BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Ginjal, ureter,
Kandung kemih dan uretra membentuk sistem urinarius. Fungsi utama ginjal adalah
mengatur cairan serta elektrolit dan komposisi asam- basa cairan tubuh;
Mengeluarkan produk akhir metabolic dari dalam darah; dan mengatur tekanan
darah. Urine yang terbentuk sebagai hasil dari proses ini diangkut dari ginjal
melalui ureter kedalam kandung kemih tempat urine tersebut disimpan untuk
sementara waktu. Pada saat urinasi kandung kemih berkontraksi dan urine akan di
ekskresikan dari tubuh lewat uretra ( Brunner & Suddarth, 2002 ).
Gagal ginjal kronik
(GGK) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh kegagalan fungsi ginjal yang
terjadi secara perlahan-lahan sehingga dapat mengganggu fungsi organ yang lain
seperti jantung, paru-paru dan sistem imun (Purnawan Junadi, 1982).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh peningkatan protein dalam urine secara
bermakna (proteinuria), penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia) oedema, dan (serum cholesterol yang tinggi
dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipedemia). (Brunner & Suddarth,
2002).
Penyebab yang pasti belum diketahui,
umumnya dibagi menjadi; sindrom nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif
autosom atau karena reaksi fetomaternal; sindrom nefrotik skunder, disebabkan
oleh parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefritis akut,
glumerulonefritis kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion,
pradion,penisilamin, garam emas, raksa), dan lain-lain; sindrom nefrotik
idopatik.(Arif mansjoer, 2000)
Menurut
penelitian terdapat perbedaan bentuk Sindrom nefrotik di Indonesia (Negara tropis) dan
Negara maju. Di Negara maju umumnya sindroma nefrotik jenis kelainan minimal;
pada Sindrom nefrotik terletak pada tubulus dan glomerulus tidak mengalami
gangguan fungsi. Di Indonesia (RSCM) umumnya jenis Sindrom nefrotik bukan
kelainan minimal yang menurut dugaan penelitian disebabkan karena berbagai
infeksi yang pernah diderita pasien atau gangguan gizi (malnutrisi) pada waktu
lampau, kekurangan gizi menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh sehingga pasien
mudah mendapat infeksi yang merupakan salah satu pencetus dari Sindrom nefrotik
bukan kelainan minimal tersebut ( Cecily L.Betz dan Linda A, Sowden, 2002).
Dari data studi
dan epidemiologis tentang Sindrom
nefrotik di Indonesia belum ada, namun di luar negeri yaitu Amerika serikat Sindrom nefrotik merupakan salah satu
penyebab gagal ginjal kronik dan merupakan masalah kesehatan yang utama dengan
jumlah penderita mencapai 225 orang pertahun (11,86 %), dari 2150 orang orang
yang berobat kerumah sakit. (www.compas.com). Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari
register di Ruang Penyakit Dalam Wanita Badan Pelayan Kesehatan Rumah Sakit
Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh didapatkan seluruh pasien yang dirawat inap
dari bulan Mei 2005 sampai dengan Desember 2005 berjumlah 332 orang dan yang
menderita Sindrom nefrotik 2 orang atau (0,6 %).
Gejala yang
timbul dari Sindrom nefrotik yang paling menojol adalah edema, kadang sampai
anasarka. Pada penderita ini selalu ditemukan proteinuria, hipoalbuminemia, dan
hiperkolesterolemia. Kadang terdapat juga uremia (Depkes RI,
1992).
Komplikasi
sindrom nefrotik mencakup infeksi (akibat defisiensi respon imun), tromboembolisme
(terutama vena renal), emboli pulmoner, dan peningkatan terjadinya
aterosklerosis (Brunner & Suddarth, 2002).
Masalah
keperawatan yang muncul seperti ; Kelebihan volume cairan, Perubahan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh, Gangguan integritas kulit, dan gangguan konsep
diri (Brunner & Suddarth, 2002).
Penatalaksanaan
pada masalah keperawatan tersebut adalah ; Pengaturan minum, Pengendalian
hipertensi, Pengaturan diet dan makanan, Penanggulangan anemia, Penanggulangan
Asidosis, Pengobatan dan pencegahan infeksi, Pengendalian darah (Soeparman,
1996).
Peran perawat yang merupakan bagian integral
dari pelayanan kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
Sindrom nefrotik yang berperan secara mandiri dan kolaboratif dalam melaksanakan
asuhan keperawatan, misalnya dengan mendorong dan memberi support pada anggota
keluarga untuk ikut serta merawat penderita baik di Rumah Sakit maupun setelah
pasien pulang dari Rumah Sakit, dan mendeteksi secara dini tentang
keluhan-keluhan penderita, yang tidak lepas dari usaha promotif dan preventif
serta usaha kuratif, rehabilitatif yaitu setelah pasien pulang dari Rumah Sakit.
(Effendi N, 1998).
BAB
II
TINJAUAN
KEPUSTAKAAN
A.
Konsep Dasar Teoritis Medis
1.
Pengertian
Sindrom nefrotik
merupakan kumpulan manifestasi klinis (ditandai proteinuria massif lebih dari
3,5 gram per 1,73 m2 luas permukaan badan per hari dan
hipoalbuminemia kurang dari 3 gram permilliliter) dan berhubungan dengan
kelainan glomerulus akibat penyakit-penyakit tertentu atau tidak diketahui
(Soeparman, 1996).
Sindrom nefrotik merupakan gangguan klinis yang ditandai oleh
(1) peningkatan protein dalam urine secara bermakna (proteinuria) (2) penurunan
albumin dalam darah (hipoalbuminemia) (3) edema, dan (4) serum kolesterol yang
tinggi dan lipoprotein densitas rendah (hiperlipedemia). (Brunner &
Suddarth, 2002).
2.
Etiologi
Penyebab pasti belum diketahui.
Umumnya dibagi menjadi :
a) Sindroma nefrotik bawaan diturunkan sebagai
resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal.
b) Sindrom nefrotik sekunder, disebabkan oleh
parasit malaria, penyakit kolagen, glomerulonefrotis akut, glomerulonefrotis
kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia (trimetadion, paradion,
penisilamin, garam emas, raksa) amiloidosis (Arif
mansjoer, 2000).
3.
Patofisiologi
Patofisiologinya adalah dimana
manifestasi primer dari sindrom nefrotik adalah hilangnya protein plasma,
terutama albumin, kedalam urine. Meskipun hati mampu meningkatkan produksi
albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya jika albumin
terus menerus hilang melalui ginjal, akhirnya menjadi hipoalbuminemia.
Menurunnya tekanan osmotik menyebabkan oedema generalisasi akibat cairan yang
berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang ekstra seluler. Penurunan
sirkulasi volume darah mengaktifkan sistem rennin-angiotensin, menyebabkan
retensi natrium dan oedema lebih lanjut. Hilangnyaprotein dalam serum menstimulasi sintesis
lipoprotein dihati dan peningkatan konsentrasi lemak dalam darah (
hiperlipidemia) (Brunner & Suddarth, 2002).
4.
Gejala Klinis
Gejala yang
timbul dari Sindrom nefrotik yang paling menonjol adalah oedema, kadang sampai oedema
anasarka. Pada penderita ini selalu ditemukan proteinuria, hypoalbuminemia, dan
hyperkolesterolemia. Kadang terdapat juga uremia (Depkes RI, 1992).
Episode pertama
penyakit sering mengikuti sindrom seperti influenza, bengkak periorbital, dan
oliguria. Dalam beberapa hari, edema semakin jelas dan menjadi anasarka.
Keluhan jarang selain malaise ringan dan nyeri perut. Dengan perpindahan volume
plasma kerongga ketiga dapat terjadi syok. Bila oedema berat dapat timbul
dispnue akibat efusi pleura. (Arief Mansjoer, 2000).
5.
Pengobatan
Prinsip
pengobatan sindroma nefrotik akan berhasil bila dipahami dasar-dasar mekanisme
atau patofisiologinya ;
Patofisologi
|
Pengobatan
|
Kerusakan glomerulus
|
Imunosupresif
Antikoagulansia
Anti agegrasi trombosit
|
Kehilangan protein
|
Diet kaya protein hewani
|
Penurunan tekanan onkotik dan hipoalbuminemia.
|
Infus salt poor human albumin
|
Sekresi aldosteron meningkat
|
Diuretic spironolakton
|
Retensi Na+ dan air
|
Diuretic furosemid atau spironolakton
|
Sembab (resistensi)
|
Drainase
|
6.
Perawatan dan Pencegahan
Pada umumnya
perawatan dan pencegahan pada nefrotik sindrom adalah untuk mengurangi gejala
dan mencegah pemburukan fungsi ginjal yaitu sebagai berikut :
a) Pengaturan minum
Hal ini dilakukan untuk pengobatan
penyakit dasar dan pengobatan cairan dan elektrolit, yaitu pemberian cairan
intravena sampai diuresis cukup maksimal.
b) Pengendalian hipertensi
Tekanan darah harus dikendalikan
dengan obat-obatan golongan tertentu, tekanan darah data diturunkan tanpa
diturunkan fungsi ginjal, misalnya dengan betabloker, methyldopa, vasodilator,
juga mengatur pemasukan garam.
c) Pengendalian darah
Peningkatan kalium darah dapat
mengakibatkan kemaitan mendadak, ini dapat dihindari dengan hati-hati dalam
pemberian obat-obatan dan diit
buah-buahan, hiperkalemia dapat diagnosis dengan pemeriksaan EEG dan EKG,
bila hiperkalemia sudah terjadi maka dilakukan pengurangan intake kalium,
pemberian natrium bicarbonate secara intra vena, pemberian cairan parental (glukosa),
dan pemberian insulin.
d) Penanggulangan anemia
Anemia merupakan keadaan yang sulit
ditanggulangi pada gagal ginjal kronis, usaha pertama dengan mengatasi faktor
defisiensi, untuk anemia normakrom trikositik dapat diberikan supplemen zat
besi oral, tranfusi darah hanya diberikan pada keadaan mendesak misalnya
insufisiensi karena anemia dan payah jantung.
e) Penanggulangan Asidosis
Pada umumnya asidosis baru timbul
pada tahap lanjut dari nefrotik sindrom. Sebelum memberikan pengobatan khusus,
faktor lain yang harus diatasi dulu misalnya rehidrasi. Pemberian asam melalui
makanan dan obat-obatan harus dihindari. Pengobatan natrium bikarbonat dapat
diberikan melalui peroral dan parenteral, pada permulaan diberi 100 mg natrium
bicarbonate, diberikan melalui intravena secara perlahan-lahan. Tetapi lain
dengan dilakukan dengan cara hemodialisis dan dialysis peritoneal.
f) Pengobatan dan pencegahan infeksi
Ginjal yang sedemikian rupa lebih
mudah mengalami infeksi, hal ini dapat memperburuk faal ginjal. Obat-obatan
antimikroba diberikan bila ada bakteriuria dengan memperhatikan efek
nefrotoksik, tindakan katetrisasi harus sedapat mungkin dihindari karena dapat
mempermudah terjadinya infeksi.
g) Pengaturan diit dan makanan
Gejala ureum dapat hilang bila
protein dapat dibatasi dengan syarat kebutuhan energi dapat terpenuhi dengan
baik, protein yang diberikan sebaiknya mengandung asam amino yang esensial,
diet yang hanya mengandung 20 gram protein yang dapat menurunkan nitrogen
darah, kalori diberikan sekitar 30 kal/kgBB dapat dikurangi apabila didapati
obesitas.
B.
Konsep Dasar Teoritis Keperawatan
1.
Pengkajian Keperawatan
a)
Identitas pasien
Dalam
melaksanakan asuhan keperawatan Sindrom Nefrotik biodata sangat bermanfaat
dibuat untuk mendapatkan gambaran tentang pasien seperti: nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, suku, alamat, tanggal masuk dan nomor
register / nomor cm.
Pada pasien
dengan sindroma nefrotik pada biodata umur sangat menentukan perbedaan terjadi
sindroma nefrotik, pada pria dan wanita mempunyai angka yang sama, insiden
penyakit sindroma nefrotik meningkat pada usia pertengahan 45 – 49 tahun. Hal
ini disebabkan oleh karena terjadinya proses degenerasi atau kemunduran dari
fungsi tubuh dan sel-sel tubuh. Pendidikan dapat memberikan gambaran tingkat
pengalaman pasien terhadap penyakitnya, sedangkan pekerjaan dapat menunjukkan
sikap aktifitas pasien dan sebagai stressor yang mempengaruhi penyakitnya.
b)
Riwayat Keperawatan
Ø Keluhan
utama adalah penyebab yang
mendorong seseorang mencari pertolongan (Brunner &
Suddarth, 2002). pasien masuk ke
Rumah Sakit dengan keluhan adanya pembengkakan pada perut dan kaki serta keadaan
umum lemah.
Ø Riwayat
kesehatan sekarang adalah factor yang terpenting untuk
menegakkan diagnosis atau menentukan
kebutuhan pasien, meliputi beberapa informasi seperti tanggal dan cara (
Tiba-tiba,bertahap ) Dimana terjadi masalah, suasana dimana masalah timbul ( Di
rumah, di tempat kerja, setelah perdebatan seru, setelah berolahraga ),
manifestasi masalah dan perjalanan penyakit atau masalah (Brunner & Suddarth, 2002).
Pasien dengan sindrom nefrotik
biasanya gejala-gejala yang muncul sangat komplek karena mempengaruhi berbagai
system tubuh secara keseluruhan dan biasanya pasien mengeluh tidak ada nafsu
makan, mual, dan muntah, kulit gatal-gatal dan berwarna pucat akibat anemia,
pada system perkemihan seperti, nokturia, poliuria, dan anuria. Sedangkan gejala
pada system saraf terjadi pegal-pegal pada tungkai bawah, rasa semutan,
gangguan tidur dan gangguan konsentrasi. Pada system kardiovaskuler mengalami
gangguan nyeri dada, sesak nafas, pusing, pada keadaan yang lanjut juga
mengalami gangguan sexsual. (Soeparman, 1996).
Ø Riwayat
kesehatan masa lalu
Pasien dengan sindroma nefrotik
mempunyai riwayat penyakit seperti glomerulonefritis, dan infeksi yang menjadi
penyebeb terbesar (R.P. Sidabutar, 1992).
Ø Riwayat
kesehatan keluarga
Adanya riwayat penyakit dalam
keluarga seperti penyakit sindroma nefrotik yang dapat mengarahkan dugaan pada
penyakit sindrom nefrotik.
c)
Pola kebiasaan
Ø Pola
nutrisi
Pasien dengan sindrom nefrotik
mengalami penurunan nafsu makan karena adanya anorexia, nousea, vomitus yang
diakibatkan oleh gangguan metabolisme protein di dalam usus. (Soeparman, 1996).
Ø Pola
eliminasi
Pasien dengan sindrom nefrotik
mengalami gangguan pola eliminasi dimana terjadinya nyeri selama atau sesudah
buang air kecil yang disebabkan oleh infeksi kandung kemih, dan bisa juga
disebabkan oleh trauma. (T.J. Bailey, 1995)
Ø Pola
aktifitas
Pasien dengan sindrom nefrotik pola
aktifitasnya terganggu dikarenakan adanya anemia dan dehidrasi, sehingga pasien
cepat lelah dan lemah. (Soeparman, 1996).
Ø Pola
istirahat
Pasien dengan sindrom nefrotik
mengalami kesulitan dalam beristirahat, dikarenakan karena adanya nyeri dada
dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial dan penyakit jantung
koroner akibat penimbunan cairan hipertensi (Soeparman, 1996).
Ø Personal
hygiene
Mulut berbau dikarenakan tubuh
mengeluarkan ion hydrogen dalam peningkatan asam lambung sehingga memungkinkan
terjadinya stomatitis dan gingivitis pada pasien yang oral hygiene kurang (R.P.
Sidabutar, 1992).
d)
Riwayat psikologis
Adalah suatu riwayat yang merujuk
kepada kesan seseorang terhadap dirinya sendiri (Brunner
& Suddarth, 2002).
Biasanya pasien dengan sindrom
nefrotik terjadi penurunan psikologis dan steres yang tinggi karena
penyakitnya, maka perlu perhatian yang lebih dari keluarga dan perawat (R.P.
Sidabutar, 1992).
e)
Riwayat Spritual
Adalah riwayat yang biasanya
diekspresikan melalui agama tertentu yang dianutnya (Brunner
& Suddarth, 2002).
Pasien dengan sindrom nefrotik
dalam beribadahnya tidak dapat melakukan seperti biasa dikarenakan keadaan fisik
yang lemah (R.P. Sidabutar, 1992).
f)
Pemeriksaan fisik
Ø Inspeksi
Pemeriksaan yang dilakukan dengan
cara melihat keadaan umum dan kelainan yang terdapat di seluruh tubuh
sehubungan dengan perjalanan penyakitnya, biasanya kulit pasien ditemukan
berwarna pucat karena anemia dan penimbunan elektrolit pigmen, pruritus yang
berat, oedema perifer, bibir kering dan nafas berbau akibat ureum yang
berlebihan pada air liur yang di rubah oleh bakteri mulut (R.P. Sidabutar,
1992).
Ø Palpasi
Pemeriksaan dengan perabaan pada
heparnya ditemukan pembesaran hepar (hepatomegali) akibat adanya bendungan pada
vena porta yang menimbulkan rasa tidak enak diperut bagian atas terutama
sesudah makan, nyeri dada, kulit kuning dan kasar, denyut nadi tidak teratur
dan meningkat akibat hipertensi. Pada ektremitas adanya odema dan terasa dingin
(Soeparman, 1996).
Ø Perkusi
Pemeriksaan dengan cara mengetuk
untuk mengetahui kelainan organ melalui suara yang terdengar.(Soeparman, 1996)
Ø Auskultasi
Pemeriksaan dengan cara mendengar
bunyi atau irama jantng sehingga diketahui adanya efusi pericardial atau gagal
jantung akibat hipertensi dan juga untuk mendengar bunyi ( bising ) peristaltik
usus (Soeparman, 1996).
g)
Pemeriksaan diagnostik
Untuk memperkuat
diagnosis seiring dilakukan pemeriksaan penunjang dan pemeriksaan laboratorium
maupun radiologi yaitu :
1) Pemeriksaan laboratorium
Pada pemeriksaan laboratorium
dilakukan pemeriksaan ureum darah dan
nitrogen urea darah dan pemeriksaan asam urat. Penilaian kadar kalium darah dan
analisis gas darah dan perlu dilakukan untuk menemukan ada tidaknya asidosis
metabolic yang berat, pada pemeriksaan kalsium biasanya hanya dilakukan pada
keadaan terminal, kadar fosfor darah perlu dilakukan melalui pemeriksaan
fosfataselindi yang berguna untuk menilai HTP (homone parathyroid tulang) dan
metabolisme vit D3 .
2) Foto polos abdomen
Dilakukan untuk menilai bentuk dan
besar ginjal apakah ada batu dan obstruksi lain, sebaiknya tanpa puasa karena
dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal.
3) Ultrasonograffi
Untuk menilai besar dan bentuk
ginjal dan tebak parenkhim ginjal dan kepadatan parenkhim ginjal, anatomi
system pelviokalises dan ureter proksimal, kandung kemih dan prostat.
4) Pemeriksaan radiologi jantung, tulang dan paru
Pada jantung memperlihatkan
kardiomegali dan efusi kardial, pemeriksaan tulang untuk menentukan adanya
osteodistropi dan klasifikasi metastatik.
Sedangkan pada pemeriksaan
radiology paru berguna untuk mengetahui adanya uremiclung (Uremic paru) yang
dianggap disebabkan oleh bendungan.
5) Biopsy ginjal
Hal ini dilakukan bila ada keraguan
diagnostic gagal ginjal atau untuk
mengetahui etiologinya.
2.
Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Analisa Data
1) DS :
·
Nokturi,
oliguria
·
Pasien
mengeluh mual dan muntah serta mulut terasa pahit.
·
Pasien
mengatakan kurang mengerti tentang kondisi penyakitnya
·
Pasien
mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas
·
Menyatakan
perubahan pola hidup; fokus pada fungsi dahulu
·
Perasaan
negative tentang diri
·
Perasaan
tak berdaya
2) DO
·
Edema
jaringan umum
·
Peniggkatan
berat badan
·
Distensi
vena; TD/ CVP berubah
·
Perubahan
BJ urine
·
Penurunan
HB/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
·
Berat
badan kurang dari normal
·
Mulut
kotor dan bau
·
K/u lemah
·
Pertanyaan/permintaan
informasi, pernyataan salah konsep
·
Pasien
tidak akurat mengikuti instruksi
·
Perluasan
batas diri terhadap objek lingkungan
·
Perubahan
dalam keterlibatan sosial
·
Terlalu
bergantung pada orang lain (Doengess, 1999)
Diagnosa keperawatan
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium ditandai
dengan nokturia oliguria, oedema jaringan umum, peniggkatan berat badan,
distensi vena; TD/ CVP berubah dan perubahan BJ urine penurunan HB/Ht, gangguan
elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual,muntah, pembatasan diet dan perubahan
membran mukosa mulut ditandai dengan Pasien mengeluh mual dan muntah, mulut
terasa pahit, berat badan kurang dari normal serta mulut kotor dan bau dan K/u
lemah.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan
penanganan berhubungan dengan Tidak mengenal sumber imformasi dan salah
intepretasi informasi ditandai dengan pasien mengatakan kurang mengerti tentang
kondisi penyakitnya, pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep,
pasien tidak akurat mengikuti istruksi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis ditandai dengan
Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas, K/u lemah,
bedrest, kunjungtiva pucat dan Hb dibawah normal.
5. Ganggauan harga diri berhubungan dengan
ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual
ditandai dengan menyatakan perubahan pola hidup; focus pada fungsi dahulu,
perasaan negative tentang diri, perasaan tak berdaya, perluasan batas diri
terhadap objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan social
3.
Perencanaan
a.
Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet berlebih dan
retensi cairan dan natrium ditandai dengan nocturia oliguria, edema jaringan
umum, peniggkatan berat badan, distensi vena; TD/ CVP berubah dan perubahan BJ
urine penurunan HB/Ht, gangguan elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
Tujuan : mempertahankan berat tubuh ideal tanpa kelebihan cairan
Kriteria hasil :
mempertahankan “berat badan kering” dalam batas normal pasien “bebas oedema”
bunyi nafas jelas dan kadar natrium dalam batas normal ( < 135 mEq/L : 135
mmol/L).
Intervensi
1) Kaji status cairan dengan cara menimbang berat
badan harian
2) Jaga keseimbangan masukan dan haluaran yang
adekuat dengan intake 2 x1 /hari dari output 1200 cc/24 jam
3) Jaga turgor kulit dan adanya edema, menjaga
distensi vena leher
4) Jaga tekanan darah, denyut dan irama nadi
5) Batasi pemasukan cairan
6) Identifikasi sumber potensial cairan dengan
cara menjaga medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral dan
intravena
7) Jaga makanan yang dikonsumsi
8) Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
pembatasan
9) Bantu pasien dalam menghadapi ketidaknyamanan
akibat pembatasan cairan Tingkatkan dan
dorong hygiene oral dengan sering.
b.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,muntah,
pembatasan diet dan perubahan membran mukosa mulut ditandai dengan Pasien
mengeluh mual dan muntah, mulut terasa pahit, berat badan kurang dari normal
serta mulut kotor dan bau dan K/u lemah.
Tujuan : Mempertahankan masukan nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
mempertahankan/meningkatkan berat badan seperti yang diindikasikan oleh situsi
individu, bebas udara.
Intervensi
1) Kaji status nutrisi dengan cara menimbang berat
badan pasien
2) Menilai laboratorium (elektrolit serum,BUN,
kreatinin, protein, transferin, dan kadar besi)
3) mengkaji pola diet pasien dengan cara mengkaji
riwayat diet
4) Berikan makanan yang disukai pasien
5) Hitung kalori; kaji faktor yang berperan dalam
merubah masukan nutrisi dengan cara melihat apakah pasien mengalami anoreksia,
mual atau muntah
6) Kaji diet yang tidak menyenangkan bagi pasien
7) Sediakan makanan kesukaan pasien dalam
batas-batas diet;
8) Tingkatkan masukan protein yang mengandung
nilai biologis tinggi (telor, susu, daging)
9) Jelaskan rasional pembatasan diet dan
hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan urea dan kadar kreatinin
10) Ciptakan lingkungan yang menyenangkan selama
waktu makan.
c.
Kurang
pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan Tidak mengenal
sumber imformasi dan salah intepretasi informasi ditandai dengan pasien
mengatakan kurang mengerti tentang kondisi penyakitnya, pertanyaan/permintaan
informasi, pernyataan salah konsep, pasien tidak akurat mengikuti istruksi.
Tujuan : meningkatkan
pengetahuan mengenai kondisi dan penanganan yang bersangkutan.
Kriteria hasil :
1) Menyatakan pemahaman kondisi/proses penyakit,
prognosis dan pengobatan
2) Mengidentifikasi hubungan tanda dan gejala
proses penyakit dan gejala yang berhubungan dengan factor penyebab.
3) Melakukan perubahan prilaku yang perlu dan
berpartisipasi pada program pengobatan
Intervensi
1) Kaji pemahaman mengenai penyebab kelainan
ginjal dan penanganannya dengan :
Ø Penyebab sindrom nefrotik
Ø Pengertian sindrom nefrotik
Ø Pemahaman mengenai sindrom nefrotik
Ø Hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan
sindrom nefrotik
Ø Rasional penanganan (hemodialisis, dialisis
peritoneal, transplantasi).
2) Jelaskan fungsi renal dan konsekuensi sindrom
nefrotik sesuai dengan tingkat pemahaman dan
kesiapan pasien untuk belajar.
3) Bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara
untuk memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang
mempengaruhi hidupnya.
4) Sediakan informasi baik tertulis maupun secara
oral dengan tepat tentang :
Ø Fungsi dan kegagalan renal
Ø Pembatasan cairan dan diit
Ø Medikasi
Ø Melaporkan masalah, tanda dan gejala
Ø Jadwal dan tindak lanjut
Ø Sumber dan komunitas
Ø Pilihan therapy
d.
Intoleransi
aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk sampah dan
prosedur dialysis ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu
melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, kunjungtiva pucat dan Hb dibawah
normal.
Tujuan : berpartisipasi dalam aktifitas yang dapat ditoleransi.
Kriteria hasil
Ø Mempertahankan mobilitas/fungsi optimal
Ø Menunjukkan peningkatan kekuatan dan bebas dari
komplikasi (kontraktur, dekubitus)
Intervensi
1) Kaji faktor yang menimbulkan keletihan antara
lain :
Ø Adanya anemia
Ø Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit
Ø Adanya retensi produk sampah depresi
2) Tingkatkan kemandirian dalam aktivitas
perawatan diri yang dapat ditoleransi (membantu jika keletihan terjadi);
3) Anjurkan aktivitas alternative sambil
istirahat.
e.
Ganggauan
harga diri berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra
tubuh dan fungsi seksual ditandai dengan menyatakan perubahan pola hidup; focus
pada fungsi dahulu, perasaan negative tentang diri, perasaan tak berdaya,
perluasan batas diri terhadap objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan sosial
Tujuan : memperbaiki konsep diri
Kriteria hasil
1) Mengidentifikasi perasaan dan metode koping
untuk persepsi pada diri sendiri.
2) Menyatakan penerimaan terhadap situasi diri
3) Menunjukkan adaptasi terhadap perubahan/kejadian
yang telah terjadi, dibuktikan dengan menyusun tujuan nyata, dan aktif
berpartisipasi dalam perawatan/hidup
Intervensi
1) Kaji respon dan reaksi pasien dan keluara
terhadap penyakit dan penanganan
2) Kaji hubungan antara pasien dan anggota
keluarga terdekat
3) Kaji pola koping pasien dan anggota keluarga
4) Ciptakan diskusi terbuka tentang perubaha yang
terjadi akibat penyakit dan penanganan
5) Gali cara alternative untuk ekspresi seksual
lain selain hubungan seksual
6) Diskusikan peran memberi dan menerima cinta,
kehangatan, dan kemesraan.
4.
Implementasi
Pelaksanaan kegiatan keperawatan
merupakan kegiatan atau tindakan yang diberikan pada pasien, kegiatan ini
meliputi pelaksanaan kegiatan rencana keperawatan dan rencana tindakan medis,
pada tahap ini perawat menerapkan pengetahuan dan keterampilan berdasarkan
ilmu-ilmu keperawatan dan ilmu-ilmu yang terkait secara terintegrasi. Pada
waktu perawatan memberikan asuhan keperawatan
atau proses pengumpulan dan analisa data dilakukan terus menerus guna
untuk perubahan atau penyesuaian tindakan keperawatan, disinilah oprasional
keperawatan dilakukan kepada pasien dalam situasi yang nyata yang perlu
ditetapkan untuk mencapai mutu keperawatan yang optimal.
5.
Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan tujuan
keperawatan dalam memenuhi kebutuhan pasien, tujuan dari evaluasi adalah untuk
menilai apakah tujuan dan rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk
melakukan kegiatan ulang, bila tindakan keperawatan yang telah dilakukan
berhasil atau tidak, maka dapat diambil langkah-langkah peraturan selanjutnya
dengan kriteria yaitu masalah pasien dapat terpecahkan, sebagian masalah
terpecahkan, masalah sama sekali tidak terpecahkan, muncul masalah baru dan
evaluasi tetap berlangsung selama pasien dalam perawatan.
BAB III
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan
membahas tentang Asuhan keperawatan pada Ny. Rh dengan Sindrom nefrotik di
Ruang Rawat Penyakit Dalam wanita Badan Pelayanan kesehatan Rumah Sakit Umum Dr
Zainal Abidin Banda Aceh yang di lakukan melalui pendekatan proses keperawatan
selama 3 Hari yaitu mulai tanggal 12 sampai dengan 14 Desember 2005. Pembahasan
meliputi pengkajian, Diagnosa keperawatan, Intervensi, Inplementasi dan
Evaluasi.
A.
Pengkajian
Dari pengkajian data Demografi
di dapatkan pasien bernama Ny.Rh berumur 35 Th dengan jenis kelamin perempuan,
pekerjaan ibu rumah tangga di rawat dengan Diagnosa Medis sindrom nefrotik.
Penyebab yang pasti Sindrom nefrotik belum diketahui namun secara umum dapat
disebabkan oleh keturunan sebagai resesif autosom atau karena reaksi
fetomaternal, kemudian oleh parasit malaria, penyakit kolagen,
glomerulonefritis akut dan kronik, trombosis vena renalis, bahan kimia dan
amilosis. Sindrom nefrotik dapat di jumpai setiap usia dan lebih banyak pada
laki-laki dari pada wanita (Arief masnsjoer, 2000)
Keluhan utama pasien yang di dapatkan
dari pengkajian tinjauan kasus adalah oedema pada perut dan kaki kiri serta
kanan, pembesaran kelenjar parotis, sesak nafas, mual muntah, dan nafsu makan
berkurang. Sedang pengkajian yang didapatkan secara teoritis pada pasien dengan
Sindrom nefrotik adalah oedema umumnya ditemukan disekitar mata (periorbital),
pada area ekstremitas (sacrum, tumit dan tangan), dan pada abdomen (asites).
Gejala lain seperti malaise, sakit kepala, iritabelitas, mual dan muntah dan
keletihan yang umumnya terjadi (Brunner & Suddarth, 2002).
Dari hasil pengkajian pada
tinjauan kasus dan sesuai dengan pengkajian pada tinjauan teoritis di dapatkan
data berupa gejala oedema. Oedema ini disebabkan karena ginjal tidak mampu
untuk mengkonsentrasikan atau mengencerkan urine secara normal dimana hilangnya
plasma protein berupa albumin kedalan urine, meskipun hati mampu meningkatkan
produksi albumin, namun organ ini tidak mampu untuk terus mempertahankannya
jika albumin terus menerus hilang melalui ginjal. Akhirnya terjadi
hipoalbuminemia. Akibatnya tekanan osmotik menurun sehingga cairan akan
berpindah dari sistem vaskuler kedalam ruang ekstraseluler dan menyebabkan
oedema generalisata (Brunner & suddarth, 2002).
Pada keadaan mual dan muntah
disebabkan karena kadar ureum dan creatinin yang meningkat menyebabkan
terjadinya peningkatan produksi asam lambung, kemudian karena pengaruh efek
samping dari pengobatan dan pembatasan diet. Sedangkan keletihan disebabkan
karena adanya anemia dan oedema yang mempermudah terjadinya keletihan tersebut,
anemia dikarenakan oleh adanya kehilangan darah dari traktus gastro intestinal,
umur eritrosit yang terlalu pendek, kadar eritropoetin yang rendah serta adanya
faktor penghambat eritropoitin. Sementara oedem terjadi karena ginjal sudah
kurang mampu berfungsi lagi untuk melakukan aktivitasnya.
Adapun keluhan yang didapatkan
pada tinjauan kasus dan tidak didapatkan pada tinjauan teoritis atau
perpustakaan adalah seperti sesak nafas dimana pada kerusakan lebih lanjut
tubuh tidak mampu lagi memenuhi kebutuhan air, garam dan berbagai produk ginjal
lainnya. Bila GFR kurang dari 10 – 20 ml/menit akan menunjukkan adanya tanda
uremia dimana zat racun dalam tubuh meningkat dan tidak bisa dikeluarkan sehingga
masuk kedalam saluran pernafasan dan menyebabkan terjadinya penumpukan cairan
dirongga thoraks (hidro thoraks) yang menyebabkan nafas berbau urine dan sesak,
pembesaran kelenjar parotis kemungkinan
disebabkan oleh adanya infeksi skunder renal atau ekstra renal. Pada keadaan
dekubitus terjadi karena kurangnya immobilisasi dimana keadaan pasien
bedrest/tirah baring yang terlalu lama sehingga menyebabkan terjadinya iritasi
pada bagian-bagian yang lebih tertekan pada anggota tubuh pasien (Hudak &
Gallo, 2000).
Pada pengkajian riwayat penyakit yang lalu,
pasien menyatakan sebelumnya tidak pernah mengalami penyakit yang di deritanya
seperti sekarang ini, pasien bukan penderita bawaan karena belum pernah di
temukan Sindrom nefrotik pada pasien tersebut sebelumnya.
Menurut pasien dan keluarganya
tidak ada yang mengalami penyakit seperti yang di derita saat ini dan tidak ada
yang menderita penyakit herediter. Keadaan ini sangat berbeda menurut
pernyataan teoritis dimana Sindroma
nefrotik bawaan diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi
fetomaternal (Arif mansjoer, 2000).
Dari pemeriksaan pola
fungsional kesehatan di dapatkan sebelum di rawat pasien makan normal 3 kali
sehari dan minum 6 – 8 gelas / hari, selama di rawat hanya menghabiskan sepertiga
porsi dari yang di sediakan dan pasien minum hanya 5 gelas / hari, keadaan ini
sesuai dengan tinjauan teoritis dimana menurunnya nafsu makan / asupan makan
pada pasien Sindrom nefrotik karena adanya anorexia, nousea, vomitus yang
diakibatkan oleh gangguan metabolisme protein di dalam usus. (Soeparman, 1996).
Pola istirahat pasien selama
di rawat tidak menunjukan gangguan yang berarti, namun pola dari eliminasi BAK
terjadi perubahan sebelum sakit pasien BAK 4 - 6
x/hari, selama sakit BAK 2x/hari, dibantu oleh keluarga dan perawat. (± 400
ml/hari) pada keadaan ini tidak berbeda jauh dengan
gejala yang muncul pada tinjauan teoritis dimana pasien dengan sindrom nefrotik
biasanya gejala-gejala yang muncul sangat komplek karena mempengaruhi berbagai
system tubuh secara keseluruhan dan biasanya pasien mengeluh tidak ada nafsu
makan, mual, dan muntah, kulit gatal-gatal dan berwarna pucat akibat anemia,
pada system perkemihan seperti, nokturia, poliuria, dan anuria (Soeparman, 1996).
Pola aktivitas pasien terganggu,
pasien harus selalu di bantu untuk pergi ke kamar mandi, karena pasien sangat
cepat mengalami keletihan dimana sesuai
dengan teori bahwa pasien dengan
sindrom nefrotik pola aktifitasnya terganggu dikarenakan adanya anemia dan
dehidrasi, sehingga pasien cepat lelah dan lemah. (Soeparman, 1996).
Personal hygiene pasien selama
di rawat dalam keadaan baik, pasien selalu di seka 2-3 kali sehari oleh
keluarga dan ganti baju 2 hari sekali sehingga pasien tidak tampak kotor.
Dari data psikologis di
dapatkan pasien selalu tabah dan sabar dalam menghadapi penyakitnya dan selalu
berdoa dengan harapan agar sakitnya cepat sembuh dan bisa berkumpul kembali
dengan keluarganya.
Dari pengkajaian data sosial
di dapatkan pasien adalah seorang Ibu rumah tangga, hubungan pasien dengan
anggota keluarganya sangat baik. Hubungan pasien dengan tetangga, lingkungan
atau sesama pasien dan perawat juga sangat baik.
Data spritual pasien yaitu pasien tidak dapat menjalankan
kewajiban shalat dan hanya berdoa saja
semoga penyakitnya cepat sembuh. Dari hasil pemeriksaan didapat data
keadaan umum lemah dan kesadaran komposmentis hasil pemeriksaan tanda-tanda
vital didapatkan tekanan darah TD 100 / 70 mmHg Nadi 84
x /menit, Temperatur 36,7 0C, Respirasi 28 x
/menit
Pemeriksaan fisik yang dilakukan
dengan cara melihat keadaan umum dan kelainan yang terdapat di seluruh tubuh
sehubungan dengan perjalanan penyakitnya, biasanya kulit pasien ditemukan
berwarna pucat karena anemia dan penimbunan elektrolit pigmen, pruritus yang
berat, oedema perifer, bibir kering dan nafas berbau akibat ureum yang
berlebihan pada air liur yang di rubah oleh bakteri mulut (R.P. Sidabutar,
1992).
Pengobatan
yang diberikan pada pasien Ny.Rh adalah Injeksi lasix 2 amp / 6 jam, dometik 3 x sehari, Supperton 3 x sehari,
Asam folat 3 x sehari, Bicarbonate natrium 4 x sehari amoxillin 3 x 500 mg, Amoksislin bekerja
sebagai antibiotik sehingga dapat mencegah terjadinya infeksi
Pengobatan
sindrom nefrotik idiopatik (yang tidak diketahui penyebab) semata-mata
simptomatik, untuk mengurangi atau menghilangkan proteinuria, memperbaiki
keadaan albuminemia, mencegah dan mengatasi penyulit-penyulit (soeparman,
1998).
B. Diagnosa Keperawatan
Dari hasil
pengkajian yang dilakukan pada Ny. Rh pada tanggal 12 Desember 2005 sampai 14
desember 2005 maka dapat dilakukan
analisa data yang bertujuan mengelompokkan data subjektif dan okjektif sehingga
dapat merumuskan masalah keperawatan.
Data subjektif yang didapatkan
antara lain nokturia, oliguria, pasien
mengatakan BAK 2 x/hari, pasien mengeluh mual dan muntah serta mulut terasa
pahit, pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas sedangkan
data objektif adalah oedema jaringan umum, perubahan BJ urine (1,002 s/d 1,004),
penurunan HB/Ht, mulut kotor dan bau, K/u
lemah, bedrest, konjungtiva pucat dan Hb dibawah normal, keadaan luka yang
tampak melebar ± 5 cm.Adanya oedema disekitar luka pasien mengeluh adanya luka
dibagian punggung belakang, TD 100 / 70 mmHg, Nadi 84 x
/menit, Temperatur 36,7 0C,
Respirasi 28 x /menit.
Data-data
tersebut diatas kemudian dikelompokkan untuk merumuskan masalah-masalah
perawatan yang muncul dari hasil analisa tersebut, penulis dapat merumuskan 4
(empat) diagnosa keperawatan yang muncul Ny.Rh yaitu :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
ketidakmampuan ginjal menghimpun urine yang adekuat serta retensi cairan dan
natrium ditandai dengan nocturia, oliguria, oedema jaringan umum, perubahan BJ
urine, penurunan HB/Ht.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, pembatasan diet ditandai dengan Pasien mengeluh
mual dan muntah, mulut terasa pahit, serta mulut kotor dan bau dan K/u lemah
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
keletihan, anemia, ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu
melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, konjungtiva pucat dan Hb dibawah
normal (8,4 gram%)
4.
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan oedema yang menyeluruh dan immobilisasi.
Menurut Brunner
& Suddarth (2002), diagnosa yang mungkin muncul pada pasien Sindrom nefrotik
adalah :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan
penurunan haluaran urine, diet berlebih dan retensi cairan dan natrium ditandai
dengan nokturia oliguria, oedema jaringan umum, peniggkatan berat badan,
distensi vena; TD/ CVP berubah dan perubahan BJ urine penurunan HB/Ht, gangguan
elektrolit, kongesti paru pada foto dada.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, mual,muntah, pembatasan diet dan perubahan
membran mukosa mulut ditandai dengan Pasien mengeluh mual dan muntah, mulut
terasa pahit, berat badan kurang dari normal serta mulut kotor dan bau dan K/u
lemah.
3. Kurang pengetahuan tentang kondisi dan
penanganan berhubungan dengan Tidak mengenal sumber imformasi dan salah
intepretasi informasi ditandai dengan pasien mengatakan kurang mengerti tentang
kondisi penyakitnya, pertanyaan/permintaan informasi, pernyataan salah konsep,
pasien tidak akurat mengikuti istruksi.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
keletihan, anemia, retensi produk sampah dan prosedur dialysis ditandai dengan
Pasien mengatakan lemah dan tidak mampu melakukan aktifitas, K/u lemah,
bedrest, kunjungtiva pucat dan Hb dibawah normal.
5. Ganggauan harga diri berhubungan dengan
ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan fungsi seksual ditandai
dengan menyatakan perubahan pola hidup; fokus pada fungsi dahulu, perasaan
negative tentang diri, perasaan tak berdaya, perluasan batas diri terhadap
objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan sosial.
Apabila
dibandingkan dengan diagnosa keperawatan pada Ny.Rh dengan diagnosa Brunner
& Suddarth (2002), jelaslah bahwa tidak semua diagnosa pada pasien bedah
menurut teori ini dapat muncul diagnosa secara nyata di lahan praktek. Hal ini
kemungkinan disebabkan karena pengkajian dilakukan pada Ny.Rh dari tinjauan
kasus didapatkan ada diagnosa keperawatan yang sama dengan diagnosa yang ada
dalam tinjauan teoritis, namun ada juga diagnosa yang tidak muncul disebabkan
oleh karena masalah yang diangkat berdasarkan kebutuhan Ny.Rh dan keterbatasan
waktu dalam memonitor perkembangan Ny.Rh
C. Rencana Tindakan
Dalam mencapai tujuan yang
diinginkan maka tindakan yang dilakukan sesuai dengan prioritas pada Ny.Rh yang
sesuai dengan masalah yang terjadi, rencana keperawatan untuk masalah Kelebihan
volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal menghimpun urine yang
adekuat serta retensi cairan dan natrium : kaji status cairan, hal ini untuk menyediakan
data dasar untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi, jaga
keseimbangan intake dan output adekuat dengan intake 2 x1 /hari dari output
1200 cc/24 jam tindakan ini untuk mencegah cairan berlebihan yang dapat
menyebabkan oedema, jaga turgor kulit dan adanya oedema, kolaborasi dengan tim
medis untuk pemberian obat-obatan yaitu untuk mendapatkan pengobatan yang
sesuai dengan kebutuhan pasien.
Berdasarkan
rencana tindakan di atas, sangat relevan dengan konsep teoritis yang
dikemukakan oleh Brunner & Suddarth (2002), bahwa tindakan keperawatan yang
dilakukan untuk mengatasi Kelebihan
volume cairan adalah kaji status cairan, jaga keseimbangan masukan dan haluaran
yang adekuat dengan intake 2 x1 /hari dari output 1200 cc/24 jam, jaga turgor
kulit dan adanya edema, jaga distensi vena leher, jaga tekanan darah, denyut
dan irama nadi, batasi pemasukan cairan, identifikasi sumber potensial cairan
dengan cara menjaga medikasi dan cairan yang digunakan untuk pengobatan : oral
dan intravena jaga makanan yang dikonsumsi, jelaskan pada pasien dan keluarga
rasional pembatasan .
Rencana keperawatan untuk masalah Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, pembatasan diet adalah Kaji status nutrisi dengan
cara menimbang berat badan pasien hal ini adalah untuk menyediakan data dasar
untuk memantau perubahan dan mengevaluasi intervensi, Kaji faktor yang berperan
dalam merubah masukan nutrisi dengan cara melihat apakah pasien mengalami
anoreksia, mual atau muntah keadaan ini dilakukan untuk menyediakan informasi
mengenai faktor lain yang dapat diubah atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan
diet, sediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet untuk mendorong
peningkatan masukan diet, jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya
dengan penyakit Sindrom nefrotik, untuk meningkatkan pemahaman pasien tentang
hubungan antara diet, urea kadar kreatinin dengan penyakit sindrom nefrotik, ciptakan
lingkungan yang menyenangkan selama waktu makan konsultasi dengan ahli gizi
untuk merencanakan diet yang sesuai dengan keadaanya.
Intervensi diatas sesuai
dengan teoritis dimana menurut Brunner & Suddarth (2002), Kaji status nutrisi dengan cara menimbang berat
badan pasien, menilai laboratorium (elektrolit serum,BUN, kreatinin, protein,
transferin, dan kadar besi), kaji pola diet pasien dengan cara mengkaji riwayat
diet, berikan makanan yang disukai pasien, hitung kalori; kaji faktor yang
berperan dalam merubah masukan nutrisi dengan cara melihat apakah pasien
mengalami anoreksia, mual atau muntah, kaji diet yang tidak menyenangkan bagi
pasien, sediakan makanan kesukaan pasien dalam batas-batas diet; tingkatkan
masukan protein yang mengandung nilai biologis tinggi (telor, susu, daging),
jelaskan rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan
peningkatan urea dan kadar kreatinin, ciptakan lingkungan yang menyenangkan
selama waktu makan.
Intoleransi aktivitas berhubungan
dengan keletihan, anemia, ditandai dengan Pasien mengatakan lemah dan tidak
mampu melakukan aktifitas, K/u lemah, bedrest, konjungtiva pucat dan Hb dibawah
normal (8,4 gram%), rencana keperawatannya adalah, kaji faktor yang menimbulkan
keletihan antara lain adanya anemia, ketidakseimbangan cairan dan elektrolit,
tindakan ini dilakukan untuk menentukan
tingkat aktifitas dan bantuan yang akan diberikan, tingkatkan kemandirian dalam
aktivitas perawatan diri yang dapat ditoleransi dimana hal ini untuk dapat
meningkatkan aktivitas yang ringan/sedang, anjurkan aktivitas alternatif sambil
istirahat dimana dapat mendorong latihan dan aktivitas dalam batas-batas yang
dapat ditoleransi dan istirahat yang adekuat
Intervensi diatas
tersebut sesuai dengan teoritis dimana
menurut Brunner & Suddarth (2002), yaitu kaji faktor yang menimbulkan keletihan antara lain : adanya anemia,
ketidakseimbangan cairan dan elektrolit, adanya retensi produk sampah
depresi, tingkatkan kemandirian dalam aktivitas perawatan
diri yang dapat ditoleransi (membantu jika keletihan terjadi).
Gangguan
integritas kulit berhubungan dengan oedema yang menyeluruh dan immobilisasi
intervensi keperawatannya adalah inspeksi kulit terhadap perubahan yang terjadi,
untuk Menandakan area sirkulasi buruk/kerusakan yang dapat menimbulkan
pembentukan dekubitus/infeksi, berikan perawatan kulit, untuk mengurangi gatal
dan pengeringan, ubah posisi dengan sering, hal ini dilakukan menurunkan
tekanan pada oedema, jaringan dengan perfusi buruk untuk menurunkan ischemia.
Intervensi
diatas tersebut sesuai dengan teoritis
dimana menurut Doenges E Marilynn,
(1999) adalah diprioritaskan agar luka membaik dan jaringan yang rusak kembali
normal, dengan intervensi kaji area luka setiap kali mengganti balutan, pijat
area setiap sisi luka, balut luka dengan kasa steril, ubah posisi dengan sering
Ada
beberapa intervensi yang terdapat ditinjauan perpustakaan tetapi tidak terdapat
pada tinjauan kasus yaitu pada diagnosa kurang pengetahuan tentang kondisi dan penanganan berhubungan dengan
Tidak mengenal sumber imformasi dan salah intepretasi informasi intervensi
keperawatannya adalah kaji pemahaman mengenai penyebab kelainan ginjal dan
penanganannya dengan; penyebab sindrom nefrotik; Pengertian sindrom nefrotik; pemahaman
mengenai sindrom nefrotik; hubungan antara cairan, pembatasan diet dengan
sindrom nefrotik, jelaskan fungsi renal dan konsekuensi sindrom nefrotik sesuai
dengan tingkat pemahaman dan kesiapan
pasien untuk belajar, bantu pasien untuk mengidentifikasi cara-cara untuk
memahami berbagai perubahan akibat penyakit dan penanganan yang mempengaruhi
hidupnya, Sediakan informasi baik tertulis maupun secara oral dengan tepat.
Diagnosa gangguan harga diri
berhubungan dengan ketergantungan, perubahan peran, perubahan citra tubuh dan
fungsi seksual ditandai dengan menyatakan perubahan pola hidup; focus pada
fungsi dahulu, perasaan negative tentang diri, perasaan tak berdaya, perluasan
batas diri terhadap objek lingkungan perubahan dalam keterlibatan sosial intervensinya adalah kaji respon dan reaksi
pasien dan keluara terhadap penyakit dan penanganan, kaji hubungan antara
pasien dan anggota keluarga terdekat, kaji pola koping pasien dan anggota
keluarga, ciptakan diskusi terbuka tentang perubahan yang terjadi akibat
penyakit dan penanganan, gali cara alternative untuk ekspresi seksual lain
selain hubungan seksual, diskusikan peran memberi dan menerima cinta,
kehangatan, dan kemesraan.
D.
Implementasi Keperawatan
Tindakan keperawatan yang dilakukan pada
diagnosa kelebihan volume cairan berhubungan dengan ketidakmampuan ginjal menghimpun
urine secara adekuat, dan retensi cairan dan natrium adalah menimbang berat
badan, menjaga keseimbangan masukan dan haluaran yang adekuat dengan intake 2
liter /hari dari output 1200 cc/24 jam, menjaga agar turgor kulit dan adanya
edema, mengukur
tekanan darah, denyut dan irama nadi, menganjurkan pada pasien untuk mengkonsumsi
cairan tidak lebih dan tidak kurang dari 2 liter/hari, mengidentifikasi sumber
potensial cairan dengan cara menjaga medikasi dan cairan yang digunakan untuk
pengobatan oral dan intravena, memberikan diet pasien sesuai dengan penyakit
yaitu diet tinggi protein 20gr/hari, menjelaskan pada pasien dan keluarga
rasional pembatasan diet. Sedangkan Implementasi tindakan keperawatan pada perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, pembatasan diet adalah menimbang
berat badan pasien setiap hari, memantau perkembangan
laboratorium, memilih makanan yang menimbulkan nafsu makan dalam batasan diet,
menjelaskan dan memberikan informasi tentang faktor yang lain yang dapat diubah
atau dihilangkan untuk meningkatkan masukan diet, memberikan makanan yang
mengandung kalori, memberikan makanan yang mengandung nilai
biologis tinggi seperti telur, susu daging dalam batas-batas diet, menjelaskan
rasional pembatasan diet dan hubungannya dengan penyakit ginjal dan peningkatan
urea dan kadar kreatinin, memberikan suasana yang tenang dan nyaman
dengan cara mengatur jam bertemu pasien.
Pada Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan keletihan dan anemia,
tidakan keperawatan yang dilakukan adalah mengatur jam istirahat pasien agar
istirahatnya adekuat dengan normalnya 6-8 jam/hari ini tergantung seni pasien
dalam pengaturannya, mengatasi keadaan anemia dengan menganjurkan makan makanan
banyak mengandung zat besi tatapi sesuai dengan diet, melakukan aktivitas yang
ringan seperti latihan-latihan ditempat tidur, latihan pernafasan, aktifitas dilakukan
yang ringan seperti, latihan pernafasan, pergerakan kaki dan tangan ditempat
Pada masalah Gangguan integritas
kulit tindakan keperawatannya adalah memperhatikan keadaan kulit terhadap
perubahan warna, turgor, vascular perhatikan kemerahan observasi terhadap
ekimosi purpura, memberikan perawatan kulit dengan membatasi penggunaan sabun, memberikan
salep atau krim (mis. Lanolin, aquaphor), mengubah posisi pasien sesering mungkin dengan
cara; menggerakkan pasien dengan perlahan; memberi bantalan pada tonjolan
kulit, pelindung siku/tumit, menganjurkan pasien untuk menggunakan kompres
lembab dan dingin untuk, memberikan tekanan (daripada garukan) pada area
pruritus; mempertahankan kuku pendek; memberikan sarung tangan selama tidur
bila diperlukan, menganjurkan pasien menggunakan pakaian jenis katun yang
longgar.
E.
Evaluasi
Dari hasil
evaluasi yang dilakukan pada tanggal 14 desember 2005, setelah tindakan
keperawatan satu hari ada beberapa hal yang menunjukkan keberhasilan dari hasil
tindakan yang telah dilakukan antara lain pada masalah kelebihan voleme cairan,
masalah teratasi sebagian, dimana BAK pasien sudah hampir mencapai normal yaitu
1200cc/24 jam, kemudian intake dan output juga sudah mencapai 30-60 ml/jam dan oedema
sudah nampak berkurang..
Pada
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh dimana masalah teratasi sebagian
dimana pasien masih mengalami mual dan muntah tapi sudah berkurang, pasien
termotivasi untuk makan.
Pada diagnosa
intoleransi aktifitas masalah belum teratasi dimana dapat dilihat dari keadaan
pasien yang masih lemah dan segala aktifitas dan kebutuhan sehari-hari masih
dibantu oleh perawat dan keluarga.
Sedangkan
pada masalah perubahan integritas kulit teratasi sebagian dimana luka masih
dalam perawatan, dengan keadaan luka semakin membaik, ditandai kulit disekitar
luka mulai memerah, tidak adanya nyeri dan ketidaknyamanan disekitar area
dekubitus.
Demikianlah akhir
dari semua kegiatan yang penulis lakukan dalam memberi asuhan keperawatan pada
sindrom nefrotik di Ruang Penyakit Dalam Wanita BPK RSUZA Banda Aceh. Dari
tanggal 12 Desember sampai dengan 14 Desember 2005 karena itu diharapkan dengan
pengkajian tindakan dan evaluasi yang telah didokumentasikan dapat dilaksanakan
berkesinambungan oleh perawat, atau perawat pelaksana lainnya, sehingga
permasalahan yang timbul pada pasien dapat teratasi dengan sebagian.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Sindrom
nefrotik merupakan suatu penyaki yang penyebab yang
pastinya belum diketahui, umumnya dibagi menjadi; sindrom nefrotik bawaan
diturunkan sebagai resesif autosom atau karena reaksi fetomaternal; sindrom
nefrotik skunder, disebabkan oleh parasit malaria, penyakit kolagen,
glomerulonefritis akut, glumerulonefritis kronik, trombosis vena renalis, bahan
kimia (trimetadion, pradion,penisilamin, garam emas, raksa), dll; sindrom
nefrotik idopatik.
2.
Pada tinjauan tioritis di
dapatkan adanya oliguri, poliguri, nokturi, anoreksia, odema pada ektremitas
bawah, turgor kulit kurang elastis, mukosa bibir kering, mual, muntah, sesak
nafas, dan adanya anemia. Sedangkan ditinjauan kasus didapatkan oliguri,
anoreksia, odema pada ektremitas bawah, turgor kulit kurang elastis, mukosa
bibir kering, mual, muntah dan anemia.
3.
Penatalaksanaan pada sindroma
nefrotik secara teritis dan tinjauan kasus tidak ada perbedaan yaitu meliputi
diantaranya pengaturan minum dan pengendalian hipertensi, pengendalian kalium
darah, penanggulangan anemia, penanggulangan asidosis, pengobatan dan
pencegahan infeksi, pengaturan diet dan makanan, dialysis dan tranplantasi
ginjal.
B.
Saran-saran
1. Dalam melakukan pengkajian keperawatan
diharapkan perawat mampu melakukan pengkajian secara komperehensif yang
mencakup bagaimana cara pencegahan timbulnya penyakit sindrom nefrotik, cara
penanganan dan menanggulangi terjadinya komplikasi, pemberian diet dan
pengobatan sesuai dengan penyakit sindrom nefrotik.
2. Dalam menentukan perawatan diharapkan perawat
benar-benar menentukan masalah-masalah pasien agar langkah-langkah perawatan
dan tindakan keperawatan yang akan diambil sesuai dengan masalah pasien yaitu
sindrom nefrotik.
3. Pada perencanaan keperawatan perawat dituntut
untuk dapat menentukan perioritas masalah, perumusan tujuan dan criteria hasil,
serta mampu menentukan rencana tindakan yang akan dilakukan pada pasien dengan
sindrom nefrotik.
4. Dalam pelaksanaan keperawatan perawat
betul-betul melakukan tindakan keperawatan yang sudah direncanakan dan harus
mencatat semua kegiatannya untuk memenuhi tangguang jawab dan tanggung gugat
perawat oleh keluarga pasien dan orang lain.
Pada tahap evaluasi perawat harus mampu menilai
sejumlah mana keberhasilan dari tindakan yang sudah dilaksanakan selama masa
pengkajian sampai evaluasi pada pasien dengan sindrom nefrotik, dan untuk
dilakukan kelanjutan tindakan keperawatan selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arif Mansjoer, dkk, (2000).
Kapita Selekta Kedokteran,
Edisi III, Jilid 2. Penerbit Media Aesculapius FKUI, Jakarta.
Bayley, T.J. dan Leinster,
S.J. (1995) Ilmu Penyakit Dalam Untuk
Profesi Kedokteran Gigi, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Betz, Cecily, L.,Sowden,
Linda A.(2000) Buku Saku Keperawatan
Pediatrik, Alih Bahasa Jan Tomboyang, Edisi ke-3, Jakarta, EGC.
Brunner dan Suddarth, S.
(2002) Medical Sugical Nursing,
Edisi ke-8.
Budiman Nurdin, (2002), www.compas.com
Depkes RI. (1992) Pedoman Pengobatan Dasar Di Puskesmas,
Jakarta, Depkes RI.
Doenges, Marlyn E, (1999) Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
Untuk Perencanaan Dan Pendokumentasian Keperawatan, Alih Bahasa, I Made
Kariasa Ni Made Sumarwati, Edisi ke-3, Jakarta, EGC.
Efendi, N. (1988) Dasar-dasar Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, Edisi ke-2 EGC.
Junadi, P. (1982) Kapita Selekta Kedokteran, Edisi
ke-2, FKUI, Jakarta.
Martin, S., Canobbio, M.M.,
Paguetta, V.E. dan Wells, F.M. (1999) Standar
Perawatan Pasien, Edisi ke-5, EGC, Jakarta.
Owea, A. (1977) Pemantauan Keperawatan Kritis,
PT, EGC, Jakarta.
Price, A.S dan Wilson, M.L
(1988) Patofisiologi, Edisi
ke-4, PT, EGC, Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Sidabutar, R.P. (1992) Penyakit Ginjal dan Hipertensi,
Penerbit Buku Kedokteran, Jakarta.
Soeparman, dan Waspadji, S.
(1996) Ilmu Penyakit Dalam,
Penerbit FKUI, Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar