Rabu, 19 Desember 2012

ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN HIPERTENSI



BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah
            Dalam usaha untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, pemerintah mengupayakan bebagai kebijakan yang salah satunya adalah melalui Visi Indonesia Sehat 2010 dimana pada tahun 2010 nanti diharapkan masyarakat Indonesia memperoleh derajat kesehatan optimal dengan salah satu indikatornya adalah menurunnya angka morbiditas dan mortalitas. (Depkes RI, 2003)
            Untuk mencapai visi yang telah ditetapkan, maka diperlukan usaha-usaha agar indikator-indikator yang diharapkan tercapai yakni, mencegah atau meminimalkan angka morbiditas terutama yang beresiko terhadap kematian sehingga angka harapan hidup masyarakatpun meningkat. (Depkes RI, 2003)
            Kasus morbiditas seperti hipertensi merupakan kasus yang beresiko terhadap kematian dimana apabila insiden kasus ini sangat tinggi dapat menjadi  hambatan dalam pencapaian Visi Indonesia Sehat 2010 sehingga bisa berdampak terhadap masyarakat keseluruhan. (Depkes RI, 2002)
1
 
            Saat ini hipertensi telah diderita sekitar 1 miliar penduduk dunia. Dimana dengan adanya sarana pengobatan efektif yang sudah tersedia dewasa ini hampir 70 persen belum bisa terkontrol dengan baik. Hipertensi yang tidak terkontrol dengan baik akan menjurus ke masalah kesehatan yang lebih serius seperti serangan jantung, gagal jantung dan stroke. Di Indonesia jumlah penderita hipertensi terus memperlihatkan kenaikan dimana dari hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) tahun 1992 didapatkan 16,0% sedangkan pada SKRT tahun 1995 mencapai 18,9% dan pada SKRT tahun 2001 mencapai 26,4%. Hal ini merupakan kenaikan yang sangat bermakna (Depkes RI, 2002). Sedangkan dari data register Ruang Rawat Penyakit dalam Wanita Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh sejak beroperasi kembali pasca tsunami didapatkan enam orang menderita hipertensi dari 30 orang pasien yang sudah dirawat atau 20% dari keseluruhan kasus.        
Dengan demikian  dapat disimpulkan bahwa masih tingginya kasus hipertensi dimana dibutuh perhatian dari berbagai pihak termasuk perawat sebagai profesi yang paling dekat dengan pasien sehingga masalah dengan mudah dapat diatasi (Depkes RI 2003).
            Dalam mengatasi kasus hipertensi, perawat mempunyai tugas untuk mengatasi berbagai masalah keperawatan yang timbul yakni mempertahankan atau meningkatkan fungsi cardiovaskuler, mencegah komplikasi, memberikan informasi tentang proses atau prognosis dan program pengobatan (Doenges, 1999).





BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN 
2.1. Konsep Penyakit
2.1.1. Pengertian
            Hipertensi dapat didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dengan tekanan sisitoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolic diatas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi didefenisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolic 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2001).

2.1.2. Penyebab
            Hipertensi esensial atau primer sering tidak diketahui penyebabnya, banyak faktor yang mempengaruhinya seperti lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin angiotosin, defek dalam ekresi Na, peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor yang meningkatkan resiko seperti obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia (Mansjoer, 2001).
            Hipertensi sekunder atau renal disebabkan oleh penggunaan estrogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskuler renal, hiperaldosteronisme primer, sindrom cushing, feokrositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan, dan lain-lain. (Mansjoer, 2001).

2.1.3. Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya hipertensi dapat dijelaskan secara sederhana dengan skema dibawah ini;
Berbagai penyebab dan faktor resiko hipertensi

 Merangsang pusat vasomotor

 Dihantarkan ke Ganglia simpatis

Neuron preganglion melepaskan asetilkolin ke pembuluh darah

Merangsang serabut saraf paska ganglion

Kontriksi pembuluh darah

Tahanan perifer meningkat

Tekanan darah meningkat
Gambar 2.1.
Skema Patofisiologi hipertensi
(Smeetzer & Bare, 2001)

            Pada saat saraf simpatis merangsang pembuluh darah mengakibatkan tambahan aktifitas vasokontriksi. Vasokontriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal menyebabkan pelepasan renin, renin merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin II suatu vasokontriktor kuat yang pada gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh kortek adrenal, hormone ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan hipertensi (Smeltzer & Bare, 2001).
            Pada usia lanjut, perubahan structural dan fungsional pada sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang terjadi pada usia lanjut (Smeltzer & Bare, 2001).

2.1.4. Tanda dan Gejala
            Pada pemeriksaan fisik mungkin tidak dijumpai tekanan apapun selain peningkatan tekanan darah, tetapi dapat pula ditemukan perubahan pada retina, seperti perdarahan, eksudat, penyempitan pembuluh darah dan edema pupil (Smeltzer & Bare, 2001).
            Gejala lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epistaksis, marah, telinga berdengung, rasa berat ditengkuk, sukar tidur, mata berkunang-kunang dan pusing (Mansjoer, 2001).

2.1.5. Diagnosis
2.1.5.1. Pengukuran tekanan darah secara berulang-ulang diperoleh nilai rata-rata tekanan darah diastolic ≥ 90 mmHg atau  ≥ 140 mmHg.
2.1.5.2 EKG 12 sadapan untuk mengevaluasi efek hipertensi pada jantung dan untuk mendeteksi penyebab penyakit jantung.
2.1.5.3 Radiografi dada untuk mendeteksi kemungkinan kardiomegali.
2.1.5.4. Sampel darah untuk evaluasi kimia.
2.1.5.5. Sample urin 24 jam untuk mengevaluasikan perluasan penyakit ginjal atau untuk mendeteksi katekolamin yang mengindikasikan feokromositoma.
2.1.5.6. Foto ginjal dan CT Scan dan tes khusus lainnya
(Ganis Warna, 1995.; Nettina, 2001)

2.1.6. Penatalaksanaan
            Modifikasi gaya hidup cukup efektif, dapat menurunkan resiko cardiovaskuler dengan biaya sedikit dan resiko minimal, langkah – langkah yang dianjurkan adalah menurunkan berat badan, membatasi alcohol, olahraga teratur, mengurangi asupan natrium, asupan kalium, kalsium dan magnesium adekuat, berhenti merokok dan mengurangi asupan lemak serta kolesterol dalam makanan. (Mansjoer, 2001).
            Penatalaksanaan dengan obat antihipertensi bagi sebagian besar pasien dimulai dengan dosis rendah kemudian ditingkatkan secara titrasi sesuai dengan umur, kebutuhan. Terapi yang optimal harus efektif selama 24 jam dan lebih disukai dalam dosis tunggal karena  kepatuhan lebih baik, lebih murah, dapat mengontrol hipertensi terus menerus dan lancar serta melindungi pasien terhadap berbagai resiko dari kematian mendadak, serangan jantung atau stroke. (Mansjoer, 2001).

2.2. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
2.2.1. Pengkajian Keperawatan
Mengkaji pasien dengan hipertensi yang baru saja terdeteksi meliputi pemantauan teliti tekanan darah dengan interval yang sering dan kemudian dilanjutkan dengan interval dengan jadwal yan rutin (Smeltzer & Bare, 2001).
Riwayat yang lengkap harus diperoleh untuk mengkaji gejala yang menunjukkan apakah sistem tubuh lainnya telah terpengaruh oleh hipertensi. Hal itu meliputi tanda seperti perdarahan hidung, nyeri angina, napas pendek, perubahan tajam pandang, vertigo, sakit kepala, atau nokturia (Smeltzer & Bare, 2001).
Pemeriksaan fisik juga harus memperhatikan kecepatan, irama, dan karakter denyut apical dan perifer untuk mendeteksi efek hipertensi terhadap jantung dan pembuluh darah perifer. Pengkajian menyeluruh dapat memberikan informasi berharga mengenai sejauhmana hipertensi telah mempengaruhi tubuh begitu juga setiap factor psikologis yang ada hubungannya dengan masalah ini (Smeltzer & Bare, 2001).

2.2.2. Diagnosa Keperawatan
Berdasarkan pada data pengkajian yang dilakukan pada pasien hipertensi didapatkan beberapa diagnosa keperawatan yang sering muncul antara lain: Resiko terhadap penurunan curah jantung, intoleransi aktivitas, nyeri, perubahan nutrisi, koping individu tidak efektif, dan kurang pengatahuan mengenai kondisi dan rencana (Doenges, 1999).

2.2.3. Perencanaan dan Implementasi Keperawatan
Tujuan utama meliputi pemahaman proses penyakit dan penanganannya, kepatuhan dengan program perawatan diri dan tidak adanya komplikasi. Penanganan meliputi obat antihipertensi, pembatasan natrium dan lemak dalam diit, pengaturan berat badan, perubahan gaya hidup, program latihan, dan tindak lanjut asuhan keperawatan dengan interval teratur. Tindak lanjut secara teratur wajib dilakukan sehingga proses penyakit dapat dikaji dalam pengontrolan dan perkembangannya, serta penanganan yang sesuai. Riwayat dan pemeriksaan fisik harus meliputi semua data yang mungkin berhubungan dengan potensial masalah, terutama seperti yang berhubungan dengan pengobatan seperti pusing atau kepala terasa ringan ketika berdiri (Smeltzer & Bare, 2001).
Ketidakpatuhan pasien terhadap program terapi merupakan masalah yang besar pada penderita hipertensi. Usahan keras diperlukan pada pasien hipertensi untuk menjaga gaya hidup, diit dan aktivitasnya dan minum obat yang diresepkan secara teratur. Usaha seperti itu sering dirasakan tidak masuk akal bagi sebagian orang, khususnnya bila mereka tidak merasakan gejala pada saat tidak minum obat (Smeltzer & Bare, 2001).

2.2.4. Evaluasi Keperawatan
Hasil yang diharapkan adalah (Smeltzer & Bare, 2001).
-          Mempertahankan perfusi jaringan yang adekuat
-          Mematuhi program asuhan dini.
-          Bebas dari komplikasi.

 

BAB II
PENUTUP
4.1. Kesimpulan
4.1.1.    Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada pasien hipertensi dapat ditemukan data antara lain keluhan utama pusing yang disertai gejala gejala seperti keluar darah dari hidung, kelemahan, demam dan nafsu makan menurun. Dari pengkajian fisik didapatkan tekanan darah 150/90 mmHg, nadi 100x/menit, konjungtiva anemis dan ekspresi wajah murung. Dari pemeriksaan laboratorium bisa ditemukan Hb rendah dan ureum darah meningkat.
4.1.2.  Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien hipertensi adalah perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, intoleransi aktivitas, kurang pengetahuan pasien dan distress spiritual.
4.1.3. Intervensi yang diberikan untuk mengatasi masalah keperawatan pada pasien hipertensi adalah tentukan kebutuhan harian yang realistis, timbang berat badan, kaji respon individu terhadap aktivitas, kaji kesiapan dan hambatan pasien dalam belajar serta Bantu pasien dalam melaksanakan ibadah.
4.1.4.    Implementasi diberikan sesuai dengan perencanaan yang telah disusun dan dilaksanakan selama tiga hari. Keterbatasan ilmu, waktu dan sarana menjadi hambatan perawat dalam mengimplementasikan perencanaan.
4.1.5.    Berdasrakan evaluasi yang dilakukan selama tiga hari dengan menggunakan format SOAPIER  
             didapatkan hanya dua masalah yang teratasi yaitu kurang  pengetahuan pasien dan distress spiritual  
             sedangkan yang lain tidak teratasi.
4.2. Rekomendasi
4.2.1.    Hendaknya pasien hipertensi agar dapat mengontrol pola hidupnya sehingga  penyakit yang dialami tidak mengancam kehidupannya dan penyakitnya dapat dikendalikan.
4.2.2.    Hendaknya perawat yang memberikan perawatan terhadap pasien hipertensi dapat terus meningkatkan kemampuannya dalam rangka memberikan pelayanan yang berkualitas kepada pasien.


 


DAFTAR PUSTAKA


Carpenito, Lynda Juall. 1997. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa: Yasmin Asih. Edisi 6. Jakarta: EGC.

Depkes RI. 2002. Profil Kesehatan Indonesia 2001. Jakarta: Depkes RI.

                   . 2003. Indikator Indonesia Sehat 2010. Jakarta: Depkes RI

Doenges, Marilynn E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan: Pedoman untuk perencanan dan pendokumentasian keperawatan. Alih bahasa: I Made kariasa, Ni Made Sumarwati. Edisi 3. Jakarta. EGC.

Ganiswarna, Sulistia G. 1995. Farmakologi dan Terapi.Edisi 4. Jakarta: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran-Universitas Indonesia.

Hidayat, A.Aziz Alimul. 2001. Pengantar Dokumentasi Proses Keperawatan. Cetakan I. Jakarta: EGC.

KIM, Mi ja. 1994. Diagnosa Keperawatan (Pocket guide to nursing diagnoses). Alih bahasa: Yasmin Asih. Edisi 5. Jakarta: EGC.

Mansjoer, Arif M., 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Cetakan I. Jilid 2. Jakarta: Media Aeskulapius.

Nettina, Sandra M. 2001. Pedoman Praktik Keperawatan. Alih bahasa: setiawan; Kurnianingsih;Monica Ester, Cetakan I. Jakarta: EGC.

Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah. Alih bahasa: Agung Waluyo. Volume 2. Edisi 8. Cetakan I. Jakarta: EGC.

Tahlil, Teuku. 2004. Pedoman Penulisan Karya Tulis Ilmiah: Bagi Mahasiswa Akper Teungku Fakinah Banda Aceh. Edisi II. Banda Aceh.