak dengan tenang serta terlibat secara
positif dalam perawatan anak.
2.2.3.3. Intervensi Keperawatan/rasional
Intervensi yang dapat dilakukan pada anak dengan
tonsilitis adalah (Wong,
2003).
a. - Hindari
anak dari batuk yang sering atau pembersihan tenggorok untuk menghindari terjanya perdarahan.
-
Hindari penggunaan sikat gigi yang keras untuk menghindari iritasi yang dapat memicu
terjadinya perdarahan.
-
Hindari makanan yang mengiritasi seperti; jus buah yang
sangat asam, roti kering, dsb. jika
tonsil mengalami iritasi dapat mengakibatkan iritasi.
-
Anjurkan makanan semilunak.
-
Kaji anak untuk bukti-bukti perdarahan
-
Beritahu praktisi dengan segera bila dicurigai terjadi
perdarahan karena pembedahan munkin
diperlukan untuk meligasi pembuluh yang berdarah.
-
Jelaskan pada orang tua bahwa adanya tanda-tanda
perdarahan memerlukan perhatian medis yang segera karena hemorgi dapat terjadi
2 sampai 10 hari setelah pembedahan sebagai akibat kari kerapuhan jaringan
karena proses penyembuhan.
b.- Hindari pemberian cairan
yang mengiritasi dan makanan padat untuk menghindari iritasi.
-
Lakukan strategi nonfarmakologis untuk membantu anak
mengatasi nyeri. Karena teknik-teknik seperti relaksasi, pernafasan berirama dan distraksi dapat membuat nyeri ditoleransi.
-
Gunakan strategi yang dikenal anak atau gambarkan
beberapa strategi dan biarkan anak memilih salah satunya untuk memudhakan pembelajaran anak dan pengunaan strategi.
-
Libatkan orang tua dalam pemilihan strategi karena orang tua adalah orang yang paling
mengetahui anak.
-
Bantu dan ajarkan orang tua membantu anak dengan
menggunakan strategi selam nyeri actual karena
pelatihan mungkin diperlukan untuk membantu anak berfokus pada tindakan yan
diperlukan.
c.- Pertahankan
cairan intravena sampai cairan dapat ditoleransi.
-
Beri penghilang nyeri agar anak mampu menelan dengan baik.
-
Posisikan anak untuk mengoptimalkan penelananan seperti
posisi fowler tinggi dan duduk.
-
Jelaskan pada
anak dan keluarga tentang makan dan minum karena dapat meningkatkan penyembuhan
dengan meningkatkan suplai darah kejaringan dan memberikan cairan dan nutrisi
yang diperlukan.
d. – Beri cairan sesuai intruksi
-
Hilangkan nyeri karena
anak akan minum cairan jika nyeri terkontrol.
-
Pertahankan masukan dan keluaran.
-
Beri hygiene oral untuk
mendorong minat untuk minum.
e. – Jelaskan sumber-sumebr ketidaknyamanan.
-
Jaga agar anak dan tempat tidur bebas dari ekskresi
bercak darah karena hal ini sering
menakutkan anak.
-
Antisipasi kebutuhan anak.
f. - Kenali kekhawatiran dan
kebutuhan orangtua untuk informasi.
-
Gali perasaan keluarga dan masalah hospitalisasi dan
penyakit anak.
-
Beri dukungan sesuai kebutuhan.
2.2.4. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi hasil keperawatan yang mungkin didapatkan
setelah dilakukan tindakan keperawatan pada pasien tonsilitis adalah (Wong,
2003).
a.
Tidak didapatkan bukti-bukti pendarahan
b.
Anak melaporkan nyeri menurun atau hilang.
c.
cairan dan nutrisi yang dibutuhkan anak adekuat.
d.
Hidrasi yang adekuat.
e.
Anak dan keluarga tidak menunjukkan rasa cemas.
Terjadinya pengurangan ansietas dan peningkatan
kemampuan koping.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1. Pengkajian
Keparawatan
Pasien bernama Tm berusia 10 tahun
dirawat dengan diagnosa medis tonsillitis, tonsillitis adalah radang yang
terjadi pada tonsil disebabkan oleh kuman streptococcus beta hemoliticus,
streptococcus viridans dan streptococcus pyogenesalvirus. Tonsilitis sering
ditemukan pada anak berusia kurang dari 10 tahun dan frekuensi tertinggi pada
usia 2-5 tahun, walaupun pada orang dewasa masih mungkin ditemukan ( Mansjoer,
2001.; Soepardi, 2001).
Keluhan pasien adalah nyeri
tenggorokan yang bertambah berat ketika menelan. Berdasarkan teoritis gejala
yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan yang
terjadi karena proses peradangan pada tonsil (Soepardi, 2001).
Sebelum dirawat pasien pernah menderita
penyakit demam tetapi tidak sampai dirawat di rumah sakit. Secara teoritis
tanda awal terjadi infeksi pada tonsil adalah timbul demam dengan suhu tubuh
yang tinggi. Hal ini menunjukkan kemungkinan bahwa demam yang pernah dialami
pasien merupakan gejala awal tonsillitis (Soepardi, 2001).
Pasien sudah mendapat imunisasi
lengkap yaitu BCG,DPT I,II,III,campak dan hepatitis. Berdasarkan teoritis anak
yang telah mendapat imunisasi DPT lengkap, maka anak tersebut akan mengalami
kekebalan terhadap penyakit difteri termasuk tonsillitis difteri. Maka disini ada
kesenjangan antara teori dengan kenyataan, jadi ada kemungkinan tonsillitis
yang dialami pasien bukan tonsillitis difteri (Wong, 2003).
Pola makan pasien selama dirawat
yaitu pasien makan tiga kali sehari dengan porsi sedikit, yaitu satu sampai
tiga sendok makan. Hal ini dapat terjadi karena nyeri menelan dimana menurut Adams (1997) penderita tonsilitis mengeluh tenggorokan
dan beberapa derajat disfagia dan pada kasus yang berat pasien dapat menolak
untuk makan. Orang tua mengatakan pasien
takut kalau janji dari orang tua, pasien tampak sering berkeringat dan sering
menangis. Berdasarkan teoritis anak yang dirawat dirumah sakit akan mengalami
rasa takut yang disebabkan karena perpisahan dari rutinitas dan lingkungan atau
penyakit yang tidak dikenalinya (Wong, 2003).
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
pernafasan 29 x/menit, denyut nadi 88 x/menit. Secara teoritis pasien yang
mengalami nyeri akan mengakibatkan peningkatan frekuensi pernafasan dan denyut
nadi (Carpenito, 1997).
Pada pemeriksaan leher didapatkan
tonsil merah dan nyeri tekan pada leher, berdasarkan teori pada pasien
tonsilitis akan didapatkan tonsil hiperemi dan nyeri tekan hal ini disebabkan
karena peradangan (Soepardi, 2001).
Terapi yang diberikan pada Anak Tm
adalah bedrest, vometa, sanmol, IVFD RL, dan taxegram. Secara teoritis terapi
untuk pasien tonsilitis adalah antibiotika, antipiretika dan obat kumur yang
mengandung disinfektan. Disini tidak ada kesenjangan antara teori dan kenyataan
(Soepandi, 2001).
3.2. Diagnosa
keperawatan
Tahap kedua dari proses keperawatan
adalah diagnosa keperawatan yaitu penilaian klinis tentang kesiapan
individu,keluarga atau komunitas terhadap masalah kesehatan (Doenges, 1999).
Dari data data yang didapatkan
pengkajian dapat disimpulkan 3 masalah keperawatan yang terjadi pada Anak Tm
yaitu Perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
nyeri menelan, Nyeri berhubungan dengan proses inflamasi dan Cemas berhubungan dengan
hospitalisasi.
Berdasarkan teoritis diagnosa
keperawatan yang mungkin muncul pada pasien tonsilitis adalah Resiko kekurangan
volume cairan, Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Nyeri dan resiko
terhadap keefektifan penatalaksanaan aturan teurapetik.disini dapat dilihat
secara teoritis diagnosa keperawatan takut tidak timbul pada pasien
tonsilitis,tetapi hal ini merupakan diagnosa yang umum timbul pada anak akibat
hospitalisasi bukan akibat langsung penyakit yang diderita pasien (Carpenito,1997.;
Wong, 2003).
3.3. Rencana Keperawatan
Tahap ketiga dari proses keperawatan
adalah perencanaan keperawatan dimana perawat menentukan tujuan perawatan, menetapkan
pemecahan masalah dan menentukan tujuan perencanaan untuk mengatasi masalah
pasien (Hidayat, 2001).
Perencanaan keperawatan untuk
diagnosa perubahan pemenuhan nutrisi ditujukan agar kebutuhan nutrisi terpenuhi
dengan intervensinya adalah berikan makanan dalam porsi kecil dan sering,
timbang berat badan setiap hari, jelaskan pentingnya nutrisi bagi pasien,
kolaborasi dengan ahli gizi untuk penyediaan diit TKTP, sajikan makanan dalam
keadaan lunak dan hangat, dan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
terapi intravena (Carpenito, 1997).
Perencanaan untuk diagnosa keperawatan
nyeri bertujuan agar nyeri teratasi dengan intervensinya adalah kaji pengalaman
nyeri anak, alihkan perhatian anak dengan mendenganrkan musik atau dongeng,
kompres dingin dibagian leher, bicarakan dengan keluarga modalitas tindakan
yang tersedia dan kolaborasi dalam pemberian analgetik (Betz, 2002; Carpenito,
1997).
Rencana keperawatan untuk diagnosa
keperawatan cemas bertujuan agar rasa takut teratasi dengan intervensinya
adalah orientasikan anak pada lingkungan dengan menggunakan penjelasan
sederhana, berikan dorongan kepada anak untuk mengekpresikan perasaan, beri
kesempatan anak untuk mengamati bagaimana anak yang lain mengatasi rasa takut
dan ajarkan teknik relaksasi (Carpenito, 1997).
3.4.
Implementasi Keperawatan
Tahap keempat dari proses
keperawatan adalah implementasi keperawatan yaitu pelaksanaan terhadap
perencanaan yang telah disusun meliputi tindakan mandiri dan tindakan
kolaboratif (Hidayat, 2001).
Implementasi keperawatan untuk
diagnosa keperawatan perubahan pola nutrisi adalah menyajikan makanan dalam
porsi kecil tapi sering, menimbang berat badan anak, menjelaskan pada anak
bahwa nutrisi sangat penting bagi anak, berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
penyediaan diit TKTP, menyediakan makanan dalam keadaan lunak dan hangat dan
memberikan terapi intravena RL 20 tts/m.
Implementasi keperawatan untuk
diagnosa keperawatan nyeri adalah mengkaji pengalaman nyeri anak, menjauhkan
perhatian anak dengan berita pengalaman anak yang menyenangkan, mengompres
dingin dibagian leher, dan membicarakan dengan keluarga tentang berbagai
modalitas tindakan yangtersedia seperti terapi kelompok dan modifikasi prilaku.
Implementasi keperawatan untuk
diagnosa keperawatan cemas adalah memperkenalkan lingkungan tempat anak dirawat
kepada anak dengan penjelasan sederhana, memberikan dorongan kepada anak untuk
mengekpresikan nyeri dengan cara bertanya tentang perasaan yang dirasakan anak,
menceritakan pengalaman anak yang lain dalam mengatasi rasa takut dan yang
terakhir mengajarkan teknik nafas dalam.
3.5. Evaluasi
Keperawatan
Tahapan terakhir dari proses
keperawatan adalah evaluasi keperawatan yaitu menilai keefektifan perawatan dan
untuk mengkomunikasikan status pasien dari hasil tindakan keperawatan (Hidayat,
2001).
Evaluasi
keperawatan yang dilakukan pada anak Tm diapatkan diagnosa keperawatan
perubahan pola nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi, nyeri berhubungan
dengan proses inflamasi teratasi dan cemas berhubungan dengan hospitalisasi
teratasi. Semua diagnosa keperawatan teratasi pada hari ketiga perawatan yang
dilakukan oleh penulis.
BAB IV
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1.Berdasarkan pengkajian yang
dilakukan pada pasien tonsilitis dapat ditemukan data-data antara lain keluhan
utama nyeri pada tenggorokan yang dirasakan bertambah berat ketika pasien
menelan makanan.
4.1.2.Diagnosa keperawatan yang
muncul pada pasien tonsilitis adalah perubahan pemenuhan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, nyeri dan cemas.
4.1.3.Intervensi yang diberikan
untuk mengatasi masalah keperawatan pada pasien tonsilitis adalah berikan
makanan dalam porsi kecil dan sering, timbang berat badan setiap hari, kaji pengalaman nyeri anak,
kompres dingin dibagian leher, orientasikan anak pada lingkungan dengan
menggunakan penjelasan sederhana dan ajarkan tehnik relaksasi.
4.1.4.Implementasi diberikan sesuai
dengan perencanaan yang telah disusun dan dilaksanakan selama tiga hari.
Keterbatasan ilmu, waktu dan sarana menjadi hambatan perawat dalam dalam
mengimplementasikan perencanaan.
4.1.5.Berdasarkan evaluasi yang
dilakukan selama tiga hari dengan menggunakan format SOAPIER didapatkan semua tiga
masalah keperawatan yang muncul teratasi pada hari ketiga perawatan.
4.2. Rekomendasi
4.2.1.Hendaknya keluarga pasien tonsilitis agar dapat
memberi perhatian serius sehingga
penyakit yang dialami mempengaruhi perkembangan normal anak secara
normal.
4.2.2.Hendaknya Perawat yang
memberikan perawatan terhadap pasien tonsilitis tetap sabar dalam memberikan
pelayan yang berkualitas kepada pasien anak.
4.2.4.Hendaknya instisusi pendidikan terutama akademi
keperawatan Teungku Fakinah Banda Aceh terus terlibat dalam meningkatkan
kualitas tenaga keperawatan.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. 1997. Boies:
Buku Ajar Penyakit THT. Alih bahasa, Caroline Wijaya. Edisi 6. Jakarta. EGC.
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2002. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Alih
bahasa, Jan Tamboyang. Edisi 3. Jakarta:
EGC.
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih
bahasa Yasmin Asih. Edisi 6. Jakarta:
EGC
Depkes
RI. 2003. Indikator Indonesia
Sehat 2010. Jakarta:
Depkes RI.
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk
perencanan dan pendokumentasian keperawatan. Alih bahasa, I Made kariasa,
Ni Made Sumarwati. Edisi 3. Jakarta.
EGC.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2001. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Cetakan I. Jakarta: EGC.
Mansjoer, Arif M., 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Cetakan I. Jilid 1. Jakarta: Media
Aeskulapius
Soepardi, Efiaty A. 2001. Buku Ajar Ilmu Kesehatan: Telinga Hidung
Tenggorokan kepala Leher. Edisi V. Jakarta: FKUI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar