Minggu, 17 April 2011

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Meningitis atau radang selaput otak memerlukan pengobatan dini dan penanganan segera untuk menghindari kecacatan dan mencegah kematian. Hal ini penting mengingat 90% kasus terjadi pada anak-anak berusia 1 bulan hingga 6 bulan. Bagi berusia 6-12 bulan merupakan resiko terbesar (Brunner & Suddart, 1987).
Meningitis adalah suatu peradangan araknoid dan piamater (lepto meningens)dari otak dan medulla spinalis. Bakteri dan virus merupakan penyebab yang paling umum dari meningitis, meskipun jamur-jamur dapat juga menyebabkan. Meningitis bakteri paling sering terjadi. Deteksi awal dan pengobatan akan lebih memberikan hasil yang lebih baik (Widagdo Wahyu, dkk, 2008).
Gejala meningitis tersebut disebabkan dari infeksi dan peningkatan TIK, serta organisme yang menyerang biasanya diidentifikasi melalui pemeriksaan kultur cairan serebrospinal dan darah. Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal colum yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum
Agar mampu melaksanakan asuhan keperawatan pada pasien meningitis.

2. Tujuan Khusus
a. Agar mampu melakukan pengkajian pada pasien meningitis.
b. Agar mampu menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien meningitis.
c. Agar mampu melakukan perencanaan pada pasien meningitis.
d. Agar mampu melakukan implementasi pada pasien meningitis.
e. Agar mampu melakukan evaluasi pada pasien meningitis.
BAB II
PEMBAHASAN

I. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. Pengertian
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piamater, disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa, yang dapat terjadi secara akut dan kronis.
Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada cairan otak, yaitu meningitis serosa dan meningitis purulenta.
Meningitis serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piamater yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab lain seperti lues, virus, toxoplasma gondhii dan riketsia.
Meningitis purulenta adalah radang bernanah araknoid dan piamater yang meliputi otak dan medulla spinalis. Penyebab antara lain : Diplococcus Pneutnaniae (neunokok), Neisseria Meningitidis (meningokok) (Mansjoer, 2000).

B. Etiologi
Meningitis dapat disebabkan oleh berbagai organisme:
1. Haemophillus Influenza.
2. Neisseria meningitis (meningococcus).
3. Diplococcus pneumoniae.
4. Streptococcus Group A.
5. Pseudomonas.
6. Staphylococcus Aureus.
7. Escherichia Coli.
8. Klebsiella.
9. Proteus.

C. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis klien meningitis meliputi : sakit kepala, mual, muntah, demam, sakit dan nyeri secara umum, perubahan tingkat kesadaran, bingung, perubahan pola nafas, ataksia, kaku kuduk, ptechial rash, kejang (lokal, umum), opistotonus, nistagmus, ptosis, dan gangguan pendengaran.

D. Pemeriksaan Diagnostik
1. Punksi Lumbal : Tekanan cairan meningkat, jumlah sel darah putih meningkat, glukosa menurun, protein meningkat.
2. Kultur Darah.
3. Kultur Suap hidung dan Tenggorokan.

E. Penatalaksanaan Terapeutik
a. Antibiotik spektrum luas (ampisilin).
b. Penisilin 6 digunakan untuk mengobati organisme klebsiella, meningococci, dan streptococcus.
c. Gentamicin digunakan untuk mengobati haemophillus influenza.
d. Mempertahankan hidrasi optimum : mengatasi kekurangan cairan dan mencegah kelebihan cairan yang dapat menyebabkan edema serebral.
e. Mengontrol kejang : pemberian terapi anti epilepsi.
f. Mempertahankan ventilasi.
g. Mengurangi meningkatnya tekanan intrakranial.
h. Mengontrol perubahan suhu lingkungan yang ekstrim.
i. Memperbaiki anemia.

F. Komplikasi
a. Hidrosefalus obstruktif.
b. Meningococcal septikemia.
c. Sindrom water – friderichsen.
d. SLADH (syndrome in appropriate antidieuretic hormone).
e. Efusi subdural.
f. Cerebral palsy.


II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

Asuhan keperawatan adalah faktor penting dalam survival pasien dan dalam aspek-aspek pemeliharaan, rehabilitatif, dan preventif perawatan kesehatan. Untuk sampai pada hal ini, profesi keperawatan telah mengidentifikasi proses pemecahan masalah yang menggabungkan elemen yang paling diinginkan dari seni keperawatan dengan elemen yang paling relevan dari sistem teori, dengan menggunakan metode ilmiah (Shore, 1988).

A. Pengkajian
1. Riwayat keperawatan : Tanda dan gejala, perkembangan gejala, faktor yang memperberat dan mengurangi, riwayat medis yang lalu.
2. Pemeriksaan fisik : Tingkat kesadaran, ukuran pupil, reaksi terhadap sinar, photopobia, nistagmus, ketidaknormalan pergerakan mata, kekuatan motorik, kaku kuduk, disfungsi saraf kranial (N I, III, IV dan VII), mual, muntah, demam, menggigil, sakit dan nyeri secara umum.
3. Psikososial : Usia, peran dalam keluarga, pekerjaan, kepercayaan/agama, interaksi dengan orang lain, orang yang sangat berarti bagi klien, tingkat perkembangan, pola tingkah laku, mekanisme koping, penampilan sebelum sakit/dirawat.
4. Pengetahuan klien dan keluarga : Tingkat pemahaman, pemahaman tentang kondisi, patofisiologi, gejala-gejala, tindak lanjut, perawatan di rumah.

B. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
1. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan edema serebral.
Tujuan : Tingkat kesadaran kembali normal.
Kriteria Hasil : - Daya ingat pasien kembali normal.
- Pasien tidak cemas lagi.
Intervensi:
- Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar.
Rasional : Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP.
- Kaji respon verbal.
Rasional : Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran.
- Pantau TD.
Rasional : Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat ada fluktuasi tekanan darah sistemik.
- Tinggikan kepala pasien 15-45o sesuai indikasi/yang dapat ditoleransi.
Rasional : Meningkatkan aliran balik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi atau risiko terjadinya peningkatan TIK.

2. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskular.
Tujuan : Pola nafas kembali normal.
Kriteria Hasil : - Pasien tidak sesak.
- Bunyi nafas vesikuler.
Intervensi:
- Pantau frekuensi, irama, kedalaman pernafasan.
Rasional : Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.
- Angkat kepala tempat tidur sesuai aturan.
Rasional : Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan adanya kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan nafas.
- Auskultasi suara nafas.
Rasional : Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru.
- Berikan oksigen.
Rasional : Memaksimalkan oksigen pada daerah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia.

3. Resiko tinggi terhadap cedera berhubungan dengan perubahan tingkat kesadaran.
Tujuan : Tidak terjadinya cedera.
Kriteria Hasil : - Tidak kejang.
- Tidak lemah.
- Tidak vertigo.
Intervensi:
- Pantau kejang/kedutan pada tangan, kaki dan mulut atau otot wajah lain.
Rasional : Mencerminkan adanya iritasi SSP secara umum yang memerlukan evaluasi segera dan intervensi yang mungkin uuntuk mencegah komplikasi.
- Berikan keamanan pada pasien dengan memberikan bantalan pada penghalang tempat tidur.
Rasional : Melindungi pasien jika terjadi kejang.
- Pertahankan tirah baring selama fase akut.
Rasional : Menurunkan risiko terjatuh/trauma ketika terjadi vertigo, sinkope, atau ataksia.
- Berikan obat sesuai indikasi, seperti fenotoin, diazepam (Valium), fenobarbital (luminal).
Rasional : Merupakan indikasi untuk penanganan dan pencegahan kejang.

DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E, dkk. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan. EGC. Jakarta.
Wahyu, Widagdo, dkk. (2000). Asuhan Keperawatan Pada Pasien Dengan Kasus Gangguan Sistem Pernafasan. Trans Info Media. Jakarta.
Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Asculapius. Jakarta.
Barbara, Engram, dkk. (2000). Keperawatan Medikal-Bedah Buku Kedokteran. EGC. Jakarta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar