BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apendisitis atau usus buntu bagian dari usus besar
yang muncul secara corong dari sekum mempunyai pintu keluar yang sempit tapi
masih memungkinkan dapat dilewati oleh beberapa isi usus. Juga sebagai suatu
organ pertahanan terhadap infeksi kadang apendiks bereaksi secara hebat dan
hiper aktif yang bisa menimbulkan perforasi dindingnya ke dalam rongga abdomen
(Syaifuddin, 1997).
Apendisitis adalah salah satu penyebab umum dari akut
abdomen, di negara berkembang dengan sekitar satu di antara enam orang yang
menjalani apendiktomi. Jarang ditemukan di bawah usia dua tahun, tapi menyerang
semua kelompok usia lain terutama anak-anak dan dewasa muda.
(Jones D.J. 1997)
Apendisitis kronis adalah penyebab tersering operasi
pada pasien dengan nyeri abdomen. Insiden tertinggi pada orang dewasa tetapi
segala usia mungkin dapat terkena juga. Apendisitis disebabkan karena
tersumbatnya lumen oleh benda asing, fekalik, tumor atau parasit, mukosa sering
mengskresi cairan di bawah penyumbatan intra luminal meningkat, mukosa
mengalami hipoksia dan penimbunan tukak, dan bakteri menyerang dinding
(Darma Adji, 1992).
Tanda dan gejala apendiks secara umum biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilicus dan berhubungan dengan muntah. Dalam 2 –
12 jam nyeri akan beralih ke kuadran kanan bawah yang akan menetap dan
diperberat bila berjalan atau batuk selain itu juga terdapat tanda-tanda
anoreksia, malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat
konstipasi tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah.
Salah satu pengobatan pada apendisitis kronis adalah
apendiktomy yaitu tindakan pembedahan untuk memotong apendiks yang mengalami
peradangan. Apendiktomy harus dilakukan segera sesudah kondisi pasien
memungkinkan, untuk merawat post operasi apendiktomy perawat harus mampu
memberikan pelayanan asuhan keperawatan secara komprehensif dan paripurna.
Masalah-masalah yang timbul akibat luka insisi setelah dilakukan apendiktomy
dapat berupa pendarahan, shock, gangguan pernafasan, infeksi dan nyeri biasanya
akan timbul akibat luka insisi yang dapat mempengaruhi mobilisasi, nafsu makan
yang menurun, gangguan istirahat dan merasa kurang nyaman.
Sementara di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam
apendisitis merupakan penyebab radang usus buntu terbanyak pada laki-laki dan
ada juga pada wanita terutama di usia 10 – 30 tahun diperkirakan 15 – 20% dari
penduduk Aceh.
Berdasarkan data yang penulis peroleh dari buku
Register di Ruang Bedah Wanita Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum dr.
Zainoel Abidin Banda Aceh dari bulan Maret 2003 sampai bulan Maret 2004
didapatkan jumlah pasien yang rawat inap 868 pasien dan yang menderita
apendisitis 86 kasus (9%).
Berdasarkan gambaran di atas penulis tertarik untuk
menerapkan pelayanan asuhan keperawatan yang dituangkan dalam suatu laporan
studi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien Nn. M. dengan
Post Apendiktomy di Ruang Rawat Bedah Wanita Badan Pelayanan Kesehatan Rumah
Sakit Umum dr. Zainoel Abidin banda Aceh”.
B. Tujuan Penulisan
1.
Tujuan Umum
Untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman yang
nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan post apendiktomy
melalui proses keperawatan di Ruang Bedah Wanita Badan Pelayanan Rumah Sakit
Umum dr. Zainoel Abidin Banda Aceh.
2.
Tujuan Khusus
a.
Dapat melakukan pengkajian keperawatan pada pasien post
apendiktomy secara komprehensif
b.
Dapat menentukan diagnosa keperawatan yang tepat dengan
masalah yang timbul pada post operasi dengan kasus apendisitis kronis.
c.
Dapat merumuskan perencanaan asuhan keperawatan pasien
post operasi dengan kasus apendiktomy.
d.
Dapat melaksanakan tindakan keperawatan dengan benar.
e.
Dapat mengevaluasi keberhasilan tindakan keperawatan
sesuai dengan yang diharapkan
f.
Dapat membuat dokumentasi asuhan keperawatan pasien
post operasi dengan kasus apendiktomy.
C. Metode Penulisan
Untuk mempermudah penulisan Laporan Kasus ini
penulis mengguna-kan metode deskriptif yaitu suatu metode yang menggambarkan
karakteristik permasalahan yang bersifat aktual dan potensial serta diupayakan
untuk diatasi dirubah sesuai dengan kebutuhan saat ini dan di masa yang akan
datang yang pelaksanaannya bersifat studi kasus.
1.
Tinjauan Kepustakaan
Yaitu membaca, memahami dan mempelajari teori-teori dari buku-buku
ilmiah, majalah dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan Laporan Kasus ini.
2.
Tinjauan Kasus
Yaitu penulis langsung mengamati dan mempelajari serta melaksanakan
asuhan keperawatan pada pasien apendiktomy dengan menggunakan teknik
pengumpulan data sebagai berikut :
a.
Wawancara pada pasien dan keluarganya untuk mendapatkan
data subjektif dan perkembangan pasien
b.
Observasi, pengamatan secara langsung untuk mengetahui
keadaan umum pasien dan tindakan keperawatan dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien apendisitis kronis
c.
Pemeriksaan fisik pada pasien apendiktomy yang meliputi
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi.
d.
Pemeriksaan penunjang, meliputi pemeriksaan leukosit
dan urine
e.
Dokumentasi meliputi catatan yang ada di Rumah Sakit
seperti status pasien, buku laporan dan lain-lain.
BAB II
KONSEP DASAR TEORITISA. Konsep Dasar Teoritis Medis
1.
Pengertian
Apendiktomy ialah suatu tindakan pengangkatan apendiks yang
ter imflamasi dengan menggunakan pendekatan endoskopi (Jones DJ 1997).
Apendiksitis ialah suatu
peradangan usus buntu yang umumnya disebabkan oleh sumbatan, sumbatan tersebut
disebabkan oleh hiperflasia kelenjar getah bening, fekalit (feses yang menjadi
keras) benda asing, tumor. Apendiks merupakan organ berbentuk tabung panjangnya
kira-kiira 10cm (berjarak 3-15cm) dan pangkal sekum, lumennya sempit dibagian
proksimal dan melebar dibagian distal, namun pada bayi apendiks berbentuk
kerucut, lebar pada pangkalnya dan menyempit kearah ujung nya, keadaan ini
mungkin menjadi sebab rendahnya insiden apendiksitis pada usia itu
Fungsi apendiks tidak
diketahui, kadang-kadang apendiks disebut “tonsil abdomen”karena ditemukan
banyak jaringan limfoid sejak intra uteri akhir kehamilan dan mencapai
puncaknya kira-kira 15 tahun,yang kemudian mengalami atrofi serta praktis
menghalang pada usia 60 tahun.diperkirakan apendiks mempunyai peranan dalam
mekanisme imunologi. dengan kekurangan jaringan limfoid terjadi fibrosit dan
pada kebanyakan kasus timbul kontriksi lumen atau obriteri (Sueparman 1990)
2.
Etiologi dan Patofisiologi
a.
Etiologi
Penyebabnya belum diketahui dengan pasti,para ahli menduga
timbulnya apendiksitis ada hubungannya dengan cara hidup seseorang, biasanya
makan dan hidup yang takteratur dengan kerja badaniah yang keras, orang kota
lebih banyak terserang apendiksitis daripada oranng desa dan orang barat lebih
banyak daripada orang asia,kuman yang sering ditemukan dalam apendiks yang
meradang adalah Escherichia coli dan Streptococcus (Oswari E 1993)
b.
Patofisiologi
Apendiks terimflamasi dan mengalami edema sebagai akibat terlipatnya
atau tersumbat, kemungkinan oleh fekalit (massa keras dari feces)tumor, benda
asing proses imflamasi meningkat tekanan intraluminal menimbulkan nyeri abdomen
atas atau menyebar hebat secara progesif dalam beberapa jam terlokalisasi
dikuadran kanan bawah dari abdomen akhirnya apendik yang terimplamasi berisi
pus
(Suzanne
C Smeitzer, 2000)
3.
Gejala Klinis
Gejala prodromal (tanda penyakit akan timbul) berupa lemas
mual dan muntah, gelisah, perut terasa tak enak kadang-kadang terasa sakit di
sekitar pusat lalu pidah ke perut kanan bawah.
Pasien sering tidur dengan paha kanan ditekuk bila pahanya
diluruskan apendiks akan terangsang sehingga akan menimbulkan perasaan
sakit.bila perut kanan ditekan terasa sakit,pada wanita bila ditemukan nyeri
tekan dada perut kanan bawah harus dilakukan pemeriksaan dalam (vaginal
taucher) untuk membedakan dengan peradangan tuba atau ovarium. Demam biasanya
tidak terlalu tinggi 39 ºC – 40 ºC biasanya bukan disebabkan oleh apendiks,bila
suhu meningkat dengan tiba-tiba perlu dipikirkan terjadinya perforasi apendiks.
Penderita mengeluh tidak dapat buang air besar dalam beberapa hari (konstipasi)
dan pada anak-anak sering ditemukan mencret (Oswari E 1993).
4.
Pengobatan dan Diagnosa
a.
Pengobatan
Bila ditentukan apendiksitis kronis satu-satunya penggobatan
adalah operasi membuang usus buntu (Apendiktomy) karena bila ditunda ada
kemungkinan terjadinya ganggren atau perforasi. Pada abses apendiks dilakukan
drainase (mengeluarkan nanah). Bila keadaan memungkinkan apendiks dibuang sekaligus,
bila tidak mungkin harus di tunggu 2-3 bulan kemudian baru apendiks diangkat
melalui operasi kedua, perawatan paska operasi sama dengan perawatan operasi
abdomen lainya yaitu puasa sampai terdengar bising usus dan platus baru boleh
diberikan bubur saring, antibiotik dan analgetik diberikan sesuai dengan
perintah ahli bedanya (Oswari E 1993).
b.
Apendik yang mendapat pengobatan yang baik sering
berubah abses, perforasi, atau peritonitis, kadang-kadang pasien datang dengan
keluhan nyeri pada perut kanan bawah, bila diraba dan ditekan terasa suatu
benjolan yang besarnya sebesar telor ayam dan biasanya disebabkan oleh
perforasi apendisitis, perforasi menyebabkan abses terbatas yang kemu-dian
tersumbat oleh omentum dan caecum yang menebal (Oswari E 1993)
5.
Perawatan Dan Pencegahan
Perawatan untuk menghilangkan nyeri mencegah kehilangan
volume cairan, mengurangi ansietas, mengilangkan infeksi karena potensial atau
ganguan aktual saluran gastrointestinal, mempertahakan integritas kulit dan
mendapatkan nutrisi-nutrisi yang optimal (Suzanne C. Smeltzer, 2000)
6.
Laporan Operasi : Apendiktomy
-
Operasi dimulai jam 11.58 WIB
-
Pasien dalam Posisi Supine (telentang) di bawah
anastesi umum
-
Lapangan operasi didesinfeksi dengan panidolodin dan
alcohol 70% dan ditutup dengan dues steril
-
Dilakukan insisi abdomen sepenjang + 5 cm dan
diperdalam
-
Dilakukan apendiktomy dan luka dicuci dengan NaCl 0,5%
-
Luka operasi dijahit lapis demi lapis
-
Operasi selesai jam 12.30 WIB
-
Penanggung jawab dr. Sutomo Marsismi. Sp.B.
B.
Konsep Dasar Teoritis Keperawatan
1.
Pengkajian
Pengkajian merupakan suatu pendekatan yang sistematis untuk
mengumpulkan data atau informasi dan menganalisa sehingga dapat diketahui
kebutuhan penderita tersebut.
Analisa riwayat keperawatan / kesehatan.
a.
Identitas pasien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, alamat, pekerjaan,
status perkawinan, tanggal masuk dan penangung jawab. Biasanya dari 7 % dari
populasi akan mengalami apendisitis pada watku ynag bersamaan dalam hidup
mereka. Pria lebih sering terjadi dari pada wanita dan remaja lebih sering
terjadi dari pada orang dewasa. Meskipun ini dapat terjadi antara usia 10
sampai 30 Tahun (Suzanne C. Semeitzer, 2000).
b.
Riwayat kesehatan
a.
Keluhan utama
o
Pre operasi
Nyeri
perut yang hebat, sehingga pasien merintih kesakitan, terjadinya mual dan
muntah kehilangan nafsu makan, perut gembung berisi angin dinding perut terasa
keras seperti papan yang disebabkan oleh reaksi dinding perut untuk melindungi
bagian yang sakit (Oswari E. 1993)
o
Post operasi
Umumnya
nyeri perut pada bekas insisi, terjadinya konstipasi, tidak ada nafsu makan,
pasien sesak dan ansietas.
(Darma
Adji, 1992)
b.
Riwayat Penyakit Sekarang
◦ Pre
operasi
Mereka
mengalami nyeri abdomen kolik, sentral dan kostan yang berhubungan dengan
anoreksia mual dan muntah, setelah beberapa hari nyeri berpindah ke fosa iliaka
kanan. Terjadinya kemerah-merahan, tadikardia, demam sampai 38 0C.
(Jones DJ., 1997).
◦ Post
operasi
Umumnya
pasien mengeluh nyeri tekan di daerah apendik, badan terasa panas tidak ada
nafsu makan, lemas dan pasien merasa sesak karena pengaruh anastesi. (Cameron,
1997)
c.
Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Biasanya
pesien mengalami konstipasi, nyeri dangkal dan kram pada kuadran kiri bawah
dari abdomen dan disertai demam ringan dan sering terjadinya mual dan muntah.
(Cameron, 1997)
d.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Beberapa
masalah pada sistem pencernaan apendisitis merupakan penyakit yang terjadi
akibat makan makanan yang tidak mengandung serat dan banyak mengandung
biji-bijian dan dapat mempengaruh apendik dan tidak menular baik pada keluarga
maupun pada orang lain. (Sueparman, 1990)
c.
Pola Kebiasaan
1. Pola Nutrisi
a.
Pola makan
◦ Pre
operasi
Umumnya
pasien mengkunsumsi makanan yang rendah serat
dan juga makanan yang banyak mengandung biji-bijian.
(Sueparman,
1990)
§
Post operasi
Biasanya
pasien tidak ada nafsu makan karena dipengaruhi oleh adanya nyeri di daerah
abdomen yang disertai pengaruh anastesi. (Cameron, 1997)
b.
Pola minum
§
Pre operasi
Umumnya
pola minum pasien tidak mengalami gangguan.
(Barbara
C. Long, 1996)
§
Post operasi
Biasanya
pola minum pasien tidak mengalami gangguan
(Barbara
C. Long, 1996)
2.
Pola Istirahat
o Pre
operasi
Pada
umunya pola istirahat pasien tidak terganggu
(Robert
Priharjo, 1993)
o Post
operasi
Pada
umumnya pola istirahat pasien mengalami gangguan disebabkan nyeri pada luka
insisi. (Robert Priharjo, 1993)
3.
Pola Aktivitas
◦ Pre
operasi
Sebelum
dioperasi pasien bisa melakukan aktivitas sehari-hari
(Linda
Juall Carpenito, 1996)
◦ Post
operasi
Umumnya
pada pasien operasi apendiktomy pola aktivitas mengalami gangguan karena
disebabkan nyeri pada daerah bekas insisi. (Linda Juall Carpenito, 1996)
4.
Pola Eliminasi
◦ Pre
operasi
Umumnya
BAB dan BAK tidak mengalami gangguan.
◦ Post
operasi
Biasanya
pada pasien post apendiktomy pola BAB dan BAK mengalami gangguan karena pengaruh
anastesi. (Cameron, 1997)
5.
Pola sosial
◦ Pre
operasi
Umumnya pasien dengan apendiktomy psikologisnya tidak
mengalami gangguan.
◦ Post
operasi
Biasanya pada pasien apendiktomy psikologisnya mengalami
gangguan karena merasa cemas. (Darma Adji, 1992)
6.
Keadaan sosial
◦ Pre
operasi
Pada pasien dengan apendiktomy biasanya keadaan sosial
tidak mengalami gangguan
◦ Post
operasi
Pada pasien apendiktomy keadaan sosialnya tidak
mengalami gangguan. (Darma Adji, 1992)
7.
Keadaan Spiritual
◦ Pre
operasi
Biasanya
pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnnya tidak mengalami gangguan
◦ Post
operasi
Umumnya
pada pasien apendiktomy keadaan spiritualnya mengalami gangguan karena
terjadinya proses pembedahan abdomen kanan bawah. (Darma Adji, 1992)
8.
Pemeriksaan fisik
Pada
pemeriksaan fisik dikaji keadaan seluruh tubuh dimulai dari kepala dan leher,
thorak, addominalis, anus, genetalia, ekstremitas dan intergumen.
◦ Data
pre operasi
a.
Inspeksi
Pada
pasien apendisitis biasanya keadaan umum lemah, ekspresi wajah cemas (Darma
Adji, 1992)
b.
Palpasi
Pada pasien apendisitis biasanya terdapat nyeri tekan
pada perut kanan bawah. (Cameron, 1997)
c.
Perkusi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri ketok, pekak
hati.
(Sueparman, 1990)
d.
Auskultasi
Pada pasien apendisitis biasanya bising usus tidak ada,
pergerakan peristaltik usus, detak jantung serta bunyi nafas normal. (Jones
DJ., 1997)
◦ Data
post operasi
a.
Inspeksi
Pada pasien apendisitis biasanya keadaan umum lemah,
disebabkan nyeri pada luka operasi dan juga terlihat perut kembung. (Oswari E.,
1993)
b.
Palpasi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri tekan pada
abdomen kanan bawah dimulai dari sisi yang tidak sakit untuk menyesuaikan
tangan pemeriksa pada perut penderita. (Cameron, 1997)
c.
Perkusi
Pada pasien apendisitis terdapat nyeri ketok, pekak hati
(jika terjadi peritonitas, pekak ini hilang oleh karena bocoran usus, maka
udara bocor)
d.
Auskultasi
Pada pasien apendisitis biasanya bising usus tidak ada,
(oleh karena peritonitis) sedangkan jika nyeri ketok tersebut di satu tempat
(titik Mc. Burney) maka tidak ada peritonitis lokal, jika nyeri di seluruh
abdomen, maka terjadi peritonitis umum (bila terjadi perforasi apendik). (Jones
DJ., 1997)
9.
Pemeriksaan penunjang
◦ Pemeriksaan
laboratorium
a.
Pemeriksaan leokosit : urine
Terdapat peningkatan leukosit di atas 12000/mm2,
netrofil meningkat sampai 75 %
b.
Pemeriksaan darah (HB)
Sel darah putih total meningkat di atas 10000/m2
pada 85% pasien dan tiga perempat mempunyai hitung deferensial sel darah putih
yang abnormal.
◦ Foto
abdomen
Dapat
dinyatakan adanya pengerasan material pada apendiks (fekalik) ileus
terlokalisasi. (Jones DJ., 1997)
2.
Analisa Data dan Diagnosa Keperawatan
Dari hasil pengkajian keperawatan yang telah diuraikan di
atas maka selanjutnya data dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar yang
terdiri dari data pre operasi dan post operasi yang meliputi data subjektif dan
data objektif.
a. Data
Subjektif dan Data objektif pada Pre Operasi
◦ Data
subjektif pre operasi
-
Pasien mengeluh nyeri perut atau abdomen
-
Terjadinya mual dan muntah
-
Pasien mengeluh tidak ada nafsu makan
-
Pasien mengeluh tidak bisa istirahat
◦ Data
objektif pada post operasi
-
Perut kembung berisi angin
-
Perut keras seperti papan
-
Terjadi kemerah-merahan pada pasien
-
Suhu tubuh meningkat 38,3 OC
-
Ekpresi wajah cemas
-
Nyeri tekan pada perut kanan bawah
-
Terjadi pekak hati
b.
Data subjektif dan objektif pada post operasi
◦ Data
subjektif post operasi
-
Pasien mengeluh nyeri perut pada daerah insisi
-
Pasien mengeluh sukar BAB
-
Pasien mengeluh tidak bisa istirahat
-
Pasien mengeluh kurang nafsu makan
-
Pasien merasa cemas dan gelisah
◦ Data
objektif post operasi
-
Ekspresi wajah cemas dan gelisah
-
Porsi makan yang disediakan tidak habis
-
Perut kembung
-
Peningkatan suhu tubuh
-
Ditemukan tanda-tanda infeksi
-
Nyeri tekan epigastrium
-
Ketergantungan pada orang lain
-
Peristaltik usus tidak ada
Berdasarkan analisa yang diperoleh dari pengkajian di atas
maka ditemukan beberapa masalah yang dihadapi oleh pasien yang membutuhkan
intervensi keperawatan, diagnosa keperawatan yang timbul pada post operasi
apendiktomy sebagai berikut :
1.
Risiko terhadap perubahan fungsi pernafasan yang
berhubungan dengan imobilitas skunder terhadap status pasca anestesi dan nyeri
2.
Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan
peningkatan kerentanan terhadap bakteri skunder terhadap luka
3.
Nyeri yang berhubungan dengan interupsi bedah struktur
tubuh flatus dan imobilitas
4.
Risiko terhadap perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan
vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan skunder terhadap nyeri,
mual, muntah dan pembatasan diet.
5.
Risiko terhadap konstipasi kolon yang berhubungan
dengan peningkatan peristaltik skunder terhadap imobilitas dan efek anastesi
dan narkotika.
6.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dan
keletihan skunder terhadap anastesi, hipoksia jaringan dan ketidak cukupan
masukan cairan dan nutrisi.
7.
Risiko terhadap infeksi penatalaksanaan regimen
terapeutik yang berhubungan dngan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan
letak operasi, pembatasan (diet, aktivitas) obat-obatan, tanda dan gejala
komplikasi dan perawatan lanjutan.
3.
Perencanaan Keperawatan
Menurut Linda Juall Carpenito (1999), Rencana keperawatan
yang mungkin ditegakkan pada pasien post apendiktomy adalah sebagai berikut :
a.
Risiko terhadap perubahan fungsi pernafasan yang
berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap status pasca anastesi dan
nyeri.
Kriteria
hasil
-
Pasien akan menunjukkan lapang paru bersih
Intervensi
-
Auskultasi lapang paru terhadap penurunan dan bunyi
nafas abnormal
-
Lakukan tindakan untuk mencegah aspirasi
-
Kurangi resiko obstruksi lidah
-
Pertegas penyuluhan pra operasi tentang pentingnya
mengubah posisi
-
Bila terdapat sekresi anjurkan batuk penghisapan bila
hanya diindikasi dengan auskultasi
Rasionalisasi
-
Atelektasi disebabkan oleh retensi sekresi atau penurunan
volume paru pasca operasi
-
Pada periode pasca operasi, penurunan sensori dan hipo
ventilasi menambah risiko aspirasi
-
Perubahan posisi posterior lidah dapat menyumbat faring
-
Nyeri pasca operasi dapat menghambat kepatuhan
penegasan pentingnya tindakan ini supaya dapat meningkatkan kepatuhan
-
Statis sekresi dapat mencetuskan infeksi dan
atelektatif.
b.
Risiko terhadap infeksi yang berhubungan peningkatan
kerentanan terhadap bakteri sekunder terhadap luka.
Kriteria
-
Pasien dapat menunjukkan penyebuhan dengan bukti tepi
luka utuh
Intervensi
-
Pantau terhadap tanda dan gejala infeksi
-
Lakukan langkah-langkah untuk mencegah infeksi
-
Pertahankan balutan peli utera satu lapis untuk 24
sampai 48 jam
-
Konsultasikan dengan perawat ahli untuk tindakan lebih
spesifik.
Rasionalisasi
-
Respon jaringan terhadap infiltrasi patogen dengan
peningkatan darah dalam aliran limfe
-
Tindakan ini membantu mencegah masuknya mikro organisme
ke dalam luka dan juga mengurangi resiko tranmisi infeksi pada orang lain.
-
Balutan ini mempertahankan lingkungan lembab yang
meningkatkan imigrasi epitel terbaik dan melindungi luka dari masuknya mikro
organisme.
-
Penatalaksanaan luka komplek atau kerusakan penyembuhan
memerlukan konsultasi keperawatan ahli
c.
Nyeri yang berhubungan dengan interupsi struktur tubuh,
flatus, dan imobilitas.
Kriteria
hasil
-
Pasien melaporkan penurunan progresif dari nyeri dan
peningkatan aktivitas
Intervensi
-
Kolaborasikan dengan pasien untuk menentukan intervensi
pereda nyeri yang efektif
-
Kurangi rasa takut pasien dan luruskan setiap
misinformasi
-
Berikan pereda nyeri yang optimal dengan analgesik
-
Berikan latihan
-
Tingkatkan pasien ke ambulasi tanpa bantuan bila
mungkin
Rasionalisasi
-
Pasien yang mengalami nyeri dapat merasa kehilangan
kontrol terhadap tubuh dan hidupnya
-
Pasien yang disiapkan untuk prosedur yang menimbulkan
nyeri dengan penjelasan detil tentang sensori yang akan dirasakan biasanya
mengalami sedikit stress dan nyeri dari pada menerima penjelasan.
-
Narkotika dapat menekan pusat pernafasan pada otak
-
Latihan pernafasan dan teknik relaksasi menurunkan
konsumsi oksigen.
-
Berjalan akan meningkatkan aliran balik vena, mencegah
stasil vena, mengembangkan jaringan paru.
d.
Risiko tinggi terhadap perubahan nutrisi : kurang dari
kebutuhan tubuh, yeng berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan
vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri,
mual, muntah, pemembatasan diet..
Kriteria
hasil
Pasien
akan melanjutkan pencernaan kebutuhan nutrisi harian yang diperlukan, yang
mencakup :
-
Pemilihan dari empat kelompok makanan
-
2000 sampai 3000 ml cairan
-
Serat, vitamin, dan mineral adekuat
Intervensi
-
Jelaskan pentingnya masukan nutrisi harian optimal
-
Pantau status hiper metabolisme
-
Diskusikan kebutuhan nutrisi dan sumber diet
-
Ambil tindakan untuk menghilangkan nyeri
-
Lakukan tindakan untuk mengurangi mual
-
Pertahankan hygiene oral yang baik setiap waktu
-
Berikan agen antiemetik sebelum makan bila
diindikasikan
Rasionalisasi
-
Penyembuhan luka memerlukan masukan cukup protein,
karbohidrat, vitamin dan mineral untuk pembentukan fibroblas
-
Hiper metabolisme diperkirakan 3 sampai 4 hari pertama
pasca operasi.
-
Komplikasi utama trauma dan sepsis meningkatkan laju
metabolisme dari 10% sampai 50%
-
Nyeri menyebabkan keletihan dan mual yang dapat
menurunkan nafsu makan
-
Anjurkan cepat merangsang pusat muntah dengan
pembangkit eferen
-
Mulut yang bersih dan segar dapat merangsang nafsu
makan
-
Antiemetik, mencegah mual dan muntah
e.
Risiko terhadap konstipasi kolonik yang berhubungan
dengan penurunan peristaltik sekunder terhadap mobilitas serta efek anestesi
dan narkotika.
Kriteria
hasil
Pasien
dapat memiliki fungsi usus efektif pra operasi
Intervensi
-
Kaji bising usus untuk menentukan kapan memberikan
cairan
-
Jelaskan efek aktivitas harian pada eliminasi
-
Beri tahu dokter bila bisingnya tidak terdengar dalam 6
– 10 jam.
Rasionalisasi
-
Adanya bising usus menunjukkan kembalinya peristaltik
-
Aktivitas mempengaruhi eliminasi usus dengan
memperbaiki tonus otot abdomen, dan merangsang nafsu makan
-
Tidak adanya bising usus dapat menandakan paralitik
ileus.
f.
Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan
keterbatasan mobilitas dan kecemasan sekunder terhadap anastasi, hipoksia
jaringan dan ketidak cukupan cairan nutrisi
Kriteria
hasil
-
Pasien dapat meningkatkan toleransi terhadap ambulansi
progresif
Intervensi
-
Dorong kemajuan tingkat aktivitas pasien
-
Tingkatkan aktivitas perawatan diri pasien dan
perawatan diri parsial
-
Rencanakan periode istirahat teratur sesuai jadwal
harian pasien
Rasionalisasi
-
Peningkatan aktivitas secara bertahap memungkinkan
system kardio pulmonal pasien untuk kembali pada status pra operasinya.
-
Partisipasi pasien dengan perawatan diri memperbaiki
fungsi fisiologisnya dan mengurangi kelelahan.
-
Periode istirahat teratur memungkinkan tubuh untuk
menghemat dan memulihkan energi.
g.
Risiko inefektif penatalaksanaan regimen terapeutik
yang berhubungan dengan ketidakcukupan pengetahuan tentang perawatan sisi
operasi, pembatasan (diet aktivitas obat) tanda dan gejala komplikasi dan
perawatan lanjut.
Kriteria
hasil
Kesiapan
dan kemampuan untuk belajar serta dan menyerap informasi
Intervensi
-
Pertegas pembatasan aktivitas sesuai indikasi
-
Tinjau ulang dengan pasien dan keluarga tujuan dosis,
pemberian dan efek
-
Bila mana memungkinkan beri intruksi tertulis atau
video tambahan
-
Evaluasi pemahaman pasien dan keluarga tentang
informasi yang diberikan.
Rasionalisasi
-
Menghindari aktivitas tertentu, menurunkan resiko
dehisens luka sebelum pembentukan jaringan parut
-
Pengetian yang menyeluruh dapat membantu mencegah
kesalahan pemberian obat.
-
Vidio dan intruksi tertulis dapat memberikan sumber
informasi untuk dipergunakan di rumah.
-
Pasien dan keluarga meminta untuk bertanggung jawab
terhadap perawatan bila mereka cemas, nyeri dan sebagainya.
4
Pelaksanaan Keperawatan
Pelaksanaan asuhan keperawatan merupakan pengelolaan dan
perwujudan serta rencana tindakan keperawatan yang terdiri dari kriteria hasil
intervensi dan rasionalisasi. Pelaksanaan dari asuhan keperawatan meliputi
rencana-rencana tindakan oleh perawat, anjuran dokter dan ketentuan-ketentuan
di rumah sakit. Bagi seseorang perawat yang profesional dituntut untuk
mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang luas dalam melaksanakan asuhan
keperawatan pada pasien dapat sehingga dapat memperoleh hasil yang diharapkan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah pengukuran keberhasilan perawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien. Dalam hal ini di evaluasi setiap tahap proses pasien
dan perawat, mulai dari diagnosa sampai tindakan evaluasi merupakan bagian
terakhir dari asuhan keperawatan.
Pengukuran keberhasilan dari rencana keperawatan dalam
memenuhi kebutuhan pasien, pada pasien post apendiktomy didasarkan reaksi
pasien seperti :
a.
Rasa nyaman terpenuhi
b.
Nyeri insisi hilang dan berkurang
c.
Infeksi tidak terjadi
d.
Intake dan output cairan dan elektrolit seimbang
e.
Konstipasi tidak terjadi
f.
Kebutuhan aktivitas sehari-hari (ADL) terpenuhi
Dari
evaluiasi diperoleh 4 (empat) kesimpulan
-
Masalah dapat teratasi
-
Masalah sebagian dapat teratasi
-
Masalah sama sekali tidak teratasi
-
Timbul masalah baru
Apabila masalah pasien teratasi maka dilakukan
tindakan lanjutan, tetapi bila masalah pasien sama sekali tidak teratasi atau
timbul masalah baru maka perawat harus tetap berusaha untuk mengawasi masalah
yang dihadapi pasien dan meninjau kembali rencana keperawatan yang telah
dilaksanakan dan menyesuaikan dengan masalah yang baru timbul.
BAB III
PEMBAHASAN
KASUS
Dalam bab ini penulis membahas hasil penyajian yang
telah diuraikan dalam lampiran kasus. Pembahasan ini meliputi persamaan dan
kesenjangan yang didapatkan setelah dilihat perbandingan antara tinjauan
teoritis dan tinjauan kasus yang telah penulis peroleh dari lahan praktek.
Masalah yang dibahas tentang asuhan keperawatan pasien post operasi
apendiktomy melalui pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi.
A. Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang penulis lakukan pada
tanggal 17 Maret 2004 didapatkan data sebagai berikut : Nama Nn. M. umur 23
tahun, pendidikan sekarang mahasiswi FKIP, jenis kelamin perempuan, agama
Islam, suku Aceh, tempat tinggal di Banda Aceh, dirawat di kamar Kakap di Ruang
Rawat Bedah Wanita dengan diagnosa medis Apendiktomy.
Biasanya apendiksitis sering menyerang kaum laki-laki
dari pada kaum wanita, karena laki-laki cenderung hidup tidak teratur dengan
kerja badaniah yang keras dan sering menyerang pada umur 10 sampai 30 tahun dan
mungkin saja wanita terkena karena pada umumnya mereka hidup yang tidak teratur
(Oswati E., 1993)
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada pasien maka
didapatkan data-data sebagai beikut ; nyeri pada luka operasi di daerah kuadran
kanan bawah, nyeri bila melakukan aktivitas, kurang tau tentang perawatan luka
dan hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan terhadap pasien berupa pemeriksaan
inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi didapatkan data sebagai berikut :
nyeri tekan pada daerah operasi, wajah tampak meringis, nyeri tekan pada daerah
kuadran kanan bawah abdomen, terdapat luka insisi di kuadran kanan abdomen
dengan panjang + 5 cm, luka tertutup perban.
Menurut teori didapatkan nyeri pada daerah kuadran
kanan bawah abdomen disebabkan karena adanya peningkatan tekanan intra lumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menghambat aliran limfe yang mengakibatkan
obstruksi vena, oedema bertamabah dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan
yang timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri
di dasar perut kanan bawah (Arief Mansjoer, dkk., 2002).
Berdasarkan tinjauan kasus yang dilakukan berdasarakan
pengkajian 3 generasi baik dari pihak ayah atau ibu tidak ditemukan adanya
riwayat kesehatan keluarga dengan apendisitis. Kemungkinan penyebab apendisitis
pada pasien karena gaya hidupnya yang tidak teratur, pasien tinggal bukan
dengan orang tuanya sehingga pola makan dan pola kerja yang tidak teratur
(Oswari E., 1993)
Pada pola nutrisi sebelum dirawat pasien sering
mengkonsumsi makanan secara tidak teratur dengan pola pengkonsumsiannya nasi,
ikan, sayur dan kadang-kadang buah. Dan dengan pola minum + 8 gelas
sehari. Selama dirawat pasien makan 3 kali sehari dengan diit M II, pasien
tidak mampu mengkonsumsi diit yang diberikan di rumah sakit sehingga keluarga
membawa nasi yang dimasak di rumah dengan pola diit tetap sama yaitu M II,
sebagai satu alternatif agar pasien tetap terpenuhi pola nutrisinya. Walaupun
secara teoritis dikatakan bahwa pasien dengan post op. apendisitis akan
mengalami gangguan pemenuhan nutrisi yang disebabkan karena adanya luka yang
disertai dengan pengaruh anestesi. Tapi pada kondisi pasien pengaruh anestesi
sudah hilang dan pasien mempunyai motifasi yang sangat besar untuk sembuh.
Pola istirahat pasien selama dirawat menjadi
terganggu, ini diakibatkan oleh sering terbangunnya dari tidur karena terasa
nyeri pada luka sehingga pasien hanya dapat tidur kira-kira 5 – 6 jam/hari.
Berdasarkan tinjauan teoriti didapatkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
tidur adalah penyakit serta rasa nyeri, keadaan lingkungan yang tidak nyaman
dan tenang, kelelahan, emosi yang tidak stabil, beberapa jenis obat-obatan dan
penggunaan alkohol (Robert Prihardjo, 1993).
Pada pola aktivitas didapatkan adanya kesulitan dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari yang disebabkan oleh manifestasi klinis yang
timbul dari penyakitnya berupa badan lemah, cepat lelah dan adanya luka Post
Op. Berdasarkan tinjauan teoritis rasa lemah dan mudah lelah selama mengerjakan
kegiatan fisik adalah hipoksia jaringan dan adanya nyeri karena bekas Post Op.
(Linda Juall Carpenito, 1996).
Dalam pemeriksaan fisik dapat dikaji data post operasi
didapatkan data sebagai berikut ; keadaan umum lemah disebabkan nyeri pada luka
operasi dan terlihat perut kembung, nyeri tekan pada abdomen kanan bawah, nyeri
ketok, pekak hati jika terjadi peristonitis, bising usus tidak ada (oleh karena
peritonitis) sedangkan nyeri ketok tersebut di satu tempat maka tidak ada
peritonitis lokal, jika terjadi di seluruh abdomen maka terjadi peritonitis umum.
Dari data tersebut terdapat kesenjangan antara
tinjauan teoritis dan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus didapatkan : nyeri
bila melakukan aktivitas, kurang mengerti tentang perawatan luka, sedangkan
pada tinjauan teoritis didapatkan data sebagai berikut : Terjadinya konstipasi
tidak ada nafsu makan, sesak dan cemas.
Dari hasil pemeriksaan penunjang tidak terdapat
kesenjangan antara tinjauan teoritis dan tinjauan kasus. Pada tinjauan kasus
hasil pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan yaitu didapatkan jumlah
leukosit 13000, dan pada tinjauan teoritis juga didapatkan peningkatan leukosit
di atas 12000/ui.
B. Diagnosa Keperawatan
Menurut Carpenito L.J. (1999) ada 7 diagnosa
keperawatan yang sering muncul pada kasus post apendiktomy, yaitu :
1.
Risiko terhadap penurunan fungsi pernafasan yang
berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap status pasca anastesi dan
nyeri.
2.
Risiko terhadap infeksi yang berhubungan dengan
peningkatan kerentangan terhadap bakteri sekunder terhadap luka.
3.
Nyeri yang berhubungan dengan interupsi bedah, struktur
tubuh, platus, dan imobilitas.
4.
Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan vitamin untuk
penyembuhan luka dan penurunan masukan sekunder terhadap nyeri, mual, muntah,
dan pembatasan diet.
5.
Risiko terhadap konstipasi kolon yang berhubungan
dengan peningkatan peristaltik sekunder terhadap imobilitas dan efek anastesi
dan narkotika.
6.
intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan nyeri dan
keletihan sekunder terhadap anastesi, hipoksia jaringan dan ketidak cukupan
masukan cairan dan nutrisi.
7.
Risiko terhadap penatalaksanaan regimen terapeutik yang
berhubungan dengan ketidak cukupan pengetahuan tentang perawatan letak operasi,
pembatalan diet aktivitas, obat-obatan tanda dan gejala komplikasi dan
perawatan lanjutan.
Sedangkan diagnosa keperawatan pada tinjauan kasus sebagai berikut :
- Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan.
- Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keterbatasan gerak
- Risiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas insisi.
Risiko tehadap perubahan fungsi pernafasan yang
berhubungan dengan imobilitas sekunder terhadap status pasca anastesi dan
nyeri, masalah ini tidak ditegakkan karena tidak ditemukan pada data penunjang
seperti tanda-tanda serak, pernafasan lancar.
Risiko terhadap perubahan nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan peningkatan kebutuhan protein dan
vitamin untuk penyembuhan luka dan penurunan masukan skunder terhadap nyeri,
mual dan muntah masalah ini tidak ditegakkan karena pada saat mual dan muntah
masalah ini tidak ditegakkan karena pada saat asuhan keperawatan pola makan
pasien teratur, dan berat badan pasien tidak turun tapi masih bertahan pada berat badan normal.
Risiko terhadap konstipasi kolon yang berhubungan
dengan penurunan peristaltik sekunder terhadap imobilitas dan efek anastesi
masalah ini tidak dinaikkan karena tidak muncul data-data penunjang bahwa pasien susah BAB, nampaknya
pasien BAB biasa saja.
C. Perencanaan
Dari hasil perencanaan
pada pasien apendiktomy pada tinjauan kasus sebagai berikut, kaji intesitas
nyeri lokasi dan durasi nyeri, kaji pernyataan verbal dan non verbal, berikan
tindakan kenyamanan, ganti perban, ganti laken anjurkan pasien untuk
melakukan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya, rencananakan periode istirahat teratur sesuai jadwal harian
pasien, jelaskan pada pasien tentang
penyakitnya. Awasi tanda-tanda vital pasien, lakukan langkah-langkah mencegah
infeksi dengan mencuci tangan sebelum menggantikan balutan pantau terhadap
tanda-tanda infeksi seperti pembengkakan dan kemerah-merahan.
Sedangkan pada tinjauan
teoritis perencanaannya sebagai berikut, auskultasi lapang paru terhadap
penurunan dan bunyi nafas norma, lakukan tindakan untuk mencegah aspirasi
kurangi, risiko obstruksi lidah, beri penyuluhan tentang pentingnya mengubah
posisi bila terdapat selesai anjurkan batuk. Pantau terhadap tanda-tanda
infeksi, lakukan langkah-langkah untuk mencegah infeksi, pertahankan balutan
poli ureta satu lapis untuk 24 sampai 48
jam. Konsultasi dengan perawat ahli untuk tindakan perawatan kulit, kalaborasi
dengan pasien untuk menentukan intervensi pereda nyeri yang efektif, kurangi
rasa takut pasien dan luruskan misinformasi, berikan pereda nyeri optimal
dengan analgesik yang di resepkan, berikan latihan pernafasan, tingkatkan ke
ambulansi tanpa bantuan, jelaskan tentang pentingnya masukan nutrisi pantau
status hiper metabolisme. Lakukan tindakan untuk mengurangi mual dan muntah, kaji bising usus untuk
menentukan respon pemberian cairan, jelaskan efek aktivitas harian pada
eliminasi Bantu dalam ambulansi bila mungkin, beri tau dokter bila bising usus
tidak terdengar, dorong kemajuan tingkat aktivitas pasien setiap shift sesuai indikasi,
tingkatkan aktivitas perawatan diri dari perawatan diri parsial sampai lengkap
sesuai indikasi rencanakan periode istirahat pasien sesuai jadwal harian pasien
pertegas pembatasan aktivitas sesuai indikasi, tinjau ulang dengan pasien dan
keluarga tujuan pemberian dosis dan efek samping obat.
D. Pelaksanaan
Pelaksanaan keperawatan untuk diagnosa gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan, Menurut Carpenito (1999) mengkaji intensitas nyeri lokasi dan durasi, mengkaji pernyataan verbal dengan menanyakan tentang nyeri dan nonverbal dengan memperlihatkan ekspresi wajah, memberikan kenyamanan dengan mengatur posisi yang nyaman seperti posisi semi fowler dan mengajarkan tehnik relaksasi serta melakukan tehnik distraksi untuk menghilangkan nyeri dengan mengalihkan perhatian
Sedangkan diagnosa keperawatan intoleransi
aktivitas berhubungan dengan
keterbatasan gerak, menurut Carpenito LJ. dan Donges (1999)
tindakan yang bisa dilakukan adalah mengajarkan serta melatih pasien dalam
melakukan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, duduk dan menggantikan
baju sendiri memberi dorongan apa yang dilakukan adalah yang terbaik
menjelaskan kepada pasien tentang penyakitnya.
Selanjutnya diagnosa keperawatan yang terakhir risiko tinggi terhadap
infeksi berhubungan dengan adanya luka bekas insisi tindakan yang dilakukan
menurut (Carpenito LJ 1999) adalah mengawasi tanda-tanda vital pasien, jelaskan
pada pasien tanda-tanda infeksi seperti dolor, rubor, color, tumor,
menggantikan balutan dan membersihkan luka dengan alkohol dan tutup luka dengan
kasa steril serta mencuci tangan sebelum dan sesudah.
E. Evaluasi
Langkah
terakhir yang dapat dilakukan dalam pendekatan proses keperawatan adalah
evaluasi, pada tinjauan teoritis dengan
pasien apendiktony didapatkan langkah terakhir yang baik adalah mencegah
terjadinya infeksi pada luka bekas insisi dan menjaga immobilitas pasien yang
selanjutnya menjelaskan tentang cara perawatan luka, supaya tidak terdapat
tanda-tanda infeksi seperti : luka tidak adanya pus, luka tidak ada
kemerah-merahan pada luka.
Keberhasilan tanpa evaluasi pada prinsipnya hampir
semua masalah dapat diatasi dengan baik sesuai dengan tujuan dan kriteria,, hal
ini ditunjang oleh kerja sama yang baik antara keluarga dan tenaga kesehatan,
tersedinya fasilitas dan sarana rumah sakit yang diperlukan dalam perawatan
tersebut.
BAB IV
PENUTUP
Berdasarkan uraian yang telah penulis kemukakan,
maka dapat diambil kesimpulan dan saran yang berhubungan dengan perawatan pada
pasien kasus apendiksitis yang berdasarkan kesimpulan dan saran tersebut.
Penulis mengharapkan adanya suatu perubahan dan peningktaan dalam pelayanan
asuhan keperawatan khususnya pada pasien dengan Apendisitis kronis di ruang
Rawat Bedah Wanita Rumah Sakit Umum dr.
Zainole Abidin Banda Aceh.
A. Kesimpulan
1.
Apendiktomy adalah suatu tindakan pengangkatan apendiks
yang terimflamasi dengan menggunakan pendekatan endoskopi.
2.
Dalam melakukan pengkajian keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
apendiktomy dijumpai adanya nyeri, aktivitas dibantu, luka insisi + 5
cm, nyeri tekan
3.
Analisa data yang didapat dari pasien mengeluh nyeri
pada daerah post operasi, pasien mengatakan nyeri ketika melakukan aktivitas,
pasien juga mengatakan kurang mengerti tentang perawatan luka. Adanya nyeri
tekan pada daerah kuadran kanan bawah abdomen luka tertutup perban. Pasien
sangat berhati-hati dalam melakukan aktivitas pasien selalu dibantu oleh
keluarga dalam pemenuhan ADL seperti
makan, minum, serta BAB dan BAK, luka terperban steril, bedrest, panjang luka
insisi + 5 cm terdapat tanda-tanda dolor, rubor, adapun masalah yang muncul adalah gangguan rasa nyaman nyeri
berhubungan dengan terputusnya kontuinitas jaringan, intoleransi nyeri
berhubungan dengan tindakan operasi, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
keterbatasan gerak, resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan adanya luka
bekas insisi.
4.
Rencana keperawatan yang dilaksanakan dalam Asuhan
Keperawatan pada pasien apendiktomy adalah kaji intensitas nyeri, kaji
pernyataan verbal dan non verbal, berikan kenyamanan dengan mengubah posisi,
ganti perban, bantu aktivitas, pendidikan kesehatan mengawasi tanda-tanda vital, pantau gejala
infeksi, gunakan desinfektan.
5.
Tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan
rencana keperawatan antaranya penggunaan skala rentang nyeri dalam mengkaji
tingkat nyeri, ketidak sesuaian antara petunjuk verbal dan non verbal,
memberikan kenyamanan dengan mengubah posisi, untuk mempercepat penyembuhan dan
mencegah infeksi, membantu aktivitas, memberikan pendidikan kesehatan,
mengatasi tanda-tanda vital, memantau gejala infeksi dan menggunakan desinfektan.
6.
Pada tahap evaluasi dilakukan pengamatan terhadap
perubahan yang terjadi pada pasien selama 3 hari pengamatan. Secara umum tujuan
yang diharapkan sebagian telah berhasil dilaksanakan, nyeri berkurang pada
tingkat ringan yaitu skala 2 dengan durasi 1 menit, pasien terlihat duduk dan
berjalan di sekitar kamar, pasien menyatakan kondisi luka membaik, dan adanya
nyeri tekan.
7.
Pendokumentasian asuhan keperawatan sangat diperlukan
setiap melakukan tindakan keperawatan. Hal ini menunjukkan sistem kerja perawat
yang sistematis didasarkan bukti dan keakuratan data yang diperoleh selama
pelaksanaan asuhan keperawatan.
B.
Saran
Adapun saran-saran yang penulis kemukakan antara lain
1.
Dalam melakukan pengkajian dan memberikan asuhan
keperawatan serta menangani pasien apendiktomy hendaknya perawat mengerti betul
perawatan post apendiktomy,
memperhatikan benar gejala dan tanda infeksi sehingga dapat menentukan tindakan
perawatan yang sesuai.
2.
Untuk pasien atau keluarga perlu mmeperhatikan nasehat
atau anjuran-anjuran selama perawatan terutama pengetahuan tentang perawatan
luka, karena itu dapat mencegah terjadinya infeksi
3.
Keberhasilan perawatan dan pengobatan apendiktomy
sangat diharapkan adanya kerja sama antar pasien,. perawat, maupun tim medis
sehingga tercapainya derajat kesehatan yang optimal.
Dalam penyelesaian laporan studi kasus ini penulis
mempunyai banyak kekuarangan dan untuk kesempurnaan laporan ini penulis
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak dan pembaca
khusunya.
DAFTAR PUSTAKA
Barbara C, Long. (1996), Perawatan
Medical Bedah, Yayasan Ikatan Alumni
Keperawatan Pejajaran, Bandung.
Carpenito, L.J. (1996), Rencanan
Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi
2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Cameron, (1997), Ilmu Bedah
Muthakhir, EGC, Jakarta, Penerbit Buku
kedokteran.
Doenges Marilym E, (1996), Asuhan
Keperawatan Dalam Aplikasi Rencana dan Dokumentasi Proses keperawatan, Edisi 9. EGC,
Jakarta
Darma Adji, (1993), Ilmu
Beda, Edisi 7, EGC, Jakarta
Jones DJ dan Irving, MH, (1997), Petunjuk
Penting Penyakit Kolorektal, EGC, Jakarta,
Penerbit Buku Kedokteran.
Mansjoer Arif, (1999), Kapita
Selekta Kedokteran, Edisi 3, Media
Aesculapius, Jakarta.
Oswari E, (1993), Bedah dan
Perawatannya, Gramedia Jakarta
Priharjo R, (1993), Pemenuhan
Aktivitas Istirahat Pasien, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta
Suzanne C. Smeltzer, Brenda G Bare
(2000), Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah Edisi 8, EGC, Jakarta Penerbit Buku Kedokteran.
Syaifuddin (1997), Anatomi
Fisiologi Untuk Siswa Perawat, edisi 2
EGC, Jakarta
Soeparman (EP), Ilmu
penyakit Dalam, Jilid II, Balai Penerbit
FKUI, Jakarta, 1990.
bang contoh askep pada pasien colic abdomen ad ngak ?
BalasHapusmakasih :)