PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pankreas
adalah kelenjar eksokrin (99 persen) dan endokrin (1 persen), bagian eksokrin
terdiri atas acini pankreas dan duktus pankreas bagian ini mensekresi enzim dan
bikarbonat untuk pencernaan dalam usus. Bagian endokrin adalah pulau-pulau
langerhans, yang terletak antara acini di luar kelenjar. setiap pulau terdiri
atas tiga jenis sel A, B, dan D. sel A menghasilkan glukagon, sel B
menghasilkan insulin, sel D menghasilkan somotosin (Mardiati, 2004).
Pankreas
terletak di kuadran kiri atas rongga abdomen dan menghubungkan lengkung
duodenum dan limpa. sel pankreas memproduksi hormon yang di sebut sel pulau
langerhans yang terdiri dari sel alfa memproduksi glukagon dan sel beta
memproduksi insulin (Scanlon, 2006 ).
Menurut
Rob (2002) insulin adalah hormon yang di produksi dan di masukkan ke dalam
aliran darah oleh pankreas.Insulin adalah hormon yang membawa glukosa darah
kedalam sel dan menyimpannya sebagai glukagon (Jan Tambayong, 2000).
|
Kekurangan
insulin dapat menyebabkan kelainan yang di kenal dengan diabetes mellitus yang
mengakibatkan glukossa tertahan di luar sel (cairan ekstra seluler). keadaan
ini mengakibatkan sel jaringan mengalami kekurangan glukosa atau energi yang
merangsang glokogeneolisis di sel hati dan di sel jaringan sehingga glukosa
akan di lepaskan ke dalam cairan ekstra sel sehingga terjadi hiperglikemia. Apabila
mencapai nilai tertentu, sebagian yang
tidak di absorbsi ginjal di keluarkan melalui urine sehingga terjadi glukosuria
dan poliuria (Ganong, 2002).
Menurut
Corwin (2000) diabetes berasal dari kata yunani yang berarti mengalirkan atau
mengalihkan (siphon). Mellitus adalah penyakit di mana seseorang mengeluarkan
atau mengalirkan sejumlah besar urin yang terasa manis. Diabetes mellitus
adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya (Sudoyo, 2007).
Diabetes
melitus di bagi dua, primer dan sekunder. primer mencakup IDDM (insulin
dependen diabetes mellitus) tipe 1 dan NIDDM (non insulin dependen dabetes mellitus)
tipe 2 sedangkan DM sekunder dapat di sebabkan oleh penyakit pankreas, kelainan
hormonal, karena obat kelainan reseptor insulin, sindrom, dll. pada waktu
terjadi IDDM, sebagian besar sel beta dalam pankreas telah rusak, penyebabnya
hampir selalu autoimun.Dibetes tipe 1 di tandai oleh kerusakan sel-sel beta
pada pulau langerhans dan tidak ada insulin sama sekali (Scanlon, 2002).
Diabetes
tipe II terjadi jika insulin hasil
produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak dan otot tubuh menjadi kebal
tehadap insulin, sehingga terjadilah gangguan pengiriman gula ke sel tubuh.
Diabetes tipe II ini merupakan tipe diabetes yang paling umum di jumpai, juga
sering di sebut diabetes yang di mulai pada dewasa, dikenal sebagai NIDDM
(Non-insulin-dependent diabetes melitus). Jenis diabetes ini mewakili sekitar
90 persen dari seluruh kasus diabetes (VitaHealt, 2005).
Manifestasi
klinis diabetes melitus dikaitkan dengan konsekuensi metabolik defesiensi
insulin. pasien-pasien dengan defisiensi insulin tidak dapat mempertahankan
kadar glulosa plasma puasa yang normal, atau toleransi glukosa setelah makan
karbohidrat. jika hiperglikemia berat dan melebihi ambang ginjal untuk zat ini,
maka timbul glikosuria. Glikosuria akan mengakibatkan diuresis osmotik yang
meningkatkan pengeluaran urine (poliuria) dan timbul rasa haus (polidipsia).
Karena glukosa hilang bersama urine, maka pasien mengalami keseimbangan kalori
negatif dan berat badan berkurang. rasa lapar yang semakin besar (polifagia)
mungkin akan timbul akibat kehilangan kalori. pasien mengeluh lelah, mengantuk,
lemah, samnolen, yang terjadi selama beberapa hari atau
beberapa minggu, pasien dapat menjadi sakit berat dan timbul ketoasidosis (Price, 2006).
Komplikasi-komplikasi
diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor: (1) komplikasi
metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang. Pada komplikasi
metabolik akut disebabkan oleh perubahan yang relatif akut dari konsentrasi
glukosa plasma. Kompikasi metabolik yang paling serius pada diabetes tipe 1
adalah ketoasidosis metabolik. Apa bila kadar insulin sangat menurun, pasien
mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan lipogenesis,
peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebas disertai
pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan
ketoasidosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan
asidosis metabolik. Glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan diuresis
osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien dapat
menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen keotak, pasien
akan mengalami koma dan meninggal (Price, 2006).
Pada
komplikasi kronik jangka panjang dari diabetes melibatkan pembuluh-pembuluh
kecil mikroangiopati dan pembuluh-pembuluh sedang dan besar makroangiopati.
Mikroangiopati merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan
arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (nefronopati
diabetik) dan sarf-saraf perifer
(neuropati diabetik), otot-otot serta kulit (Price, 2006).
Diagnosa
keperwatan yang timbul pada kasus diabetes melitus adalah perubahan nurtisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral atau
anoreksia, gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktifitas,
kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi (Doenges, 2000).
Intervensi
keperawatan yang dapat diberikan pada pasien diabetes melitus adalah memberikan
makanan dalam porsi sedikit tapi sering, menganjurkan kepada keluarga untuk
memberikan makanan yang disukai pasien tapi baik untuk kesehatan,
mengkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diet DM dan penyuntikan
insulin, memberikan kesempatan kepada pasien untuk istirahat pada siang hari,
memberitahukan kepada pasien untuk mengurangi minum sebelum tidur agar tidak
terbangun untuk BAK, memberikan informasi kepada pasien tentang penyakitnya,
dan menganjurkan kepada pasien agar sering mengecek KGD supaya tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah (Doenges, 2000).
Tingkat
prevalensi diabetes melitus sangat tinggi, diduga terdapat sekitar 16 juta
kasus diabetes di amerika serikat dan setiap tahunnya di diagnosis 600.000
kasus baru. Diabetes merupakan penyebab kematian ketiga di amerika serikat dan
merupakan penyebab utama kebutaan pada orang dewasa akibat retinopati diabetik.
Pada usia yang sama, penderita diabetes paling sedikit 2 setengah kali lebih
sering terkena serangan jantung dibandingkan dengan mereka yang tidak menderita
diabetes (Price, 2006).
Organisasi
kesehatan dunia (WHO) memperkirakan, bahwa 177 juta penduduk dunia menderita
diabetes. Jumlah ini akan meningkat hingga melebihi 300 juta pada tahun 2025.
Diabetes juga termasuk dalam daftar penyakit asia. Tahun 2003 saja diperkirakan
89 juta penduduk asia menderita diabetes (VitaHealth, 2005).
Berdasarkan
data buku register penyakit dalam pria Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Zaenoel
Abidin Banda Aceh mulai tanggal 20 juni 2010 sampai dengan 20 juni 2011, jumlah
pasien yang dirawat sebanyak 9071
orang, yang menderita diabetes tipe I sebanyak 410(4,5%) orang, yang
menderita diabetes tipe II sebanyak 815(8,9%) orang, yang menderita diabetes melitus
dengan gangren sebanyak 877(9,6%) orang,yang menderita diabetes melitus
kemudian meninggal sebanyak 25(0,27%) orang. Ini menunjukkan diabetes melitus
merupakan kasus yang sering terjadi.
Melihat
angka kejadian dan dampak yang ditimbulkan dari diabetes melitus dapat
menimbulkan berbagai komplikasi seperti diatas, jika tidak ditangani dapat
menyebabkan koma diabetik dan kematian. Perawat sebagai salah satu tim
kesehatan mempunyai tanggung jawab dalm meningkatkan kemampuan masyarakat dan
pasien, khususnya untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal dengan
memberikan pelayanan asuhan keperawatan pada pasien diabetes melitus untuk
mempercepat proses penyembuhan serta mencegah komplikasi yang mungkin timbul
selama dalam perawatan.
BAB
II
PEMBAHASAN
Pada
BAB ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatn pada Tn.B dengan diabetes melitus tipe II di
ruang Mamplam I (penyakit dalam
pria) rumah sakit umum daerah Dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh dari tanggal 21 juni-23 juni 2011, melalui pendekatan proses keperawatan
yang dilakukan terhadap pasien. Sehingga data-data yang mendukung untuk
pengkajian ini dapat penulis peroleh yaitu melalui wawancara dengan pasien
secara langsung, dengan keluarga pasien serta pengamatan, pemeriksaan dan dokumentasi
yang didapatkan di ruang Mamplam I (penyakit dalam pria) Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Agar lebih
terarah dan tepat, pembahasan ini penulis lakukan secara sistematis sesuai
dengan tahap-tahap proses keperawatan yaitu meliputi :
2.1 Pengkajian
Pengkajian
keperawatan adalah tahap awal
dari proses keperwatan dan merupakan suatu proses sistematis dalam pengumpulan
data dari berbagai sunber data untuk
mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien tahap pengkajian ini
merupakan tahap dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan
kebutuhan individu. oleh karena itu, pengkajian yang akutrat, lengkap, sesuai
dengan kenyataan, kebenaran data sangat penting dalam merumuskan suatu diagnosa
keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai dengan respon individu,
sebagaimana yang telah ditentukan dalam standar praktik keperawatan (Nursalam,
2001).
Pengkajian
merupakan langkah pertama dari proses keperawatan dengan mengumpulkan data-data
yang akurat dari klien sehingga akan diketahui berbagai permasalahan yang ada (
Hidayat, 2004).
Dari
pengkajian yang dilakukan oleh penulis yaitu dari tanggal 21 juni-23 juni 2011
di ruang penyakit dalam pria
(PDP) Mamplam I Rumah Sakit Umum Daerah
Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Penulis mendapatkan data identitas pasien yang
didiagnosa mengalami penyakit diabetes
melitus tipe II nama Tn.B,
umur 58
tahun, jenis kelamin laki-laki,
agama islam, suku aceh, bangsa indonesia, bahasa aceh. Pendidikan SMP, pekerjaan swasta/tani, status kawin, No register : 0066360,
dan alamat Lambaro gampong
ateuk lam ara Aceh Besar.
Diabetes
melitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik
hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau
keduanya (SUDOYO, 2007).
Diabetes
tipe II terjadi jika insulin hasil produksi pankreas tidak cukup atau sel lemak
dan otot tubuh menjadi kebal terhadap insulin, sehingga terjadilah gangguan
pengiriman gula keseluruh tubuh (VitaHealth,
2005).
Faktor pencetus terjadinya Diabetes Mellitus Tipe II
adalah yang berumur di atas 30 tahun dan
obesitas. Hal ini terjadi akibat proses penuaan dimana terjadi kemunduran
fungsi dari berbagai sistem tubuh antara lain sistem endokrin (smeltzer, 2002).
Berdasarkan
penjelasan tersebut penulis dapat menyimpulkan ada hubungan antara teori dengan
kasus yaitu pasien Tn.B adalah
laki-laki yang menderita penyakit diabetes melitus tipe II dengan umur 58 tahun.
Pada
keluhan utama pasien mengatakan badannya terasa lemas.
Usaha
pengendalian glukosa darah adalah dengan mengupayakan agar gula darah menjadi
normal sekitar 60-120 mg/dl (miligram per 100 mililiter). Yang ideal ukurannya
adalah 80-109 ml/ dl pada waktu puasa sebelum tes darah dan 110-159 pada dua jam
setelah makan. Gejala diabetes tipe II muncul secara perlahan-lahan sampai
menjadi gangguan yang jelas, dan pada tahap permulaan seperti seperti gejala
diabetes tipe II yaitu : cepat lelah, kehilangan tenaga,dan merasa tidak fit,
sering buang air kecil, kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
(VitaHealt, 2005).
Hasil
pengkajian riwayat penyakit sekarang pasien mengatakan lemas yang dirasakan ± 1
minggu sebelum masuk rumah sakit, pasien masuk melalui IGD dan diberikan
tindakan pemasangan infus dan dilakukan pengecekan kadar gula darah dengan
hasil : ureum darah: 38, cretinin: 1,0, kadar gula darah :192, natrium:132,
kalium:43, calsium:100, pada tanggal 15 juni 2011 pasien sempat dirawat
diklinik dekat tempat tinggalnya dengan keluhan yang sama yaitu lemas, diklinik
pasien diberi tindakan pemasangan infus dan obat, tapi pasien lupa nama
obatnya, kemudian pada tanggal, pada tanggal 17 juni 2011 pasien dibawa pulang
kerumahnya karna merasa agak sehat dan diberikan obat rawar jalan berwarna putih,
pada tanggal 19 juni 2011 kondisi pasien kembali lemas dan pasien dibawa ke Instalasi
Gawat Darurat RSUZA, kemudian pada malam senin pasien dibawa keruangan Mamplam
I penyakit dalam pria, diruangan pasien diberikan tindakan pemasangan infus
RL:20 tts/menit, injeksi ceftriaxone 1gr/ hari, nystatin oral drop 3x 1cc,
levemir 10 ul, humulin R 8-8-8 ul, pengukuran tanda-tanda vital TD : 100/80 mmhg,
N: 70x/mnt, T: 36, 2 ºC, RR: 26x/mnt.
Menurut tinjauan teoritis, ceftiaxone
1gr/ adalah jenis obat untuk mengobati jenis infeksi bakteri, termasuk keadaan
parah atau yang mengancam jiwa (www.detikHealt.com).
Komplikasi yang disebabkan oleh
diabetes melitus dapat dibagi menjadi dua kategori mayor: (1) komplikasi
metabolik akut, dan (2) komplikasi-komplikasi vaskular jangka panjang. pada
komplikasi metabolik akut disebabkan oleh perubahan relatif akut dari
konsentrasi glukosa plasma. Komplikasi metabolik yang paling serius pada
diabetes tipe I adalah ketoasidosis metabolik (DKA). Apabila kadar insulin sangat
menurun, pasien mengalami hiperglikemia dan glukosuria berat, penurunan
lipogenesis, peningkatan lipolisis dan peningkatan oksidasi asam lemak bebes
disertai pembentukan benda keton. Peningkatan keton dalam plasma mengakibatkan
ketoasidosis. Peningkatan produksi keton meningkatkan beban ion hidrogen dan
asidosi metabolik. glukosuria dan ketonuria yang jelas juga dapat mengakibatkan
diuresis osmotik dengan hasil akhir dehidrasi dan kehilangan elektrolit, pasien
dapat menjadi hipotensi dan mengalami syok. Akibat penurunan oksigen keotak,
pasien akan mengalami koma dan meninggal (Price, 2006).
Terdapat kesenjangan antara tinjauan
kasus dan teoritis dimana pada Tn.B tidak mengalami hipotensi dan syok.
Pada riwayat penyakit dahulu pasien
mengatakan sudah menderita diabetes melitus sejak 2 tahun yang lalu.
Pada riwayat penyakit keluarga pasien
mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita penyakit diabetes
melitus.
Ada bukti yang
menunjukkan bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam. Meskipun berbagai
lesi dan dengan jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insufisiensi
insulin, tetapi determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada
mayoritas penderita diabetes melitus (Price, 2006).
Pada riwayat penyakit keluarga pasien
mengatakan tidak ada anggota keluarganya yang menderita diabetes melitus,
penyakit DM ini timbul karena pola kebiasaan pasien yang tidak baik, pasien
juga mengatakan tidak menderita penyakit keturunan lain seperti hipertensi,
asma, TBC dan hemofilia.
Menurut smelzer (2002) bila
dihubungkan dengan penyakit, secara teoritis dikatakan penyebab diabetes
melitus adalah faktor usia, gaya hidup dan keturunan. Ada bukti yang menyatakan
bahwa etiologi diabetes melitus bermacam-macam, meskipun berbagai lesi dengan
jenis yang berbeda akhirnya akan mengarah pada insudefisiensi insulin, tetapi
determinan genetik biasanya memegang peranan penting pada mayoritas penderita
diabetes melitus (price, 2002).
Terdapat kesamaan antara kasus dan
tinjauan teoritis, dimana faktot pencetus diabetes melitus adalah karena usia
dan gaya hidup.
Pada pengkajian pola skebiasaan yaitu
kebutuhan nutrisi pasien mengatakan pasien makan 3x sehari dengan menu
lauk-pauk sayur-sayuran dan buah-buahan, selama dirawat pasien mengatakan tidak
nafsu makan, hanya mampu menghabiskan 3-4 sendok nasi karena mulutnya terasa
pahit.
Rencana diit pada pasien diabetes
melitus dimaksudkan untuk mengatur jumlah
kalori dan karbohidrat yang dikonsumsi setiap hari, jumlah kalori yang
disarankan bervariasi, tergantung pada kebutuhan apakah untuk mempertahankan,
menurunkan atau meningkatkan berat tubuh (Price, 2006).
Terdapat kesamaan antara kasus dan
teoritis, dimana pasien mengatakan tidak nafsu makan, hanya makan 3-4 sendok
sehingga nutrisi pasien tidak terpenuhi.
Pada pola minum pasien mengatakan
minum 6-7 gelas/ hari (1500-1750cc), selama dirawat pasien minum seperti biasa
yaitu 6-7 gelas, ditambah dengan cairan infus 2-3 kolf/ hari (1000-1500cc)
20tts/m, jumlah seluruh cairan yang masuk adalah 2500-3250cc.
Air memiliki
peranan penting bagi tubuh, selain sebagai komponen penyusun sel yang utama,
air juga berperan dalam menyalurkan zat-zat makanan menuju sel. Fungsi air bagi
tubuh sendiri adalah untuk membantu proses atau reaksi kimia dalam tubuh serta berperan
mengontrol temperatur tubuh (Mubarak, dkk, 2007).
Pada pola eliminasi Tn.B mengatakan
sebelum sakit BAK 5-6x/hari, berbau amonia, sekali BAK 220cc warna kuning,
selama dirawat pasien mengatakan BAK 6-8x/hari, berbau amonia, warna kuning
pucat.
Pola eliminasi urine sangat tergantung pada
individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur. Normalnya
miksi dalam sehari sekitar 5 kali, dengan warna kuning terang. Bau urine normal
adalah bau khas amoniak yang merupakan hasil pemecahan urea oleh bakteri.
Jumlah urine yang dikeluarkan tergantung pada usia, intake cairan, dan status
kesehatan. Pada orang dewasa sekitar 1200 sampai 1500 ml perhari atau 150
sampai 600 ml perhari (Wartonah,
2006).
Pasien diabetes mellitus mengalami poliuria karena kadar glukosa dalam darah mencapai 168-180
mg/dl, maka glukosa akan dikeluarkan melalui air kemih. Dan jika kadarnya lebih
tinggi, maka ginjal akan membuang air kemih untuk mengencerkan sejumlah besar
glukosa yang hilang, karena ginjal menghasilkan air kemih yang berlebihan, maka
pasien sering berkemih dalam jumlah yang banyak (Sugando, 2006).
Berdasarkan uraian diatas terdapat kesamaan antara
tinjauan teoritis dan kasus dimana Tn.B dengan kasus diabetes melitus mengalami
poliuria.
Pada pola aktifitas dan kebersihan diri sebelum dirawat
pasien mengatakan melakukan kegiatan sehari-hari seperti biasa, berkebun dan
kesawah, selama dirawat pasien hanya tidur saja, waktu senggang digunakan untuk
membaca. Aktivitas seperti mandi dengan
menggunakan sabun dan menggosok gigi 1 kali sehari, berpakaian, berhias, kekamar mandi, makan dan minum
dilakukan secara mandiri. Namun selama dirawat pasien mampu melakukan aktivitas
sehari-harinnya secara mandiri.
Dalam kehidupan
sehari-hari kebersihan merupakan hal yang sangat penting dan harus diperhatikan
karena kebersihan akan memengaruhi kesehatan psikis seseorang. Kebersihan itu
sendiri sangat dipengaruhi oleh nilai individu dan kebiasaan. Jika seseorang
sakit, biasanya masalah kebersihan kurang diperhatikan. Hal ini terjadi karena
kita menganggap masalah kebersihan adalah masalah sepele, padahal jika hal
tersebut dibiarkan terus dapat memengaruhi kesehatan secara umum ( Wartonah, 2006).
Penulis
dapat menyimpulkan bahwa adanya kesamaan antara teori dengan kasus yaitu Dimana
pada kasus pasien tidak
mengalami ketidak mampuan dalam beraktivitas.
Pada
pola istirahat Sebelum dirawat pasien mengatakan tidur 6-7 jam/ hari dari jam 22.00-04.00 WIB. Selama dirawat pasien mengatakan sangat susah untuk tidur, malam hanya tidur 3-4 jam dan sering
terbangun.
Istirahat adalah suatu keadaan dimana kegiatan jasmaniah
menurun yang berakibat badan menjadi lebih segar. Tidur adalah suatu keadaan
relatif tanpa sadar dan penuh ketenangan
tanpa kegiatan yang merupakan urutan siklus yang berulang-ulang dan
masing-masing menyatakan fase kegiatan otak dan badaniah yang berbeda.
Seseorang yang mengalami sakit memerlukan waktu tidur lebih banyak dari normal,
keadaan sakit menjadikan pasien kurang tiur atau tidak dapat tidur (Wartonah,
2006)
Menurut asumsi penulis terdapat kesamaan antara teori dan
kasus, diman pada kasus Tn.B hanya tidur 3-4 jam dan sering terbangun, sehingga
kebutuhan tidur pasien tidak terpenuhi.
Pada pengkajian aspek psikologis, pasien mengatakan dapat
menerimanya dengan ikhlas penyakitnya tersebut karena adalah ujian dari allah
SWT, pasien dan keluarga sering bertanya-tanya tentang penyakit pasien kepada
perawat.
Pada pengkajian aspek sosial pasien mengatakan sebelum
dirawat hubungan pasien dengan keluarga harmonis dan baik dengan masyarakat
sekitar, selama dirawat hubungan antara
pasien, perawat dan keluarga baik.
Pada pengkajian aspek spiritual pasien mengatakan sebelum
dirawat melaksanakan shalat 5 waktu, puasa, kemesjid dll, selama dirawat pasien
kadang-kadang tidak shalat.
Suatu kondisi yang bagus dalam aspek psikologis, sosial
dan spiritual yang dirasakan olek individu dapat langsung mempengaruhi
kecepatan dan kualitas penyembuhan seseorang. Terdapat kesamaan antara tinjauan
teoriris dan kasus, dimana pada kasus terlihat aspek psikologis, sosial dan
spiritual dalam kondisi yang bagus sehingga dapat mempengaruhi kesembuhan
pasien (Carpenito, 2000).
Pengkajian umum pada Tn.B dapat dilakukan melalui empat
metode yaitu inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi. Dapat diperoleh data
sebagai berikut : keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, dan tanda-tanda
vital (tekanan darah 100/80 mmHg, denyut nadi 70 kali/menit, suhu 36,2˚C, dan
pernafasan 26 kali/menit), berat badan sebelum sakit 68 kg, berat badan selama
dirawat 58 kg.
Pada pengkajian fisik diperoleh data sebagai berikut : kepala,
inspeksi : bentuk simetris, rambut
beruban (hitam putih), pertumbuhan rambut tidak merata. Palpasi : tidak ada
nyeri tekan. Wajah, inspeksi : bentuk wajah simetris, tidak ada benjolan atau
lesi. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Mata, inspeksi : bentuk simetris, kiri
dan kana sama besar, konjungtiva anemis, sklera ikterik, pasien tidak memakai
kaca mata, penglihatan pasien masih dalam batas normal. Palpasi : tidak ada
nyeri tekan. Hidung, inspeksi : lubang hidung bersih, tidak ada sekret, tidak
ada pembengkakan, indra penciuman baik. Palpasi : tidak ada nyeri tekan.
Telinga, inspeksi : bersih, tidak ada serumen, pendengaran tidak terganggu.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Mulut, inspeksi : bentuk simetris, lidah
bersih, mukosa lembab, adanya karies gigi, gusi bersih. Palpasi : tidak ada
nyeri tekan. Leher, inspeksi : bentuk
simetris, tidak ada pembengkakan kelenjar tiroid, tidak ada pembesaran vena
jugularis. Palpasi : tidak ada nyeri tekan. Thorak, inspeksi : bentuk simetris,
tidak ada nyeri tekan, pergerakan dada kiri dan kanan sama, perkusi : bunyi
normal sonor, auskultasi: bunyi jantung 1 lebih besar dari bunyi jantung II,
tidak ada ronkhi, tidak ada wheezing. Abdomen, inspeksi : bentuk simetris,
tidak ada lesi, tidak ada pembengkakan, palpasi : tidak ada nyeri tekan, tidak
ada benjolan, perkusi : bunyi thimpani, auskultasi : peristaltik usus 10
x/menit. Hepar : tidak dilakukan pemeriksaan. Ekstremitas atas, inspeksi : kiri
dan kanan sama panjang, tidak ada udema, tidak ada nyeri tekan, sebelah kanan
terpasang infus. Ekstremitas bawah : kiri dan kanan sama panjang, tidak ada
udema, tidak ada nyeri tekan. Genetlia : tidak dilakukan pemeriksaan. Kulit,
inspeksi : kulit bersih, tidak ada bintik-bintik hitam, palpasi : turgor kulit
baik, kembali dalam 2 detik.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada Tn.B adalah
pemeriksaan laboratorium (pemerksaan darah), dari hasil pemeriksaan darah
tanggal 22 juni 2011 diperoleh data sebagai berikut : hemoglobin 12,2gr/dl
dengan batas normal 12,0-14,0 gr/dl, leukosit 31,5 1000/ul, dengan batas normal
4,1-10 1000/ul, trombosit 281 1000/ul dengan batas normal 150-400 1000/ul,
hematokrit 33 % dengan batas normal 40-55%, gula darah puasa 65 mg/dl dengan
batas normal 60-110 mg/dl, dan gula darah 2j pp 201 dengan batas normal 100-140
mg/dl.
Menurut
hidayat (2004), pemeriksaan kadar glukosa darah
(KGD) digunakan untuk menilai adanya penyakit diabates melitus. Pada diabetes melitus, glukosa menumpuk dalam aliran
darah, terutama setelah makan. Bila beban glukosa diberikan pada seorang pasien
diabetes, glukosa plasma meningkat lebih tinggi dan kembali kenilai normal.
Lebih lambat yang terjadi pada orang normal. Respon terhadap dosis glukosa oral
standar, uji tanda glukosa oral digunakan secara klinis untuk mendiagnosis
diabetes (Ganong, 2008).
Penatalaksanaan medis yang diberikan pada Tn.B diet DM
2100 kal, IVFD RL 20 tetes/menit, ceftriaxone 1gr/hari, nystatin oral drop 3 x
1 cc, humulin R 8-8-8 ul, levemir 10 ul.
Secara
teoritis dikatakan terapi pada penderita Diabetes Melitus Tipe II difokuskan
pada gaya hidup dan aktivitass fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam
adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan
diet dan berolah raga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang di harapkan, maka
pemberian obat oral akan diperlukan, bahkan pemberian suntikan insulin turut
diberikan bila tablet tidak mengatasi pengontrolan kadar gula darah ( Khomsah,
2008)
Menurut
teori pemberian diet DM 1700 kalori bertujuan untuk menyesuaikan makanan dengan
kesanggupan tubuh untuk menggunakannya agar pasien mendapat faal yang normal.
Terapi insulin diberikan untuk mengontrol keseimbangan glukosa. (ISO, 2008).
Dari pengkajian yang telah penulis dapatkan pada tanggal
21 juni 2011 maka didapatkan beberapa data subjektif dan data objektif yang
semua itu akan dikumpulkan menurut masalah keperawata yang timbul dengan
prioritas keperawata berdasarkan keluhan pasien.
Pada analisa data pertama
data subjektif pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien hanya makan
3-4 sendok, data objektifnya adalah : BB 58 kg, konjungtiva anemis, Hb 12,2
gr/dl. Etiologinya adalah : penurunan masukan oral, anoreksia, dan masalah
keperawatannya adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh.
Adapun yang termasuk data subjektif pada analisa data
kedua adalah pasien sering bertanya-tanya tentang penyakitnya. Data objektifnya
adalah : pasien tampak bingung saat mendengarkan penjelasan, pasien juga
bertanya apakah penyakitnya bisa sembuh. Etiologinya adalah :tidak mengenal
sumber informasi, masalah keperawatannya adalah kurang pengetahuan tentang
penyakit, prognosis dan kebutuhan
pengobatan.
Pada analisa data ketiga, data subjektifnya pasien
mengatakan sangat susah untuk tidur, pasien mengatakan 3-4 jam dan itu pun
sering terbangun, data objektifnya adalah : palpebra tampak hitam, Hb 12,2,
konjungtiva picat. Etiologinya adalah perubahan pola aktivitas, masalah
keperawatannya adalah gangguan pola tidur.
2.2 Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah : suatu pernyataan yang
menjelaskan respon manusia (status kesehatan atau resiko perubahan pola) dari
individu, kelompok, dimana perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi
secara pasti untuk menjaga status, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah
(Nursalam,2001).
Berdasarkan
analisa data diatas, maka diagnosa keperawatan yang dapat ditegakkan pada Tn.B
sesuai dengan prioritas masalah adalah sebagai berikut, dengan diagnosa
keperawatan yang pertama yaitu : perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan masukan oral / anoreksia, ditandai dengan pasien
mengatakan tidak nafsu makan, pasien hanya makan 3-4 sendok, BB 58 kg,
konjungtiva pucat, Hb 12,2.
Diagnosa
keperawatan kedua yaitu gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola
aktivitas, ditandai dengan, pasien mengatakan sangat susah untuk tidur,pasien
mengatakan tidur 3-4 jam dan itu pun sering terbangun, palpebra tampak hitam, Hb
12,2 gr/dl, konjungtiva pucat.
Diagnosa keperawatan yang ketiga yaitu kurang pengetahuan
tentang penyakit, prognosis, dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi, ditandai dengan, pasien bertanya-tanya tentang
penyakitnya, pasien tampak bingung saat mendengarkan penjelasan, pasien juga
bertanya apakah penyakitnya bisa sembuh.
Menurut
teoritis, diagnosa keperawatan yang timbul pada kasus diabetes melitus tipe II
adalah sebagai berikut, kekurangan volume cairan
berhubungan dengan diuresis osmotik, perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral akibat anoreksia, kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan perubahan perfusi jaringan, intoleransi
aktivitas berhubungan dengan kelelahan dan kesukaran dalam melakukan aktivitas,
ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang, kurang pengetahuan
mengenai penyakit prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurang
mengenal sumber informasi, resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan
kadar glukosa tinggi (Doenges,
2000).
Dalam hal
ini terdapat kesamaan antara kasus dan teoritis, dimana diagnosa keperwatan
yang dapat ditegakkan pada Tn.B, perubahan nurtisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan masukan oral akibat anoreksia, gangguan pola tidur
berhubungan dengan perubahan pola aktifitas, dan kurang pengetahuan tentang
penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal
sumber informasi.
2.3 Intervensi
Perencanaan
meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi atau
mengoreksi, masalah-masalah yang diidentifikasi pada diagnosa keperawatan.
tahap ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan menyimpulkan
rencana dokumentasi (Nursalam, 2001).
Dalam
mencapai tujuan yang diharapkan maka rencana keperawatan harus sesuai dengan
masalah yang terjadi. Berdasarkan diagnosa keperawatan yang ditegakkan maka
perencanaan yang dapat diberikan sesuai dengan teoritis adalah sebagai berikut,
pada diagnosa keperawatan perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan penurunan masukan oral, anoreksia ditandai dengan pasien
mengatakan tidak nafsu makan, pasien makan 3-4 sendok, berat badan 58 kg,
konjungtiva anemis, Hb : 12,2 gr/dl. Adapun tujuannya adalah kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi, dengan kriteria hasil, tidak mengalami tanda malnutrisi,
berat badan stabil, dan hasil laboratorium normal. Adapun intervensi yang
dilakukan yaitu, auskultasi bising usus, rasionalnya bising usus hiperaktif
mencerminkan peningkatan motilitas lambung atau mengubah fungsi absorbsi,
berikan makanan sedikit tapi sering, rasionalnya makan sedikit tapi sering
dapat menurunan kelemahan dan menungkatkan masukan, hindari memberikan makanan
yang dapat meningkatkan peristaltik usus (teh, kopi), rasionalnya peningkatan
motilitas saluran cerna dapat mengakibatkan diare dan gangguan absorbsi nutrisi
yang diperlukan, kaji riwayat nutrisi dan makanan yang disukai, rasionalnya
menduga kemungkinan intervensi dan meningkatkan nafsu makan, berikan obat
sesuai indikasi, rasionalnya untuk memenuhi kalori yang diperlukan dan mencegah
atau mengobati hipoglikemia, berikan insulin sesuai indikasi, rasionalnya mengendalikan
glukosa darah (Doenges, 2000).
Pada
diagnosa keperawatan gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola
aktifitas ditandai dengan pasien mengatakan sangat susah untuk tidur, pasien
mengatakan tidur cuma 1 jam dan itu pun sering terbangun, palpebra tampak hitam,
Hb : 12,2 gr/dl, TD : 100/80 mmHg, konjungtiva pucat, adapun tujuannya yaitu
pasien bisa istirahat tanpa gangguan,
dengan kriteria hasil melaporkan istirahat yang cukup, mampu menciptakan
pola tidur yang adekuat. Adapun intervensi yang dilakukan yaitu turunkan jumlah
minum pada pada sore hari, lakukan berkemih sebelum tidur, rasionalnya
menurunkan kebutukan akan bangun untuk pergi kekamar mandi/ berkemih, putarkan musik yang lembut atau
suara yang jernih, rasionalnya menurunkan stimulasi sensori yang menghambat
suara lain dari lingkungan sekitar yang akan menghambat tidur nyenyak, berikan
kesempatan untuk istirahat, anjurkan latihan saat siang hari, rasionalnya
karena aktivitas fisik dan mental yang lama mengakibatkan kelelahan dan dapat
meningkatkan kebingungan (Doenges, 2000).
Pada
diagnosa kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan pengobatan
berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi ditandai dengan pasien bertanya-tanya
tentang penyakitnya, pasien mendengarkan penjelasan dari perawat, pasien juga
bertanya apakah penyakitnya bisa sembuh. Adapun tujuannya adalah pasien dapat
mengerti tentang penyakitnya. Dengan kriteria hasil pasien mengerti tentang
proses penyakitnya. Adapun intervensinya, berikan informasi yang tepat mengenai
keadaan individu, rasionalnya berat ringannya keadaan penyebab usia dan
komplikasi yang muncul menentukan tindakan pengobatan, tinjau ulang proses penyakit
dan harapan masa datang, rasionalnya memberikan pengetahuan dasar dimana pasien
dapat menentukan pilihan berdasarkan informasi, jelaskan perlunya mengecek
kedokter, rasionalnya beberapa obat membutuhkan monitor, tinjau kebutuhan
makanan dan tinjau ulang secara priodik mengenai nutrisi, menghindari kopi,
makanan pengawet, makanan dengan pewarna, rasionalnya memberikan nutrien
adekuat membantu keadaan hipermetabolik (Doenges, 2000).
2.4 Implementasi
Implementasi
adalah inisiatif untuk mencapai tujuan yang spesifik. Tujuannya adalah membantu
pasien dalam mencapai hasil yang telah ditetapkan, mencakup peningkatan
kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan manifestasi koping
(Nursalam, 2000).
Implementasi
dalam mencapai tujuan seperti yang direncanakan lebih awal, maka harus
bener-benar sesuai dengan yang dapat dilakukan.
Pada diagnosa perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ anoreksia. Implementasi yang
dilakukan adalah memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering, menganjurkan
kepada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai tapi baik untuk
kesehatan, mengkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diit dan
penyuntikan insulin.
Pada
diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktivitas.
Implementasi yang dilakukan adalah memberikan kesempatan kepada pasien untuk
istirahat pada siang hari, memberitahukan kepada pasien untuk mengurangi minum
pada sebelum tidur agar tidak terbangun untuk BAK.
Pada diagnosa kurang pengetahuan mengenai penyakit,
prignosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber
informasi. Implementasi yang diberikan adalah memberikan informasi kepada
pasien tentang pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat pada
DM, menganjurkan kepada pasien agar sering mengecek KGD agar tidak terlalu
tinggi dan tidak terlalu rendah.
Walaupun
tindakan pada Tn.B dengan diabetes melitus tipe II telah dilakukan sesuai
perencanaan tetapi belum maksimal, hal ini dikarenakan keterbatasan waktu dalam
melaksanakan asuhan keperawatan yaitu 3 hari.
2.5 Evaluasi
Menurut
watonah (2006), evaluasi adalah perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat
dari hasilnya, tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan. Tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang
menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaan
yang sudah berhasil dicapai (Nursalam, 2000).
Evaluasi
atau hasil yang diharapkan secara langsung dari pasien terhadap tinjauan kasus
adalah sebagai berikut : diagnosa keperawatan,
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
penurunan masukan oral/ anoreksia dengan hasil yang diharapkan yaitu, pasien
tidak mengalami tanda malnutrisi sudah teratasi, data objektifnya pasien sudah mampu menghabiskan makanan yang
disediaakan, Hb 12,2 gr/dl, BB 58 kg, TD 110/80 mmHg, sehingga masalahnya sudah
teratasi.
Pada diagnosa gangguan pola tidur
berhubungan dengan perubahan pola aktifitas, dengan hasil yang diharapkan yaitu
melaporkan istirahat yang cukup, mampu menciptakan pola tidur yang adekuat.
Data objektifnya, pasien sudah bisa
tidur nyenyak yaitu dari jam 22:00 s/d 06:00, sehingga masalah gangguan pola
tidur pada Tn.B sudah teratasi.
Pada diagnosa kurang pengetahuan
mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak
mengenal sumber informasi. Data objektifnya, pasien mampu menyebutkan kembali
pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat, sehingga masalah
kurang pengetahuan pada Tn.B teratasi.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
- Penyakit diabetes mellitus adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi Karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin, atau keduanya.
- Pengkajian hari pertama pada Tn.B antara lain: gangguan pemenuhan nutrisi yang ditandai dengan pasien mengatakan tidak nafsu makan, BB: 58 kg, konjungtiva anemis, Hb: 12,2
- Diagnosa keperawatan berdasarkan pengkajian pada Tn.B hari pertama diabetes mellitus tipe II dapat dirumuskan beberapa diagnosa sesuai dengan prioritas masalah, yaitu: perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh : pasien mengatakan tidak nafsu makan, pasien makan 3-4 sendok, BB : 58 kg, konjungtiva anemis, Hb : 12,2.
- Rencana tindakan yang dilakukan berdasarkan tinjauan yang diinginkan dan sesuai dengan kebutuhan untuk mengatasi gangguan pemenuhan nutrisi, gangguan pola tidur, dan kurang pengetahuan.
- Implementasi yang dilakukan antara lain perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan penurunan masukan oral/ anoreksia memberikan makanan dalam porsi kecil tapi sering, menganjurkan kepada keluarga untuk memberikan makanan yang disukai tapi baik intuk kesehatan, mengkolaborasi dengan dokter dan ahli gizi dalam pemberian diit dan penyuntikan insulin. Gannguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktivitas : memberikan kesempatan kepada pasien untuk istitahat pada siang hari, memberitahukan kepada pasien untuk mengurangi minum sebelum tidur agar tidak terbangun untuk BAK. Kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi : memberiakan informasi kepada pasien tentang pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat, menganjurkan kepada pasien agar sering mengecek KGD agar tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah.
- Hasil evaluasi dari tindakan yang telah dilakukan selama dua hari diperoleh gangguan pemenuhan nutrisi teratasi, pasien mampu menghabiskan porsi makanan yang disediaakan, Hb 12,2 gr/dl, BB 58 kg, TD 110/80 mmHg, sehingga masalahnya sudah teratasi. Pada diagnosa gangguan pola tidur berhubungan dengan perubahan pola aktifitas, pasien sudah bisa tidur nyenyak yaitu dari jam 22:00 s/d 06:00, sehingga masalah gangguan pola tidur pada Tn.B sudah teratasi. Pada diagnosa kurang pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan tidak mengenal sumber informasi, pasien mampu menyebutkan kembali pengertian, tanda dan gejala dan akibat jika tidak dirawat, sehingga masalah kurang pengetahuan pada Tn.B teratasi.
- Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas ada beberapa saran yang penulis ajukan dalam asuhan keperawatan pada Tn.B dengan diabetes melitus tipe II yaitu :
1. Diharapkan
kepada Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit agar memperhatikan kualitas pelayanan keperawatan profesional khususnya
diruang rawat penyakit dalam pria.
2. Diharapkan kepada seluruh tim kesehatan
khususnya profesi perawat dan terutama mahasiswa keperawatan agar dapat
mengembangkan diri, memperluas wawasan melalui buku-buku, media massa, dan
elektronik agar dapat meningkatkan pengetahuan, khususnya dalam merawat.
DAFTAR
PUSTAKA
Carpenito, Lj.
2001.
Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin,
Elizabeth J. 2000. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Doenges, E.
2000.
Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 8. Jakarta: EGC.
Ganong, F. Wiliam. 2002. Buku
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 20. Jakarta: EGC.
Hidayat, Aziz Alimul. 2004. Buku Saku Praktikum Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: EGC.
ISO Indonesia. 2009. Spesialis Obat. Volume
44. Jakarta: Ikatan Farmasi Indonesia.
Mardiati, 2004. Buku Faal Endokrin. Jakarta: Hak
penerbit pada CV SAGUNG SETO.
Nursalam, 2001.
Proses dan Dokumentasi Keperawatan.
Edisi I, Jakarta: Selemba Medika.
Price, Siyvia A. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Rob, Valgin. 2001. Meningkatkan Hormon Secara Alami. Jakarta: PT Rasa Grafindo
persada.
Smelzer, S.C & Bare, B.G. 2001. Buku
Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC.
Scanlon, C. Valerik, 2006. Buku Ajar Anatomi dan Fisiologi.
Edisi 3. Jakarta: EGC.
Sudoyo, W.A dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Edisi 4. Jilid 3. Jakarta. Pusat
Penerbit Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tambayong, 2000. Patofisiologi
untuk Keperawatan. Jakarta: EGC.
Wartonah, Tarwoto. 2006. Kebutuhan Dasar Manusia Dan
Proses Keperawatan. Edisi 3. Jakarta: Selemba Medika.
www. detikHealt. Com.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar