Artikel
KANKER
OVARIUM
Sebagai Salah Satu Penugasan Mata
Kuliah Maternitas
D
I
S
U
S
U
N
OLEH
HERI SAPUTRA
712006D07121
712006D07121
DINAS KESEHATAN PEMERINTAH ACEH
AKADEMI KEPERAWATAN
TJOET NYA’ DHIEN
BANDA ACEH
2012
|
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kanker ovarium
dikenal sebagai penyakit yang tumbuh diam-diam namun mematikan (silent killer),
karena pada stadium awal penyakit ini tidak menunjukkan gejala klinis yang
spesifik. Kanker ovarium merupakan penyebab kematian utama pada kasus keganasan
ginekologi, dan sampai tahun 1998 kanker ovarium merupakan kanker kelima
tersering yang menyebabkan kematian wanita di Amerika Serikat setelah kanker
paru-paru, kolorektal, payudara, dan pankreas. Insidensinya pada wanita dibawah
50 tahun 5,3 per 100.000 dan meningkat menjadi 41,4 per 100.000 pada wanita di
atas 50 tahun.
Di Amerika
Serikat dalam tahun 1998 dijumpai 25.400 kasus baru KO dan lebih dari
separuhnya mengalami kematian (sebanyak 14.500 orang). Juga dalam tahun yang
sama dilaporkan bahwa KO merupakan tumor ganas urutan kelima terbanyak di
Amerika Serikat setelah karsinoma paru, usus besar, payudara, dan pankreas.
|
Berdasarkan data
Departemen Kesehatan (Depkes,2001), di Indonesia terdapat 90-100 kasus kanker
leher rahim per 100.000 pendudu k. Setiap tahun terjadi 200.000 kasus kanker
leher rahim. Sekitar 70-80% kanker ovarium ditemukan pada waktu telah terjadi
anak sebar. Karena gejal a kanker ovarium tidak khas, lebih dari 70% penderita
kanker ovarium ditemukan sudah dalam stadium lanjut. Lebih kurang setengah dari
kasus kanker indung telur ditemukan pada perempuan yang telah berusia lebih
dari 60 tahun.
Lima belas
sampai dua puluh persen tumor ovarium berasal dari sel germinal dan teratoma
matur merupakan kasus terbanyak (±60%). Tumor ganas sel germinal ovarium
merupakan 5% dari kanker ovarium dan banyak terjadi pada wanita muda dan
remaja. Walaupun perjalanan penyakitnya agresif namun umumnya dapat diobati
dengan kemoterapi yang adekuat. Dan walaupun pembedahan memegang peranan
penting dalam mendiagnosis dan sebagai terapi awal, reseksi komplet organ
reproduksi jarang diperlukan pada wanita – wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya. Namun begitu peran surgical stagingdan pembedahan reduksi
tumor tidak dapat diabaikan. Informasi yang didapat dari patologi-pembedahan
dapat membantu klinisi dalam penggunaan terapi adjuvan.
1.2 Tujuan Penulisan
1.2.1
Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran nyata
terhadap penyakit kanker ovarium dan juga untuk dapat mengenal dan mengetahui
tentang penyakit kanker ovarium
1.2.2
Tujuan Khusus
a. Agar
dapat mengetahui tentang definisi penyakit kanker ovarium.
b. Agar
dapat mengetahui tentang tanda dan gejala penyakit kanker ovarium.
c. Agar
dapat mengetahui tentang penyebab penyakit kanker ovarium.
d. Agar
dapat mengetahui tentang cara pencegahan dan pengobatan penyakit kanker
ovarium.
|
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Kanker merupakan tumor ganas dimana
terjadi perubahan dalam biologi sel, khususnya nukleus, dan ciri ini
ditransmisikan dari sel ke sel melalui generasi-generasi secara tak terbatas. Sel
tersebut memiliki derajat pertumbuhan yang mandiri yang lebih besar daripada
yang dimiliki oleh sel asalnya. Oleh karena itu, kanker dapat dianggap sebagai
kumpulan (massa) sel yang berbeda tidak saja dari sel normal, tetapi juga yang
satu dengan yang lain dan dimana terus-menerus timbul bentuk baru sebagai hasil
pembelahan sel yang irreguler. Kanker ovarium (indung telur)
adalah tumor ganas pada ovarium yang salah satu penyebarannya melalui pembuluh
darah ke hati (liver) dan paru-paru. Kanker ovarium paling sering ditemukan
pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari 70 wanita menderita kanker
ovarium.
2.2 Histogenesis dan Klasifikasi
Menurut
Teilum, disgerminoma merupakan neoplasma sel germinal yang tidak lagi
berpotensi untuk mengalami diferensiasi lanjut, sedangkan karsinoma embrional
merupakan perwujudan dari tumor-tumor dengan potensi untuk berdiferensiasi
lebih lanjut menjadi teratoma dengan berbagi derajat maturasinya (melaluijalur
embrionik), atau menjadi yolk sac tumordan koriokarsinoma (melalui jalur
ektraembrionik), sebagaimana terlihat pada gambar 1
|
Tumor
sel germinal
Seminoma/Disgerminoma Tumor
sel totipotential
Karsinoma
embrional Karsinoma embrional
Struktur
ektraembrional Embrionik (ektoderm,
mesoderm,endoderm)
Tumor sinus endodermal Koriokarsinoma Teratoma
(yolk sac tumors)
Dikutif
dari Tallerman
Gambar
1. Klasifikasi tumor sel germinal ovarium menurut asal tumor
Adapun tumor ganas sel
germinal ovarium dapat dikelompokkan ke dalam disgerminoma dan nondisgerminoma
yang terdiri dari yolk sac tumor,
teratoma imatur, karsinoma embrional, koriokarsinoma, poliembrioma dan mixed
germ cell tumors.
Tabel
1. Klasifikasi histopatologi tumor sel germinal ovarium (WHO, 1973)
1
Disgerminoma
2
Yolk sac tumor (Sinus endodermal)
3
Teratoma
A. Teratoma imatur
B. Teratoma matur
1.
Padat
2. Kistik
a. Kista dermoid (teratoma kistik matur)
b. Kista dermoid dengan transformasi ganas
C. Monodermal atau tumor germinal khusus
1.
Struma ovarii
2. Karsinoid
3. Stuma ovarii dan karsinoid
4 Karsinoma embrional
5 Korokarsinoma
6 Poliembrioma
7 Mixed germ cell tumors
Dikuti dari Berek
2.3 Etiologi
Etiologi
dari KO sampai saat ini belum diketahui secara pasti, namun beberapa penulis
telah melaporkan bahwa terdapat hubungan antara kejadian KO ini dengan beberapa
faktor lingkungan termasuk paparan dengan makanan, virus, dan bahan-bahan industri.
A. Faktor
Makanan
Makanan yang banyak mengandung
lemak hewan telah dilaporkan akan meningkatkan risiko untuk menderita KO.
Beberapa negara seperti Swedia di mana konsumsi lemak hewan per kapitanya
tinggi, mempunyai insiden KO yang tinggi dibanding dengan negara Jepang dan
China yang konsumsi lemak hewan per kapitanya rendah. Juga dilaporkan insiden
KO yang tinggi didapati pada populasi dengan konsumsi kopi per kapitanya
tinggi. Byers dalam penelitiannya menjumpai adanya hubungan diet yang rendah
serat dan kurang vitamin A dengan peningkatan insiden KO.
B. Faktor
Bahan-Bahan Industri
Dari beberapa penelitian dilaporkan
bahwa asbes dan komponen dari talk (hydrous magnesium trisilicate) merupakan
penyebab dari terjadinya neoplasma epitel ovarium. Keal dan juga Graham dalam
penelitiannya menemukan peningkatan kejadian neoplasma ovarium pada wanita-wanita
yang dalam pekerjaannya terpapar dengan asbes. Henderson melakukan penelitian
pada babi hutan dan kelinci yang dipaparkan dengan asbes, ternyata terjadi perubahan
sel epitel ovariumnya menjadi atipik. Juga dilaporkan pada wanita yang
menggunakan talkpada pembalut wanitanya
atau sebagai powder pengering di daerah vulva dan perineum, ternyata partikel
dari talkdapat ditemukan pada sel epitel pada ovarium yang normal, kista
ovarium juga pada KO. Langseth, melakukan penelitian pada wanita pekerja di
Norwegia yang terpapar dengan asbes, ternyata pada pemeriksaan histopatologi
dijumpai partikel asbes pada jaringan ovarium dari wanita-wanita pekerja
tersebut. Partikel talktersebut dapat mencapai epitel ovarium melalui vagina ke
uterus dan keluar melalui tuba fallopii masuk ke rongga peritoneum. Dilaporkan
angka risiko relatif kejadian KO sebesar 1,9 pada wanita yang sering
menggunakan bedak talksebagai pengering pada daerah perineum dan pembalut
wanitanya dibandingkan pada wanita yang tidak menggunakannya.
C. Faktor
Infeksi Virus
Dugaan bahwa virus juga terlibat
sebagai penyebab KO masih diperdebatkan. Dijumpai kasus-kasus KO yang ternyata
mempunyai riwayat pernah terinfeksi virus mumps (parotitis epidemika) atau
menderita infeksi virus mumps yang subklinis. Juga ada laporan yang
menghubungkan penyebab KO ini dengan infeksi dari virus rubella dan virus
influenza.
D. Faktor
Paparan Radiasi
Dugaan adanya pengaruh paparan dari
radiasi terhadap ovarium telah mendapat perhatian dari banyak peneliti. Dari
penelitian case control terbukti adanya peningkatan risikomenderita KO pada
wanita yang terpapar oleh radiasi, dengan risiko relatif sebesar 1,8. Walaupun
ada juga penelitian yang tidak menemukan hubungan antara kejadian KO pada
wanita-wanita yang terpapar oleh radiasi.
E. Hipotesis
Incessant Ovulation
Pada saat terjadi ovulasi akan
terjadi kerusakan pada epitel ovarium. Untuk proses perbaikan kerusakan ini
diperlukan waktu tertentu. Apabila proses ovulasi dan kerusakan epitel ini
terjadi berkali-kali terutama jika sebelum penyembuhan sempurna tercapai, atau
dengan kata lain masa istirahat sel tidak adekuat, maka proses perbaikan
tersebut akan mengalami gangguan sehingga dapat terjadi transformasi menjadi
sel-sel neoplastik. Hal ini dapat menerangkan tentang terjadinya penurunan
kejadian KO pada wanita yang hamil, menyusui atau menggunakan pil kontrasepsi,
oleh karena selama hamil, menyusui, dan menggunakan pil kontrasepsi tidak
terjadi ovulasi. Mosgard dkk. Melaporkan peningkatan kejadian KO dengan odds
ratio 2,7 dan 1,9 pada wanita tidak pernah hamil dibandingkan dengan wanita
yang mempunyai anak. Faktor lambatnya terjadi menopause, panjangnya usia subur,
banyaknya jumlah abortus spontan dan adanya gejala premenstruasi yang berat,
juga merupakan faktor risiko terhadap kejadian KO.
F. Faktor
Hormonal
Pengaruh pemakaian terapi sulih
hormonal pada wanita menopause terhadap kejadian KO masih diperdebatkan.
Hildreth dkk. tidak menjumpai peningkatan risiko kejadian KO pada pemakai
terapi sulih hormonal. Rodriguez, melaporkan pemakaian terapi sulih hormonal
pada
wanita menopause dengan estrogen
saja selama 10 tahun, meningkatkan risiko relatif kejadian KO sebesar 2,2. Juga
dari penelitian-penelitian lainnya didapatkan adanya pengaruh hormon
gonadotropin, androgen dan
progesterone dalam meningkatkan
risiko terhadap kejadian KO. Pemakaian pil kontrasepsi juga dapat menurunkan
risiko terhadap kejadian karsinoma ovarium sebanyak 30% sampai 60%.
G. Faktor
Paritas
Banyak peneliti yang melaporkan
bahwa kejadian karsinoma ovarium menurun pada wanita-wanita yang mempunyai
banyak anak dibandingkan dengan wanita yang tidak pernah melahirkan dengan
risiko relatif berkisar antara 0,5 sampai 0,8. Keadaan ini memperkuat dasar
dari hipotesis incessant ovulation.
H. Faktor
Ligasi Tuba dan Histerektomi
Tindakan ligasi tuba fallopii dalam
rangka program keluarga berencana dan juga tindakan histerektomi ternyata
menurunkan risiko kejadian KO.
Mekanisme terjadinya penurunan
risiko karena tindakan pembedahan ginekologi ini sampai sekarang belumjelas.
Ada yang mengatakan bahwa
dengan dilakukan ligasi tuba
ataupun histerektomi akan mengakibatkan terjadinya pemutusan hubungan pintu
masuk partikel talkdari daerah perineum
menuju ovarium.
I. Faktor
Genetik dan Familial
Adanya hubungan yang erat antara
terjadinya KO dengan faktor genetic sudah diketahui sejak lama. Di Amerika
Serikat risiko sepanjang hidup (lifetime risk) seorang wanita untuk mendapat KO
adalah 1 dalam 70 atau 1,4%. Pada penelitian Hildreth dkk. didapatkan estimasi
odds ratiountuk terjadinya KO pada wanita dengan riwayat keluarga menderita KO
adalah 18 dibandingkan dengan wanita yang tanpa riwayat keluarga. Hampir
sebanyak 10% dari KO disebabkan oleh karena adanya mutasi pada gene BRCA1 yang
berlokasi pada kromosom 17q dan gene BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q.
Berdasarkan penelitian epidemiologi, dikenal 3 kelainan genetik yang
berhubungan dengan KO. Namun kelainan genetik ini tidak hanya menyebabkan
keganasan pada ovarium saja, akan tetapi juga menyebabkan keganasan pada organ
lain secara bersamaan, sehingga merupakan suatu sindroma.
2.4 Gejala dan Tanda Klinis
A.
Gejala Klinis
Pada
stadium awal KO ini tidak menunjukkan gejala klinis yang spesifik biasanya
ditemukan secara kebetulan pada saat pemeriksaan rutin. Umumnya lebih dari 60%
penderita didiagnosis setelah berada pada stadium lanjut. Pada stadium lanjut
biasanya dijumpai gejala-gejala penekanan pada rongga abdomen berupa rasa mual,
muntah, hilang nafsu makan, dan gangguan motilitas usus.
B.
Tanda Klinis
Adanya
massa di dalam rongga pelvis merupakan tanda yang penting dari KO. Pada wanita
yang berusia di atas 40 tahun, adanya massa dengan diameter > 5 cm
diperlukan perhatian khusus, karena 95% dari KO mempunyai diameter tumor > 5
cm. Namun jika ditemukan massa kistik soliter yang berukuran antara 5–7 cm pada
wanita usia reproduksi, kemungkinan merupakan suatu kista fungsional yang dapat
mengalami regresi spontan dalam 4–6 minggu kemudian. Gejala dan tanda klinis
dari KO yang biasa dijumpai adalah sebagai berikut:
1. Pembesaran perut
2. Nyeri perut
3. Gejala-gejala dyspepsia
4. Gangguan buang air kecil/besar
5. Penurunan berat badan
6. Gangguan haid
7. Pembesaran kelenjar inguinal
2.5 Diagnosis
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya riwayat, pemeriksaan fisik ginekologi, serta
pemeriksaan penunjang.
A. Riwayat
Kanker ovarium pada stadium dini
tidak memberikan keluhan. Keluhan yang timbul berhubungan dengan peningkatan
massa tumor, penyebaran tumor pada permukaan serosa dari kolon dan asites. Rasa
tidak nyaman dan rasa penuh diperut, serta cepat merasa kenyang sering
berhubungan dengan kanker ovarium. Gejala lain yang sering timbul adalah mudah
lelah, perut membuncit, sering kencing dan nafas pendek akibat efusi pleura dan
asites yang masif. Dalam melakukan anamnesis pada kasus tumor adneksa perlu
diperhatikan umur penderita dan faktor risiko terjadinya kanker ovarium. Pada
bayi yang baru lahir dapat ditemukan adanya kista fungsional yang kecil (kurang
dari 1-2 cm) akibat pengaruh dari hormon ibu. Kista ini mestinya menghilang
setelah bayi berumur beberapa bulan. Apabila menetap akan terjadi peningkatan
insiden tumor sel germinal ovarium dengan jenis yang tersering adalah kista dermoid dan disgerminoma. Dengan
meningkatnya usia kemungkinan keganasan
akan meningkat pula. Secara umum akan terjadi peningkatan risiko keganasan
mencapai 13% pada premenopause dan 45% setelah menopause. Keganasan yang
terjadi bisa bersifat primer dan bisa berupa metastasis dari uterus, payudara,
dan traktus gastrointestinal.
B. Pemeriksaan
Fisik Ginekologi
Dengan melakukan pemeriksaan
bimanual akan membantu dalam memperkirakan ukuran, lokasi, konsistensi dan
mobilitas dari massa tumor. Pada pemeriksaan rektovaginal untuk mengevaluasi permukaan
bagian posterior, ligamentum sakrouterina, parametrium, kavum Dauglas dan
rektum. Adanya nodul di payudara perlu mendapat perhatian, mengingat tidak
jarang ovarium merupakan tempat metastasis dari karsinoma payudara. Hasil yang
sering didapatkan pada tumor ovarium adalah massa pada rongga
pelvis. Tidak ada petunjuk pasti
pada pemeriksaan fisik yang mampu membedakan tumor adneksa adalah jinak atau
ganas, namun secara umum dianut bahwa tumor jinak cenderung kistik dengan
permukaan licin, unilateral dan mudah digerakkan. Sedangkan tumor ganas
akanmemberikan gambaran massa yang padat, noduler, terfiksasi dan sering
bilateral. Massa yang besar yang memenuhi rongga abdomen dan pelvis lebih
mencerminkan tumor jinak atau keganasan derajat rendah. Adanya asites dan nodul
pada cul-de-sac merupakan petunjuk adanya keganasan.
C. Pemeriksaan
Penunjang
Ultrasonografi merupakan
pemeriksaanpenunjang utama dalam menegakkan
diagnosis suatu tumor adneksa ganas
atau jinak. Pada keganasan akan memberikan gambaran dengan septa internal,
padat, berpapil, dan dapat ditemukan adanya asites . Walaupun ada pemeriksaan
yang lebih canggih seperti CT scan, MRI (magnetic resonance imaging), dan positron tomografi
akan memberikan gambaran yang lebih mengesankan, namun pada penelitian tidak
menunjukan tingkat sensitifitas dan spesifisitas yang lebih baik dari
ultrasonografi. Serum CA 125 saat ini merupakan petanda
tumor yang paling sering digunakan dalam penapisan kanker ovarium jenis epitel,
walaupun sering disertai keterbatasan. Perhatian telah pula diarahkan pada
adanya petanda tumor untuk jenis sel germinal, antara lain
alpha-fetoprotein(AFP), lactic acid dehidrogenase (LDH), human placental lactogen (hPL),
plasental-like alkaline phosphatase (PLAP) dan human chorionic gonadotrophin(hCG).
Tabel
2. Petanda tumor ganas sel germinal ovarium
Histologi
AFP hCG
Disgerminoma - ±
Yolk sac tumor + -
Teratoma imatur ± -
Mixed germ cell tumors ± ±
Korokarsinoma - +
Karsinoma embrional ± +
Poliembrioma ± +
Dikutif dari Hurteau
Pengambilan cairan asites dengan
parasintesis tidak dianjurkan pada penderita dengan asites yang disertai massa
pelvis, karena dapat menyebabkan pecahnya dinding kista akibat bagian yang
diduga asites ternyata kista yang memenuhi rongga perut. Pengeluaran cairan
asites hanya dibenarkan apabila penderita mengeluh sesak akibat desakan pada
diafragma.
2.6 Tumor Ganas Sel Germinal Ovarium
Tumor
ganas sel germinal ovarium pada prinsipnya terjadi pada remaja dan wanita usia
muda dengan median umur 16-20 tahun. Karena tumor ini memiliki pertumbuhan yang
cepat, kebanyakan penderita menunjukan massa pada perut dan rasa nyeri. Kurang
lebih 10% penderita menunjukan gejala akut abdomen akibat perdarahan
intrakapsuler, torsi dan atau ruptur. Keadaan ini umumnya ditemukan pada
penderita dengan yolk sac tumor atau mixed germ cell tumors dan sering kali
dikelirukan dengan appendisitis akut atau kedaruratan abdomen lainnya dan
diagnosis ditegakkan pada saat operasi.
A. Disgerminoma
Disgerminoma merupakan tumor ganas
sel germinal ovarium yang tersering dan meliputi 50% kasus. Pada disgerminoma
biasanya didapatkan kadar AFP normal, dan kadang-kadang didapatkan peningkatan
kadar hCG. Secara makroskopik biasanya bilateral pada 10-15% kasus, dan secara
mikroskopis dapat disertai penyebaran ke ovarium kontralateral pada 10% kasus.
Disgerminoma lebih sering menyebar secara limfogen dibandingkan dengan tumor
ganas sel germinal lainnya. Penderita disgerminoma biasanya menunjukan gejala
amenore primer, virilisasi, atau perkembangan organ genitalia yang abnormal dan
pada beberapa kasus dapat ditemukan adanya kromosan Y. Dikatakan lebih dari 50%
dari tumor ini tidak menunjukkan gejala yang jelas, gejala dapat berupa adanya
massa pada daerah abdomen atau pelvis dengan pembesaran perut dan nyeri. Gejala
timbul secara cepat 1 bulan sampai dengan 2 tahun dan setengah dari penderita
kurang dari 4 bulan. Bila bersamaan dengan kehamilan, tumor ditemukan secara tidaksengaja
dan dapat menganggu jalannya persalinan. Gangguan haid jarang didapatkan pada
wanita muda. Kurang lebih 10% asimtomatik, anak dapat menunjukan pubertas
prekok, virilisasi. Hampir 2-5% dari wanita yang tidak hamil menunjukan tes
kehamilan positif dan hCG yang dihasilkan dapat diisolasi dari sel
sinsitiotrofoblast didalam tumor. Durante operasi 75% ditemukan pada stadium I,
86% merupakan stadium IA dan 14% staidum IB. Pada umumnya tumor unilateral
(80-90%). Secara makroskopis disgerminoma merupakan tumor dengan konsistensi
padat, berlobus-lobus, permukaan rata/ halus. Pada pembelaan tumor berwarna
merah jambu dengan fokus-fokus perdarahan dan nekrosis. Adanya bercak
perdarahan yang luas meningkatkan kemungkinan suatu fokus tumor sinus
endodermal atau koriokarsinoma. Hal yang sama adanya fokus kistik kemungkinan
adanya komponen teratoma walaupun sangat jarang. Adanya fokus kalsifikasi di
perifer menunjukan adanya gonadoblastoma. Secara mikroskopis disgerminoma
menyerupa seminoma testis. Tumor terdiri dari sel vesikuler besar dengan
sitoplasma jernih mirip dengan sel primordial. Sel berbentuk bulat atau
poligonal, dengan satu atau lebih nukleoli besar. Pada pewarnaan sitoplasma
yang jernih atau sedikit granuler yang mengandung glikogen memberikan reaksi
positif dengan pewarnaan asam periodik schiff dan alkali fosfatase. Stroma
biasanya diinfiltrasi dengan sel-sel limposit dan sering berisi granula seperti
sarkoid. Walaupun jarang dapat ditemukan sel raksasa (Cytotrophoblastic giant
cell). Adanya hCG dapat di identifikasi dengan reaksi imunoperoksidase.
B. Yolk
Sac Tumor
Tumor sinus endodermal merupakan
tumor ganas kedua setelah disgerminoma pada wanita usia muda. Kurang lebih
1%dari seluruh keganasan ovarium. Tumor terdapat pada wanita usia 14 bulan - 45
tahun, tetapi beberapa kasus dilaporkan pada usia > 45 tahun. Usia median 19
tahun. Gejala klinis sering terjadi secara akut serta progresif dan separuh
dari penderita mengeluh gejala 1 minggu atau kurang. Tiga perempat penderita
mengeluh nyeri perut dan hampir semuanya mengeluh adanya pembesaran perut atau
adanya tumor pada daerah pelvis. Adanya ruptur, putaran dan perdarahan dari
tumor menimbulkan gejala mirip appendisitis. Pada umumnya penderita tidak
terjadi gangguan hormonal, gangguan haid dan tidak terjadi peningkatan hCG
serum,tetapi AFP meningkat. Kadang-kadang dilaporkan adanya gangguan hormonal
hal ini kemungkinan karena pengambilan darah sediaan yang kurang adekuat
sehingga elemen koriokarsinoma atau karsinoma embrional yang tidak terdeteksi. Pada
saat laparotomi 71% dalam stadium I, 6% stadium II, 23% stadium III dan
sebagian kecil pada stadium IV. Dikatakan 25% tumor pecah sebelum atau selama
operasi. Secara makroskopis tumor dengan konsistensi lunak dengan bagian padat,
permukaan rata, berlobus-lobus dengan kista besar atau kecil.Pada pembelahan
tumor seperti sarang tawon. 14% dari tumor ini disertai dengan teratoma pada
ovarium yang sama dan 5% pada ovarium kontralateral. Adanya nekrosis dan
perdarahan kadang didapatkan. Secara mikroskopis tumor merupakan rongga yang
dilapisi oleh sel kuboid, jaringan stroma retikuler yang longgar, mengandung
globul yang positif dengan perwarnaan PAS. Badan Schiller Duval merupakan
struktur yang patognomonis untuk tumor ini, walaupun jarang tetapi dapat
ditemukan. Pada tumor ini sering ditemukan droplet hyaline yang positif dengan
pewarnaan PAS. Dengan teknik imunokemikal droplet hyalinemerupakan AFP dan alfa
anti tripsin dan protein jenis lainnya. Tumor sinus endodermal sering bersamaan
dengan keganasan lain, biasanya dengan disgerminoma.
C. Teratoma
Teratoma dibagi dalam tiga kategori
yaitu teratoma matur (jinak), teratoma imatur dan teratoma monodermal dengan
diferensiasi khusus tergantung dari kuantitas derajat jaringan imatur
menunjukan potensitimbulnya keganasan. Imaturitas tidak boleh dikacaukan dengan
tranformasi ganas yang dapat terjadi pada teratoma matur. Umumnya teratoma
kistik adalah jinak dan yang padat adalah ganas. Teratoma imatur merupakan
keganasan tumor sel germinal ke tiga tersering setelah disgerminoma dan tumor
sinus endodermal. Freksuensi 25% dari tumor sel germinal pada wanita usia
dibawah 15 tahun dengan usia median 19 tahun. Gejala yang timbul tidak spesifik
timbul dalam jangka waktu pendek tetapi sering terjadi akut. Kurang lebih 80%
penderita terdapat massa dalam abdomen atau pelvis yang dapat diraba, sering
terdapat nyeri. Sebagian kecil penderita menunjukkan haid yang tidak teratur.
AFP dan hCG tidak meningkat. Gambaran makroskopis berupa tumor yang besar
unilateral dengan diameter 18 cm, permukaan rata dan licin. Pada pembelahan
tumor berwarna abu-abu agak kemerahan dengan bagian perdarahan dan nekrosis.
Adanya rambut dapat ditemukan pada 2/5 kasus, gigi jarang ditemukan tetapi
tulang, tulang rawan dan kalsifikasi sering ditemukan. Walaupun komponen utama
adalah tumor padat tetapi adanya bagian yang kistik selalu ditemukan. Secara
mikroskopis dipakai sistem diferensiasi
dari Norris yang dimodifikasi oleh Robboy dan Scully:
1. Derajat
0 : Jaringan seluruh tumor
2.
Derajat 1 : Sebagian besar jaringan imatur, terutama ganglia. Mitosis
dapat ditemukan, tetapi
epitel neural tidak ditemukan atau
terbatas pada 1 lapangan
pandang per slaid
3. Derajat
2 : Sebagian besar imatur dengan epitel neural 1-3 per slaid
4. Derajat
3: Jaringan imatur berat dengan epitel neural > 4 per slaid dan
sering menyerupai
koriokarsinoma.
D. Karsinoma
Embrional
Karsinoma embrional murni jarang
ditemukan diantara tumor sel germinal ovarium, tidak lebih dari 5%. Tumor ini analog
dengan karsinoma embrional testis. Ditemukan pada usia 4-28 tahun dengan usia
median 14 tahun. Gejala klinis pada kebanyakan penderita sering dikeluhkan
adanya massa pelvis yang disertai rasa nyeri, sering menyerupai keadaan
appendisitis, kehamilan ektopik terganggu, terutama bila hasil tes kehamilan
positif. Selain ini dapat ditemukan adanya amenore atau perdarahan pervaginam
abnormal, serta kemungkinan juga disertai adanya hirsutisme dan virilisasi. Pada
penampakan makroskopik, didapatkan tumor kistik, bulat, berkapsul dan lunak,
dapat ditemukan bagian hemoragis dan nekrosis, dengan ukuran rata-ratanya 17
cm, warna kuning keabuan. Secara mikroskopik, karsinoma embrional terdiri atas
sel-sel primitif yang pleomorfik, berukuran sitoplasma bervakuola dan inti yang
vesikuler disertai dengan 1 atau 2 nukleolus. Semua tumor berisi kelompok
sel-sel sinsitiotropoblas dan sel mononuklear dengan cytoplasmic hyaline
droplets, yang berisi hCG, AFP dan keratin. Kesamaan tumor ini dengan sinus
embrional adalah bahwa keduanya menghasilkan AFP, dan kesamaan tumor ini dengan
koriokarsinoma adalah bahwa kedua tumor ini memiliki sinsitiotrofoblas dan
menghasilkan hCG.
E. Koriokarsinoma
Koriokarsinoma ovarium bisa
ditemukan sebagai koriokarsinoma murni (tunggal) atau lebih sering sebagai
bagian darisuatu tumor sel germinal campuran. Penentuan ini penting artinya,
karena bila murni lebih mungkin tumor ini berasal dari hasil konsepsi dari pada
nosgestasional. Koriokarsinoma ini kemungkinan merupakan suatu metastasis dari
uterus atau tuba. Hal ini penting artinya, karena koriokarsinoma nongestasional
kurang sensitif terhadap kemoterapi dibandingkan dengan koriokarsinoma
gestasional. Gejala klinis pada kelainan ini, sering dengan keluhan pembesaran
perut dan nyeri, serta dapat disertai dengan pubertas prekok. Tumor ini sering
terjadi pada penderita berkisar 7 bulan sampai 35 tahun, dengan usia rata-rata
13 tahun. Pada penampakan makroskopik, tumor khas berukuran besar , unilateral,
konsistensi padat dengan warna putih keabuan, hemoragis, dan mungkin pula
ditemukan bagian yang mengalami nekrosis. Karakteristik lain tergantung dari
proporsi elemen tumor sel germinal yang ada. Secara makroskopis koriokarsinoma
sering terdiri atas 2 jenis sel, sitotrofobla dan sinsitiotrofoblas serta
mungkin pula ditemukan sel intermediet. Sitotrofoblas berbentuk sel
poligonaldengan ukuran sedang, bulat, atau oval dengan sitoplasma jernih dan
batas tegas,dan beberapa diantaranya dengan inti yang hiperkromatik.
Sinsitiotrofoblas berbentuk sel basofilik bervakuola dengan tepi irreguler,
dengan inti hiperkromatik dengan ukuran dan bentuk yang bervariasi, membentuk
pola fleksiformis bifasik. Semua tipe sel trofoblas ini adalah citokeratin
positif. Selain itu koriokarsinoma juga menghasilkan PLAP (placental-like
alkaline phosphatase), EMA (epithelial membrane antigen), dan CEA
(chorioembrionc antigen), yang dapat digunakan sebagai petanda tumor. Adapun
beta-hCG yang diproduksi oleh sinsitiotrofoblas dan hPL yang dihasilkan oleh
sel-sel intermediet dapat diketahuidengan pemeriksaan histokimiawi atau
gambaran ultrasutruktur.
F. Poliembrioma
Jenis ini sangat jarang, mengandung
komponen embrional bodies yang berasal dari sel embrio normal. Neoplasma jenis
ini sering mengenai testis. Kebanyakan tumor ini berkaitan dengan tumor sel
germinal lainnya terutama teratoma. Poliembrioma merupakan neoplasma sel
germinal dengan tingkat keganasan yang tinggi. Tumor ini radioresisten dan
respon terhadap kemoterapi belum jelas.
G. Mixed
Germ Cell Tumor
Tumor
ganas mixed germ cell terdiri dari dari 2 ataulebih tipe neoplasma sel germinal
yang berbeda. Tumor ganas mixed germ cell tumor ovarium lebih sedikit
dibandingkan dengan didalam testis, dan jumlahnya tak lebih dari 8% dari
seluruh keganasan ovarium. Umur penderita berkisar antara 5-33 tahun, dan lebih
dari sepertiganya terjadi sebelum usia pubertas. Kebanyakan pasien mengeluhkan
adanya massa diperut dan lebih dari separuhnya disertai nyeri perut bagian
bawah. Beberapa diantaranya memperlihatkan pseudopubertas prekoks dan dapat
memperlihatkan hasil tes kehamilan yang positif. Tumor ganas mixed germ cell
biasanya berukuran besar, unilateral tetapi penampakannya tergantung tipe tumor
sel germinal yang dominan. Secara mikroskopik dapat dilihat komponen neoplasma
sel germinal yang bervariasi baik itu disgerminoma, yolk sac tumor, embryonal carcinoma, koriokarsinoma, dan
teratoma imatur. Elemen germ cell tumorterbanyak adalah disgerminoma (80%),
diikuti yolk sac tumor(70%), teratoma
(53%), koriokarsinoma (20%), dan embryonal carcinoma(13%). Adapun kombinasi
yang tersering adalah campuran antara disgerminoma dan yolk sac tumor. Sinsitiotrofoblas dapat
ditemukan pada jenis tumor ini. Diagnosis dan prognosisdari tumor ganas mixed
germ cell tergantung dari kecukupan contoh massa untuk dapat melihat fokus tipe
tumor sel germinal yang berbeda. Dikatakan bahwa ukuran tumor lebih kecil
memiliki prognosis yang lebih baik, begitu pula bila komponen massa tumor jenis
yolk sac tumor,koriokarsinoma atau teratoma imatur grade 3 tak lebih dari
sepertiga massa tumor. Namun begitu dengan kemoterapi modern yang adekuat akan
memperbaiki prognosis neoplasma ini.
2.7 Penyebaran Kanker Ovarium
Kanker
ovarium mempunyai pola metastatis secara perkontinuitatum, limfogenik ataupun
hematogenik. Penyebaran secara perkontinuitatum dimungkinkan bila tumor dilakukan
pungsi tumor, atau tumor pecah baik saat pembedahan ataupun pecah sendiri
sebelum pembedahan. Tindakan pungsi tumor yang diikuti dengan pencucian rongga
peritoneum yang optimal mungkin pada sebagian jenis tumor tidak memperburuk
prognosis, tetapi tindakan pungsi akan meningkatkan stadium yang akan memberi
indikasi pemberian terapi adjuvant. Tetapi bila pencucian rongga abdomen tidak
optimal, meninggalkan residu tumor prognosis yang lebih buruk. Metastasis
rongga peritoneum merupakan metastasis yang sering dijumpai, beberapa organ
menjadi target penyebaran antara lain omentum organ visera. Diafraghma serta
permukaan liver merupakan organ yang kerap terkena proses metastatis. Perluasan
cairan peritoneum dengan sel kanker dapat terjadi ke dalam pleura, pungsi
pleura dapat membuktikan adanya sel kanker. Penyebaran lansung pada rongga
peritoneum dapat terjadi pada tumor yang kapsulnya utuh, 73% kanker ovarium
dijumpai dengan hasil sel yang positif pada pemeriksaan sitologi rongga
peritoneum, hanya sebesar 11% yang tidak ditemukan invansi tumor pada dinding.
Asites dapat terjadi akibat transudasi yang melebihi reabsorbsi cairan
peritoneum. Proses absorbsi yang terjadi di saluran limfe, sub diafraghma
menyebabkan sirkulasi cairan rongga peritoneum berlangsung normal, tetapi bila
proses transudasi dari peritoneum karena sel tumor maka asites akan terbentuk.
Implantasi sel tumor menyebabkan peningkatan luas permukaan, neovaskularisasi
yang juga akan meningkatkan transudasi plasma yang mungkin disebabkan karena
sumbatan cairan limfe sub diafraghma.
2.8 Pencegahan dan Pengobatan
Obat untuk menyembuhkan penyakit
kanker sepenuhnya memang belum ditemukan. Maka dari itu sebaiknya kita berusaha
mencegahnya sebelum semuanya terlambat. Cara pertama adalah mengonsumsi pil KB
selama lebih dari lima tahun untuk mengurangi risiko kanker ovarium. Namun kita
harus berkonsultasi kepada dokter kandungan mengenai masalah ini. Hamil dan
menyusui adalah salah satu cara menurunkan risiko kanker ovarium. Jadi jangan
ragu menikah muda dan memiliki anak sebelum usia 28 tahun agar risiko kanker
ovarium semakin menurun. Operasi adalah cara terakhir mencegah kanker ovarium.
Misalnya dengan menjalankan prosedur oophorectomy atau pengangkatan indung
telur agar tidak terserang kanker ovarium.
Peneliti menemukan fakta bahwa
wanita yang menggunakan semua jenis kontrasepsi, diantaranya pil KB, spiral/ -
IUD, operasi ikat saluran telur (tubal ligation), metode barier (seperti diafragma),
atau vasektomi pria, memiliki risiko antara 40-65% lebih rendah dari mereka
yang pernah terkena kanker indung telur. Ini bukan kejutan untuk melihat
hubungan antara pil KB dan kanker indung telur, bahkan juga operasi tubal
ligation. Karena sejumlah studi lain sebelumnya telah memperlihatkan hal yang
sama, kata penulis studi Dr Roberta Ness dari University of Texas School of
Public Health, Amerika Serikat, seperti dikutip laman Reuters Health.
Mengingat bahwa beberapa jenis
kontrasepsi berhubungan dengan rendahnya risiko kanker ovarium, Ness dan timnya
lalu meneliti untuk melihat apakah semua jenis alat kontrasepsi punya dampak
terhadap risiko masa depan penyakit. Mereka mewawancarai 869 wanita yang telah
terkena kanker ovarium, dan 1.779 orang lain yang tidak menderita penyakit ini
untuk melihat sejarah pemakaian alat kontrasepsi mereka. Wanita para partisipan
dianggap tidak menggunakan kontrasepsi buatan jika mereka bergantung pada
keluarga berencana alami (menghindari hubungan seks saat ovulasi) atau
ejakulasi di luar vagina saat bercinta.
Pengobatan
utama pada KO adalah dengan cara pembedahan yang ditujukan untuk mengangkat
masa tumor dan melakukan penentuan stadium (surgical staging), selanjutnya jika
diperlukan dilanjutkan dengan pemberian terapi adjuvantseperti: pemberian obat-obat
sitostatika atau kemoterapi, radioterapi, dan immunoterapi. Tindakan pembedahan
yang baku untuk penentuan stadium (surgical staging) pada karsinoma ovarium
dilaksanakan sebagai berikut:
- Insisi kulit vertikal (midline) sampai
melewati umbilikus.
- Inspeksi dan palpasi seluruh organ
intraperitoneal dan permukaan peritoneum rongga pelvis dan rongga abdomen atas.
-
Pengambilan cairan asites bila ada,
atau bilasan rongga peritonium di empat tempat yaitu: subdiafragma, pelvis
(cavum Douglas), rongga parakolik kiri dan kanan.
-
Biopsi seluruh lesi yang dicurigai.
- Jika tidak dijumpai massa di luarovarium,
dilakukan biopsi di beberapa tempat dari peritoneum di cavum Douglasdan
cekungan paracolic kiri dan kanan, peritoneum kandung kemih, mesenterium, dan
diafragma.
- Explorasi rongga retroperitoneal.
- Pengangkatan kelenjar getah bening pelvis dan
para aorta, atau paling tidak dilakukan pengambilan contoh untuk pemeriksaan
histopatologi.
- Jika memungkinkan ovarium harus diangkat
secara utuh.
- Biopsi atau reseksi beberapa daerah
perlengketan.
- Infrakolik omentektomi.
- Total abdominal histerektomi dan
salfingo-ooforektomi bilateral serta pengangkatan seluruh massa tumor.
Dengan dilakukan pembedahan yang
sempurna di atas (complete surgical staging) terlihat bahwa prosedur pembedahan
tersebut cukup luas dan akan mengakibatkan wanita kehilangan fungsi reproduksinya. Tindakan pembedahan ini
disebut dengan tindakan pembedahan radikal. Jika ditemukan KO pada wanita usia
muda yang masih memerlukan fungsi reproduksinya, maka tindakan bedah radikal
ini dapat dihindari dengan syarat-syarat tertentu, sehingga tidak perlu
dilakukan pengangkatan uterus dan ovarium yang sehat. Tindakan pembedahan ini
disebut dengan pembedahan konservatif.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Kanker Indung
Telur (Kanker Ovarium) adalah tumor ganas pada ovarium (indung telur). Kanker
ovarium paling sering ditemukan pada wanita yang berusia 50-70 tahun dan 1 dari
70 wanita menderita kanker ovarium. Faktor resiko tejadinya kanker ovarium
yaitu obat kesuburan, pernah menderita kanker payudara, riwayat keluarga yang
menderita kanker payudara dan/atau kanker ovarium, riwayat keluarga yang
menderita kanker kolon, paru-paru, prostat dan rahim. Tanda-tanda kanker
ovarium yaitu meliputi, perut kembung, nyeri pada panggul atau perut, kesulitan
makan atau cepat merasa kenyang, gangguan kemih dan bertambahnya ukuran perut.
Jika wanita mengalami beberapa gejala penting di atas setiap hari selama dua
sampai tiga minggu, dianjurkan untuk segera melakukan konsultasi dengan dokter.
Dan selain itu, diet kaya buah dan sayuran, berolahraga secara teratur, menjaga
berat tubuh normal dan mengelola stres adalah salah satu solusi dalam membantu
mengurangi risiko kanker ovarium.
3.1 Saran
3.1.1
Diharapkan kepada para wanita agar
selalu menghindari faktor-faktor risiko yang menyebabkan terjadinya kanker
ovarium.
3.1.2
Diharapkan kepada para wanita usia muda
agar dapat melakukan pencegahan terjadinya kanker ovarium di masa yang akan
datang.
DAFTAR
PUSTAKA
Agustari Ika. Faktor
yang berhubungan dengan kanker ovarium di RSUP Tjipto Mangunkusumo. UI.
(2007).
American Cancer Society. Cancer
Facts and Figures. 2011. [http://www. cancer.org/Cancer/OvarianCancer/DetailedGuide/ovarian-cancer-eystatistics],
diakses pada 18Desember, (2011).
Ari. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kejadian kanker ovarium (studi kasus di Kabupaten Cilacap).
PPS UNDIP. (2007).
Dewi. Rerata
Usia Menarkhe Wanita Indonesia: Tinjauan Kesehatan Reproduksi Wanita Indonesia.
UI. (2008)
http://medicastore.com/penyakit/1048/Kanker_Indung_Telur.
Jurnal Ginekologik. Pengenalan
Dini Kanker Ovarium. 2011. Diakses Pada tanggal 17 November (2011).
Rezkini P. Derajat
differensiasi histopatologik pada
Kejadian kanker Ovarium. Undip Semarang. (2009).
Sahil FM. Penatalaksanaan
Kanker Ovarium Pada Wanita Usia Muda dengan Mempertahankan Fungsi Reproduksi.
USU. (2007).
Subiantoro. Ketahanan hidup penderita kanker
ovarium di RSUPNCM Jakarta. UI. (2011).
Surbakti E. Pendekatan
Faktor Risiko Sebagai Rancangan Alternatif dalam Penanggulangan Kanker Ovarium
Di Rs Piringadi. Medan. (2006).
Zuraidah E. Faktor
risiko kanker ovarium jenis ephitelia di RSUN Dr.Cipto Mangunkusumo.
Jakarta.(2005)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar