BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Dalam usaha untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat Indonesia, pemerintah mengupayakan bebagai kebijakan yang
salah satunya adalah melalui Visi Indonesia Sehat 2010 dimana pada tahun 2010
nanti diharapkan masyarakat Indonesia memperoleh derajat kesehatan optimal
dengan salah satu indikatornya adalah menurunnya angka morbiditas dan
mortalitas. (Depkes RI, 2003)
Untuk mencapai visi yang telah
ditetapkan, maka diperlukan usaha-usaha agar indikator-indikator yang
diharapkan tercapai yakni, mencegah atau meminimalkan angka morbiditas terutama
yang beresiko terhadap kematian sehingga angka harapan hidup masyarakatpun
meningkat. (Depkes RI, 2003)
Kasus morbiditas seperti hipertensi
merupakan kasus yang beresiko terhadap kematian dimana apabila insiden kasus
ini sangat tinggi dapat menjadi hambatan
dalam pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 sehingga bisa berdampak terhadap
masyarakat keseluruhan. (Depkes
RI, 2002)
|
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa
masih tingginya kasus hipertensi dimana dibutuh perhatian dari berbagai pihak termasuk
perawat sebagai profesi yang paling dekat dengan pasien sehingga masalah dengan
mudah dapat diatasi (Depkes RI 2003).
Dalam
mengatasi kasus hipertensi, perawat mempunyai tugas untuk mengatasi berbagai
masalah keperawatan yang timbul yakni mempertahankan atau meningkatkan fungsi cardiovaskuler,
mencegah komplikasi, memberikan informasi tentang proses atau prognosis dan
program pengobatan (Doenges, 1999).
BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1. Konsep Penyakit
2.1.1. Pengertian
Hipertensi dapat didefinisikan sebagai
tekanan darah persisten dengan tekanan sisitoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastolic diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefenisikan
sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg (Smeltzer &
Bare, 2001).
2.1.2. Penyebab
Hipertensi esensial atau primer
sering tidak diketahui penyebabnya, banyak faktor yang mempengaruhinya seperti
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin angiotosin,
defek dalam ekresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor
yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia
(Mansjoer, 2001).
Hipertensi sekunder atau renal
disebabkan oleh penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler
renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing, feokrositoma, koarktasio
aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain. (Mansjoer,
2001).
2.1.3.
Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi dapat dijelaskan secara sederhana
dengan skema dibawah ini;
Berbagai penyebab dan faktor resiko
hipertensi
Merangsang pusat vasomotor
Dihantarkan ke Ganglia simpatis
Neuron preganglion melepaskan
asetilkolin ke pembuluh darah
Merangsang serabut saraf paska
ganglion
Kontriksi pembuluh darah
Tahanan perifer meningkat
Tekanan
darah meningkat
Gambar 2.1.
Skema Patofisiologi
hipertensi
(Smeetzer & Bare,
2001)
Pada saat saraf simpatis merangsang
pembuluh darah mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Vasokontriksi
yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan
renin, renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi
angiotensin II suatu vasokontriktor kuat yang pada gilirannya merangsang
sekresi aldosteron oleh kortek adrenal, hormone ini menyebabkan retensi natrium
dan air oleh tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.
Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi (Smeltzer & Bare,
2001).
Pada usia lanjut, perubahan structural
dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan
tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).
2.1.4. Tanda dan
Gejala
Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak
dijumpai tekanan apapun selain peningkatan tekanan darah, tetapi dapat pula
ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan
pembuluh darah dan edema pupil (Smeltzer & Bare, 2001).
Gejala lain yang sering ditemukan
adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat
ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Mansjoer, 2001).
2.1.5. Diagnosis
2.1.5.1. Pengukuran tekanan darah secara berulang-ulang diperoleh nilai
rata-rata tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg atau ≥ 140 mmHg.
2.1.5.2 EKG 12 sadapan untuk mengevaluasi efek hipertensi pada jantung dan
untuk mendeteksi penyebab penyakit jantung.
2.1.5.3 Radiografi dada untuk mendeteksi kemungkinan kardiomegali.
2.1.5.4. Sampel darah untuk evaluasi kimia.
2.1.5.5. Sample urin 24 jam untuk mengevaluasikan perluasan penyakit ginjal
atau untuk mendeteksi katekolamin yang mengindikasikan feokromositoma.
2.1.5.6. Foto ginjal dan CT Scan dan tes khusus lainnya
(Ganis Warna,
1995.; Nettina, 2001)
2.1.6. Penatalaksanaan
Modifikasi gaya hidup cukup efektif,
dapat menurunkan resiko cardiovaskuler dengan biaya sedikit dan resiko minimal,
langkah – langkah yang dianjurkan adalah menurunkan berat badan, membatasi
alcohol, olahraga teratur, mengurangi asupan natrium, asupan kalium, kalsium
dan magnesium adekuat, berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak serta
kolesterol dalam makanan. (Mansjoer, 2001).
Penatalaksanaan dengan obat
antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian
ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan. Terapi yang optimal
harus efektif selama 24 jam dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat
mengontrol hipertensi terus menerus dan lancar serta melindungi pasien terhadap
berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jantung atau stroke.
(Mansjoer, 2001).
2.2. Konsep
Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1.
Pengkajian Keperawatan
Mengkaji pasien dengan hipertensi yang baru saja terdeteksi meliputi
pemantauan teliti tekanan darah dengan interval yang sering dan kemudian
dilanjutkan dengan interval dengan jadwal yan rutin (Smeltzer & Bare,
2001).
Riwayat yang lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang
menunjukkan apakah sistem tubuh lainnya telah terpengaruh oleh hipertensi. Hal
itu meliputi tanda seperti perdarahan hidung, nyeri angina, napas pendek,
perubahan tajam pandang, vertigo, sakit kepala, atau nokturia (Smeltzer &
Bare, 2001).
Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan kecepatan, irama, dan karakter
denyut apical dan perifer untuk mendeteksi efek hipertensi terhadap jantung dan
pembuluh darah perifer. Pengkajian menyeluruh dapat memberikan informasi
berharga mengenai sejauhmana hipertensi telah mempengaruhi tubuh begitu juga
setiap factor psikologis yang ada hubungannya dengan masalah ini (Smeltzer
& Bare, 2001).
2.2.2. Diagnosa
Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian yang dilakukan pada pasien hipertensi
didapatkan beberapa diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain: Resiko
terhadap penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, nyeri, perubahan
nutrisi, koping individu tidak efektif, dan kurang pengatahuan mengenai kondisi
dan rencana (Doenges, 1999).
2.2.3.
Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
Tujuan utama meliputi pemahaman proses penyakit dan penanganannya,
kepatuhan dengan program perawatan diri dan tidak adanya komplikasi. Penanganan
meliputi obat antihipertensi, pembatasan natrium dan lemak dalam diit,
pengaturan berat badan, perubahan gaya
hidup, program latihan, dan tindak lanjut asuhan keperawatan dengan interval
teratur. Tindak lanjut secara teratur wajib dilakukan sehingga proses penyakit
dapat dikaji dalam pengontrolan dan perkembangannya, serta penanganan yang
sesuai. Riwayat dan pemeriksaan fisik harus meliputi semua data yang mungkin
berhubungan dengan potensial masalah, terutama seperti yang berhubungan dengan
pengobatan seperti pusing atau kepala terasa ringan ketika berdiri (Smeltzer
& Bare, 2001).
Ketidakpatuhan pasien terhadap program terapi merupakan masalah yang
besar pada penderita hipertensi. Usahan keras diperlukan pada pasien hipertensi
untuk menjaga gaya
hidup, diit dan aktivitasnya dan minum obat yang diresepkan secara teratur.
Usaha seperti itu sering dirasakan tidak masuk akal bagi sebagian orang,
khususnnya bila mereka tidak merasakan gejala pada saat tidak minum obat (Smeltzer
& Bare, 2001).
2.2.4. Evaluasi
Keperawatan
Hasil yang
diharapkan adalah (Smeltzer & Bare, 2001).
-
Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
-
Mematuhi program asuhan dini.
-
Bebas dari komplikasi.
BAB II
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1. Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada pasien hipertensi dapat
ditemukan data antara lain keluhan utama pusing yang disertai gejala gejala
seperti keluar darah dari hidung, kelemahan, demam dan nafsu makan menurun.
Dari pengkajian fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 100x/menit,
konjungtiva anemis dan ekspresi wajah murung. Dari pemeriksaan laboratorium
bisa ditemukan Hb rendah dan ureum darah meningkat.
4.1.2. Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien hipertensi adalah
perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, kurang
pengetahuan pasien dan distress spiritual.
4.1.3. Intervensi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan pada
pasien hipertensi adalah tentukan kebutuhan harian yang realistis, timbang
berat badan, kaji respon individu terhadap aktivitas, kaji kesiapan dan
hambatan pasien dalam belajar serta Bantu pasien dalam melaksanakan ibadah.
4.1.4. Implementasi diberikan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun
dan dilaksanakan selama tiga hari. Keterbatasan ilmu, waktu dan sarana menjadi
hambatan perawat dalam mengimplementasikan perencanaan.
didapatkan hanya dua masalah yang teratasi yaitu kurang pengetahuan pasien dan distress spiritual
sedangkan yang lain tidak teratasi.
4.2. Rekomendasi
4.2.1. Hendaknya pasien hipertensi agar dapat mengontrol pola hidupnya
sehingga penyakit yang dialami tidak
mengancam kehidupannya dan penyakitnya dapat dikendalikan.
4.2.2. Hendaknya perawat yang memberikan perawatan terhadap pasien
hipertensi dapat terus meningkatkan kemampuannya dalam rangka memberikan
pelayanan yang berkualitas kepada pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa: Yasmin Asih. Edisi 6. Jakarta: EGC.
Depkes RI. 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta: Depkes RI.
.
2003. Indikator Indonesia Sehat
2010. Jakarta:
Depkes RI
Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanan dan
pendokumentasian keperawatan. Alih bahasa: I Made kariasa, Ni Made
Sumarwati. Edisi 3. Jakarta.
EGC.
Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi.Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas
Kedokteran-Universitas Indonesia.
Hidayat, A.Aziz Alimul. 2001. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Cetakan I. Jakarta: EGC.
KIM, Mi ja. 1994. Diagnosa Keperawatan (Pocket guide to nursing diagnoses). Alih
bahasa: Yasmin Asih. Edisi 5. Jakarta:
EGC.
Mansjoer, Arif M., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Cetakan I. Jilid 2. Jakarta: Media
Aeskulapius.
Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa: setiawan;
Kurnianingsih;Monica Ester, Cetakan I. Jakarta: EGC.
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Alih bahasa: Agung Waluyo.
Volume 2. Edisi 8. Cetakan I. Jakarta:
EGC.
Tahlil, Teuku. 2004. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah: Bagi Mahasiswa Akper Teungku
Fakinah Banda Aceh. Edisi II. Banda Aceh.