KONSEP DASAR PENYAKIT
A.
DEFINISI
Labiognatopalatoschisis
atau cleft
lip and palate (CLP) adalah kelainan bawaan yang
timbul pada saat pembentukan janin sehingga ada celah antara kedua sisi bibir
hingga langit-langit dan bahkan cuping hidung (Wikipedia, 2008). Dalam bahasa
Indonesia, kelainan ini sering disebut dengan bibir sumbing. Kelainan ini dapat
berupa celah pada bibir (cleft lip).
Celah pada palatum atau langit-langit mulut (cleft
palate), atau gabungan dari keduanya (cleft
lip and palate). Kelainan ini disebabkan oleh kelainan genetik yang
berpengaruh pada tahap pembentukan embrio, sehingga terdapat kelainan yang
muncul setelah kelahiran. CLP adalah kelainan multifaktoral, jadi kemunculannya
dipengaruhi oleh faktor gen dan lingkungan.
Labio/plato
skisis adalah merupakan kongenital abnormali yang berupa adanya kelainan bentuk
struktur wajah.
Palatoskisis
adalah adanya celah pada garis tengah palato yang disebabkan oleh kegagalan
penyatuan susunan palato pada masa kehamilan 7-12 minggu.
B.
ETIOLOGI
Cleft lip and palate disebabkan
oleh beberapa gen yang telah membawa
sifat-sifat tertentu di dalamnya. Sebagai kelainan multifaktor, CLP sangat
terkait dengan faktor multigen dan juga lingkungan. Sifat genetik CLP yang
merupakan faktor internal kemudian dapat dipicu oleh faktor eksternal atau
lingkungan seperti paparan asap rokok dan konsumsi alkohol.
Gen-gen yang
berinteraksi dengan paparan asap rokok dan menyebabkan timbulnya CLP adalah
TGFA, MSXI, TGFB3, P450, RARA, GST, dan EPHX. Dalam sel palatum yang sedang
berkembang terdapat reseptor tertentu yang bereaksi terhadap senyawa tertentu.
AHR (Aryl-Hydrocarbon Receptor), misalnya, berperan sebagai reseptor dari
senyawa Aryl-Hydrocarbon yang terdapat dalam asap rokok. Masuknya aril hidrokarbon ini jelas mempengaruhi
perkembangan janin, walaupun ibu hamil hanya berperan sebagai perokok pasif.
Selain teratogen, infeksi dan nutrisi juga turut berperan dalam perkembangan
janin. Kekurangan nutrisi asam folat misalnya, juga menjadi salah satu penyebab
bayi lahir dengan cacat kongenital, seperti CLP.
Selanjutnya,
karena adanya interaksi gen dengan lingkungan maka fenotip CLP muncul sebagai
hasilnya. Apabila gen-gen tertentu telah membawa sifat CLP, namun tidak dipicu
oleh faktor eksternal, ada kemungkinan fenotip CLP tidak muncul. Ada pula gen
yang memang telah mengalami mutasi sejak awal, yaitu dari orang tuanya. Gen
yang telah mengalami mutasi ini akan menurunkan sifat kepada keturunannya.
Mutasi tertentu dapat diturunkan, dengan syarat terjadi pada sel gamet (ovum
atau spermatozoa). Mutasi pada sel somatik tidak diturunkan.
Metode deteksi
dini CLP sama dengan deteksi penyakit genetik yang lain, seperti amniocentesis,
CVS, PUBS, dan FISH. Untuk metode deteksi yang lain seperti Ultrasonografi,
yang mengetahui bentuk janin setelah utuh terbentuk, mungkin dapat menjadi
persiapan mental bagi calon orang tua, sehingga setelah bayi lahir orangtua
sudah siap menjadi penanganan khusus yang diperlukan dalam perawatan bayi, atau
bahkan mungkin sudah siap dengan tindakan operasi yang selanjutnya dapat
dilakukan.
Dasar terapi
bagi CLP adalah tindakan operasi, yang dapat dilakukan saat bayi telah mencapai
usia 2-3 tahun pertama untuk operasi cleft
lip, dan 6-12 bulan pertama untuk operasi cleft palate. Selanjutnya juga perlu untuk dilakukan terapi
berbicara agar anak tidak menemui kesulitan dalam berkomunikasi dan
bersosialisasi dengan sesamanya.
Konsultasi
prenatal sangat penting bagi ibu hamil, karena dalam konsultasi calon ibu akan
diberikan beberapa saran dan informasi seputar kehamilan dan kesehatan calon
ibu dan janinnya. Defisiensi nutrisi, misalnya, akan cepat dapat diketahui dan
ditangani sehingga tidak mengganggu perkembangan janin.
C.
PATOFISIOLOGI
Kelainan sumbing
selain mengenai bibir juga bisa mengenai langit-langit. Berbeda pada kelainan
bibir yang terlihat jelas secara estetik, kelainan sumbing langit-langit lebih
berefek kepada fungsi mulut seperti menelan, makan, minum, dan berbicara. Pada
kondisi normal, langit-langit menutup rongga antara mulut dan hidung. Pada bayi
yang langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan
bayi bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah
capek pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake minum/makanan yang
masuk menjadi kurang dan jelas berefek terhadap pertumbuhan dan
perkembangannya, selain itu juga mudah terkena infeksi saluran pernafasan atas
karena terbukamya palatum tidak ada batas antara hidung dan mulut, bahkan
infeksi bisa menyebar sampai ke telinga.
D.
MANIFESTASI
KLINIS
1. Pada
Labio Skisis:
-
Distorsi pada hidung.
-
Tampak sebagian atau keduanya.
-
Adanya celah bibir.
2. Pada
Palato Skisis:
-
Tampak ada celah pada tekak (uvula),
palato lunak, dan keras dan atau foramen incisive.
-
Adanya rongga pada hidung.
-
Distorsi hidung.
-
Teraba ada celah atau terbukanya
langit-langit saat diperiksa dengan jari.
-
Kesukaran dalam menghisap atau makan.
E.
KOMPLIKASI
1. Gangguan
bicara dan pendengaran.
2. Terjadinya
otitis media.
3. Aspirasi.
4. Distress
pernafasan.
5. Risiko
infeksi saluran nafas.
6. Pertumbuhan
dan perkembangan lambat.
F.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
1. Foto
rontgen.
2. Pemeriksaan
fisik.
3. MRI
untuk evaluasi abnormal.
G.
PEMERIKSAAN
TERAPEUTIK
1. Penatalaksanaan
tergantung pada beratnya kecacatan.
2. Prioritas
pertama adalah pada tehnik pemberian nutrisi yang adekuat.
3. Mencegah
komplikasi.
4. Fasilitas
pertumbuhan dan perkembangan.
5. Pembedahan
: pada labio sebelum kecacatan palato, perbaikan dengan pembedahan usia 2-3
hari atau sampai usia beberapa minggu prosthesis intraoral atau ekstraoral
untuk mencegah kolaps maxilaris, merangsang pertumbuhan tulang, dan membantu
dalam perkembangan bicara dan makan, dapat dilakukan sebelum pembedahan
perbaikan.
6. Pembedahan
pada palato dilakukan pada waktu 6 bulan dan 2 tahun, tergantung pada derajat
kecacatan. Awal fasilitas penutupan adalah utuk perkembangan bicara.
H.
PENATALAKSANAAN
Pada bayi yang
langit-langitnya sumbing barrier ini tidak ada sehingga pada saat menelan bayi
bisa tersedak. Kemampuan menghisap bayi juga lemah, sehingga bayi mudah capek
pada saat menghisap, keadaan ini menyebabkan intake/makanan yang masuk menjadi
kurang. Untuk membantu keadaan ini biasanya pada saat bayi baru lahir dipasang:
1.
Pemasangan selang Nasogastrik Tube,
adalah selang yang dimasukkan melalui hidung berfungsi untuk memasukkan susu
langsung ke dalam lambung untuk memenuhi intake makanan.
2.
Pemasangan Obturator yang terbuat dari
bahan akrilik yang elastis, semacam gigi tiruan tapi lebih lunak, jadi
pembuatannya khusus dan memerlukan pencetakan di mulut bayi. Beberapa ahli
beranggapan Obturator menghambat pertumbuhan wajah pasien, tapi beberapa ahli
menganggap justru mengarahkan. Pada center-center clift seperti Harapan Kita di
Jakarta dan Cleft Centre di Bandung, dilakukan pembuatan Obturator, karena
pasien rajin kontrol sehingga memungkinkan dilakukan pencetakan ulang, atau dua
minggu sekali kontrol dan tiap beberapa bulan dilakukan pencetakan ulang,
dibuatkan yang baru sesuai dengan pertumbuhan pasien.
3.
Pemberian dot khusus, dot ini bisa
dibeli di apotik-apotik besar. Dot ini bentuknya lebih panjang dan lubangnya
lebih lebar daripada dot biasa, tujuannya dot yang panjang menutupi lubang di
langit-langit mulut. Susu bisa langsung masuk ke kerongkongan karena daya hisap
bayi yang rendah, maka lubang dibuat sedikit lebih besar.
Operasi, dengan
beberapa tahap, sebagai berikut:
1.
Penjelasan kepada orang tua.
2.
Umur 3 bulan (rule over ten): Operasi
bibir dan alanasi (hidung), evaluasi telinga.
3.
Umur 10-12 bulan: Operasi palato/celah
langit-langit, evaluasi pendengaran dan telinga.
4.
Umur 1-4 tahun: Evaluasi bicara, speech
therapist setelah 3 bulan pasca operasi.
5.
Umur 4 tahun: Dipertimbangkan
repalatoraphy atau/dan Pharyngopalsty.
6.
Umur 6 tahun: Evaluasi gigi dan rahang,
evaluasi pendengaran.
7.
Umur 9-10 tahun: Alveolar bone graft
(penambahan tulang pada celah gusi).
8.
Umur 12-13 tahun: Final touch, perbaikan-perbaikan
bila diperlukan.
9.
Umur 17 tahun: Evaluasi tulang-tulang
muka, bila diperlukan advancementosteotomi LEFORTI.
II. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan menelan/kesukaran dalam makan sekunder
dari kecacatan dan pembedahan.
2.
Resiko tinggi aspirasi berhubungan
dengan ketidakmampuan mengeluarkan sekresi sekunder dari palato skisis.
3.
Risiko infeksi berhubungan dengan
kecacatan (sebelum operasi) dan atau insisi pembedahan.
4.
Kurang pengetahuan keluarga berhubungan
dengan teknik pemberian makan, dan perawatan di rumah.
5.
Nyeri berhubungan dengan insisi
pembedahan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar