BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Payudara menjadi salah satu bagian tubuh yang sangat dibanggakan kaum
wanita, jika bagian tubuh ini diserang penyakit, rasa panik segera menyelimuti.
Walaupun itu hanya dinyatakan benjolan atau tumor jinak berjalan atau tumor
yang ditemukan dipayudara tak semuanya ganas (kanker) akan tetapi dapat berupa
tumor jinak atau akibat infeksi atau dapat juga dari kelainan pertumbuhan,
payudara dimiliki oleh dua jenis kelamin. Kelenjar ini menjadi fungsional saat
pubertas untuk merespon estrogen pada perempuan, dan pada laki-laki tidak bias
berkembang, saat kehamilan kelenjar mamae mencapai perkembangan puncaknya untuk
memproduksi susu, setelah kelahiran bayi (Sloane, 2006).
Payudara merupakan pelengkap organ reproduksi pada wanita dan pengeluaran
air susu, payudara terletak pada fasig superfisialis di daerah antara sternum
dan aksila, melebar pada iga kedua sampai iga ketujuh, bagian tengah terdapat
puting susu yang dikelilingi oleh areola mamae yang berwarna coklat. Dekat
dasar putting terdapat kelenjar mentgometri yang mengeluarkan zat lemak
sehingga putting tetap lemas, putting mempunyai lobang antara 15-20 lobang
untuk tempat kelenjar susu, payudara terdiri dari bahan-bahan kelenjar susu
(jaringan alveoli), tersusun atas lobus-lobus yang saling terpisah oleh
jaringan ikat dan lemak. Setiap lobus bermuara ke dalam duktus laktiferus
(saluran air susu), saluran limfe sebagai flektur halus dalam ruangan
interlobular, jaringan kelenjar bergabung membentuk saluran yang lebih besar (Syaifuddin,
2003).
Tumor merupakan sekelompok sel-sel abnormal yang terbentuk hasil proses
pembelahan sel yang berlebihan dan tak terkoordinasi, dalam bahasa medisnya
tumor dikenal sebagai neoplasia, neo berarti batu, plasia berarti
pertumbuhan/pembelahan. Jadi neoplasia mengacu pada pertumbuhan sel yang baru
yang berbeda dari pertumbuhan sel-sel disekitarnya yang normal, yang perlu
diketahui, sel tubuh secara umum memiliki 2 tugas utama yaitu melaksanakan
aktivitas fungsionalnya serta berkembang biak dengan membelah diri. Namun pada
sel tumor yang terjadi adalah hampir semua energi sel digunakan untuk aktivitas
berkembang biak sementara fungsi perkembang biakan ini diatur oleh inti sel,
akibatnya pada sel tumor dijumpai inti sel yang membesar karena tuntutan kerja
yang meningkat (Price and Wilson, 2005).
Tumor jinak tumbuh secara ekpansif atau mendesak, tetapi tidak merusak
struktur jaringan sekitarnya yang normal, hal ini dikarenakan tumor jinak
memiliki kapsul yang membatasi antara bagian sel-sel tumor yang abnormal dengan
sel-sel normal, sebaliknya pada tumor ganas yang memang tak berkapsul. (Azis
Farid, 2006).
Crystosarcoma Phyllodes merupakan suatu neoplasma jinak yang bersifat
menyusup secara local dan mungkin ganas (10-15%), pertumbuhannya cepat dan
dapat ditemukan dalam vicuram yang besar, tumor ini terdapat pada semua usia
tetapi kebanyakan pada usia 45 tahun (Sloane, 2006). Tumor phyllodes ini dapat
berukuran kecil sekitar 3-4 cm, dan dapat pula dalam ukuran yang sangat besar
dan membuat payudara menjadi besar (bengkak) (Smeltzer & Bare, 2001).
Tumor phyllodes tidak seharusnya digabungkan dengan sarcoma murni (tampa
elemen epitel sama sekali) untuk memiliki tingkat lebih besar pada keganasan
dan gumpalan keduanya sama-sama mengaburkan sifat jinak dasar kebanyak tumor phyllodes
dan memiliki aral yang sama dengan fibroademema tertentu dapat berkembang
menjadi tumor phyllodes (Sloane, 2006).
Karena data yang terbatas, persentase tumor phyllodes jinak dibandingkan
ganas tidak terdenifisi dengan baik, laporan yang ada mengindentifikasi bahwa
sekitar 80-95% tumor phyllodes adalah jinak dan sekitar 10-15% adalah ganas.
Meskipun tumor jinak tidak bermetastase, namun mereka memiliki kecendrungan
untuk tumbuh secara agresif dan rekuren secara lokal, mirip dengan sorkoma,
tumor maligna bermetastase secara hematogen. Sayangnya, gambaran patologis
tumor phyllodes tidak selalu meramalkan prilaku klinis neoplasma, karena adanya
beberapa kasus terdapat tingkat ketidak pastian tentang klasifikasi lesi,
(Anderwood, 2000).
Faktor risiko penyebab spesifik tumor masih belum diketahui, tetapi
terdapat banyak faktor yang diperkirakan mempunyai pengaruh terhadap terjadinya
tumor payudara antara lain faktor reproduksi seperti nulliparits, menarche
dini, menopause lebih tua. Penggunaan hormon estrogen, penyakit fibroblastik,
obesitas, konsumsi lemak, radiasi, riwayat keluarag dan faktor genetik
(Moningkey dan Kodim, 2010).
Adapun masalah keperawatan yang sering muncul pada pasien dengan tumor
phyloides yaitu nyeri dan ketidaknyamanan, kerusakan integritas jaringan, dan
intoleransi aktifitas, gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh,
gangguan citra tubuh, potensial disfungsi sexual. Penanganan yang diberikan
kepada tomor phyllodes berupa penanganan medis yaitu dengan cara pembedahan
seperti mastektomi parsial, mastektomi total, mastektomi radikal dimodivikasi,
mastektomi radikal yang diperluas. (Doengoes, 2000).
Apabila tumor phyllodes dibiarkan dan tidak ditangani secara serius maka
berakibat fatal, karena kebanyakan tumor tumbuh dengan cepat menjadi ukuran
besar sebelum pasien dating, namun tumor-tumor tidak menetap dalam arti
karsinoma besar. Hal ini disebabkan mereka khususnya tidak invasive, besarnya
tumor dapat menempati sebagian besar payudara atau seluruhnya, dan menimbulkan
tekanan ulserasi di kulit, namun masih memperlihatkan sejumlah mobilitas pada
dinding dada (Haaginsen, 2001).
Berdasarkan angka statistic, tumor phyllodes suatu tipe tomor payudara
yang jarang terjadi, dan tingkat kejadiannya sangat kecil kurang dari 1% dari
seluruh kejadian kanker payudara, namun demikian harus tetap diwaspadai karena
tumor ini pun berpotensi untuk menjadi ganas. Tipe tomor ini dapat tumbuh
dengan sangat cepat benjolan dapat tumbuh besar bahkan dalam waktu dua minggu
(Sloane, 2006).
Di Indonesia berdasarkan patologikal based registration atau berdasarkan
pencatatan pemeriksaan jaringan, kanker payudara mempunyai angka kejadian
minimal 20 ribu kasus baru pertahun, dengan kenyataan 50% kasus baru ditemukan
pada keadan stadium akhir. Sebagai perbandingan angka kejadian kanker payudara
di Amerika Serikat dari 100 ribu wanita didapatkan 92 wanita penderita kanker
payudara pertahun, dengan angka kematian 27 orang dari 100 ribu penderita, atau
18% dari kejadian yang dijumpai (Harianto, 2008).
Berdasarkan data penulis diperoleh dari buku register diruang Bedah
Wanita Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh jumlah pasien yang
dirawat selama setahun terakhir (dari bulan Mei 2009 sampai dengan Mei 2010)
adalah tercatat 13 kasus (10,48%) dari 124 pasien.
Bila kita melihat permasalahan mengenai kasus tumor phyllodes yang telah
diuraikan tersebut maka diperlukan penanganan yang lebih serius. Dan tindakan
keperawatan pada penderita tumor phyllodes lebih diutamakan pada perawatan
fisik, dan psikologis yang diberikan secara langsung dan sistematis serta
berkesinambungan untuk meminimalkan tingkat keparahan dari penyakit kanker
tahap lanjut.
Melihat kompleknya permasalahan diatas, maka penulis berkeinginan untuk
masalah tersebut sebagai laporan hasil studi dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Nn. A Dengan Post Operasi Tumor Phyllodes Di
Ruang Bedah Wanita Rumah Sakit Umum Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh Tahun
2010”.
1.2
Tujuan penulisan
1.2.1
Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran nyata dan penerapan asuhan keperawatan pada
Nn. A dengan Post Operasi Tumor phyllodes di ruang Bedah Wanita Rumah Sakit
Umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh.
1.2.2
Tujuan khusus
1.2.2.1
Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien tumor
phyllodes.
1.2.2.2
Dapat
membuat Analisa Data pada pasien Post Operasi Tumor Phyllodes
1.2.2.3
Dapat menegakkan diagnosa keperawatan pasien Post
Operasi Tumor Phyllodes
1.2.2.4
Dapat menyusun rencana keperawatan pada pasien Post
Operasi Tumor Phyllodes
1.2.2.5
Dapat melaksanakan tindakan keperawatan pada pasien Post
Operasi Tumor Phyllodes.
1.2.2.6
Dapat mengevaluasi dan memotivasi tindakan keperawatan pasien
Post Operasi Tumor Phyllodes.
1.3
Metode Penulisan
Penulisan laporan studi kasus ini menggunakan metode deskriptif yaitu
bertujuan memaparkan peristiwa yang sering terjadi pada masa kini secara
sistematik dan menekankan pada data aktual dan pada penyimpulan (Nursalam,
2001).
Adapun teknik penulisan studi kasus ini:
1.3.1
Studi perpustakaan
Mempelajari konsep teoritis berbagai referensi yang ada hubungannya
dengan masalah keperawatan sebagai dasar pemikiran.
1.3.2
Studi kasus
Melalui studi kasus ini penulis langsung melaksanakan asuhan keperawatan
pada pasien cystosarcoma phyloides di Ruang Bedah Wanita dengan metode
pemecahan masalah melalui pendekatan asuhan secara komprehensif.
Adapun pengumpulan data yang digunakan adalah:
1.3.2.1
Wawancara
Yaitu suatu proses tanya jawab penulis lakukan baik dengan pasien itu
sendiri, keluarga terdekat pasien, maupun perawat ruangan.
1.3.2.2
Pemeriksaan fisik atau penunjang
Dilakukan melalui teknik inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi serta
menilai hasil pemeriksaan laboratorium.
1.3.2.3
Observasi
Mengamati secara langsung perkembangan pasien terhadap asuhan keperawatan
yang diberikan.
1.3.2.4
Studi dokumentasi
Mempelajari tentang perkembangan pasien terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan melalui catatan medik dan catatan perkembangan.
1.4
Sistematika Penulisan
Dalam penulisan laporan studi kasus ini penulis menyusun secara
sistematika yang terdiri dari 3 bab yaitu:
BAB l Pendahuluan
yang tediri dari latar belakang, tujuan penulisan metode penulisan dan
sistematika penulisan.
BAB ll Terdiri dari pengkajian, diagnosa
keperawatan, rencana keperawatan, implementasi dan evaluasi.
BAB lll Yang terdiri dari kesimpulan dan saran
Pada bagian akhir laboran studi
kasus ini penulis mencantumkan daftar pustaka, biodata dan lampiran-lampiran.
BAB II
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis akan
membahas kesenjangan yang terjadi antara tinjauan teoritis yang di peroleh dengan tinjauan kasus melalui referensi
yang dikaitkan pada pasien tumor phyllodes di Ruang Bedah Wanita RSUDZA yang langsung
didapat dari hasil tinjauan kasus, begitu juga menguraikan alternatif pemecahan
masalah-masalahnya, tinjauan kasus ini penulis lakukan pada tanggal 14 Juni
2010 sampai dengan 16 Juni 2010.
2.1 Pengkajian
Pengkajian adalah tahap awal
dari proses keperawatan yang merupakan suatu proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dari berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi suatu kesehatan klien (Nursalam, 2001).
Adapun pengkajian yang penulis
lakukan pada tanggal 14 Juni 2010 didapat identitas sebagai berikut: Pasien
yang berinisial Nn. A, berusia 39 tahun, pendidikan SMA, agama Islam, suku
Aceh, pekerjaan petani, yang bertempat tinggal di Lungputu. Kab. Sigli, masuk
rumah sakit pada tanggal 19 Mei 2010 dengan diagnosa medik tumor
phyllodes.
Menurut teoritis, tumor
phyllodes merupakan
suatu Neo Plasma jinak yang bersifat menyusup secara lokal dan mungkin ganas
(10% - 15%), pertumbuhan cepat dan dapat ditemukan dalam ukuran yang besar.
Tumor ini terdapat pada semua usia, tetapi kebanyakan pada usia sekitar 45
Tahun (Mansjoer 2000).
Phyllodes sebuah tipe tumor yang ditemukan di jaringan payudara atau
prostate. Biasanya besar sekali dan berkembang dengan cepat tumor ini mungkin saja
benigna (bukan kanker) atau maligna (kanker) dan biasanya menyebar ke bagian
tubuh, juga disebut CSP atau tumor phyllodes. (Harianto, 2008).
Tumor phyllodes merupakan neoplasma non-epitelial payudara yang sering
terjadi, meskipun hanya mewakili 1% dari tumor payudara, tumor ini memiliki
tekstur halus, berbatas tajam dan biasanya bergerak secara bebas, tumor ini
adalah tumor yang relative besar dengan ukuran rata-rata 5 cm. namun, lesi yang
> 30cm pernah dilaporkan (Sibuae & Gultom, 2005).
Tumor ini bentuknya bulat atau
lonjong dengan batas yang
tegas dan pasien dapat mengatakan digerakkan (mobil)
konsistensi tumor phyllodes
ini ada bagian kistik dan pada seperti karet, tidak melekat pada kulit dan otot pectorialis serta permukaan kulit yang
tegang dan mengkilat, tumor phyllodes jarang pada pasien dibawah usia 20 tahun, ketika muncul untuk memberikan
reakasi terutama dengan cara
jinak, tanpa memperhatikan corak histologis, juga telah dijelaskan dalam
kelenjar mirip mamae di vulva, payudara dan diprostat dan vasicula simanalis. (Johanes Muller, 2003).
Ciri-ciri tumor phyllodes maligna adalah sebagai
berikut; tumor maligna berulang agresif dibandingkan tumor asal, paru merupakan tempat metastase
yang paling sering, diikuti oleh tulang, jantung dan hati, gejala untuk
keterlibatan metastatik dapat timbul mulai dari sesegera beberapa bulan sampai
paling lambat 12 tahun setelah terapi awal, kebanyakan pasien dengan
metastase meninggal dalam 3 tahun dari terapi awal, tidak terdapat pengobatan
untuk matastase sistemik yang terjadi, kasarnya 30% pasien dengan tumor
phyllodes maligna meninggal karena penyakit ini (R. Sjamsuhidajat, 2004)
Hasil kajian tentang riwayat
penyakit sekarang didapat data bahwa penyakit tumor yang dialaminya sudah
terjadi sekitar 3 bulan yang lalu, pasien mengatakan sebelumnya tidak
mengetahui benjolan yang timbul dipayudara sebelah kanannya adalah tumor, dan
semakin hari benjolan semakin membesar maka keluarga membawa pasien untuk
diperiksa ke rumah sakit umum sigli, setelah dilakukan pemeriksaan pasien
dirujuk ke Rumah Sakit Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh untuk memastikan
benjolan yang timbul diarea payudara tersebut. Sekitar jam 14.30 wib sesampai
di IGD pasien ditangani oleh dokter umum yang bertugas diruangan dan pasien
didiagnosa tumor polydies dekstra. Selanjutnya pasien dibawa keruangan penyakit
dalam wanita (jeumpa II) untuk diberikan perawaatn lebih lanjut, setelah lebih kurang 2 minggu
pasien dirawat, dokter menganjurkan pasien untuk segera dioperasi. Setelah
dioperasi dilakukan pasien harus dilakukan ganti verban 2x sehari dengan
prinsip steril dan metronidazole 500 mg.
Anamnase pada tumor phyllodes, pasien khususnya muncul dengan massa
payudara keras, bergerak, terbatas jelas, tidak lunak, sebuah massa kecil dapat
dengan cepat berkembang ukurannya dalam beberapa minggu sebelum pasien mencari
perhatian medis tumor jarang melibatkan kompleks puting-areola atau
mengvireresi kulit, pasien dengan metastase biasa muncul dengan gejala seperti
dispnoe, kelelahan dan nyeri tulang (Mansjoer, 2000).
Semua tumor phyllodes mengandung komponen stroma yang dapat bervariasi
dalam tampilan histologis dari suatu lesi ke lesi lainnya, umumnya tumor phyllodes
jinak memperlihatkan peningkatan jumlah mencolok pada fibrolas fusiformis,
reguler dalam stroma, adakalanya, sel-sel sangat anaplastik dengan perubahan
miksoid yang diamati (Sloane, 2006).
Menurut Sibuae & Gultom (2005), pada pasien yang menderita tumor
phyllodes akan mengalami keluhan seperti kelemahan, pusing, tidak nafsu makan,
hal ini terjadi karena pengaruh sel-sel kanker yang mungkin telah mngalami
metastasis keseluruh tubuh yang berpengaruh terhadap daya tahan tubuh (imun). Terdapat
kesenjangan antara teoritis dengan kasus dimana Nn. A tidak mengeluh lemah,
tidak pusing, dan adanya nafsu makan.
Gejala dari pada tumor phyllodes, biasanya pertumbuhan fibroadenoma mamae
umumnya tidak menimbulkan rasa sakit, hanya ukuran dan tempat pertumbuhan yang
menyebabkan nyeri pada mamae. Pada saat disentuh kenyal seperti karet benjolan
mudah digerakkan, batasnya jelas dan biasanya dirasakan dengan pemeriksaan
payudara sendiri, teraba kenyal karena mengandung kalogen (serat protein yang
kuat yang ditemukan dalam tulang rawan, urat daging dan kulit) (Sloane, 2006).
Pada riwayat penyakit yang
lalu, pasien tidak pernah mengalami / menderita penyakit seperti yang dirasakan
sekarang ini sebelumnya. Pasien hanya menderita demam biasa dan sembuh setelah
berobat ke Puskesmas terdekat.
Tumor ini biasanya berasal dari fibroadenoma selular yang telah ada dan
sekarang telah mengandung satu atau lebih komponen asal measenkima,
diferensiasi dari fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat
selularitas stroma, pleomorfisme selular, inti hiperkromatik dan gambaran
motoris dalam jumlah yang bermakna, protrusia khas masa plopoid stroma hiperplastik
kedalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan penampilan seperti daun yang
menggambarkan istilah kilordos (Yamashinta dkk, 2002).
Sementara tumor phyllodes memperlihatkan kecendrungan jelas untuk
berulang secara lokal jika dieksisi dengan batas dekat, metastasis lokal atau
jauh adalah jarang, faktanya tumor-tumor tersebut dinilai sebagai jinak setelah
studi histologis menyeluruh dapat diharapkan memiliki prognosis yang baik,
khususnya jika pada awalnya terapi dengan eksisi komplit (Wartonati, 2003).
Menurut teoritis disebutkan
bahwa tumor phyllodes akan dirasakan suatu benjolan yang kenyal
dengan sisi permukaan halus didalam jaringan permukaan payudara anda. Tipe tumor ini dapat
tumbuh dengan sangat cepat – benjolan dapat tumbuh besar bahkan hanya dalam 2
minggu hampir semua wanita yang di diagnosis penyakit ini merupakan wanita yang telah masuk masa premenopausal
(hampir menopouse). Namun meski sangat jarang bukan tidak mungkin seorang gadis
terkena tumor sejenis ini (Mansjoer, 2000).
Menurut (Yamashinta dkk, 2002),
tumor ini biasanya berasal dari fibroadema selulair yang telah ada dan sekarang
telah mengandung satu atau lebih komponen asal measenkima, diferensiasi dari
fibroadenoma didasarkan atas lebih besarnya derajat selularitas stroma. Pleomorfisme selular, inti hiperkromatik dan gambaran
motoris dalam jumlah yang bermakna, protrusia khas massa plopoid stroma hiperplastic kedalam kanalikuli yang tertekan menghasilkan
penampilan seperti daun yang menggambarkan istilah kilordos.
Pada riwayat kesehatan
keluarga Ny. A mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang menderita
penyakit seperti yang dialami Ny. A.
Tumor phyllodes merupakan
suatu penyakit yang diturunkan faktor keluarga atau genetika yang biasa dikenal
dengan faktor keturunan (Silvia, 2004).
Riwayat keluarga merupakan komponen yang penting dalam riwayat penderita
yang akan dilaksanakan skrining untuk tumor payudara. Pada studi genetik
ditemukan bahwa tumor payudara berhubungan dengan gen tertentu. Apabila
terdapat BRCA 1, yaitu suatu gen suseptibilitas kanker payudara, probabilitas
untuk terjadi kanker payudara sebesar 60% pada umur 50 tahun dan sebesar 85%
pada umur 70 tahun (Moningkey dan Kodim, 2010).
Dari data pada pengkajian
riwayat penyakit keluarga dapat disimpulkan bahwa tumor phyllodes yang terjadi pada Nn. A bukan karena
faktor keturunan melainkan karena riwayat dari penyakit dirinya sendiri.
Meskipun penyakit tumor phyllodes merupakan salah satu penyakit yang diturunkan.
Pada pola kebiasaan yaitu pada
pola nutrisi, bahwa sebelum dirawat pasien makan 3x sehari dengan komposisi
nasi, ikan, sayur-sayuran kadang-kadang daging, selama dirawat pola nutrisi
pasien masih seperti biasa makan 3x sehari dan pasien mampu menghabiskan satu
porsi yang disediakan dan pasien juga mengkonsumsi buah-buahan seperti, buah
jeruk, apel, anggur dan roti.
Menurut teoritis pada tumor
phyllodes tahap lanjut akan
mengalami gangguan gastrointestinal akibat kanker itu sendiri yang sel-sel
kanker telah bermetastassis (Smelzer & Bare, 2001). Anorexia disebabkan oleh
ketidak tertarikan pasien
melihat makanan yang disediakan sehingga merangsang saraf pengecap
(glassofaringeus), menelan (vagus), yang berpusat di medulla oblongata terhadap
sensori rasa makan, sehingga menimbulkan gangguan emosi yang tidak menyenangkan
dan mengakibatkan pasien tidak ada nafsu makan, (Suyono, 2005). Tidak ada nafsu makan juga disebabkan oleh rasa yang mungkin dihasilkan oleh penyakit,
perangsangan fisual, penciuman dan pengecap yang tidak menyenangkan, kelainan biokimia yang berkaitan dengan gangguan
metabolik (Harnawatia, 2008).
Terdapat kesenjangan antara
teoritis dengan tinjauan kasus dimana Nn. A tidak mengalami anorexia
dikarenakan proses penyakit yang sudah membaik sehingga membuat nafsu makan
normal kembali.
Dari hasil kajian pola minum
pasien sebelum dirawat pasien minum + 7-8 gelas/hari dengan ukuran gelas
duralex (+2500 cc), selama dirawat pasien tidak mengalami perubahan pola
minum, pasien tetap 7-8 gelas/hari dengan ukuran gelas duralex (+ 2500
cc).
Menurut teoritis kebutuhan
cairan yang dibutuhkan oleh tubuh perhari adalah 1500 – 2500 ml. (Wartonah,
2003). Terdapat kesesuaian tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus dimana Nn. A
minum ± 2500 ml sehinga kebutuhan cairan terpenuhi.
Dari data kajian pola
aktivitas maka didapatkan data bahwa sebelum dirawat pasien mampu melakukan
aktifitas sehari-hari sebagai petani untuk membantu kebutuhan sehari-hari dan
selama dirawat pasien mampu melakukan personal hygiene sendiri dan tidak
melakukan pekerjaan berat lainnya seperti, mencuci pakaian harus ada bantuan
keluarga dikarekana luka yang masih terjadi di area mamae dekstra. Pola aktifitas pasien
sudah membaik skala ketergantungan 1.
Menurut teoritis pada tumor
phyllodes tahap lanjut telah terjadi
penyebaran sel-sel kanker ke
berbagai tempat di dalam tubuh baik untuk berpoliferasi ke sumsum tulang,
sehingga sumsum tulang
diganti oleh sel jaringan kanker maka cepat lambat akan merusak pembentukan
sel-sel darah merah dan sel-sel darah putih (Sibuae & Gultom, 2005),
kelemahan terjadi pada pasien akibat menurunnya hemoglobin sehingga nutrisi
yang di butuhkan ke tubuh menjadi berkurang (Smeltzer & Bare, 2001).
Doengoes (2000) mengatakan
derajat ketergantungan dapat dikaji dengan menggunakan skala 0 – 4. dimana
nilai 0 = Pasien mampu mandiri, nilai 1 memerlukan bantuan / peralatan yang
minimal, nilai 2 memerlukan bantuan yang sedang dengan pengawasan / diajarkan,
nilai 3 memerlukan bantuan / peralatan yang terus menerus dengan alat khusus,
nilai 4 ketergantungan secara total pada pemberian asuhan.
Dari hasil pengkajian pada Nn.
A diketahui bahwa Nn. A memiliki tingkat ketergantungan 1 karena memerlukan
bantuan peralatan yang minimal (kecuali kerja keras seperti mencuci baju dan
mengangkat alat - alat berat.
Pada hasil kajian tentang pola
istirahat atau tidur pasien, maka didapat pasien sebelum dirawat pasien istirahat/tidur 7-8
jam sehari semalam mulai dari pukul 22-06.00 dan pasien jarang tidur pada siang
hari dikarenakan harus
kesawah membantu kakak nya. Selama dirawat, pasien istirahat tidur seperti
biasa hanya sekali-kali terbangun disebabkan karena suara bising dan setelah 15
menit pasien bisa tidur kembali.
Menurut tinjauan tioritis
kebutuhan tidur atau istirahat yang cukup pada orang dewasa 7-9 jam (Wartonah,
2003).
Terdapat kesamaan antara
teoritis dan kasus dimana pada kasus Nn. A tidur atau istirahat 7-8 jam
sehingga Nn.A tidak mengalami gangguan tidur.
Pada pola eliminasi, sebelum
dirawat pasien BAB 1x, hari
kadang-kadang 2 hari sekali dengan konsisten BAB lunak warna kecoklatan dan BAK
5-6 x/hari warna kuning,
dengan bau yang khas. Selama dirawat pasien BAB dan BAK seperti biasa dengan
konsisten BAB lunak, warna kecoklatan dengan bau yang khas pasien dapat
melakukan eliminasi sendiri dikarenakan kondisi yang sudah membaik.
Menurut teoritis pola
eliminasi dipengaruhi oleh kelemahan / intoleransi aktivitas (Doengoes,2001).
Terdapat kesenjangan antara
tinjauan teoritis dengan tinjauan kasus dimana Nn.A BAB / BAK tidak dibantu
oleh keluarga disebabkan kondisi yang sudah membaik.
Dari hasil pengkajian pola personal Hygiene, sebelum
dirawat pasien mandi 2-3x /hari memakai sabun mandi, mencuci
rambut 3-4x /minggu, menggosok gigi setiap mandi, selama dirawat pasien juga
mandi seperti biasa 2x/hari
dengan menggunakan sabun, sikat gigi dan shampo.
Menurut Smeltzer & Bare (2000), ketidak
mampuan pasien dalam melakukan personal hygiene disebabkan karena suatu keadan dimana individu mengalami intoleransi aktifitas. Menurut Carpenito (2000), kebersihan diri pada pasien
perlu dijaga untuk mengurangi sumber infeksi dan meningkatkan perasaan nyaman.
Terdapat kesenjangan antara
tinjuan teoritis dengan kasus dimana Nn. A mampu melakukan personal hygine
dengan mandiri, dikarenakan kondisi pasien yang semakin membaik dan pasien tampak
bersih dan rapih.
Dari hasil pengkajian tentang data psikologis didapat
bahwa selama dirawat pasien mengatakan merasa sedih dengan penyakit yang
dialaminya. Apalagi dengan kondisi pasien yang belum menikah, tapi pasien akan
berusaha menerima dengan ikhlas
dan tabah dengan penyakit yang dideritanya selama ini. Pasien tetap selalu
berobat dan tidak pernah putus asa dan pasien berharap penyakitnya cepat
sembuh.
Carpenito, (2000) mengatakan
bahwa seorang manusia tanpa keadaan psikososial yang stabil biasanya sulit
untuk mengerti dan tidak peka, karena itu merasa tidak nyaman dan saling
ketergantungan untuk interaksi sosial yang efektif.
Terdapat kesamaan teoritis dan tinjauan kasus dimana Nn. A
mengalami keadaan psikologis yang tidak stabil, pasien merasa sedih dengan
penyakit yang dialaminya. Apalagi dengan kondisi pasien yang belum menikah.
Dari hasil pengkajian tentang data sosial maka didapat
data bahwa pasien merupakan orang yang aktif dalam masyarakat, pasien memiliki
hubungan yang harmonis dengan anggota keluarganya, bahasa sehari-hari yang
digunakan adalah bahasa aceh,
selama dirawat pasien terlihat
ramah dengan dokter dan perawat serta pasien lainnya yang berada di dalam
ruangan.
Menurut teoritis suatu yang
bagus dalam aspek psikososial dan spritual yang dirasakan oleh individual dapat langsung mempengaruhi kecepatan dan
kualitas penyembuhan seseorang (Harsono, 2003).
Terdapat kesamaan antara
teoritis dengan kasus dimana Nn.A mampu untuk berinteraksi sosial.
Pada pengkajian data spritual didapat data pasien sebelum
dirawat pasien mampu mengerjakan sholat 5 waktu sehari semalam, selama dirawat
pasien juga mampu melakukannya dikarenakan kondisi yang sudah mulai membaik.
Menurut teoritis dalam aspek
psikososial dan spritual yang dirasakan oleh individu dapat langsung mempengaruhi kecepatan dan
kualitas penyembuhan seseorang (Harsono, 2003).
Dari hasil pengkajian tentang
pemeriksaaan fisik yang penulis lakukan pada pasien didapat data : keadaan umum
lemah, kesadaran compos mentis (sadar penuh), tekanan darah 100/70 mmHg, denyut
nadi 80 x /i, pernafasan 20 x/i, suhu 38,30C kepala saat di inspeksi bentuk bulat, warna rambut hitam, panjang dan
tampak bersih dan tidak berbau, palpasi tidak ada kelainan dan benjolan, nyeri
tekan tidak ada. Wajah di inspeksi bentuk lonjong, tampak pucat di wajah, palpasi tidak ada nyeri tekan. Mata
saat di inspeksi konjungtiva tidak
anemis, muka agak cekung, pada saat
palpasi tidak ada nyeri tekan. Hidung di inspeksi tidak ada sekret, lesi tidak ada. Telinga
saat di inspeksi serumen
tidak ada, tidak ada tanda-tanda radang, nyeri tekan tidak ada, pendengaran
baik. Mulut saat di inspeksi,
gigi lengkap, gusi tidak berdarah dan lesi, palpasi tidak ada nyeri tekan.
Lehar saat di inspeksi tidak
ada benjolan, palpasi terdapat nodul-nodul pada daerah kelenjar tiroid dan
kelenjar limve. Thorak saat di inspeksi pada mamae sebelah kanan adanya luka dengan lebar 7cm, panjang 15cm,
adanya pus, pembekakan, sekitar luka adanya jaringan nikrosis, keadaan luka
basah, terbalut dengan kasa steril, palpasi nyeri tekan tidak ada, pertusi
bunyi nafas normal (resonan), ouskultasi bunyi nafas vesikuler, ronchi tidak
ada. Pada abdomen, inspeksi
bentuk simetris tidak ada lesi, palpasi nyeri tekan tidak ada, perkusi bunyi
abdonen timpani, oskultasi peristaltik usus 10x /menit, tidak ada bising usus,
hepar tidak ada kelainan dan pembengkaan, palpasi nyeri tekan tidak ada,
pembesaran hati tidak ada, genetalia tidak ada kelainan. Ekstrimatas atas dan
bawah dapat digerakan sebagaimana biasanya sebelum dirawat.
Manurut teoritis, meningkatnya
tekanan darah, nadi, respirasi, disebabkan karna hemoglobin yang menurun
sehingga oksigen yang dibawa keseluruh tubuh berkurang, maka jantung akan
memompa lebih cepat (berkompensasi) dalam memompa darah agar nutrisi dan oksigen
sampai ke seluruh tubuh (Hoffbrand, 2006), kunjungtiva anemis, wajah pucat pada pasien disebabkan karena hemoglobin
rendah, sklera ikhterik karena albumin rendah, rambut rontok (alopesia)
disebabkan karena efek
kemotrapi yang dapat merusak sel- sel batang dan folikel rambut sehingga rambut
menjadi rapuh dan putus pada permukaan kulit kepala. (Smeltzer & Bare,
2001). Pada leher terdapat nodul-nodul dikelenjar limfe disebabkan karena telah terjadi metastasis
(penyebaran) dari sel-sel kanker (Anderwood, 2000).
Dari tinjauan teoritis,
tekanan darah normal adalah sistolik 120 mmHg, dan diastolic 80 mmHg,
pernafasan 15-20 x/menit, nadi 70-75 x/menit, suhu 38,3 0C (Hidayat, 2004).
Pada pemeriksaan penunjang
terhadap pasien didapat hasil laboratorium pada tanggal 08-06-2010 adalah
hemoglobin 11,5 gr/dl, leukosit 17,4/ul, trombosit 528/ui, hematrokit (Ht) 34%.
Secara teoritis pemeriksaan
diagnostik yang mendukung untuk pasien tumor phyllodes dari hasil laboratorium didapatkan terjadi
penurunan hemoglobin, leukosit, hematrokit (Ht), protein total, albumin,
trombosit dan peningkatan ureum darah (Doengoes, 2000), leukosit meningkat karena terjadi infeksi, hematokrit menurun terjadi karena hemoglobin
rendah, protein total menurun karena asupan nutrisi yang tidak adekuat, albumin menurun karena gangguan pada hati peningkatan
ureum darah terjadi karena gangguan pada ginjal ( Houffbrand, 2006).
Terdapat kesenjangan antara tinjauan teoritis dan kasus
dimana pada kasus Nn.A terjadi penurunan hemoglobin, hematokrit menurun, leukosit meningkat dan meningkatnya
trombosit.
Terapi medis yang diberikan
adalah mengatur posisi, cefixime 500 mg 2x1, asam mefenamat 3x1, vit C 1x1, diet MB, ganti perban 2x1 dengan Nacl
0,9% dengan prinsip steril dan metronidazole 500 mg.
Menurut ISO, 2007, mengatur
posisi dianjurkan untuk memberikan rasa nyaman pada pasien, cefixime digunakan
untuk mencegah infeksi, asam mefenamat digunakan untuk menghilangkan rasa
nyeri, vit C digunakan untuk mengatasi lemahnya fisik pada pasien, diet MB
untuk memenuhi nutrisi pasien, metronidazole digunakan untuk mencegah masuknya
kuman kedalam luka yang biasanya menyebabkan luka infeksi bertambah luas dan
menjadi bau (Smaltzer dan Bare, 2001).
Menurut Smeltzer & Bare, (2001) penanganan keperawatan yaitu mengkaji
karakteristik dan skala nyeri (0-10). Ajarkan pasien startegi baru meredakan
nyeri (imajinasi, relaksasi), lakukan perawatan luka, menggosok dan menggunaka
air panas dan dingin, anjurkan menggunakan pakaian yang longgar yang tidak
mengirigasi dan menggesek area yang sakit, sarankan makanan yang lebih kecil
tapi sering, sarankan makanan yang disukai, berikan dorongan untuk istirahat
beberapa pada siang hari, ajarkan latihan rentang gerak aktif pasif, kaji
perasaan pasien tentang citra tubuh, identifikasi potensial terhadap harga diri
pasien (perubahan penampilan, penurunan fungsi seksualitas).
Berdasarkan data pengkajian
yang telah diperoleh diatas, didapatkan analisa data sebagai berikut: data
subjektife pasien mengatakan adaya luka di payudara sebelah kanan, data
objektif: adanya luka mamae dekstra, lebar 7cm panjang 15cm, adanya pus dan
pembekakan, adanya jaringan nekrosis dipinggiran luka, keadaan luka basah, luka
terbalut dengan kasa steril. Dari data diatas dapat diangkat masalah kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan insisi bedah.
Data subjektif: pasien mengeluh lukanya berbau sebelum
diganti perban, data obyektif: luka terlihat basah, adanya pus, terlihat adanya
jaringan nekrosis, dipinggiran luka adanya pembengkakan dan kemerahan, lebar luka 7cm, panjang 15cm,
hemoglobin 11,5gr/dl, leukosit 17,43/ui, trombosit 528, tanda tanda vital: tekanan darah
100/70mmHg, respirasi 20x/i, nadi 80x/i, suhu 38,30C. Dari data
diatas dapat diangkat masalah infeksi berhubungan dengan luka post operasi.
Data subyektif: pasien
mengatakan merasa sedih dengan penyakit
yang dialaminya, data obyektif: pasien merasa malu bila ditanyakan penyakit
yang dialaminya, pasien enggan berbicara berlama-lama dengan perawat bila
ditanyakan kondisinya, pasien merasa berat untuk menampakkan luka pada mamae dekstra, dari data diatas dapat dirumuskan
masalah perubahan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut NANDA diagnosa keperawatan adalah suatu
keputusan klinik tentang respon individu, keluarga dan masyarakat tentang
masalah kesehatan aktual atau
potensial, sebagai dasar seleksi intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
asuhan keperawatan sesuai dengan kewenangan perawat.
Dari hasil pengkajian yang
dilakukan pada Nn.A dapat dirumuskan diagnosa sebagai berikut: diagnosa pertama yaitu kerusakan integritas
jaingan berhubungan dengan insisi bedah ditandai dengan data subyektif Nn. A
mengatakan adaya luka di payudara sebelah kanan, data obyektif: adanya luka
mamae dekstra, lebar 7cm panjang 15cm, adanya pus dan pembekakan, adanya
jaringan nekrosis dipinggiran luka, keadaan luka basah, luka terbalut dengan
kasa steril.
Diagnosa yang kedua adalah
infeksi berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan data subyektif
Nn.A mengeluh pasien mengeluh lukanya
berbau sebelum diganti perban, data obyektif: luka terlihat basah, adanya pus,
terlihat adanya jaringan nekrosis, dipinggiran luka adanya pembekakakan dan
kemerahan, lebar luka 7cm, panjang 15cm, hemoglobin 11,5gr/dl, leukosit 17,43/ui, trombosit 528, tanda tanda vital:
tekanan darah 100/70mmHg, respirasi 20x/i, nadi 80x/i, suhu 38,30C.
Diagnosa ketiga kerusakan
integritas jaraingan mamae berhubungan dengan insisi bedah ditandai dengan data
subyektif Nn.A mengatakan merasa sedih
dengan penyakit yang dialaminya, data objektif: pasien merasa malu bila
ditanyakan penyakit yang dialaminya, pasien enggan berbicara berlama-lama
dengan perawat bila ditanyakan kondisinya, pasien merasa berat untuk
menampakkan luka pada mamae dekstra.
Berdasarkan tinjaun teoritis
diagnosa yang muncul pada pasien tumor phyllodes adalah kerusakan integritas jaringan mamae
berhubungan dengan insisi bedah ditandai dengan adanya luka di mamae dekstra
sebelah kanan dari pembedahan sisi yang dilakukan untuk proses pengangkatan tumor
phyllodes tersebut, infeksi
berhubungan dengan luka post operasi ditandai dengan luka basah adanya jaringan
nekrosis, adanya pembenghkakan dan kemerahan, dan pus, perubahan citra tubuh
berhubungn dengan kehilangan bagian tubuh
dengan pasien merasa sedih dengan
penyakit yang dialaminya, merasa malu bila ditanyakan penyakit yang dialaminya
enggan berbicara berlama-lama dengan perawat jika ditanyakan kondisinya dan
opasien merasa berat untuk menampakan luka pada mamae destra. Perubahan citra
tubuh dan harga diri berhubungan dengan perubahan dalam penampilan fungsi dan
peran. (Smeltzer & Bare, 2001).
Dari hasil pengkajian pada Nn.
A apabila dibandingkan dengan diagnosa pada teori terdapat kesenjangan karena tidak semua diagnosa yang di dapat di dalam teori muncul
pada Nn.A, hal ini tergantung dari berat ringanya masalah yang dihadapi oleh
pasien. Diagnosa perubahan
nutrisi muncul di teoritis tetapi tidak muncul pada Nn. A sebab Nn.A sudah lama
menjalankan operasi dan keadaan sudah mulai membaik sehingga tidak perlu
diangkat lagi diagnosa
intoleransi aktifitas yang ada pada teori, dikarenakan Nn.A tidak mengalami kelemahan fisik
dan bebas bergerak tanpa bantuan keluarga, HDL secara mandiri, diagnosa nyeri juga muncul di teoritis tetapi
tidak muncul pada Nn. A, dikarenakan sudah menjalankan operasi dan perawatan
yang cukup lama sehingga
keadaan sudah mulai membaik hanya terdapat luka yang dalam proses penyembuhan.
(Smeltzer &Bare 2001).
2.3 Rencana keperawatan
Perencanaan keperawatan
merupakan tahap selanjutnya setelah pengkajian dan penentuan diagnosa keperawatan yang meliputi
pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi masalah-masalah yang
diidentifikasi pada diagnosa
keperawatan ( Nursalam, 2001).
Perencanaan yang diberikan
pada berdasarkan masalah yang timbul pada Nn.A dan disesuaikan pada diagnosa keperawatan sebagai berikut:
Pada diagnosa kerusakan
integritas jaringan mamae berhubungan dengan proses penyakit, tujuannya adalah
mengidentifikasi intervensi yang tepat untuk kondisi yang khusus dan
mempercepat penyembuhan luka
dengan memulai adanya tanda kesembuhan luka pus dan pembengkakan berkurang, dan jaringan nekrosis tidak ada lagi, luka mulai
kering, leukosit normal, (4,1 – 10,5.103/ui) Hb 9gr/dl. Interfensinya adalah
bersihkan luka setiap hari, anjurkan pasien menggunakan pakaian lembut
berkancing depan, dan longgar pada area yang terkena, observasi terhadap adanya
pus, kaji luas luka dan keadaan luka tiaphari, kolaborasi dalam pemberian obat.
Pada diagnosa infeksi
berhubungan dengan luka post operasi tujuannya adalah mencegah mengurangi
resiko infeksi dengan keriteria hasil mngindentifikasi dan berpartisipasi dalam intervensi
untuk mencegah mengurangi resiko infeksi, tetap tidak demam dan mencapai
pemulihan tepat pada waktunya, mempertahankan lingkungan yang aseptik yang aman, interfensinya
adalah Tingkat prosedur muncul tangan yang baik dengan staf dan pengunjung,
batasi pengunjung yang mengalami infeksi, tempatkan pada isolasi sesuai
indicator, tekanan higine
perroral, pantau suhu, kaji
semua system (mis, kulit, pernafasan terhadap tanda/gejala infeksi secara
continue), ubah posisi dengan
sering pertahankan linen klien kering dan bebas kerutan’Hindari/batasi prosedur
invatif, taati tekhnik aseptic, berikan antibiotic sesuai indikasi.
Pada diagnosa perubahan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh. Tujuannya
adalah menerima situasi dengan realitas, dengan kriteria hasil mulai menunjuk
kan adaptasi dan menyatakan penerimaan pada situasi diri, mengenali dan menyatu
dengan perubahan dalam konsep diri yang akurat tanpa harga diri negatif, membuat rencana nyata untuk adaptasi
peran baru/perubahan peran. Intervensinya adalah kaji/pertimbangkan persiapan
pasien dan pandangan terhadap hilangnya salah satu organ tubuh (mamae), dorong
ekspresi perasaan negative, dan kehilangan bagian tubuh, beri penguatan
informasi termasuk tipe/lokasi pembedahan. Tipe prostesp bila tepat (segera
lambat), kaji derajat dukungan yang ada untuk pasien, diskusikan persepsi pasien
tentang diri dan hubungannya dengan perubahan dan bagaimana pasien melihat
dirinya dalam pola/peran fungsi yang biasanya, dorong partisipasi dalam
aktifitas sehari-hari, berikan kesempatan untuk memandang dan merawat
pembengkakan mamae menggunakan waktu untuk menunjukkan tanda-tanda positif
penyembuhan, dorong dan berikan kunjungan oleh orang yang telah mengalami hal
sepertinya khususnya seseorang yang berhasil dalam rehabilitas, berikan
lingkungan yang terbuka pada pasien untuk mendiskusikan masalah tentang
seksualitas, perhatikan prilaku menarik diri, membicarakan diri tentang hal
negatif. Penggunaan
penyangkalan atau terus menerus melihat perubahan nyata yang diterima.
2.4 Implementasi
Implementasi keperawatan
adalah pelaksanaan berbagai strategi keperawatan yang telah direncanakan dalam
rencana tindakan keperawatan (Hidayat, A, 2004).
Berdasarkan intervensi, makan
implementasi yang dilakukan pada diagnosa pertama pada Nn. A adalah membersihkan luka pada jam 10 pagi dengan
Nacl 0,9 % mentronidajole
prinsip steril, menganjurkan pasien memakai pakaian lembut, berkancing depan
dan longgar pada area terkena, berkaloborasi dalam pemberian obat
(mentronidazole 500 mg) pada saat ganti perban, melakukan pengangkatan jaringan
nekrosus pada saat ganti perban, mengatur posisi (semi fowler, miring
kanan-miring kiri), mengobservasi terhadap adanya pus pada saat pembersihan
luka, mengkaji luas dan perkembangan luka tiap hari (luas 7 cm, panjang 15 cm,
luka masih basah), mempertahankan kebersihan luka.
Pada diagnosa kedua implentasi
yang dilakukan adalah menganjurkan
pasien untuk melindungi luka seperti membatasi pengunjung yang mengalami
infeksi tepatkan pasien pada tempat isolasi sesuai indikosi yang terbebas dari
bakteri yang menyebab infeksi, membantu potensial sumber infeksi dan
pertumbuhan skunder membantu pasien dalam perawatan diri seperti mandi 3x
sehari dan hidnari aktifitas sehari-hari yang menyebabkan timbulnya infeksi, pantau
suhu minimal 8 jam sekali dalam 24 jam temperature 38,30 0C, mengkaji kulit dan pernafasan terhadap tanda dan gejala infeksi
secara kontinu mencegah adanya kator, rubor, tumor, dolor yang berkelanjutan, mengubah
posisi pasien sesering mungkin untuk mencegah terjadinya luka basah dan bebas
dari kerutan, menghindari dan membatasi prosedur invatif, menjaga kejenlisajian
dan mencegah pasien untuk menyentuh luka dengan tangan dan alat-alat yang tidak
steril, memberikan antibiotic sesuai indikasi untuk mengidentifikasi infeksi
dan memberikan terapi medis, menentapkan dan melakukan tindakan dengan prosedur
steril dengan mencuci hanscun steril dan prosedur-prosedur dalma tindakan
pembersihan luka dengan benar, memeriksa dan memastikan alat instrument bebas
dari bakteri dan terkontaminasi dengan alat-alat yang tidak steril.
Pada diagnosa ketiga
implementasi yang dilakukan adalah membantu menghilangkan ekspresi perasaan
negative dan hilangnya salah satu bagian tubuhnya dan pasien mulai menerima
kenyataan dan realitas hidup yang akan dijalankan, memberikan kesempatan untuk
bertanya dan memberi penjelasan tentang informasi yang mengenai perubahan yang
terjadi pada pasien agar dapat menerima perubahan dan gambaran diri dan fungsi
dapat membantu penyembuhan, berikan dukungan yang cukup dari orang yang
terdekat (keluarga atau teman agar dapat membantu proses rehabilitas pada
pasien), mendiskusikan persepsi tentang diri dan hubungannya dengan perubahan
yang terjadi dan membantu pemecahan masalah bagaimana pasien dapat melihat
dirinya dalam pola peran dan fungsi biasanya, berikan kesempatan pasien dalam
berpartisipasi dan beraktivitas sehari-hari dan berikan penjelasan untuk
merawat luka pada daerah mamae memerlukan waktu yang cukup untuk menunjukkan
tanda-tanda positif dalam penyembuhan, membawa seseorang yang sudah berhasil
dalam rehabilitas, untuk sebagai model dan menceritakan proses penyakit yang
sama seperti yang dialami pasien, memberikan kebebasan atau lingkungan yang
terbuka kepada pasien untuk membicarakan seksualitas juga dapat dilakukan
dengan kondisi hilangnya salah satu organ tubuh, mencegah terjadinya prilaku
menarik diri dan membicarakan hal-hal yang negatif tentang diri pasien, mengkaji masalah tidaknya
terjadi rasa menarik diri terhadap lingkungan disekitarnya, menganjurkan
keluarga dan orang yang terdekat untuk terus memberi dorongan terhadap proses
dalam menerima keadaan yang dalami pasien.
Semua
tindakankeperawatan pada Nn. A dapat dilaksanakan sesuai dengan perencanaan, namun
belum maksimal karena keterbatasan waktu dalam memberi asuhan keperawatan yaitu hanya 3 hari.
2.5 Evaluasi
Menurut Crave (2000), evaluasi merupakan suatu keputusan dari
evektivitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkan dengan respon prilaku klien yang tampil.
Berdasarkan implementasi yang
dilakukan selama 3 hari berturut-turut maka diagnosa pertama yaitu kerusakan
integritas jaringan mamae berhubungan dengan proses penyakit, didapat evaluasi
masalah belum teratasi karena luka di payudara masih ada, jaringan nekrosis
masih ada, adanya pus, keadaan luka masih basah, luas 7cm, panjang 15cm, luka
terbalut dengan kasa steril.
Pada diagnosa kedua yaitu infeksi
berhubungan dengan luka post operasi didapat evaluasi masalah belum dapat
teratasi karena luka masih berbau dan luka masih terlihat basah, masih adanya
pembekakan dan kemerahan di pinggiran luka, luka terasa panas dan adanya pus,
tanda –tanda vital : TD =100/70 mmHg, nadi 80 x/i, RR = 20 x/i, T = 38,3 0C.
Pada diagnosa ketiga perubahan
citra tubuh berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh, didapat evaluasi
masalah teratasi sebagian. Pasien tidak merasa begitu sedih lagi dengan
penyakit yang dialaminya, dan rasa malu juga sudah berkurang, pasien mulai mau
berbicara berlama-lama dengan perawat dan
bersedia menampakan luka yang terdapat pada mamae dekstra.
Dengan demikian pada tinjauan
kasus ini tidak semua masalah teratasi
sepenuhnya, hal ini dikarenakan pemberian asuhan keperawatan hanya memiliki
waktu yang singkat.
BAB III
PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah
penulis bahas pada bab-bab sebelumnya mengenai “Asuhan Keperawatan Pada Nn. A
Dengan Tumor Phyllodes di
ruang Bedah Wanita Rumah Sakit Daerah Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh”. Maka
penlis mengambil suatu kesimpulan dan menyarankan beberapa yang mungkin
bermanfaat bagi pembaca dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan
kasus tumor phyllodes.
3.1 Kesimpulan
3.1.1 Tumor phyllodes (sistosarkoma phyloides) merupakan suatu
neoplasma jinak yang bersifat menyusup (invasive) skala lokal dan dapat menjadi
ganas (10%-15%). Pertumbuhannya cepat dan dapat ditemukan dalam vicuram yang
besar, tumor ini terdapat pada semua usia tetapi kebanyakan pada usia 45 tahun.
Tumor phyloides ini dapat berukuran kecil sekitar 3-4 cm, dan dapat pula dalam
ukuran yang sangat besar dan membuat payudara menjadi besar (bengkak).
3.1.2 Gejala yang muncul pada tumor phyllodes adalah biasanya tumor ini berbentuk bulat atau
lonjong dengan batas yang tegas dan dapat digerakkan (mobil). Konsistensi tumor
phyllodes ini ada bagian yang kistik
dan padat seperti karet, tidak melekat pada kulit dan otot pectoralis serta
permukaan kulit yang tegang dan mengkilat.
3.1.3 Dari hasil pengkajian pada Nn. A dengan
diagnosa medis tumor phyllodes, ditemukan adanya luka di mamae dexstra, basah dan berbau dan pasien juga
merasa sedih dan malu dengan penyakit yang dialaminya. Kesadaran compos mentis,
tekanan darah 100/70 mmHg, nadi 80x/i, respirasi 20x/i, temperatur 38,3 0C.
3.1.4 Masalah keperawatan yang timbul pada Nn .A
adalah kerusakan integritas jaringan Berhubungan dengan insisi bedah, infeksi
berhubungan dengan luka post operasi, perubahan citra tubuh berhubungan dengan
kehilangan bagian tubuh.
3.1.5 Perencanaan dari semua masalah keperawatan
dapat dibuat berdasarkan prioritas utama antara lain, mempercepat penyembuhan
luka, mencegah terjadinya infeksi, dan pasien dapat menerima situasi dengan
realitas.
3.1.6 Pelaksanaan tindakan keperawatan didasarkan
pada prioritas masalah yang telah ditetapkan pada prinsipnya, semua rencana
tindakan keperawatan dapat dilakukan pada Nn.A dikarenakan adanya kerja sama
yang baik antara perawat, yim kesehatan lain, pasien dan keluarga yang terlibat
telah memberikan suatu tindakan asuhan keperawatan kepada Nn. A diruang Rawat Bedah Wanita.
3.1.7 Dari hasil evaluasi terhadap pelaksanaan
asuhan keperawatan pada Nn. A dengan kasus tumor phyllodes dapat dilihat selama 3 hari rawatan dari
pengamatan terhasdap suatu perubahan yang terjadi pada diagnosa pertama dan
kedua masalah belum teratasi dan pada diagnosa ke tiga masalah teratasi
sebagian.
3.2. Saran – saran
3.2.1 Kepada Institusi Akademi Keperawatan
diharapkan akan terus mengembangkan kemampuan peserta didik melalui peningkatan
mutu pengajaran dan kelengkapan alat-alat atau fasilitas lainya dalam proses
belajar sehingga mereka akan siap kapan saja dibutuhkan dalam memberikan
pelayanan keperawatan yang komprenhensif diberikan kepada individu kelompok dan
juga masyarakat untuk tercapai derajat kesehatan yang opimal.
3.2.2 Diharapkan kepada institusi pelayanan
kesehatan terutama Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh untuk lebih mengoptimalkan
mutu pelayanan kesehatan dan keperawatan terutama pada penyediaan tenaga kerja
yang profesional dan kesedian alat
pendukung sehingga tingkat pencegahan penyakit bisa dicegah dari sekarang
3.2.3 Diharapkan pada semua perawat terutama yang
merawat penyakit tumor phyllodes agar dapat melaksanakan peran dan fungsinya, terutama sebagi pendidik
dengan memberikan berbagai penyuluhan tentang kesehatan selama pasien dan
perawatan maupun ketika menjelang
pulang, sehinnga pasien dapat mengerti dan dapat melakukan perawatan
diri secara mandiri tanpa bantuan orang lain.
3.2.4 Diharapkan pada seluruh mahasiswa keperawatan
khususnya mahasiswa Akper Tjoet Nya’Dhien, agar lebih meningkatkan mutu belajar
ilmu keperawatan dan ilmu- ilmu penyakit, supaya kedepannya tercipta
perawat-perawat yang profesional, terampil dan berilmu pengetahuan khususnya
dalam merawat pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Brunner
dan Suddarth. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah. Edisi
III. Jakarta. EGC
Carpenito, Lj. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi III. Jakarta : EGC
Doengoes.
Marilynn. 2000. Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta. EGC
FKUI/
RSCM. 2000. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta: Binarupa Aksara Harnawatiaj.
2008. http//: www.google.com
Harrianto.
2008. http//: www.google.com.
Harrison. 2000. Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Jakarta: EGC Harsono. 2003. Kapital Selekta Neurokogi. Jakarta: gajah mada university press. Hidayat. A. 2004. Kebutuhan
Dasar Manusia. Jakarta: EGC
Hudak dan Gallo. 2000. Keperawatan Kritis Pendekatan Holistik. Edisi V. Volume I. Jakarta: EGC
Mansjoer.A. 2000. Kapital Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta: EGC Nursalam. 2000. Proses Dokumentasi Keperawatan. Jakarta: Salemba Medika
Price.
A. 2005. Patofisiologi : Konsep Minis
Proses-Proses Penyakit. Edisi
III. Jakarta: EGC
Sibuea
& Gultom. 2005. Ilmu Penyakit
Dalam. Jakarta: Rineka,
Cipta. Siliko,
w. 2008. http //.w.w.w.google.com
Sloane. Ethel. 2000. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC
Underwood, J.C.E. 2000. Patofiologi Umum dan Sistematika. Edisi II. Volume 2. Jakarta: EGC
Wartonah. 2003. Kebutuhan
Dasar Manusia dan Keperawatan.Edisi 1. Jakarta:EGC
Winotopradjoko. Marton. 2007. ISO Indonesia. Edisi Informasi Spesialite
Obat Indonesia. Volume 42.
Jakarta: Ikatan Sarjana Farmasi Indonesia
FORMAT PENGKAJIAN
Lampiran 1
I. Indentitas Pasien
Nama : Nn A
Tempat/Tgl Lahir : Luengputu, 10 Desember 1971
Umur : 39
tahun
Jenis kelamin :
perempuan
Suku/bangsa : Aceh/Indonesia
Agama : Islam
Alamat :
Luengputu, Sigli
Diagnosa medik : Tumor phyloides
Tanggal masuk RS : 19-05-2010
Tanggal pengkajian : 14-06-2010
Penanggung jawab : Ny. A
II. Riwayat Penyakit
1.
Keluhan utama
Pasien mengeluh adanya luka di mamae dekstra, basah dan berbau dan pasien
juga merasa sedih dan malu dengan penyakit yang dialaminya, pasein mengeluh
tidak nafsu makan.
2.
Riwayat penyakit sekarang
Pasien mengatakan penyakit tumor yang dialaminya sudah terjadi sekitar 3
bulan yang lalu, pasien mengatakan sebelumnya tidak mengetahui benjolan yang
timbul dipayudara sebelah kanannya adalah tumor, dan semakin hari benjola
semakin membesar maka keluarga membawa pasien untuk diperiksa ke rumah sakit
umum sigli, setelah dilakukan pemeriksaan pasien dirujuk ke rumah sakit zainal
abidin banda aceh untuk memastikan benjolan yang timbul diarea payudara
tersebut. Sekitar jam 14.30 wib sesampai di IGD pasien ditangani oleh dokter
umum yang bertugas diruangan dan pasien didiagnosa tumor polydies dekstra.
Selanjutnya pasien dibawa keruangan penyakit dalam wanita (jeumpa II) untuk
diberikan perawatn lebih lanjut, setelah lebih kurang 2 minggu pasien dirawat,
dokter menganjurkan pasien untuk segera dioperasi. Setelah dioperasi dilakukan
pasien harus dilakukan ganti verban 2x sehari dengan prinsip steril dan
metronidazole 500 mg
3.
Riwayat penyakit masa lalu
Pasien tidak pernah mengalami / menderita penyakit seperti yang dirasakan
sekarang ini sebelumnya. Pasien hanya menderita demam biasa dan sembuh setelah
berobat ke puskesmas terdekat
4.
Riwayat penyakit keluarga
Pasien mengatakan tidak ada
anggota keluarga lain yang menderita penyakit tumor seperti yang dialami pasien
dan juga penyakit menular lainnya.
III. Pola kebiasaan
1.
Pola nutrisi
Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien makan 3x sehari dengan komposisi
nasi, ikan, sayur-sayuran kadang-kadang daging, selama dirawat pola nutrisi
pasien tidak terganggu pasien makan 3x sehari dan pasien mampu menghabiskan 2/3
porsi yang disediakan.
2.
Pola minum
Pasien mengatakan sebelum dirawat pasien minum + 7-8 gelas/hari
dengan ukuran gelas duralex (+ 7-8 gelas/hari dengan ukuran gelas
duralex (+ 3000cc).
3.
Pola aktifitas
Sebelum dirawat pasien mampu melakukan aktifitas sehari-hari sebagai
petani untuk membantu kebutuhan sehari-hari dan selama dirawat pasien mampu
melakukan personal hygiene sendiri dan hanya pekerjaan berat lainnya, seperti
mencuci pakaian harus ada bantuan keluarga dikarekana luka yang masih terjadi
diarea mamae dekstra. Pola aktifitas pasien sudah membaik skala ketergantungan
1.
4.
Pola istirahat atau tidur
Sebelum dirawat pasien istirahat/tidur 7-8 jam sehari semalam mulai dari
pukul 22-06.00 dan pasien jarang tidur pada siang hari dikarenakan mesti
kesawah membantu kakak nya. Selama dirawat, pasien istirahat tidur seperti
biasa hanya sekali-kali terbangun disebabkan karena suara bising dan setelah 15
menit pasien bias tidur kembali.
5.
Pola eliminasi
Sebelum dirawat pasien BAB Ix hari kadang-kadang 2 hari sekali dengan
konsisten BAB lunak warna kecoklatan dan BAK 5-6 x/hari dengan bau yang khas.
Selama dirawat pasien BAB danBAK seperti biasa dengan konsisten BAB lunak,
warna kecoklatan dengan bau yang khas pasien dapat melakukan eliminasi sendiri
dikarenakan kondisi yang sudah membaik.
6.
Pola personal hygine
Sebelum dirawat pasien mandi 2-3x /hari memakai sabun mandi, mencuci
rambut 3-4x /minggu, menggosok gigi setiap mandi, selama dirawat pasien juga
mandi seperti biasa 2x/hari dengan menggunakan sabun, sikat gigi dan sampo.
IV. Data psikologis
Pasien mengatakan merasa sedih dengan penyakit yang di alaminya. Apalagi
dengan kondisi pasien yang belum menikah, tapi pasien akan berusaha menerima
dengan iklas dan tabah dengan penyakit yang dideritanya selama ini. Pasien
tetap selalau berobat dan tidak pernah putus asa dan pasien berharap
penyakitnya cepat sembuh.
-
Data sosial
Pasien merupakan orang yang aktif dalam masyarakat, pasien memiliki
hubungan yang harmonis dengan anggota keluarganya, bahasa sehari-hari yang
digunakan adalah bahas aceh, selama dirawat terlihat ramah dengan dokter dan
perawat serta pasien lainnya yang berada di dalam ruangan.
-
Data
spiritual
Sebelum dirawat pasien mampu mengerjakan sholat 5 waktu sehari semalam,
selama dirawat pasie juga mampu melakukannya dikarenakan kondisi yang sudah
mulai membaik.
-
Pengkajian
1.
Pengkajian Umum
a. Keadaan umum : Baik
b.
Kesadaran : Compos mentis (CM)
c. Tanda-Tanda Vital :
-
Tekanan darah : 100 / 70 mmhg
-
Denyut nadi : 80 x/m
-
Pernafasan : 20 x/m
-
Temperatur : 38,3 0C
2. Pengkajian fisik
1)
Kepala
Inspeksi : bentuk bulat, warna rambut hitam
panjang, tampak bersih dan tidak berbau
Palpasi : tidak ada kelainan dan benjolan, nyeri tekan tidak ada
2)
Wajah
Inspeksi
: bentuk lonjong, tampak pucat di wajah
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
3)
Mata
Inspeksi : kanjungtiva anemis, mata agak cekung
Palpasi : nyeri tekan tidak ada
4)
Hidung
Inspeksi
: tidak ada secret dan lesi
5)
Telinga
Inspeksi
: serumen tidak ada, tanda-tanda radang tidak ada, nyeri tekan tidak ada,
pendengaran baik
6)
Mulut
Inspeksi
: gusi tidak berdarah dan lesi, gigi lengkap dan bersih, nyeri tekan tidak ada,
mukosa agak kering
7)
Leher
Inspeksi : tidak ada kelainan dan benjolan
Palpasi
: tidak terdapat nodul-nodul pada daerah kelenjar limfe dan kelenjar tiroid.
8)
Thorak
Inspeksi : bentuknya tidak simetris, pada mamae
sebelah kanan terdapat luka dengan luasnya 7 cm dan panjang 15 cm, terdapat pus
dan pembengkakan disekitar luka, adanya jaringan nekrais keadaan luka basah dan
terbalut dengan kasa steril
Palpasi : nyeri tekan tidak ada
Perkusi : bunyi paru normal (resonan)
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, rochi
tidak ada
9)
Abdomen
Inspeksi : bentuk simetris tidak ada lesi
Palpasi : nyeri tekan tidak ada
Perkusi : bunyi abdomen timponi
Auskultasi : peristaltic usus 10x/I normal, tidak
ada bising usus
10)
Hepar
Inspeksi
: tidak ada kelainan dan pembengkakan
Palpasi
: nyeri tekan tidak ada dan pembesaran pada hati
11) Genetalia
Inspeksi : tidak ada kelainan
12)
Ekstremitas
Ekstremitas
atas dan ekstremitas bawah dapat digerakkan sebagaimana biasanya sebelum
dirawat.
-
Pemeriksaan
penunjang
No. Lab :
766724Tgl : 8/6 2010
Laboratorium
|
Hasil
|
Normal
|
Hemoglobin
Leukarit
Trambosit
Hematokrit
|
11,5
17,4
528
34
|
13,0-17,0 gr/dl
4,1-10,5 x 10 x/vl
150-400 x 10 3/vl
40-55%
|
-
Terapi Medis
1.
Mengatur posisi
2.
Cefixime 500 mg 2x1
3.
Asam merenamat 3x1
4.
Vit C 1x1
5.
Diet
MB
6.
Ganti perban 2x1 dengan Nacl 0,9% dengan prinsip steril
dan metroni dazole berbentuk cair 500 mg.
Lampiran II
No
|
Data
|
Etiologi
|
Masala
|
1.
2.
3.
|
DS : Pasien mengatakan adanya
luka di payudara sebelah kanan
DO : Adanya luka mamae dekstra
-
Lebar 7 cm
-
Panjang 15 cm
-
Adanya pus dan pembengkakan
-
Adanya jaringan nekrosis dipinggiran luka
-
Keadaan luka basah
-
Luka
terbalut dengan kasa steril.
DS : Pasien mengeluh lukanya berbau sebelum dilakukan ganti perban
DO : Luka terlihat basah
-
Adanya pus
-
Terlihat adanya jaringan nekrosis
-
Dipinggiran
luka adanya pembengkakan dan kemerahan
-
Lebar luka 7 cm
-
Panjang 15 cm
-
Hb : 11,5 gr/dl
-
Leukosit : 17.4 x/vi
-
Trombosit : 528
TTV TD :
100/70 mmHg
RR : 20 x/m
ND : 80 x/m
T : 38,3 0C
DS : Pasien mengatakan merasa sedih dengan penyakit yang dialaminya, pasien
merasa tidak sempurna sebagai wanita.
DO : Pasien terlihat malu bila
ditanyakan penyakit yang dialaminya
-
Pasien enggan berbicara berlama-lama dengan perawat
bila ditanyakan kondisinya
-
Pasien merasa berat untuk menampakkan luka yang
terdapat pada mamae dekstra
|
Insisi Bedah
Luka post Operasi
Kehilangan bagian tubuh
|
Kerusakan integritas jaringan
mamae
Infeksi
Perubahan citra tubuh
|
Prioritas Keperawatan
1.
Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan insisi
bedah
2.
Infeksi berhubungan dengan luka post operasi
3.
Perubahan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh.
IMPLEMENTASI
Lampiran IV
Tgl/Jam
|
Diagnosa Keperawatan
|
Implementasi
|
14/06/10
Jam 08.30
|
1. Kerusakan integritas jaringan mamae
berhubungan dengan insisi bedah
|
1. Membersihkan luka pada jam 10 pagi
dengan Nacl 0,9 % metronidazole berbentuk cair dengan prinsip steril
2. Menganjurkan pasien memakai pakaian
lembut, berkancing depan dan longgar pada area terkena
3. Berkolaborasi dalam pemberian obat
(mentronidazole 500 mg berbentuk cair) pada saat ganti perban
|
14/06/10
Jam 09.00
|
2. Infeksi berhubungan dengan luka post
operasi
|
1. Menganjurkan pasien untuk melindungi
luka seperti membatasi pengunjung yang mengalami infeksi, tepatkan pasien pada
tempat isolasi sesuai indikasi yang terbebas dari bakteri yang menyebab
infeksi
2. Membantu potensial sumber infeksi dan
pertumbuhan skunder, membantu pasien dalam perawatan diri seperti mandi 3x
sehari dan hindari aktifitas sehari-hari yang menyebabkan timbulnya infeksi
3. Pantau suhu minimal 8 jam sekali
dalam 24 jam temperature 38,3 0C
|
14/06/10
Jam 10.00
|
3.
Perubahan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh.
|
1.
Membantu menghilangkan ekspresi perasaan negatif dan
hilangnya salah satu bagian tubuhnya dan pasien mulai menerima kenyataan dan
realitas hidup yang akan dijalankan
2.
Memberikan kesempatan untuk bertanya dan memberi
penjelasan tentang informasi yang mengenai perubahan yang terjadi pada pasien
agar dapat menerima perubahan dan gambaran diri dan fungsi dapat membantu
penyembuhan
3.
Berikan dukungan yang cukup dari orang yang terdekat
(keluarga atau teman agar dapat membantu proses rehabilitas pada pasien).
|
15/06/10
08.30
|
1. Kerusakan integritas jaringan
berhubungan dengan insisi bedah
|
2. Membersihkan luka dengan Nacl 0,9%
mentronidazole berbentuk cair, dengan prinsip steril pada jam 10.00 pagi
3.
Melakukan pengangkatan jaringan nekrosus pada saat
ganti perban
4.
Mengatur posisi (semi fowler, miring kanan-miring
kiri)
|
15/06/10
09.30
|
2. Infeksi berhubungan dengan luka post
operasi
|
1. Mengkaji kulit dan pernafasan terhadap
tanda dan gejala infeksi secara kontinu mencegah adanya kalor, rubor, tumor,
dolor yang berkelanjutan
2. Mengubah posisi pasien sesering mungkin
untuk mencegah terjadinya luka basah dan bebas dari kerutan
3. Menghindari dan membatasi prosedur
invatif, menjaga kebersihan dan mencegah pasien untuk menyentuh luka dengan
tangan dan alat-alat yang tidak steril.
|
15/06/10
Jam 10.30
|
3.
Perubahan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh.
|
1.
Mendiskusikan persepsi tentang diri dan hubungannya
dengan perubahan yang terjadi dan membantu pemecahan masalah bagaimana pasien
dapat melihat dirinya dalam pola peran dan fungsi biasanya
2.
Berikan kesempatan pasien dalam berpartisipasi dan
beraktivitas sehari-hari dan berikan penjelasan untuk merawat luka pada
daerah mamae memerlukan waktu yang cukup untuk menunjukkan tanda-tanda
positif dalam penyembuhan
3.
Membawa seseorang yang sudah berhasil dalam
rehabilitas, untuk sebagai model dan menceritakan proses penyakit yang sama
seperti yang dialami pasien
4.
Memberikan kebebasan atau lingkungan yang terbuka
kepada pasien untuk membicarakan seksualitas juga dapat dilakukan dengan
kondisi hilangnya salah satu organ tubuh
|
16/06/10
Jam 09.30
|
1. Kerusakan integritas mamae berhubungan
dengan insisi bedah.
|
2. Mengobservasi terhadap adanya pus pada
saat pembersihan luka
3.
Mengkaji luas dan perkembangan luka tiap hari (luas 7
cm, panjang 15 cm, luka masih basah)
4. Mempertahankan bersihan luka 1 kali
sehari pada pagi hari jam 10.00 wib
|
16/06/10
Jam 10.30
|
2. Infeksi
berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
|
1.
Memberikan antibiotik sesuai indikasi untuk
mengidentifikasi infeksi dan memberikan terapi medis
-
terapi medis
-
cefixime 500 mg 2 x 1
-
Asam mefenamat 3 x 1
-
vit c 1 x 1
2.
Menentapkan dan melakukan tindakan dengan prosedur
steril dengan mencucii tangan memakai handscun steril dan prosedur-prosedur
dalam tindakan pembersihan luka dengan benar
3.
Memeriksa dan memastikan alat instrument bebas dari
bakteri dan terkontaminasi dengan alat-alat yang tidak steril.
|
16/06/10
10.30
|
3. Perubahan
citra tubuh berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
|
1.
Mencegah terjadinya prilaku menarik diri dan
membicarakan hal-hal yang negative tentang diri pasien
2.
Mengkaji masalah tidaknya terjadi rasa menarik diri
terhadap lingkungan disekitarnya
3.
Menganjurkan keluarga dan orang yang terdekat untuk
terus memberi dorongan terhadap proses dalam menerima keadaan yang dalami
pasien
|
EVALUASI
Lampiran V
Tgl / Jam
|
Diagnosa Keperawatan
|
Catatan Perkembangan
|
14/06/10
13.00
|
1. Kerusakan integritas jaringan berhubungan
dengan insisi bedah
|
S : Pasien
mengatakan luka di payudara sebelah kanan tidak sembuh-sembuh
O : Adanya luka
mamae, lebar 7 cm, panjang 15 cm, adanya pus pembengkakan, terdapat jaringan
nekrosis disekitar luka, keadaan luka basah dan terbalut dengan kasa steril
A : Kerusakan
integritas jaringan masalah terjadi
P : Mntervensi
dilanjutkan I dan II
I : -
Mempertahankan bersihan luka 1 kali sehari pada waktu pagi jam 10.00 wib
- Membersihkan luka dengan Nacl 0,9%
dengan prinsip steni pada waktu pagi
- Mengatur posisi semi fowler
E : Masalah
belum teratasi (intevensi dilanjutkan)
- luka masih basah, luas 7 cm, panjang
15 cm
|
14/06/10
13.30
|
2. Infeksi berhubungan dengan luka post
operasi.
|
S : Pasien
mengatakan luka berbau sebelum dilakukan ganti perban
O : Luka
terlihat basah dipinggiran luka terlihat adanya pembengkakan kemerahan
- Luka terasa panas
- Adanya pus
- Luas luka 7 cm dan panjang 15 cm
Tanda-Tanda
Vital
TD = 100/70
mmHg
ND = 80 x/m
RR = 20 x/m
T = 38,3 0C
HB : 11,5
gr/dl
-
Leukosit = 17,4 x/vi
-
Trombosit 528
A : Infeksi
masih terjadi Intervensi III dan IV dilanjutkan
1. Menganjurkan pasien untuk melindungi
luka seperti membatasi pengunjung yang mengalami infeksi
2. Membantu pasien dalam perawatan diri
seperti mandi 2x sehari dan hindari aktifitas sehari-hari yang menyebabkan
timbulnya infeksi
3. Memantau suhu minimal 8 jam sekali
dalam 24 jam temperature 38,3 0C
E :. Masalah
belum teratasi (intervensi dilanjutkan).
|
14/06/10
13.40
|
3.
Perubahan citra tubuh berhubungan dengan kehilangan
bagian tubuh.
|
S: Pasien
mengatakan merasa sedih dengan penyakit yang dialaminya, pasien merasa tidak
sempurna sebagai wanita.
O: Pasien tampak
malu bila ditanyakan yang berhubungan dengan penyakit yang dialaminya
- Pasien enggan berbicara berlama-lama
dengan perawat bila ditanyakan kondisinya
- Pasien merasa berat untuk menampakkan
luka yang terdapat pada mamae dekstra
A: Gangguan
Citra tubuh masih terjadi
P : Intervensi
I, II, dan III dilanjutkan
I: Membantu menghilangkan ekspresi perasaan
negative dan hilangnya salah satu bagian tubuhnya dan pasien mulai menerima
kenyataan dan realitas hidup yang akan dijalaninya
- Memberikan kesempatan untuk bertanya
dan memberi penjelasan tentang informasi yang mengalami perubahan yang
terjadi pada pasien agar dapat menerima perban dan gambaran diri
- Memberikan dukungan yang cukup dari
orang yang terdekat keluarga atau teman agar dapat membantu proses
rehabilitas pada pasien
E: Masalah belum
teratasi (intevensi dilanjutkan)
|
15/06/10
13.00
|
a.
Kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan insisi bedah.
|
S. Pasien
mengatakan luka dipayudaranya masih terjadi
O. Adanya luka
mamae, lebar 7 cm, panjang 15 cm, terdapat jaringan nekrosis disekitar luka
- Luka terbalut dengan kasa steril
pasien tampak rileks dengan posisi semi fowler
A: Kerusakan integritas jaringan masih terjadi
P: Intervensi dilanjutkan I dan V
I: Membersihkan luka dengan Nacl 0,9%
metronidazone 500 mg dengan prinsip steril pada waktu sore
- Mengobservasi terhadap adanya pus pada
saat ganti perban
E: Masalah belum
teratasi
(intevensi dilanjutkan)
- Adanya jaringan nekrosis dipinggiran
luka.
|
15/06/10
13.30
|
b.
Infeksi
berhubungan dengan luka post operasi.
|
S: Pasien mengatakan lukanya masih berbau
O: Luka masih terlihat basah
- Masih adanya jaringan nekrosis
dipinggiran luka
- Adanya pus
- Pembengkakan dipinggiran luka masih
terjadi
- Pinggiran luka terlihat merah
- HB = 11.2 gr/dl\
- leukosit = 16,8 x/vl
-Trombosit = 528
-Suhu = 38,3 0C
A: Infeksi belum teratasi
P: Intervensi 6 dan 7 dilanjutkan
I: Menetapkan dan melakukan tindakan dengan
prosedur steril dengan mencuci tangan dan memakai handscun steril, dan
prosedur tindakan pemberishan luka dengan benar
- Memeriksa dan memastikan alat
instrument bebas dari bakteri dan berkonstaminasi dengan alat-alat yang tidak
steril
E: Intervensi dilanjutkan, masalah belum
teratasi
- luka masih basah dan berbau.
|
15/06/10
13.45
|
c. Perubahan
citra tubuh berhubungan dengan kehilangan bagian tubuh.
|
S: Pasien mengatakan
mulai menerima dengan kondisi penyakit yang dialami
O: Pasien masih
merasa malu bila ditanyakan penyakit yang dialaminya
- Pasien masih
merasa tidak betah berbicara berlama-lama dengan perawat
-Pasien juga
masih merasa berat untuk memperlihatkan luka yang ada di mamaenya
A: Gangguan Citra tubuh masih terjadi
P : Intervensi IV, V, VI dilanjutkan
I.:
Mendiskusikan persepsi tentang diri dan hubungan dengan perubahan yang
terjadi
- Berikan kesempatan pasien dalam
berpartisipasi dan beraktifitas sehari-hari dan berikan penjelasan untuk
merawat luka pada daerah mamae memerlukan waktu yang cukup untuk menunjukkan
tanda-tanda positif dalam penyembuhan
- Membawa seseorang yang sudah berhasil
dalam rehabilitas untuk sebagai model dan menceritakan proses penyakit yang
sama seperti yang dialami pasien
E: Masalah belum
teratasi (intevensi dilanjutkan).
|
16/06/10
13.30
|
1. Kerusakan
integritas jaringan berhubungan dengan insisi bedah
|
S : -
O : Adanya luka mamae, lebar
7cm, panjang 15cm, adanya pus, terdapat jaringan nekrosis di pinggiran luka,
A: Kerusakan integritas
jaringan mamae masih terjadi
P : Intervensi di lanjutkan
I, III dan VI
I : Membersihkan Luka dengan
NaCl 0,9%, Metronidazole 500 mg, dengan prinsip steril jam 15.30
Mengatur posisi (semi fowler ) pada jam
15.30
Mengkaji luas dan perkembangan luka pada
saat ganti verban pada waktu sore
E : Masalah belum teratasi
(intervensi di Lanjutkan)
Adanya luka mamae,adanya
pus,pembengkakan, luas 7 cm, panjang 15 cm.
|
16/06/10
13.40
|
2. Infeksi
berhubungan dengan luka post operasi
|
S : -
O : Luka masih terlihat
basah, dipinggiran luka terlihat adanya jaringan nekrosis, adanya
pembengkakan di pinggiran luka, luka masih terasa panas, adanya pus, luas
luka 7cm dan panjang luka 15cm.
- HB = 11.2 gr/dl\
- Leukosit = 16,8 x/vl
- Trombosit = 528
- Suhu = 38,0 0C
A : Infeksi belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
|
16/06/10
13.40
|
3. Perubahan citra tubuh berhubungan
dengan kehilangan bagian tubuh.
|
S: Pasien mengatakan
mulai menerima dengan kondisi penyakit yang dialami sekarang ini
O: Pasien masih
merasa malu bila ditanyakan penyakit yang dialaminya
- Pasien
bersedia berkomunikasi dengan perawat
-Pasien juga
masih merasa berat untuk memperlihatkan luka yang ada di mamaenya
A: Gangguan Citra tubuh masih terjadi
P : Intervensi IV, V, VI dilanjutkan
|
untuk sharing belajarnya,, thanks yah... :)
BalasHapusjust share info aja , kami dari RATU MEDIKA adalah toko online yang menjual alat kesehatan, seperti kursi roda, ranjang rumah sakit / ranjang pasien, tabung oksigen dan alat kesehatan lainnya, untuk lebih jelasnya dapat membuka link ini: http://www.ratumedika.com/jual-sewa-ranjang-pasien.html Thanks all….
BalasHapus